BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah 17 April 2005, sembilan orang warga negara Australia yang berusia
18 hingga 28 tahun dibekuk di Pulau Bali, Indonesia. Mereka berniat menyelundupkan 8.3 kg heroin bersama komplotannya. Komplotan tersebut beranggotakan Myuran Sukumaran, Andrew Chan, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tan Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush, dan Martin Stephens. Belakangan, sindikat ini dikenal dengan sebutan ‘Bali Nine’ (Wahono, 2015, para 3). Penangkapan kesembilan orang tersebut dilakukan di tempat yang berbeda. Empat dari sembilan orang tersebut, yaitu Czugaj, Rush, Stephens, dan Lawrence, ditangkap di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali , saat akan memasuki pesawat tujuan Australia. Mereka kedapatan membawa heroin yang dipasang pada bagian tubuhnya. Kemudian, Andrew Chan ditangkap pada pesawat terpisah, saat hendak berangkat. Namun, pada tubuhnya tidak ditemukan obat terlarang pada saat penggeledahan (Wahono, 2015, para 5). Empat orang terakhir, yakni Nguyen, Sukumaran, Chen, dan Norman ditangkap di Hotel Melati kawasan Kuta, karena menyimpan heroin seberat 350 gram. Selain itu, polisi juga menemukan barang-barang lain yang 1
mengindikasikan keterlibatan mereka dalam usaha penyelundupan itu (Aquadini, 2015, para 7). Akibat perbuatannya, kesembilan terpidana kasus narkotika tersebut mendapat jenis hukuman yang beragam. Mulai dari kurungan penjara 20 tahun, seumur hidup, hingga hukuman mati. Khusus hukuman mati, hanya Andrew Chan dan Myuran Sukumaran mendapatkan vonis tersebut. Keduanya telah dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kerobokan di Bali ke LP Nusa Kambangan, sebuah pulau di Jawa Tengah. Hingga 23 Maret 2015, waktu dan lokasi eksekusi masih belum bisa dipastikan. Keputusan hukuman mati kedua WNA Australia ini menuai kontroversi. Pada media sosial, tagar #boycottbali mulai meramaikan dunia maya khususnya twitter, terhitung sejak 16 Februari 2015, saat kedua tahanan akan segera dieksekusi mati. Data dari social media analyse, Topsy.com, menunjukkan bahwa tagar #boycottbali dicuit sebanyak 10.794 kali hingga tanggal 23 Maret 2015. Traffic tertinggi muncul pada 3 Maret 2015, saat kedua tersangka dipindahkan ke Nusa Kambangan. Selain itu, dukungan untuk mengkaji ulang mengenai hukuman mati tersebut juga muncul dari situs Change.org. Situs ini adalah sebuah platform petisi yang memberdayakan orang untuk membuat perubahan sesuai yang mereka inginkan. Apakah itu perjuangan melawan bullying di sekolah, atau warga negara yang menuntut pejabat korup bertanggung jawab (Change.org). Berbagai kampanye telah dimulai di Change.org. Salah satunya berasal dari
2
sebuah organisasi International Network of People Who Use Drug (INPUD) yang berasal dari London, United Kingdom (UK). Mereka mempetisi Presiden Joko Widodo dengan judul Open Letter Demanding an Immediate Cessation of Ongoing Executions of People in Indonesia for Drug Offences.
Organisasi tersebut beranggapan bahwa hukuman mati telah gagal mengurangi penggunaan narkoba di seluruh dunia. Petisi tersebut telah meraup dukungan sebanyak 5.679 dari 7.500 yang diperlukan, per tanggal 23 Maret 2015.
Tidak hanya itu, akun lain dengan username Mercy Campaign juga melakukan hal yang sama. Mereka mengunggah sebuah video dukungan dari rakyat Australia agar Chan dan Sukumaran mendapat pengampunan. Petisi ini sudah mendapat 79.252 dukungan dari 100.000 yang dibutuhkan, per tanggal 23 Maret 2015.
Namun, selain sisi kontra, beberapa pihak yang pro terkait hukuman mati dua ‘Bali Nine’ itu juga menunjukkan dukungannya terhadap putusan hukuman mati kepada tersangka ‘Bali Nine’. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menegaskan, NU mendukung penuh langkah Presiden Jokowi untuk menghukum mati bandar narkoba. Menurut Said Aqil, tak masalah jika kebijakan tersebut ditentang oleh negara asal terpidana mati. Jika dilihat dari sisi kemanusiaan, satu bandar narkoba bisa merusak jutaan generasi muda (Jordan, 2015, para 2).
