I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis merupakan sektor perekonomian yang menghasilkan dan mendistribusikan masukan bagi pengusaha tani, dan memasarkan, memproses, serta mendistribusikan produk usahatani kepada pemakai akhir (Downey & Erickson 1989). Dari definisi tersebut, dapat diartikan bahwa di dalam agribisnis, terdapat kegiatan bisnis yang menghasilkan manfaat ekonomi bagi pelaku agribisnis, termasuk juga kepada konsumen. Agribisnis merupakan usaha yang bersifat megasektor, baik dari aspek fungsional maupun skala usaha. Agribisnis meliputi berbagai skala usaha, mulai dari usaha berskala besar, menengah, hingga kecil dan rumah tangga. Agribisnis mencakup sektor pangan maupun non-pangan utama seperti hortikultura, florikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sedangkan dari aspek fungsional, agribisnis memiliki beberapa fungsi yang salah satunya adalah fungsi pengolahan hasil komoditas agribisnis (Gumbira-Sa’id dan Prastiwi 2005). Kontribusi agribisnis sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 – 2009 (Persen) Smt 1 Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 1. Pertanian, Peternakan, 13,1 13,0 13,7 14,4 15,6 Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 11,1 11,0 11,2 11,0 8,9 3. Industri Pengolahan 27,4 27,5 27,1 27,9 26,9 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,0 0,9 0,9 0,8 0,9 5. Konstruksi 7,0 7,5 7,7 8,4 9,9 6. Perdagangan, Hotel, dan 15,6 15,0 14,9 14,0 13,4 Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,5 6,9 6,7 6,3 6,4 8. Keuangan, Real Estate, dan Jasa 8,3 8,1 7,7 7,4 7,4 Perusahaan 9. Jasa-jasa 10,0 10,1 10,1 9,8 10,6 PDB 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 PDB Tanpa Migas 88,6 88,9 89,5 89,3 92,6 Sumber: BPS (2009 a)
1
Tabel 1 di atas menggambarkan PDB Indonesia tahun 2005 sampai dengan semester I tahun 2009. Tabel tersebut menunjukkan bahwa distribusi PDB menurut sektor atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku, menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi pada tahun tersebut. Tiga sub-sektor yang menjadi pondasi utama yaitu agribisnis on-farm, industri pengolahan, dan perdagangan mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian yaitu sebesar 56,1 persen pada tahun 2005, 55,5 persen (2006), 55,7 persen (2007) dan 56,3 persen (2008) serta 55,9 persen pada semester I tahun 2009. Hal ini membuktikan bahwa agribisnis adalah sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia dan selayaknya untuk terus dikembangkan. Salah satu sektor dari agribisnis yang sebaiknya harus terus dibangun dan dikembangkan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi nasional adalah sektor agribisnis berbasis peternakan. Hal ini dikarenakan agribisnis yang berbasis peternakan merupakan salah satu alternatif usaha yang bisa tumbuh pesat ketika luas lahan untuk sektor pertanian, perkebunan, dan lainnya menjadi terbatas. Selain itu, adanya tuntutan sistem usahatani terpadu pun menjadi semakin rasional seiring dengan tuntutan efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, dan faktor produksi lain yang sangat terbatas. Alasan lain mengapa sektor peternakan perlu untuk diperhatikan adalah karena agribisnis peternakan memiliki peranan yang cukup besar, baik kepada masyarakat maupun pemerintah dalam konteks pembangunan ekonomi. Sektor peternakan memberikan banyak manfaat terhadap kehidupan manusia, baik sebagai sumber makanan, sumber minuman, bahan pakaian, kendaraan, dan sebagai hiburan bagi manusia. Dalam konteks pembangunan ekonomi, sektor peternakan mampu berperan dalam pembangunan ekonomi melalui kontribusi terhadap PDB, perolehan
devisa,
peningkatan
pendapatan
masyarakat,
maupun
dalam
menciptakan lapangan pekerjaan. Persentase kontribusi sektor peternakan terhadap PDB Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2 mengenai sumbangan sektor pertanian (agribisnis) terhadap PDB. Dalam hal ini, sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian (agribisnis).
