BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang di dalamnya terdapat berbagai macam potensi. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah lautan dengan luas mencapai 5,8 juta km persegi (75 persen dari luas total wilayah) dengan garis pantai 81.000 km atau sekitar 14 persen dari garis pantai dunia. Dengan demikian wilayah geogrfis negara Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam pengembangan sektor perikanan. Pertumbuhan ekonomi suatu negara bisa dilihat dari berbagai faktor, salah satunya berdasarkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). (Tabel 1) Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun 2003-2006 Tahun
Lapangan Usaha 2003
2004
2005
2006
Kenaikan rata-rata % 2000-2006
Kelompok pertanian
305.783,5
329.124,6
363.928,8
430.439,9
12,3
Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan
157.648,8
165.558,2
181.331,6
213.529,7
11,7
46.753,8
49.630,9
56.433,7
62.690,9
12,1
Peternakan dan hasilhasilnya Kehutanan
37.354,2
40.634,7
44.202,9
51.276,4
13
18.414,6
20.290
22.561,8
30.017
10,2
Perikaanan
45.612,1
53.010,8
59.398,8
72.979,9
15,5
2.013.674,7
2.95.826,2
2.784.960
3.338.195
15,8
Produk Domestik Bruto (PDB)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan selama periode 20032006 mengalami kenaikan rata-rata sebesar 15,5 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perikanan setiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Jika dibandingkan dengan sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan maka kenaikan PDB rata-rata sektor perikanan paling tinggi. Oleh karena itu sektor perikanaan merupakan sektor yang mempunyai prospek dan potensi yang besar. Produksi perikanan Indonesia bersumber dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Pada tahun 1999 produksi perikanan tangkap mendominasi, mencapai 81,95 persen terhadap perikanan budidaya akan tetapi pada tahun 2006
1
mengalami penurunan menjadi 65 persen. Akan tetapi kondisi ini diikuti oleh adanya peningkatan yang cukup signifikan pada produksi perikanan budidaya mulai dari tahun 2002-2007. Volume produksinya sebesar 1,1 juta ton pada tahun 2002 telah meningkat menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2007. Hal ini menunjukan pertumbuhan volume produksi tahunan sebesar 23,6 persen. Pada tahun 2006 Indonesia menjadi negara ketiga terbesar dunia penghasil komoditas budidaya (DKP 2007). Kondisi seperti ini mencerminkan keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan produksi perikanan budidaya dan menekan produksi perikanan tangkap. Usaha perikanan budidaya diperkirakan akan mempunyai peran yang penting dalam jangka panjang karena sumber daya laut akan semakin berkurang yang disebabkan oleh sifatnya yang terbuka untuk di manfaatkan oleh siapa saja dan termasuk sumber daya alam yang mempunyai waktu lama untuk bisa diperbaharui. Potensi yang dimiliki oleh sektor perikanan ini perlu dikelola dengan baik dan optimal agar mampu menjadi penggerak utama perekonomian nasional. Dalam pelaksanaannya, usaha pengembangan sektor perikanan perlu melibatkan seluruh pihak, seperti pemerintah, pengusaha, pembudidaya dan stakeholder. Pemerintah mempunyai peran yang paling penting karena mempunyai kewenangan dalam pengambilan kebijakan tingkat mikro dan makro. Kebijakankebijakan yang diambil diharapkan mengarah pada komoditas-komoditas yang mempunyai keunggulan supaya kebijakan yang diambil lebih efektif dan terarah. Udang merupakan komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Bukan hanya itu, udang juga mempunyai pasar yang luas terutama di luar negeri. Sebelumnya udang hanya menjadi hasil sampingan dari tambak ikan bandeng serta harga jualnya relatif rendah. Padahal di luar negeri udang merupakan makanan yang mewah dan cukup digemari. Setelah pasar ekspor udang terbuka dan semakin meningkatnya permintaan komoditas ini, maka udang menjadi komoditas ekspor unggulan. Keunggulan yang dimiliki oleh komoditas udang memberikan pengaruh pada peningkatan jumlah volume ekspor udang dari tahun ke tahun (Tabel 2).