3
Selain Ketua Umum PBNU, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifili Hasan juga mendukung pemerintah Indonesia untuk melaksanakan hukuman mati. Zulkifili menilai, Indonesia sudah berada pada kondisi darurat narkoba, sehingga, para produsen dan distributor narkoba bisa diberikan shock teraphy melalui hukuman mati (Stefanie, 2015, para 2).
Melihat berbagai respon ini, pihak Australia segera mengambil sikap demi mendapatkan pengampunan warganya. Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott, meminta Indonesia untuk mengingat bantuan dana yang diberikan Australia pasca tsunami di Aceh pada 2004. "Australia mengirim bantuan sebesar satu miliar dolar," kata Abbott, Rabu (18/02). "Kami mengirim kontingen militer dalam jumlah besar untuk membantu Indonesia.,” "Saya ingin mengatakan kepada rakyat dan pemerintah Indonesia, kami di Australia selalu siap membantu Anda dan kami berharap Anda akan membalas kebaikan kami saat ini." (“Eksekusi mati: australia ungkit bantuan tsunami untuk Indonesia”, 2015, para 3) Selain Abbott, Sekjen PBB Ban Ki Moon juga berharap hukuman mati terhadap dua tahanan asal Australia tidak dilanjutkan. Ban berbicara dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan menunjukkan keprihatinannya tentang vonis ini di Indonesia. Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan PBB menentang hukuman mati dalam segala situasi dan keadaan (“Ban Ki-Moon makes plea to Indonesia over executions”, 2015, para 1).
4
Dalam dunia internasional, Majelis Umum Perserikatan BangsaBangsa (PBB) memiliki perjanjian multilateral, terkait hak-hak sipil dan politik setiap orang serta hak untuk hidup. Perjanjian itu dibuat pada tanggal 16 Desember 1966 dan berlaku sejak 23 Maret 1976 serta mencakup 167 negara pihak. Perjanjian itu disebut International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang terdapat pada dokumen PBB yang berjudul The International Bill of Human Rights (Sudharto, 2011, h. 31).
Mengacu pada dokumen PBB berjudul High Commisioner for Human Rights, Sudharto (2011, h. 37) menjelaskan bahwa pasal 6 ayat 1 ICCPR merupakan poin utama terkait hak hidup manusia. Human Rights Committee beranggapan bahwa negara harus menempuh langkah-langkah yang tidak hanya mencegah dan menghukum yang terangkum dalam ranah tindak pidana, tetapi juga untuk mencegah pembunuhan sewenang-wenang oleh kekuatan keamanan negara tersebut. Perenggutan hidup oleh pihak berwenang dari negara adalah masalah penting. Hukum harus secara tegas mengontrol dan membatasi keadaan yang diperbolehkan untuk seseorang dapat dicabut hidupnya oleh pihak berwenang.
Terkait kasus ini, Presiden Joko Widodo menganggap bahwa Indonesia berada pada kondisi darurat narkoba. Untuk itu, pada sebuah rapat kabinet terbatas, sehari sebelum natal tahun 2014, Jokowi menginginkan agar eksekusi mati untuk para tersangka narkoba, agar segera dilaksanakan. Hal ini sebagai bagian rencana jangka panjang program “Indonesia Bebas 5
Narkoba 2015”. Program ini merupakan gagasan dari mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, yang dirintis pada Juni 2011. Selama masa pemerintahannya (2004-2014), delapan orang tersangka narkoba dieksekusi mati. Para tersangka berasal dari Nigeria, Malawi, Thailand, Pakistan dan India. Selain tersangka narkoba, Presiden SBY juga mengeksekusi 13 tersangka terorisme dan kejahatan lainnya (Yuliawati dkk, 2015, h. 48).
Dalam peristiwa seperti ini, media massa memiliki peran penting. Mereka berperan sebagai alat pengontrol yang bisa mempengaruhi khalayak terhadap suatu peristiwa atau permasalahan. McQuail (2011, h. 65) mengatakan, kenyataannya, media berupaya memainkan peran dalam masyarakat. Hal itu memungkinkan adanya penafsiran berbeda bagi masingmasing individu.
Jakob Oetama (2001, h. 34-35) menambahkan, media adalah sebuah institusi sosial yang bukan saja cermin kehidupan masyarakat individu (facts) dan refleksi kenyataan hidup mereka pada diri mereka (feedback), tapi lebih dari itu. Media memberikan hal-hal yang beragam dari sebuah kenyataan hidup sekelompok atau individu penerima (message). Media bisa mendorong perubahan nilai, susunan sosial budaya, serta menawarkan sebuah susunan yang baru sebagai pengganti. Semakin lengkap facts,feedback, dan messages, maka itu akan semakin mendorong perubahan.
