I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan di Indonesia
merupakan salah satu sektor yang telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa, dan yang terpenting adalah sebagai penyediaan makanan pokok dan bahan baku industri pangan dan nonpangan. Hal ini ditunjukkan
pada Tabel 1 yaitu
besarnya
kontribusi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan menurut lapangan usaha terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2004-2009.
Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun 2004-2009* (Miliar Rupiah) Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih
2004
2005
2006
329124,6 364169,3 433223,4
205252
309014,1 366520,8
2007
2008*
2009**
541931,5
716065,3
858252
440609,6
540605,3
591531,7
644342,6 760361,3 919539,3 1068653,9 1380713,1 1480905,4 23730,3
26693,8
30354,8
34723,8
40846,1
46823,1
151247,6 195110,6 251132,3 Konstruksi Perdagangan, 368555,9 431620,2 501542,4 Hotel & Restoran Pengangkutan 142292 180584,9 231523,5 dan Komunikasi Keuangan, Real Estate & Jasa 194410,9 230522,7 269121,4 Perusahaan 236870,3 276204,2 336258,9 Jasa-jasa
304996,8
419642,4
554982,2
592304,1
691494,7
750605
264263,3
312190,2
352407,2
305213,5
368129,7
404116,4
398196,7
481669,9
573818,7
* angka sementara ** angka sangat sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
Sektor pertanian sebagai penyedia makanan pokok di Indonesia saat ini masih di dominasi oleh beras. Oleh karena itu pangsa pasar beras untuk konsumsi dalam negeri merupakan yang terbesar diantara tanaman pangan lainnya. Data
Biro Pusat Statistik (2009) menyebutkan bahwa tingkat konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia sebesar 139,15 kilogram per tahun, dan untuk konsumsi rumah tangga 110 kilogram per kapita per tahun. Hal ini dapat di lihat pada Tabel 2, dimana presentase terhadap tanaman pangan khususnya padi relatif masih tinggi.
Tabel 2. Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Tahun 2004-2009 Kelompok Barang
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Makanan: Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran
9,44 0,76 5,06 2,85 3,05 4,33
8,54 0,58 4,66 2,44 3,12 4,05
11,37 0,59 4,72 1,85 2,96 4,42
10,15 0,56 3,91 1,95 2,97 3,87
9,57 0,53 3,96 1,84 3,12 4,02
8,86 0,51 4,29 1,89 3,27 3,91
Kacang-kacangan
1,75
1,7
1,63
1,47
1,55
1,57
Buah-buahan
2,61
2,16
2,1
2,56
2,27
2,05
Minyak dan lemak
2,31
1,93
1,97
1,69
2,16
1,96
Bahan minuman
2,48
2,23
2,5
2,21
2,13
2,02
Bumbu-bumbuan
1,43
1,33
1,37
1,1
1,12
1,08
Konsumsi lainnya
1,23
1,34
1,27
1,34
1,39
1,33
Makanan jadi
10,28
11,44*)
10,29*)
10,48*)
11,44*)
12,63*)
Minuman beralkohol
0,08
-
-
-
-
-
Tembakau dan sirih
6,89
6,18
5,97
4,97
5,08
5,26
Jumlah makanan
54,59
51,37
53,01
49,24
50,17
50,62
Catatan : *) Termasuk minuman beralkohol, Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009(Angka diolah)
Agroindustri pengolahan padi yaitu jasa penggilingan padi merupakan mata rantai usaha pengolahan gabah menjadi beras dan piranti suplai beras dalam 2
sistem perekonomian masyarakat Indonesia, sehingga penggilingan padi dituntut untuk memberikan kontribusi dalam penyediaan beras nasional baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Penggilingan padi mempunyai peranan dalam menentukan jumlah ketersediaan beras, mutu dari beras yang akan dihasilkan dan dikonsumsi oleh masyarakat, serta ikut dalam meyediakan lapangan pekerjaan di lingkungan sekitarnya. Keberadaan penggilingan padi di Indonesia dilatar belakangi oleh kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Perhimpunan Penggilingan Padi (PERPADI) tahun 2009, jumlah penggilingan padi di Indonesia sekitar 110.000 unit, sekitar 85 persen merupakan Penggilingan Padi Kecil (PPK) dan sebagian besar sudah berumur tua buatan tahun 1970 – 1980 an, sehingga rendemen dan kualitas berasnya rendah termasuk Standar Nasional Indonesia (SNI) Mutu 4 dan atau Mutu 5. Penerapan standar tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 20 tahun 2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian. Sistem ini merupakan tatanan dan upaya untuk menghasilkan produk segar dan olahan primer yang aman dan bermutu sesuai standar atau persyaratan teknis minimal. Peraturan ini sebagai dasar hukum bagi pemangku kepentingan dalam penerapan sistem jaminan mutu pangan hasil pertanian. Tujuannya untuk memberikan perlindungan bagi konsumen, kepastian usaha dan meningkatkan daya saing pangan hasil pertanian. Pesatnya perkembangan pertumbuhan produksi padi telah menciptakan pasar yang besar dan meluas bagi perkembangan dan pertumbuhan usaha jasa penggilingan padi. Hal tersebut didukung dengan industri mesin penggilingan padi yang semakin maju, namun demikian kualitas beras yang dihasilkan tidak seiring dengan kemajuan teknologi. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian pada tahun 2006 - 2007, besarnya susut panen dan pasca panen gabah/beras adalah sebesar 10,82 persen. Dimana susut penggilingan rata-rata sebesar 3,25 persen dengan rendemen penggilingan yang merupakan persentase berat beras hasil penggilingan terhadap berat Gabah Kering Giling (GKG) yang digiling adalah sebesar 62,74 persen. Bila dibandingkan dengan survei yang sama tahun 1995/96, rendemen penggilingan
3
padi adalah sebesar 63,20 persen dan susut hasil sebesar 2,19 persen, maka terjadi penurunan rendemen giling sebesar 0,46 persen dan peningkatan susut giling sebesar 1,06 persen. Setiap penurunan randemen giling atau peningkatan susut giling sebesar 1 persen akan menurunkan ketersediaan beras sekitar 500.000 ton. Dalam jangka panjang apabila masalah ini tidak diatasi maka akan menjadi ancaman yang serius terhadap swasembada beras dan ketahanan pangan nasional serta persaingan global. Penurunan kualitas beras dan rendemen beras tersebut salah satunya dikarenakan dominasi penggilingan padi di Indonesia adalah penggilingan padi kecil dengan hanya memiliki 2 unit mesin dalam proses penggilingan, yang mengakibatkan proses dalam penggilingan padi menjadi tidak sempurna. Selain itu, pengusahaan penggilingan padi di Indonesia masih belum menggunakan pendekatan sistem agribisnis yang terpadu juga merupakan salah satu penyebab penurunan rendemen beras. Posisi penggilingan padi di Indonesia yang didominasi oleh penggilingan padi skala kecil (Lampiran 1) menjadi strategis dalam masalah perberasan, mengingat pada titik ini merupakan muara aliran produksi padi di hulu dan memprosesnya menjadi olahan primer di hilir, sehingga industri penggilingan padi terutama skala kecil (PPK) juga merupakan simpul industri pedesaan. Melihat pentingnya peranan penggilingan padi ini, maka untuk mendapatkan hasil optimal dan kualitas beras yang baik diperlukan alat mesin penggilingan padi yang cukup baik dan berteknologi tinggi tepat guna. Namun melihat kepemilikan penggilingan padi di Indonesia dengan berbagai keterbatasannya, pemenuhan untuk alat mesin tersebut masih sulit dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan mengadakan investasi di pengusahaan pengilingan padi tersebut khususnya penggilingan padi skala kecil (PPK). Maka dengan demikian
pemenuhan akan alat mesin
penggilingan padi dapat terpenuhi dan kualitas beras yang diinginkan dapat dicapai. Adanya investasi pada pengusahaan penggilingan padi tersebut tentunya akan menimbulkan dampak, tidak hanya menimbulkan dampak positif akan tetapi perlu juga di perhatikan dampak negatif yang mungkin dapat ditimbulkan. dampak negatif yang ditimbulkan tersebut tentunya akan menimbulkan kerugian dan setiap yang menimbulkan kerugian tentu akan menimbulkan risiko. Risiko
4
yang ada akan berdampak bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Menurut Hadiutomo (2010) dalam tulisannya menyatakan saat ini para investor Indonesia dan Asing enggan berinvestasi pada usaha penggilingan padi modern (Rice Processing Complex), hal ini disebabkan karena perusahaan penggilingan padi besar atau modern kalah bersaing untuk memperebutkan bahan baku gabah dengan penggilingan padi kecil yang jumlahnya besar. Diperkirakan 80 persen hasil penggilingan padi kecil umumnya ditampung oleh BULOG. Hal tersebut salah satu alasan lain mengapa pengusaha penggilingan skala kecil enggan berinvestasi pada penggilingan padi modern. Hal tersebut menjadi salah satu risiko produksi yang harus dihadapi oleh para investor apabila akan melakukan investasi pada usaha penggilingan padi untuk perluasan skala usaha. Jawa Barat sebagai lumbung beras nasional, memiliki perkembangan produksi padi yang cukup baik untuk perkembangan penggilingan padi. Hal tersebut terlihat pada Tabel 3 bahwa setiap tahunnya produktivitas padi yang dihasilkan selalu mengalami kenaikan.