2
Tabel 2. Jumlah Volume Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 20022006 No
Komoditas (ton)
2002
2003
2004
2005
2006
1
Udang
124.765
137.636
142.135
153.906
169.329
Rata-rata kenaikan (%) 9,15
2
Tuna, Cakalang, Tongkol
92.797
117.092
94.221
91.631
91.822
-0,24
236.937
470.045
515.834
428.395
493.540
25,63
11.226
12.041
20.903
18.593
17.905
8,92
3
4
Ikan lainnya (termasuk darat) Kepiting
5
Lainnya
100.014
120.971
134.877
165.397
153.881
17,74
Total
565.739
857.783
907.970
857.922
926.478
15,67
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
Berdasarkan Tabel 2, volume ekspor udang setiap tahunnya naik mulai dari tahun 2002-2006 dengan rata-rata kenaikan 9,15 persen. Sedangkan untuk komoditas Tuna, Cakalang, dan Tongkol ternyata rata-rata kenaikan tiap tahunnya -0,24 persen. Komoditas ikan lainnya (termasuk darat) mempunyai rata-rata kenaikan yang paling tinggi tiap tahunnya yaitu 25,6 persen. Besarnya nilai kenaikan volume produksi untuk komoditas ikan lainnya (termasuk darat) karena merupakan gabungan dari beberapa komoditas perikanan. Selanjutnya, kenaikan rata-rata tiap tahun untuk komoditas kepiting sebesar 8,92 persen. Jumlah volume ekspor komoditas udang pernah mengalami penurunan dari tahun 2001-2002. Volume ekspor pada tahun 2001 sebesar 128.830 ton menjadi 124.765 ton pada tahun 2002. Penurunan volume ekspor ini diakibatkan adanya pembatasan ekspor udang ke Amerika dari negara-negara Asia. Hal ini disebabkan isu atau dugaan oleh pemerintah Amerika tentang adanya kandungan antibiotik dalam udang yang dihasilkan. Disamping peningkatan jumlah volume produksi diikuti pula oleh peningkatan nilai ekspornya (Tabel 3).
3
Tabel 3. Nilai Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 2002 – 2006 No
Komoditas (Rp. 000)
2002
2003
2004
2005
1
Udang
836.563
850.222
892.479
948.130
1.115.963
Rata-rata kenaikan (%) 2,27
212.426
213.179
243.938
246.303
250.567
2,38
297.827
341.494
357.022
366.414
449.812
16,49
90.349
91.918
14.355
130.905
134.825
19,53
133.188
146.730
156.216
221.553
152.305
2,68
1.570.353
1.643.542
1.784.010
1.913.305
2.103.471
5.11
4
Tuna, Cakalang, Tongkol Ikan lainnya (termasuk darat) Kepiting
5
Lainnya
2
3
Total
2006
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
Berdasarkan Tabel 3, kenaikan rata-rata nilai ekspor per tahun komoditas udang sebesar 2,27 persen. Sedangkan untuk tuna, cakalang, dan tongkol mempunyai nilai rata-rata kenaikan nilai ekspor tiap tahun sebesar 2,38 persen. Komoditas ikan lainnya (termasuk darat) mempunyai kenaikan rata-rata 16,49 persen, disusul komoditas kepiting yang mempunyai kenaikan rata-rata sebesar 19,53 persen. Jika melihat dari besaran kenaikan rata-rata nilai ekspor, komoditas udang mempunyai kenaikan rata-rata yang paling kecil. Akan tetapi jika melihat total nilai ekspor komoditas udang dibandingkan dengan total nilai ekspor keseluruhan komoditas perikanan maka nilai ekspor udang mempunyai kontribusi lebih dari 50 persen. Dengan demikian tidak heran jika udang dijadikan komoditas unggulan ekspor sektor perikanan. Produsen udang terbesar dunia yang menguasai pasar lebih dari 15 persen yaitu Negara Indonesia, Ekuador, Thailand, India, dan Meksiko. Pasar utama dari komoditas ekspor udang Indonesia adalah Jepang, AS, dan Uni Eropa. Dengan banyaknya pesaing maka pelaku ekspor udang Indonesia harus bisa meningkatkan kualitas komoditi ekspornya supaya memenuhi kebutuhan pasar dunia. Pada periode 2005-2007, sekitar 70-75 persen produksi perikanan Indonesia masuk ke pasar Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Pangsa pasar untuk Amerika sebesar 34 persen, sedangkan Jepang dan Uni Eropa masingmasing sebesar 26 persen dan 13 persen. Adapun produk yang paling besar
4
diekspor adalah udang (47 persen), tuna (13 persen), dan rumput laut (4 persen). (Painte 2008). Pada saat ini produksi udang Indonesia lebih didomonasi oleh jenis udang windu dan vaname. Udang jenis ini hanya bisa diusahakan pada air payau. Padahal ada jenis udang lainnya yang bisa diusahakan pada air tawar yaitu jenis udang galah. Udang galah mempunyai nilai ekonomis tinggi karena harganya cukup tinggi di pasaran dan prospeknya pun cukup bagus karena pasarnya masih luas. Udang galah bisa menjadi alternatif pilihan pengembangan usaha budidaya udang dalam upaya meningkatkan produktivitas udang nasional. Akan tetapi pada saat ini jumlah produksi usaha budidaya udang galah masih sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari perbandingan jumlah produksi secara nasional antara udang windu dan vaname dengan udang galah (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Volume Produksi Nasional Udang Windu, Udang Vaname, dan Udang Galah Tahun 2003-2007 Jenis (Ton)
Tahun
Udang
Udang Windu Udang Vaname Udang Galah
2003
2004
133.836
131.399
