BAB I PENDAHULUAN 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1
Industry Overview Dan Market Share Bisnis restoran dan kafe hingga saat ini masih diyakini sebagai salah satu
bisnis yang memiliki prospek yang cukup bagus, bahkan mampu bertahan dalam kondisi krisis. Sustainabilitas bisnis restoran dapat dilihat dalam tabel berikut ini yang menunjukkan pertumbuhan usaha restoran di Indonesia sejak tahun 2008 hingga 2011. Tabel 1-1 Pertumbuhan Restoran di Indonesia 2008-2011.
Sumber: Euromonitor dan Departemen Agrikultur dan Makanan Kanada, Diolah
Berdasarkan jenis layanannya industri restoran dapat dibagi ke dalam beberapa sektor antara lain sektor kafe/bar, kantin, restoran fast food, dan restoran full service. Berdasarkan pendapatan pada tahun 2011, restoran full service mendominasi 1
2
industri restoran dengan market share sebesar 85.22%. Disusul oleh kafe/bar dengan pangsa pasar 10.07% dan restoran siap saji dengan pangsa revenue sebesar 4.16%.
Grafik 1.1. Pangsa Pasar Restoran di Indonesia Berdasarkan Revenue
10.07%
4.16% 0.55% Full Service Kafe/bar/pub Fast Food 85.22%
Kantin/Pujasera
Sumber: Euromonitor dan Departemen Agrikultur dan Makanan Kanada, Diolah
Industri restoran yang mengarah pada titik maturity, kenaikan harga bahan baku, serta perilaku dan pola pengeluaran konsumen berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan industri restoran. Kondisi pasar yang termasuk red ocean ini menyebabkan pelaku industri harus jeli dalam menangkap peluang untuk meningkatkan revenue misalmya dengan cara menarget konsumen kelas menengah dan kelas atas yang memiliki daya beli kuat, atau mencari ceruk pasar yang tepat. Tabel berikut ini menyajikan secara rinci statistik perkembangan jumlah penduduk jakarta dan jumlah restoran tahun 2007-2010, sebagai berikut :
3
Tabel 1-2. Perkembangan Jumlah Penduduk dan Restoran di Jakarta, Tahun 2007-2010. Tahun
Penduduk
Restoran
Jumlah (jiwa) Perubahan (%) Jumlah Perubahan (%) 2007
9.064.591
-
1.615
-
2008
9.146.181
0,76
2.235
33,33
2009
9.223.000
1,28
2.704
87,50
2010
9.607.800
1,65
2.916
13,33
Jumlah
15.037.050
9.470
Sumber: BPS Jakarta dan Kementrian Keuangan, Diolah
Pertumbuhan industri restoran di Jakarta pun sejalan dengan pertumbuhan industri restoran nasional. Menurut data, restoran di Jakarta akhir-akhir ini terus berkembang rata-rata 35,01% per tahun (BPS Jakarta, 2013). Jika dilihat dari jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2010 yaitu sebanyak 9.607,8 juta jiwa, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 1,02% per tahun (BPS Jakarta, 2010), maka pertumbuhan jumlah restoran lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Kendati demikian rasio keberadaan restoran dibandingkan dengan jumlah penduduk masih sangat besar, yaitu rata-rata sebesar 1 : 350 jiwa. Di sisi lain, jumlah konsumen di industri restorandi Jakarta dalam satu tahun
4
terakhir, cenderung meningkat setiap bulan dengan pertumbuhan rata-rata 12%. Artinya bahwa, pertumbuhan kapasitas jasa restoran belum mampu mengimbangi lonjakan konsumen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bisnis restoran memiliki kecendrungan peluang pasar yang menguntungkan.
Tabel 1-3. Pendapatan Rata-rata Penduduk Jakarta dalam Juta Rupiah 2008
2009
2010
2011
2012
PDRB Per Kapita
74.16
82.15
89.73
101.01
110.46
Pendapatan per Kapita Kelas Bawah
14.74
15.85
16.38
17.13
17.31
Pendapatan per Kapita Kelas Menengah
26.31
29.27
30.58
35.73
37.49
Pendapatan per Kapita Kelas Atas
33.11
37.03
42.77
48.15
55.66
Sumber: BPS Jakarta, Diolah
Data pendapatan dan pengeluaran penduduk Jakarta yang diterbitkan oleh BPS juga menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun. PDRB per kapita penduduk Jakarta meningkat sebesar 48.95% dalam kurun waktu lima tahun terakhir (BPS Jakarta, 2013). Pendapatan rata-rata penduduk kelas menengah pada tahun 2012 telah mencapai hampir empat puluh juta rupiah yaitu sebesar 37,49 juta rupiah per tahun. Hal inilah yang dapat dimanfaatkan pengusaha restoran untuk meningkatkan profit margin Sedangkan rata-rata pengeluaran per kapita penduduk DKI Jakarta tahun 2012
5
sebesar Rp 1.415.312 naik dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar Rp 1.047.996. Kondisi perekonomian tahun 2012 yang berjalan relatif lebih baik bila dibandingkan dengan tahun 2010 berperan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat DKI Jakarta. Semakin kuatnya daya beli penduduk kelas menengah di Jakarta ini juga menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan yaitu dengan membangun model bisnis restoran yang menarget konsumen kelas menengah dan menengah atas.