2
Tabel 2. Persentase Sumbangan Sektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga yang Berlaku Tahun 2005 – 2008 (Persen) Tahun No. Sektor / Sub sektor 2005 2006* 2007** 2008*** 1. Tanaman bahan makanan 6,54 6,42 6,78 7,94 2. Tanaman perkebunan 2,03 1,90 2,13 1,94 3. Peternakan dan hasilnya 1,59 1,53 1,57 1,57 4. Kehutanan 0,81 0,90 0,90 0,76 5. Perikanan 2,15 2,23 2,45 2,46 Pertanian 13,13 12,97 13,83 14,68 Produk Domestik Bruto 364.169,3 433.223,4 547.253,6 345.302,8 (Milyar Rupiah) Keterangan: * : Angka sementara ** : Angka sangat sementara *** : Angka sangat-sangat sementara Sumber: BPS (2008)
Berkaitan dengan manfaat sektor peternakan sebagai sumber makanan dan minuman untuk manusia, kontribusi produk hasil peternakan juga turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam hal kesehatan, yakni turut mensuplai kebutuhan gizi masyarakat. Pada umumnya, salah satu hasil atau produk peternakan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah susu yakni seperti susu sapi, susu kambing, susu kuda, dan lain sebagainya. Hal ini terlihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Tahun 2005, 2007, 2008 (Rupiah) Kelompok Barang / Commodity Group 2005 2007 2008 Makanan / Food 147,311 174,028 193,828 1. Padi-padian / Cereals 24,483 35,874 193,828 2. Umbi-umbian / Tubers 1,664 1,991 2,040 3. Ikan / Fish 13,374 13,822 15,315 4. Daging / Meat 6,984 6,898 7,104 5. Telur dan susu / Eggs and milk 8,946 10,497 12,048 6. Sayur-sayur / Vegetables 11,607 13,690 15,539 7. Kacang-kacangan / Legumes 4,887 5,207 5,978 8. Buah-buahan / Fruits 6,203 9,055 8,779 9. Minyak dan lemak / Oil and fats 5,540 5,959 8,336 10. Bahan minuman / Beverage stuff 6,384 7,799 8,221 11. Bumbu-bumbuan / Spices 3,819 3,900 4,312 Sumber: BPS (2009 b)
3
Tabel 2 di atas menunjukkan tentang pengeluaran rata-rata per kapita pada produk makanan. Terlihat bahwa ternyata pengeluaran per kapita penduduk Indonesia pada telur dan susu yang merupakan produk dari sektor peternakan, relatif cukup tinggi, dan menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun yang cukup tinggi dibandingkan produk yang lain. Untuk produk susu saja misalnya, jumlah konsumsi per kapita penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Konsumsi Susu di Indonesia (Liter per Kapita)1 Sumber: Josh Chen (2009)
Gambar 1 menunjukkan bahwa mulai tahun 2000 sampai 2008, konsumsi susu penduduk Indonesia per kapita meningkat. Pada tahun 2008, konsumsi susu penduduk Indonesia hampir mencapai angka 10 liter per kapita. Namun, perlu diperhatikan bahwa sebenarnya angka ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan konsumsi penduduk negara-negara yang lain. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
1
Josh Chen. 2009. Ayo Kita Nyusu. http://baltyra.com./author/jcglobalcitizen/ [15 Maret 2010]
4
Gambar 2. Konsumsi Susu di Asia Tahun 2008 (per Kapita per Liter)2 Sumber: Josh Chen (2009)