Tabel 3. Luas Panen Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2006 -2010 Tahun
Luas Panen(Ha)
Produktivitas(Ku/Ha)
Produksi(Ton)
2006
1.798.260
52,38
9.418.572
2007
1.829.085
54,20
9.914.019
2008
1.803.628
56,06
10.111.069
2009
1.949.239
57,89
11.283.441
2010
1.791.951
56,51
10.127. 097
Sumber Data : BPS Jawa Barat,2010
Perkembangan produksi padi di Jawa Barat membawa perkembangan yang cukup baik pula bagi pengusahaan penggilingan padi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 penggilingan padi di Jawa Barat berdasarkan jenis penggilingan padinya mencapai 30.952 unit. Penggilingan Padi Besar (PPB) sebesar 2,012 unit, Penggilingan Padi Kecil (PPK) mencapai sebesar
5
11.119 unit, Rice Milling Unit (RMU) 3,981 unit, Huller Masyarakat sebesar 7.469 unit dan Penyosoh Polisher mencapai 6.371 unit. Dalam hal produktivitas padi sawah, pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 2,89 Kw/ha atau 4,65 persen. Dengan demikian peningkatan produksi padi sawah yang tercapai adalah 20.170 Ton GKP atau 1,65 persen dari 1.223.900 Ton GKP pada tahun 2007 menjadi 1.244.070 ton GKP pada tahun 2008. Produksi padi ladang meningkat dari 7.470ton GKP tahun 2007 menjadi 11.048 ton GKP tahun 2008 atau sebesar 47,89 persen. Peningkatan produksi ini diikuti oleh peningkatan produktivitas dari 29,79 Kw/Ha pada tahun 2007 menjadi 33,73 Kw/Ha pada tahun 2008 atau meningkat sebesar 13,22 persen. Dengan demikian produksi padi secara keseluruhan pada tahun 2008 sebesar 1.255.118 Ton GKP, meningkat sebesar 23.748 Ton GKP atau 1.93 persen dari tahun 2007 sebesar 1.231.370 ton GKP. Luas panen, produktivitas dan produksi komoditi padi tahun 2004 – 2008 di Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Panen, Produktivitas Dan Produksi Komoditi Padi Tahun 2004 – 2008 Di Kabupaten Karawang Tahun No
Jenis Komoditi
I.
Padi sawah :
1
Luas Panen (Ha)
2
3
Produktivitas (Ton GKP) Produktivitas (Kw/Ha)
II.
Lahan Kering
1
Luas Panen (Ha)
2
3
Produktivitas (Ton GKP) Produktivitas (Kw/Ha)
2004
2005
2006
2007
2008
186.205
183.436
186.606
197.377
191.261
1.181.315
1.180.183
1.200.810
1.223.900
1.244.070
63,44
64,34
64,35
62,16
65,05
1.480
3.655
2.100
2.507
3.275
3.096
8.942
5.242
7.470
11.048
20,92
24,47
24.96
29,79
33,73
Sumber Data : Laporan Tahunan Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Tahun 2008
6
Teknologi pasca panen di Kabupaten Karawang umumnya meliputi mesin pemotong padi (ripper), mesin perontok (thresser), mesin pengering (dryer), dan mesin Penggilingan Padi (PB). Saat ini penggilingan padi di Kabupaten Karawang didominasi oleh penggilingan padi berskala kecil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arif (2008) karakteristik kepemilikan penggilingan padi baik skala besar maupun kecil di Kabupaten Karawang umumnya berada pada kelompok usia 40-49 tahun. Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikannya, kepemilikan penggilingan padi berdasarkan pendidikan dan pengalaman usaha pemilik penggilingan padi, di Kabupaten Karawang umumnya pemilik penggilingan padi menyelesaikan pendidikan formal pada tingkat sekolah menengah pertama (SMP)/Sederajat, rata-rata pengalaman usaha yang dimiliki oleh pemilik penggilingan padi adalah 10-19 tahun. Perkembangan pertumbuhan produksi padi di Kabupaten Karawang memicu perkembangan pengusahaan jasa penggilingan padi.
1.2.