6
Selain menyebarkan informasi, media juga dapat bertindak sebagai pelapor. Media bertindak sebagai mata dan telinga publik dan melaporkan peristiwa yang diluar pengetahuan masyarakat dengan netral tanpa prasangka (Bryce,1991, h. 8). McQuail (2011, h. 65-66) mengatakan, ada enam kemungkinan yang dilakukan media saat menujukkan sebuah realitas atau peristiwa. Keenam peran media itu ialah sebagai jendela, pembuka cakrawala dan menunjukkan realitas apa adanya, sebagai cermin, refleksi dari realitas, sebagai filter, seleksi realitas sebelum memberikan kepada khalayak, petunjuk arah, forum kesepakatan bersama, serta sebagai tabir penghalang. Media memisahkan khalayak dari realitas sebenarnya. Pada proses penyebaran informasi, pemberitaan adalah hasil dari sebuah konstruksi yang selalu melibatkan berbagai pandangan, ideologi media tersebut, serta nilai-nilai tertentu pada wartawan tersebut. Dalam setiap pemberitaan, wartawan sudah memiliki sebuah pedoman pasti yaitu nilai berita (newsvalue). Menurut Ishwara (2011, h. 76-81), ada sembilan unsur nilai berita yang terkandung dalam tiap-tiap peristiwa yaitu, konflik, kemajuan
dan
bencana,
konsekuensi,
kemasyhuran
dan
terkemuka,
kedekatan, keganjilan, human interest, seks dan aneka nilai. Terkait nilai berita, kasus hukuman mati ‘Bali Nine; ini memiliki beberapa aspek nilai berita yaitu, impact dan kedekatan. Semenjak tersiar di media, hubungan diplomatis kedua negara berada di titik nadir. Konsulat
7
Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney sempat dilempari cairan berwarna merah. Namun, itu hanya berisi cairan biasa saja dan tidak berbahaya (Asril, Sabrina, 2015, para. 6). Sebaliknya, respon Abbott dengan menyinggung bantuan tsunami membuat rakyat Indonesia geram. Untuk itu, 22 Februari 2015 lalu, saat car free day, masyarakat dari berbagai kalangan berkumpul di Bundaran HI mengumpulkan koin untuk mengembalikan bantuan Australia kepada Indonesia. Bantuan tersebut dinamakan koin untuk Abbott (Carina, Jessi, 2015, para. 1). Keretakkan hubungan ini merupakan yang kedua kalinya dalam tiga tahun terakhir. Sebelumnya, Australia dan Indonesia juga bersitegang terkait peristiwa Wikileaks, oleh Edward Snowden, pada 2013 silam Kasus ‘Bali Nine’ ini juga sudah berkembang sangat luas di kedua negara. Oleh karena itu, kasus Bali Nine ini perlu dipublikasikan kepada masyarakat, karena memiliki faktor kedekatan dengan Indonesia, serta bisa mempengaruhi nama baik kedua negara di mata dunia internasional Berangkat dari seluruh alasan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji kontroversi hukuman mati ‘Bali Nine’ yang melibatkan kedua negara. Peneliti
memilih
media
online
Kompas.com
dan
Sydneymorningherald.com.au sebagai subjek penelitian. Menarik untuk disimak bagaimana media dari negara yang berbeda menggambarkan sebuah isu dan kejadian yang sama. Pemilihan media online dibanding media cetak sebagai bahan penelitian dilakukan atas beberapa pertimbangan, antara lain adalah 8
keunggulan media online serta akses data. Keunggulan media online terdapat pada prinsip real time, di mana pemberitaan langsung disajikan saat itu juga kepada pendengar atau pembaca. Prinsip ini berbeda dengan media cetak di mana harus menunggu selama sehari sebelum pemberitaan itu keluar (Bungin, 2008, h. 197). Pada sisi lain, perubahan juga terjadi di industri media massa. Perkembangan media baru menyebabkan penurunan jumlah tiras pada media cetak di seluruh dunia. Saz (2015, para. 6) menuliskan, oplah koran di Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan drastis. Oplah USA Today menurun 13,58% menjadi 1,83 juta eksemplar per hari, The Los Angeles Times turun 14,74% (616.606 eksemplar per hari), Washington Post turun 13,06% (578.482 eksemplar per hari), dan The New York Times turun 8,47% (951.063 eksemplar per hari). Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Menurut data dari SPS (“Kegelisahan Mang Odang”, 2015, h.2), per April 2013, oplah koran di Indonesia mengalami penurunan. Oplah koran yang semula berjumlah 6 juta eksemplar (1999), telah menurun menjadi 4.3 juta eksemplar (2013). Jumlah itu sempat melonjak menjadi 14 juta eksemplar. Kini, posisi itu berada pada kisaran 7 juta eksemplar. Melihat hal ini, media-media di Indonesia segera menyiapkan portal berita onlinenya sejak jauh-jauh hari. Beberapa diantaranya adalah Kompas dengan Kompas.com, Tempo dengan Tempo.co, dan Republika dengan