Data pada Gambar 2 membuktikan bahwa konsumsi susu Indonesia walaupun dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang signifikan, namun masih jauh lebih rendah dibanding negara tetangga terdekat seperti Singapura dan Malaysia. Sebenarnya jika diteliti lebih dalam, masalah dalam konsumsi susu di Indonesia adalah sumber perolehan produk susu di Indonesia sebagian besar masih diimpor, karena produksi dan produktivitas di dalam negeri masih sangat rendah. Saat ini produksi susu dalam negeri baru bisa memasok tidak lebih dari 30 persen permintaan nasional, sedangkan 70 persen sisanya berasal dari impor3. Selain itu, hal kedua yang menjadi masalah adalah daya beli masyarakat juga masih rendah. Harga susu di supermarket dan minimarket sekitar Rp 10.000 – Rp 25.000 per 250 gram (relatif berdasarkan merek dan rasa). Hal ini sangat memprihatinkan, karena berdasarkan informasi di lapangan, harga susu segar di tingkat petani hanya sekitar Rp 3.500 per liter. Kemudian seiring perkembangan zaman, sekarang ini teknologi semakin berkembang, sehingga produk-produk hasil on-farm dalam agribisnis, termasuk juga sektor peternakan, tidak lagi hanya dikonsumsi oleh masyarakat dalam 2 3
Loc.cit Arief Daryanto. 2009. Persusuan Indonesia Kondisi, Permasalahan, dan Kebijakan. http://ariefdaryanto.wordpress.com [15 Maret 2010]
5
bentuk segarnya, namun diolah menjadi berbagai produk yang mempunyai nilai tambah (added value), contohnya adalah yoghurt, yang merupakan hasil pengolahan produk susu segar. Saat ini seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, produk yoghurt sudah terkenal di kalangan masyarakat Indonesia dan dunia. Yoghurt bisa dikonsumsi untuk menggantikan susu, karena berdasarkan Tamime dan Robinson (2007), kandungan yoghurt relatif sama dengan susu. Yoghurt merupakan salah satu jenis minuman yang unik dan jika dikembangkan menjadi satu usaha atau bisnis akan memiliki prospek yang bagus. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan jumlah ekspor dan impor produk yoghurt seperti pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Volume Ekspor dan Impor Yoghurt Nasional Tahun 2004 – 2008 Ekspor Impor Tahun Berat (Kg) Nilai (US$) Berat (Kg) Nilai (US$) 2004
704.763
878.433
172.027
244.769
2005
336.982
743.494
169.396
293.988
2006
146.341
213.335
713.311
712.768
2007
126.046
284.045
1.481.554
1.502.598
2007 (Jan – Okt)
110.687
254.974
1.333.113
1.362.302
2008 (Jan – Okt)
234.861
660.077
734.985
770.089
Sumber: Departemen Perdagangan (2009)
Berdasarkan data ekspor dan impor yoghurt nasional yang ditunjukkan pada Tabel 4, pada tahun 2004 sampai 2005, jumlah ekspor yoghurt lebih tinggi daripada jumlah impor. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun tersebut, yoghurt lebih diminati oleh pasar luar negeri. Sedangkan mulai tahun 2006 sampai sekarang, jumlah impor yoghurt menjadi lebih tinggi daripada jumlah ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa kini yoghurt sudah mulai diminati oleh konsumen dalam negeri dan industri yoghurt nasional sudah mulai berkembang. Meningkatnya jumlah impor yoghurt dari tahun 2004 ini menunjukkan besarnya minat masyarakat terhadap yoghurt saat ini. Sehingga tercipta adanya peluang pasar yang besar terhadap produk yoghurt. Adanya peluang pasar ini,
6
menyebabkan banyaknya perusahaan baik skala besar, menengah, kecil, maupun rumah tangga yang memproduksi yoghurt. Berikut disajikan pada Tabel 5 mengenai perusahaan-perusahaan yoghurt berskala besar di Indonesia.