Perumusan Masalah Sinar Ginanjar merupakan penggilingan padi berskala kecil yang berada di
Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang. Penggilingan padi Sinar Ginanjar saat ini sudah mempunyai penanam modal untuk pengembangan usahanya. Sekitar 10 tahun yang lalu, penanam modal ini sudah melakukan pemantauan kepada penggilingan padi Sinar Ginanjar untuk melakukan jalinan kerjasama. Namun, baru pada akhir tahun 2009 penanam modal ini melakukan pendekatan dan komunikasi yang lebih intensif dengan pemilik penggilingan padi Sinar Ginanjar, sehingga pada bulan Januari 2010 terjalin kesepakatan untuk melakukan kerjasama. Penggilingan padi Sinar Ginajar menggunakan konfigurasi mesin penggilingan yang terdiri dari Pemecah beras-Separator-Polisher. Separator yang digunakan adalah separator sederhana buatan pengrajin alsintan lokal. Fungsi separator sederhana tersebut adalah untuk memisahkan batu, kerkil, paku, dan lain-lain dari gabah. Kondisi tersebut mengakibatkan rendemen beras giling yang dicapai oleh Sinar Ginanjar menjadi lebih baik yaitu bisa mencapai 2,5 ton beras perhari, 7
dibandingkan dengan penggilingan padi yang menggunakan konfigurasi penggilingan pemecah beras dan penyosoh beras yang hanya mencapai satu ton beras perhari. Untuk meningkatkan rendemen beras di penggilingan padi Sinar ginanjar, sehingga dapat memperoleh keuntungan maksimal, maka penggilingan padi
Sinar
Ginanjar
harus
melakukan
penambahan
konfigurasi
mesin
penggilingan yang digunakan yaitu menjadi dryer – cleaner – husker – separator – polisher – grader. Penambahan konfigurasi mesin penggilingan padi tersebut diharapkan memberikan peluang kepada pemilik penggilingan padi Sinar Ginanjar untuk memperoleh hasil giling lebih banyak dengan mutu yang lebih baik serta meningkatnya nilai tambah. Akan tetapi penambahan konfigurasi mesin penggilingan padi tersebut membutuhkan biaya yang relatif mahal. Diantara mesin-mesin penggilingan padi yang ada, dryer adalah yang paling tinggi harganya. Mesin-mesin pengupas, pemipil, pencacah, pemecah atau penepung dengan kapasitas terkecil (di bawah 300 kilogram per jam), harganya masih di bawah Rp.20.000.000,- per unit termasuk tenaga penggeraknya. Tetapi harga dryer kapasitas terkecil sudah mencapai di atas Rp. 30.000.000,- per unit. Pemenuhan
kebutuhan
untuk
penambahan
konfigurasi
mesin
di
penggilingan padi Sinar Ginanjar adalah dengan melakukan kegiatan investasi, sehingga hal tersebut dapat membantu pemilik penggilingan padi meringankan beban biaya yang harus ditanggung untuk pemenuhan mesin-mesin penggilingan padi. Kegiatan investasi pada penggilingan padi masih sangat jarang dilakukan, umumnya para investor enggan untuk melakukan investasi pada penggilingan padi khususnya penggilingan padi skala besar. Hal tersebut dikarenakan untuk perluasan usaha penggilingan padi kecil menjadi penggilingan padi besar selain membutuhkan biaya yang lebih besar,hal lainnya diakibatkan oleh akses pada penggilingan padi tersebut dan risiko-risiko yang ditumbulkan. Risiko-risiko yang umumnya ada seperti perolehan bahan baku gabah jika penggilingan padi tersebut tidak dekat dengan daerah produksi padi. Perolehan bahan baku gabah menimbulkan adanya risiko produksi berupa penurunan volume produksi di penggilingan padi yang di investasikan. Panen padi di Kabupaten Karawang pada umumnya dilakukan dua kali dalam satu tahun, termasuk di Kecamatan Kota Baru. Pada tahun 2008 luas panen padi sawah di Kabupaten
8
Karawang menurun dari 197.377 ha menjadi 191.261 ha dengan perincian : tanam padi 2 kali setahun seluas 188.223 ha, tanam padi 3 kali setahun 3.038 ha. Sementara padi gogo mengalami peningkatan luas panen dari 2.507 ha menjadi 3.275 ha. Selain itu, investor juga harus menghadapi risiko harga berupa fluktuasi harga output yang dihasilkan baik berupa gabah kering panen maupun beras. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik mengenai Harga Gabah Kering Panen dan Harga Pokok Penjualan GKP yang dikeluarkan oleh BULOG pada tahun 2010 (Grafik 1) dan grafik mengenai harga beras (Grafik 2). Terlihat bahwa harga gabah kering panen tidak akan selalu pada posisi harga yang sama, sehingga hal tersebut mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran oleh pihak Penggilingan Padi Sinar Ginanjar.