1.1.2
Tren Konsumen Restoran Beradasarkan data survei Jakarta Dining Index 2013 yang diadakan Qraved,
dikatakan bahwa berdasarkan revenue dalam 5 tahun terakhir ini, bisnis restoran kelas menengah dan atas tumbuh lebih dari 250% dari 2008 sampai dengan 2013. Di satu sisi hal ini menunjukkan persaingan yang makin berat dimana banyak pengusaha melirik segmen middle-high end, namun di sisi lain tampak adanya peluang yang cukup untuk dikerjakan dalam segmen ini. Pertumbuhan industri restoran yang tinggi ini sejalan dengan tingginya permintaan pasar. Didukung dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Jakarta, ada indikasi pula terjadinya pergeseran tren perilaku mengkonsumsi makanan di Jakarta yaitu kini semakin banyak masyarakat ibu kota yang memiliki kebiasaan makan di restoran. Kunjungan orang Jakarta ke restoran sepanjang 2013 mencapai 380 juta kali dan menghabiskan total Rp 17 triliun. Survei tersebut juga menyatakan
6
bahwa 18% masyarakat Jakarta lebih memilih untuk bersantap di restoran mewah, 50% memilih rumah makan kelas menengah dan 32% memilih restoran kelas bawah.
Grafik 1.2. Tren Konsumen Jakarta 2013 Kunjungan Konsumen
Restoran Pilihan Konsumen 18% 32%
Restoran Kelas Atas
33% 48%
Restoran Menengah 50%
19%
Datang Berempat Datang Bertiga Datang Berdua
Sumber: Survey Jakarta Dining Index 2013, diolah.
Bagi penduduk Jakarta, kegiatan makan di restoran dimanfaatkan juga sebagai sarana bersosialisasi bersama rekan bisnis, teman maupun pasangan, 48% responden yang makan di restoran datang berempat, 33% datang berdua dan 19% datang bertiga. Media sosial juga memegang peran penting dalam industri restoran karena hampir semua pengunjung membagi pengalaman bersantap mereka pada situs media sosial populer seperti Instagram, Facebook, Twitter dan Path. Kegiatan makan diluar yang kini menjadi bagian dari gaya hidup ini menjadi salah satu alasan bagi masyarakat Jakarta untuk lebih memilih restoran yang memiliki suasana nyaman dengan penampilan fisik restoran yang memiliki keindahan desain.
7
1.1.3
Identifikasi Peluang Bisnis Jika melihat hasil survey Jakarta Dining Index 2013, hidangan paling populer
di Jakarta adalah hidangan multinasional. Sangat disayangkan bahwa hidangan lokal tidak dapat menjadi raja di negeri sendiri, padahal dari segi citarasa hidangan lokal Indonesia cukup dapat diterima oleh masyarakat global. Hal ini dikuatkan dengan Polling CNN 2011 yang menempatkan sedikitnya tiga masakan Indonesia sebagai makanan paling lezat di dunia. Makanan tersebut adalah rendang pada peringkat satu, nasi goreng peringkat kedua, dan sate ayam peringkat ke-19. Tetapi hidangan yang lezat saja tidak cukup untuk menarik minat pengunjung. Sebab pengunjung datang ke restoran tidak hanya untuk bersantap, tetapi juga menginginkan kenyamanan. Restoran hendaknya memperhatikan faktor desain, mulai dari tata ruangan, furnitur, interior, sampai dengan keramahan pelayan sejak di pintu masuk.