Tabel 5. Top Brand Index (TBI) Yoghurt Bermerek di Indonesia Tahun 2008 Merek Produk Produsen Top Brand Index (%) Yakult
PT Yakult Indonesia Persada
81,4
Vitacharm
PT Ultra Prima Artaboga
8,0
Activia
PT Danone Indonesia
4,0
Calpico
PT Ajinimoto Calpis Beverage Indonesia
1,9
Queen
PT Queen Bandung
0,6
Yo-Lite
PT Cisarua Mountain Diary
0,5
Bio Kul
PT Diamond Cold Storage
0,4
Sumber: Majalah Marketing No.08/VIII/Agustus/2008 diacu dalam Masrurah (2009)
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa produk yoghurt di pasar, terdiri dari beragam dan merek yoghurt. Selain itu, tiap produsen juga memproduksi yoghurt yang berbeda jenisnya. Namun, kesemuanya mempunyai keunggulan manfaat yang sama, yakni untuk kesehatan pencernaan. Top Brand merupakan wujud pengakuan dari konsumen terhadap suatu merek yang dilihat dari kesadaran (awareness) yang tinggi dan pangsa pasar (market share) yang besar (Hariadi 2005, diacu dalam Harnasari 2009). TBI tertinggi adalah minuman probiotik Yakult, yang merupakan pelopor minuman susu fermentasi. Activia merupakan produk yoghurt baru jenis krim yang dipasarkan pada tahun 2008, namun memiliki presentase cukup besar, yaitu empat persen. Hal ini disebabkan promosi yang menarik dengan tagline produk sesuai target pasarnya yaitu wanita yang mengalami masalah pencernaan. Sedangkan jenis yoghurt drink, Calpico dan lainnya memiliki TBI jauh di bawah Yakult, Vitacharm, dan Activia. Hal ini dikarenakan posisi Calpico dan perusahaan yoghurt yang memiliki TBI rendah adalah market follower dari Yakult. Adanya berbagai jenis dan merek yoghurt di lingkup nasional, tentunya akan menciptakan situasi persaingan yang ketat dalam industri yoghurt. Tingkat
7
persaingan yang tinggi ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah perusahaan yoghurt tersebut dan juga kompetisi dalam meraih market share. Sebenarnya situasi persaingan tidak hanya terjadi pada lingkup nasional, melainkan juga di tingkat regional atau daerah. Di tingkat regionalpun juga banyak perusahaan yang memproduksi yoghurt, salah satunya adalah Bogor. Tabel 6 berikut adalah daftar produsen yoghurt yang ada di Kota dan Kabupaten Bogor.
Tabel 6. Daftar Produsen Yoghurt di Kota dan Kabupaten Bogor Tahun 2009 Kapasitas Produksi No. Nama Perusahaan Alamat Usaha Terpasang per Tahun (liter) PT Fajar Ahad Desa Banjarwangi, 1. 20.000 Mandiri Kecamatan Ciawi Desa Pasir Buncir, 2. Riri Yoghurt 9.000 Kecamatan Caringin Desa Pasir Buncir, 3. Murita Yoghurt 8.000 Kecamatan Caringin Desa Benteng, 4. PP Darul Fallah 20.000 Kecamatan Ciampea PT Bambino Boga Jalan Pajajaran, Bogor 5. 6.000 Persada Timur PT Trias Sukses 6. Jalan Raya Tajur 31.500 Dinamika Komplek LIPI B-8 7. Mella 15.000 Tajur, Bogor Selatan Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota dan Kabupaten Bogor (2010)
Sebenarnya selain produsen-produsen tersebut di atas, masih banyak juga produsen yoghurt pada skala home industry yang tidak tercatat oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan karena tidak memiliki surat izin atau Tanda Daftar Industri (TDI). Hal ini menunjukkan bahwa di tingkat regional, persaingan tidak hanya terjadi antara perusahaan multinasional, melainkan juga dengan industri kecil dan rumah tangga. Adanya kondisi persaingan tersebut dipastikan akan berimplikasi kepada tiap perusahaan, sehingga para manajer di tiap perusahaan tersebut harus merumuskan dan menerapkan strategi yang layak agar masing-masing produk yoghurt mereka tidak kalah dengan produk yoghurt pesaing. Pada umumnya, dalam menghadapi persaingan ini masing-masing perusahaan tersebut akan melakukan berbagai macam strategi untuk bersaing atau berkompetisi maupun
8