134.682
147.867
133.113
53.217
103.874
141.649
179.966
290
1029
1349
1015
246
2005
2006
2007
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008 Berdasarkan Tabel 4, jumlah volume produksi udang galah pada tahun 2007 hanya sebesar 1.015 ton. Jika dibandingkan dengan jumlah volume produksi udang windu dan vaname pada tahun yang sama, masing-masing sebesar 133.113 ton dan 179.966, maka volume produksi udang galah hanya 0,7 persen dari udang windu dan 0,5 persen dari udang vaname. Pada saat ini pengembangan usaha perikanan budidaya udang lebih diutamakan daripada usaha penangkapan udang di laut. Oleh karena itu pemerintah melakukan berbagai macam upaya melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi dengan pemeliharaan benih unggul usaha budidaya udang. Upaya ini dilakukan supaya bisa meningkatkan hasil produksi dan kualitas udang yang di hasilkan. Adanya arahan pengembangan usaha budidaya udang dari pemerintah
5
serta potensi yang dimiliki udang cukup tinggi maka penelitian tentang komoditas udang skala budidaya menarik untuk dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mentargetkan pada tahun 2009 produksi udang nasional mencapai 540.000 ton.1 Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai target nasional yaitu merevitalisasi lahan tambak udang seluas 154.993 ha pada lahan yang terbengkalai (idle). Total lahan di Indonesia yang berpotensi untuk dijadikan lahan tambak yaitu seluas 960.000 hektar. Akan tetapi pada saat ini lahan yang baru dimanfaatkan diperkirakan baru 35 persen oleh para petambak udang. Dengan demikian pemanfaatan lahan untuk dijadikan lahan tambak masih terbuka lebar. Bukan hanya itu produktivitas udang masih sangat rendah yaitu 600 kilogram per hektar per tahun. Padahal jika dibandingkan dengan Negara Thailand mereka mampu memproduksi 10 ton per hektar per tahun.2 Untuk meningkatkan produksi udang nasional maka udang galah bisa menjadi alternatif. Salah satu daerah yang menghasilkan udang galah yaitu di kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat. Luas lahan untuk kolam, empang, dan tambak di Kabupaten Ciamis mencapai 2.782,42 ha atau 1,14 persen dari luas wilayah kabupaten dengan potensi areal pengembangan sebagai berikut. (Tabe 5).
Tabel 5. Pembagian Potensi Areal atau Lahan Perikanan Kabupaten Ciamis Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007. No
Jenis Ikan
Potensi Areal (Ha)
1
Udang Galah
185,00
2
Ikan Nila
828,00
3
Ikan Mas
860,00
4
Ikan Gurame
882,00
5
Ikan Tawes
61,00
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007.
1
2
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2006112900584741 [27 April 2009] http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/27/ekonomi/1840817.htm - 40k [25 April 2009]
6
Berdasarkan Tabel 5, potensi areal untuk usaha budidaya udang galah cukup luas yaitu mencapai 185 Ha. Akan tetapi jika dibandingkan dengan potensi ikan nila, gurame, dan mas, potensi pengembangan areal usaha budidaya udang galah relatif kecil. Selain itu produksi udang galah di Kabupaten Ciamis juga masih rendah, jika dibandingkan dengan produksi komoditas perikanan lainnya (Tabel 6).
Tabel 6. Hasil Produksi Perikanan Kabupaten Ciamis Tahun 2005-2007 Produksi (Ton) No
Jenis ikan
2005
2006
2007
99,05
100,09
121,43
Ikan Nila
1970,03
1934,20
3155,50
Ikan Mas
857,17
855,69
558,82
Ikan Gurame
774,90
1100,99
1840,44
Ikan Tawes
889,50
999,89
704,46
Udang Galah
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis 2007
Berdasarkan Tabel 6, menunjukan bahwa tingkat produksi udang galah paling kecil jika dibandingkan dengan tingkat produksi jenis ikan lainnya. Akan tetapi dari tahun 2005 – 2007 produksi udang galah terus mengalami kenaikan. Kondisi tingkat produksi udang galah yang masih rendah salah satunya diduga akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak efisien pada tingkat petani usaha budidaya udang galah. Oleh karena itu timbul pertanyaan faktorfaktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi pada budidaya udang galah di lokasi penelitian? Apakah penggunaan faktor produksi sudah efisien? Rendahnya tingkat produksi ini pula tentu akan mempengaruhi tingkat pendapatan petani, sehingga timbul pula pertanyaan bagaimana tingkat pendapatannya?
7
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan pelaksanaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi tingkat produksi usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian. 2. Menganalisis pendapatan usaha budidaya udang galah di lokasi penelitian.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi petani dalam pengambilan keputusan pada usaha budidaya udang galah yang dilakukan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan. 3. Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan ilmiah dan penelitian.
8