9
Republika.co.id. Perkembangan teknologi ini membawa media online ke level yang berbeda. Selain itu, sifat media online yang up to date membuat sebuah informasi bisa terus diperbaharui dengan fasilitas teknologi atau smartphone yang ada, tanpa perlu bantuan komputer. Media tersebut juga memudahkan akses informasi di mana saja dan kapan saja jika memiliki akses internet (Syarifudin Yunus, 2010, h. 32-33). Peneliti pun memilih Kompas.com dan SydneyMorningHerald (SMH) sebagai subjek penelitian karena kedua media adalah media nasional yang umum dan banyak dibaca oleh masyarakat setempat. Berdasarkan tingkat akses dari Alexa.com, per 23 Maret 2015 (How Popular Kompas.com?, 2015, para 1), Kompas.com berada di peringkat 11 di Indonesia. Selain Kompas.com, portal berita detik.com juga populer di Indonesia dengan peringkat 7. Kedua media ini kerap berganti posisi satu sama lain. Namun, Kompas.com telah dikenal sebagai salah satu portal berita yang dapat dipercaya di Indonesia. Hal ini terbukti melalui beberapa penghargaan seperti Portal Berita Paling Populer dari Majalah SWA (Kompas.com, 2009, para 1) Adam Malik Award dalam kategori media online terbaik dalam pemberitaan luar negeri pada 2009 (Kompas.com, 2009, para 2), Best Newspaper Website in Asia 2011 menurut IFRA (WANIFRA, 2011, para 6). Di sisi lain, SydneyMorningHerald (SMH.com.au) juga populer di Australia dengan berada di peringkat 16 pada traffic Alexa di kawasan 10
Australia. Sebenarnya, selain smh.com.au, masih ada news.com.au. pada peringkat 12, per 23 Maret 2015, (How Popular SMH.com.au?, 2015, para 1). Namun, smh.com.au berada selangkah lebih depan dalam hal historikal dan kualitas. SMH.com.au tergabung dalam grup Fairfax Media di Sydney. Grup ini berisikan media-media besar di Australia seperti, The Age, Brisbane Times, Canberra Times, Financial Review, atau pun Business Day. Selain itu, SMH juga media tertua di Australia yang terbit sejak 1831 (The Sydney Morning Herald, para 1) .Namun, dibalik itu semua, media ini ternyata memiliki sejarah panjang dengan Indonesia terkait pemberitaannya. Pada 10 April 1986 silam, artikel opini berjudul After Marcos Now Soeharto Billion’s yang ditulis oleh David Jenkins diterbitkan di edisi harian. Hal
ini
menimbulkan
kemarahan
Indonesia.
Artikel
ini
dianggap
menyinggung sepak terjang bisnis Soeharto. Sebagai bentuk kekecewaan, Indonesia pun melakukan protes dengan membatalkan kunjungan diplomatik B.J. Habibie, memberhentikan kerja sama militer dengan Australia, serta penghentian sementara diskusi terkait Celah Timor (Timor Gap), Hilman Adil dalam Pradiansyah, (1992, h.70). Berdasarkan paparan di atas, penelitian ingin melihat jelas bagaimana kedua media menggambarkan hukuman mati ‘Bali Nine’ yang melibatkan dua negara, yaitu Indonesia dan Australia.
1.2
Rumusan Masalah Bagaimana Konstruksi Realitas Hukuman Mati ‘Bali Nine’ Pada
Media Online Kompas.Com dan SMH.com.au?
11
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana konstruksi
realitas hukuman mati ‘Bali Nine’ Pada Media Online Kompas.Com dan SMH.com.au?
1.4
Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademik 1. Memperbanyak wawasan penelitian mengenai pembingkaian berita, terutama dari media dengan kontinen, negara, dan karakteristik pers yang berbeda.
2. Menelaah perbedaan studi analisis terhadap media berbahasa Inggris dan berbahasa Indonesia yang memiliki penafsiran berbeda-beda.
1.4.2 Signifikansi Praktik 1. Memberi pengetahuan praktis bagi mahasiswa jurnalistik tentang bagaimana mengemas pembingkaian berita.
2. Memberi masukan berupa saran dan kritik bagi media yang terkait mengenai pembingkaian berita yang mereka buat.
12