untuk bertahan dalam kondisi persaingan yang ada. Strategi-strategi yang diterapkan tersebut umumnya merupakan strategi bersaing (red ocean strategy), seperti dalam teori yang dikemukakan oleh Michael E. Porter, Fred R. David, serta Wheelen dan Hunger. Michael E. Porter mengemukakan tentang strategi generik, yang terdiri dari strategi kepemimpinan biaya (cost leadership), strategi diferensiasi, dan strategi fokus. Fred R. David mengemukakan integration strategies, intensive strategies, diversivication strategies, dan devensive strategies. Sedangkan Wheelen dan Hunger mengemukakan strategi ekspansi, strategi stabilitas, dan strategi penciutan. Strategi-strategi tersebut di atas merupakan hasil pemikiran strategis yang selama ini lebih difokuskan pada strategi yang dikenal dengan sebutan red ocean strategy (strategi samudera merah), yakni strategi yang berbasiskan kompetisi, yang bertujuan untuk memenangi kompetisi dengan membangun posisi kokoh dalam pangsa pasar dan tatanan industri yang ada. Penerapan strategi bersaing pada persaingan yang sangat ketat dapat menimbulkan “lautan darah” bagi perusahaan-perusahaan yang bersaing karena setiap perusahaan harus “berdarahdarah” atau saling berkompetisi secara ketat untuk mengalahkan satu sama lain. Pada tahun 2005, dua orang pakar strategi dan manajemen internasional INSEAD, W. Chan Kim dan Renée Mauborgne, menyatakan bahwa red ocean strategy sudah tidak lagi ampuh untuk menciptakan pertumbuhan dan keuntungan di masa depan. Kemudian mereka mengusulkan sebuah strategi baru yang disebut blue ocean strategy (BOS) atau strategi samudera biru. Perbedaan antara red ocean strategy dan blue ocean strategy, secara garis besar antara lain dalam menyikapi tentang pasar, persaingan, permintaan, nilai, dan strategi. Meskipun istilah samudera biru itu baru, namun eksistensi samudera biru itu tidaklah demikian adanya. Dan sebenarnya strategi samudera biru telah banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di masa silam maupun masa kini, walaupun tanpa menyadari atau menyebut strategi yang diterapkan tersebut sebagai blue ocean strategy. Sebagai contoh adalah Cirque du Soleil dengan sirkusnya yang mendunia, Casella Wines dengan minuman pergaulannya, dan Yamaha dengan motor mio matiknya.
9
Melalui penelitiannya bertahun-tahun dari tiga puluh industri, kemudian Kim dan Mauborgne (2005) merumuskan strategi samudera biru dalam buku yang berjudul Blue Ocean Strategy (Strategi Samudera Biru). Blue oean strategy adalah strategi bisnis yang digunakan bukan untuk menghadapi kompetisi, melainkan menjadikan kompetisi tersebut tidak lagi relevan. Strategi samudera biru berfokus untuk menumbuhkan permintaan, sehingga bisa menjadikan perusahaan yang menerapkan strategi tersebut unggul dibandingkan pesaingnya, karena menciptakan pasar sendiri. Oleh karena itu, dengan keunggulan lebih yang dimiliki blue oean strategy daripada strategi bersaing lainnya, maka blue oean strategy dapat menjadi strategi bisnis yang tepat untuk diterapkan oleh perusahaan yoghurt yang tidak ingin terjebak dalam situasi persaingan yang ketat.
1.2. Perumusan Masalah Salah satu produsen yoghurt yang terdapat di Kabupaten Bogor adalah Unit Pengolahan Susu Koperasi Pondok Pesantren Pertanian Darul Fallah (UPS Koppontren Darul Fallah), yang terletak di Ciampea. Produk yoghurt yang diproduksi memiliki brand dengan nama DaFa Yoghurt. UPS Koppontren Darul Fallah merupakan unit bisnis di bawah Unit Peternakan dari Koperasi Pondok Pesantren Pertanian Darul Fallah yang berdiri sejak tahun 2007. Selain menjual susu sapi segar secara langsung, dengan adanya Unit Pengolahan Susu ini, Koppontren Darul Fallah memiliki tambahan pemasukan dari profit yang didapatkan dari unit bisnis ini. Saat ini Unit Pengolahan Susu memproduksi berbagai produk olahan dari susu sapi segar, seperti berbagai jenis yoghurt dan es susu. Namun, produk susu olahan yang mendapat perhatian besar untuk terus dikembangkan oleh UPS Koppontren Darul Fallah adalah yoghurt. Saat ini yoghurt lebih banyak diproduksi dalam bentuk stick seperti es lilin. UPS Koppontren Darul Fallah ini memiliki sumber daya (resourcement) internal yang bisa dikatakan potensial, yakni dari segi potensi kapasitas yang cukup besar. UPS Koppontren Darul Fallah juga memiliki akses bahan baku yang mudah karena Koppontren Darul Fallah memiliki peternakan sapi perah sendiri dan juga melakukan kemitraan dengan banyak peternak. Selain itu, UPS