Gambar 1.1. Suasana dan Interior Restoran Indonesia di Jakarta Sayangnya, hal itu belum dilakukan oleh restoran Indonesia. Restoran yang menyajikan hidangan Indonesia umumnya memiliki citarasa makanan luar biasa
8
tetapi tidak seimbang dengan tampilan fisiknya yang umumnya terlalu sederhana atau bergaya kuno. Hal tersebut membuat restoran Indonesia kurang kompetitif dan tidak dapat menjadi restoran pilihan utama bagi penduduk Jakarta. Sebab kini penduduk Jakarta mulai menikmati kegiatan kuliner sebagai dining Experience yaitu tidak hanya makan dan minum namun juga sambil bersosialisasi, menikmati musik, pemandangan dan lainnya. Hal inilah yang dilihat penulis sebagai peluang untuk membangun model bisnis restoran Indonesia di segmen fast casualyang memberikan solusi bagi permasalahan ini.
1.1.4
Ide Bisnis Pertumbuhan industri restoran yang pesat dan tingginya permintaan pasar di
Indonesia menunjukkan walaupun memiliki tingkat persaingan yang tinggi namun industri ini masih sangat menarik untuk dijajaki. Didukung dengan perubahan gaya hidup masyarakat kota besar yang semakin sibuk dan semakin mobile sehingga makan diluar dan pesan antar menjadi pilihan yang lebih umum dibandingkan memasak sendiri. Semakin tingginya minat masyarakat Jakarta ini diikuti dengan pergeseran kebutuhan konsumen yang tidak hanya memperhatikan rasa namun juga memperhatikan kualitas bahan baku, suasana restoran dan pelayanan sebagai suatu dining Experience. Hal ini menjadi ide bagi penulis untuk membuat suatu model bisnis restoran Indonesia bernama “Local Ideas” di segmen fast casual yang menitik
9
beratkan pada kualitas makanan dan penyajian makanan, pelayanan dan desain restoran.
Gambar 1.2. Konsep Local Ideas. Dengan konsep dining sebagai bagian dari lifestyle, Local Ideas mengangkat hidangan Indonesia yang sudah akrab di lidah masyarakat Jakarta menjadi suatu pengalaman kuliner yang berbeda. Yaitu dengan menawarkan fasilitas, pelayanan, suasana dan kualitas hidangan yang tidak kalah dengan restoran internasional namun dengan pelayanan yang akrab dan sesuai dengan budaya lokal sehingga setiap kunjungan menjadi momen positif bagi pelanggan. Diharapkan restoran Local Ideas ini akan menjadi pilihan utama untuk makan diluar dan dikenal karena kualitas hidangan, layanan dan suasana yang lebih baik dari pesaing.
10
1.2 Ruang Lingkup Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, perlu ditentukan batasan rencana bisnis ini. Ruang lingkup model bisnis ini adalah: 1. Model bisnis ini dikhususkan untuk konsep restoran di segmen industri fast
casual yang menyajikan hidangan lokal Indonesia maupun Indonesian Fusion yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam bab selanjutnya. 2. Model bisnis ini dibuat dengan rencana ke depan untuk dikembangkan
menjadi sebuah restoran chain dengan sistemwaralaba. Namun rencana bisnis ini hanya dibuat hingga tahap konsep prototype restaurant. 3. Model bisnis ini dirancang untuk dijalankan di Indonesia namun tidak
menutup kemungkinan untuk dijalankan di luar Indonesia.
1.3 Tujuan Dan Manfaat Tujuan dari model bisnis ini adalah: 1. Mewujudkan rancangan usaha business model creation bernama “Local Ideas” yaitu restoran Indonesia dengan konsep fast casual dining yang dapat dikembangkan menjadi restaurant chain yang memiliki sutainable competitive advantage dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan tren. 2. Menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin menikmati kegiatan kuliner sebagai dining Experience dimana pengunjung dapat bersantap sambil bersosialisasi dan
11
menikmati atmosfir restoran. Untuk itu Local Ideas menerapkan custom menu dari makanan Indonesia yang disederhanakan sehingga lebih praktis dan berpenampilan menarik, serta suasana dan bentuk fisik restoran yang memperhatikan keindahan desain, serta pelayanan yang terbatas namun berkualitas. 3. Membangun model bisnis restoran yang menjadi pilihan utama konsumen dan dikenal akan kualitas hidangan, pelayanan dan kebersihan.
Manfaat dari model bisnis ini adalah: Menunjukan bahwa model bisnis restoran Indonesia dengan kualitas hidangan terbaik dan pelayanan yang intuitif dapat dikembangkan menjadi restaurant chain yang menawarkan sesuatu yang berbeda dan bernilai lebih bagi pelanggan.