10
Koppontren Darul Fallah juga memiliki mesin pengolahan yoghurt yang memadai untuk melakukan proses produksi dalam kapasitas yang besar secara efisien. Berdasarkan Tabel 6 sebelumnya, jumlah kapasitas produksi yoghurt terpasang UPS Koppontren Darul Fallah termasuk tiga peringkat terbesar dibandingkan produsen lainnya di wilayah Bogor. Kapasitas produksi terpasang yoghurt UPS Koppontren Darul Fallah sebesar 20.000 liter per tahun atau lebih dari 1.660 liter per bulannya. Tiap 1 liter yoghurt dapat dihasilkan minimal 30 yoghurt stick. Dengan demikian jika dihitung dalam bentuk yoghurt stick, UPS Koppontren Darul Fallah seharusnya bisa memproduksi yoghurt stick minimal sebanyak 49.800 stick tiap bulannya. Walaupun kapasitas produksi yoghurt UPS Koppontren Darul Fallah cukup besar, namun potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal oleh UPS. Produksi yoghurt UPS masih terbatas pada bentuk stick yang jumlahnya tergantung pada jumlah bahan baku susu sapi murni yang tersedia. Tabel 7 di bawah ini disajikan mengenai jumlah penjualan DaFa Yoghurt selama lima bulan pertama tahun 2010.
Tabel 7. Perkembangan Volume Produksi dan Penjualan DaFa Yoghurt UPS Koppontren Darul Fallah (Januari – Mei 2010) Jumlah Penjualan Bulan Stick Liter Januari
27.360
912
Februari
12.190
406,33
Maret
37.721
1257,37
April
19.790
659,67
Mei
39.129
1304,3
Berdasarkan Tabel 7 di atas, jumlah penjualan rata-rata lima bulan pertama pada tahun 2010 adalah sebesar 907,93 liter. Angka tersebut juga menunjukkan jumlah produksi rata-rata dalam lima bulan pertama tersebut. Namun, angka ini masih lebih rendah dari kapasitas produksi yoghurt terpasang yang mencapai 1.660 liter per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat gap antara jumlah produksi riil-nya dengan jumlah kapasitas produksi yoghurt terpasang.
11
Selain masalah dalam sisi produksi yang belum optimal, UPS juga menghadapi masalah di sisi pemasarannya, yaitu saat ini pemasaran DaFa Yoghurt hanya bertumpu pada agen distributor. UPS belum banyak melakukan pemasaran langsung kepada konsumen akhir, sehingga profit yang diterima oleh UPS masih rendah karena harus berbagi profit dengan agen distributor. Oleh karena itu, agar profit yang ingin diperoleh UPS menjadi lebih besar, maka UPS perlu meningkatkan saluran distribusinya. Saat ini UPS memiliki 19 agen distributor. Biasanya tiap agen tersebut memesan rata-rata 75 pak (isi 20 stick per pak) atau sekitar 1500 stick setiap dua minggu. Hal ini berarti jika dihitung secara akumulasi, tiap bulannya UPS mempunyai jumlah permintaan (demand) sebesar 57.000 stick atau sekitar 1.900 liter. Adanya gap antara jumlah demand dan juga supply ini, menunjukkan bahwa UPS perlu mengembangkan usahanya lagi. Selain itu, di sisi pemasaran, DaFa Yoghurt juga menghadapi situasi persaingan dengan produsen lainnya. Hal ini seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 6 sebelumnya. UPS tidak hanya bersaing dengan perusahaan-perusahaan yoghurt berskala besar, melainkan juga menghadapi persaingan dengan para produsen yoghurt yang ada di Bogor. Dengan melihat adanya masalah produksi dan pemasaran yang dihadapi, maka UPS Koppontren Darul Fallah, sebagai salah satu bisnis yoghurt dengan brand produk DaFa Yoghurt ini perlu menerapkan strategi bisnis yang bertujuan untuk mengembangkan bisnis DaFa Yoghurt menjadi lebih besar lagi. Strategi pengembangan usaha ini juga harus mengatasi permasalahan akibat adanya situasi kompetisi atau persaingan yang terjadi dalam industri yoghurt. Banyaknya perusahaan yang memproduksi yoghurt, menyebabkan DaFa Yoghurt saat ini sedang terbawa arus persaingan yang cukup ketat. Pada umumnya, untuk menghadapi situasi persaingan, strategi yang diterapkan oleh perusahaan-perusahaan merupakan strategi samudera merah, yakni strategi yang berbasis kompetisi. Dimana strategi yang diterapkan tersebut adalah bertujuan untuk memenangi kompetisi yang ada, meraih pangsa pasar yang tinggi, dan juga berusaha untuk mengokohkan posisi strategis dalam tatanan industri yang ada.
12
Oleh karena itu, agar tidak terbawa arus persaingan dengan kompetitor lainnya serta mampu untuk mengembangkan usahanya, UPS Koppontren Darul Fallah perlu untuk merumuskan strategi yang tepat. Salah satu strategi yang bisa diterapkan oleh UPS Koppontren Darul Fallah adalah blue ocean strategy (strategi samudera biru). Karena pada dasarnya samudera biru dapat diciptakan oleh bisnis apa saja yang memang perusahaan tersebut tidak ingin terjebak secara terusmenerus dalam suasana persaingan yang ada. Berdasarkan latar belakang dan juga paparan yang telah disebutkan di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1) Faktor-faktor apa sajakah yang dijadikan kompetisi dalam industri yoghurt di Bogor ? 2) Bagaimana kondisi industri yoghurt di Bogor saat ini ? 3) Bagaimana memformulasikan blue ocean strategy (BOS) yang tepat dan layak untuk komersialisasi DaFa Yoghurt ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan tersebut di atas, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan kompetisi dalam industri yoghurt di Bogor. 2) Mendeskripsikan kondisi industri yoghurt di Bogor saat ini. 3) Memformulasikan blue ocean strategy (BOS) yang tepat dan layak untuk komersialisasi DaFa Yoghurt.
1.4. Kegunaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan juga tujuan dari penelitian yang telah dituliskan sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Bagi pihak terkait, Unit Pengolahan Susu Koperasi Pondok Pesantren Pertanian Darul Fallah (UPS Koppontren Darul Fallah), rekomendasi yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan
13
dan
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
usaha
bisnis
bermanfaat
dalam
pengembangan DaFa Yoghurt. 2) Bagi
peneliti,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
pengaplikasian pengetahuan yang telah diperoleh selama masa kuliah serta melatih kemampuan tentang perumusan strategi bisnis, sehingga dapat diterapkan dalam usaha bisnis yang nyata. 3) Bagi pembaca, tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi dan pengetahuan dalam memperluas wawasan, sekaligus sebagai bahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian dengan topik strategi bisnis menggunakan metode blue ocean strategy (BOS) sebagai kerangka analisis dan juga alat analisis, merupakan suatu penelitian yang relatif masih baru dan belum dilakukan secara meluas. Hal ini menyebabkan proses pengumpulan data dan pengolahan data menjadi sedikit sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan ini masih sederhana dengan melakukan pengamatan dari luar industri dan melakukan wawancara dengan para responden yang mengerti akan situasi industri yoghurt di Bogor. Penelitian ini terbatas pada perumusan atau formulasi blue ocean strategy (BOS) dan tidak mengkaji pada eksekusi strategi yang dirumuskan. Sehingga penelitian ini hanya melakukan analisis berdasarkan empat prinsip formulasi (perumusan) strategi samudera biru, dan tidak melakukan analisis enam prinsip yang ada dalam strategi samudera biru. Selain itu, pengujian terhadap strategi yang didapatkan dari proses penelitian ini, sebagian besar dilakukan secara kualitatif dengan mendiskusikan kepada para responden dan juga para ahli. Sangat banyaknya produsen yoghurt yang ada di Indonesia, menyebabkan penelitian lebih difokuskan pada penelitian terhadap usaha bisnis yoghurt di Bogor.
14