Gambar 1.Grafik Harga Gabah Kering Panen dan Harga Pokok Penjualan Gabah Kering Panen Tahun 2007-2009 Sumber : BULOG, 2010
Risiko fluktuasi harga yang dihadapi oleh investor juga terjadi pada hasil pengilingan padi yaitu beras. Harga beras akan selalu mengalami perubahan Risiko lain yang harus dihadapi oleh investor adalah kenaikan harga bahan baku pada penggilingan padi yang diinvestasikan.
9
Gambar 2. Grafik Harga Beras dan Komoditas Lain Tahun 2007-2009 Sumber : BULOG, 2010
Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa fluktuasi harga Gabah Kering Panen dan harga beras setiap bulannya dari tahun 2007 - 2009 selalu mengalami perubahan. Keseluruhan risiko yang ditimbulkan tersebut akan mempengaruhi tingkat pengembalian yang diinginkan oleh para investor. Saat ini penggilingan padi Sinar Ginanjar sudah beroperasi sekitar 15 tahun dan telah memiliki investor untuk pengembangan skala usahanya. Namun melihat besarnya pemanfaatan modal dalam pengembangan penggilingan padi di Sinar Ginanjar, pemilik penggilingan padi serta investor membutuhkan suatu tinjauan untuk melihat besarnya pengembalian yang dihasilkan jika dilakukan investasi. Tinjauan investasi investor tersebut dilakukan pada penggilingan padi Sinar Ginanjar skala kecil sehingga keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk perluasan skala usaha penggilingan padi Sinar Ginajar menjadi penggilingan padi skala besar. Untuk itu diperlukan suatu analisis yang disebut studi kelayakan usaha atau studi kelayakan proyek, yang melihat secara menyeluruh berbagai aspek mengenai kemampuan suatu usaha dalam memberikan manfaat sehingga risiko kerugian dimasa yang akan datang dapat dihindari ataupun diantisipasi (Husnan dan Muhammad, 2000). Kelayakan investasi tersebut dilihat pada saat penggilingan padi Sinar Ginanjar menggunakan konfigurasi mesin skala kecil, dan pada saat penggilingan padi Sinar Ginajar akan meningkatkan skala usahanya. Perhitungan atau penilaian tersebut dilakukan agar menghindari kerugian dalam
10
penanaman modal yang terlalu besar dan melihat sasaran dari kebijakan pemerintah dalam revitalisasi penggilingan padi. Selain itu, studi kelayakan investasi pada penggilingan padi di Kabupaten Karawang dilakukan untuk meminimalkan risiko dalam pengembangan usahanya. Berdasarkan uraian diatas, dengan melakukan kegiatan kelayakan usaha maka dapat membandingkan tingkat keuntungan yang diperoleh pada kondisi normal dengan kondisi risiko. Dengan demikian, diharapkan hasil studi kelayakan usaha ini dapat memberikan informasi kepada para investor untuk menarik minatnya menanamkan modal pada usaha penggilingan padi. Berdasarkan kondisi yang dijelaskan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kelayakan usaha pengusahaan penggilingan padi jika dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek pasar? 2. Bagaimana kelayakan usaha pengusahaan penggilingan padi jika dilihat dari aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, PBP)? 3.
Bagaimana dampak kelayakan investasi usaha penggilingan padi jika adanya risiko ?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.
Menganalisis kelayakan usaha penggilingan padi berdasarkan aspek non finansial
2.
Menganalisis kelayakan usaha penggilingan padi berdasarkan aspek finansial pada kondisi tanpa risiko
3.
Menganalisis tingkat risiko pada penggilingan padi berdasarkan risiko produksi dan risiko harga.
1.4
Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan hasil yang diperoleh dapat
berguna :
11
1.
Bagi calon investor serta pengusaha penggilingan padi, digunakan sebagai masukan dan pertimbangan pengusahaan penggilingan padi dalam menjalankan operasional serta membuat rencana kerja selanjutnya.
2.
Bagi penulis, penelitian ini memberikan kesempatan lagi untuk belajar dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam menerapkan ilmu-ilmu yang sudah diperoleh selama masa perkuliahan.
3.
Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi atau bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini ruang lingkup penelitian akan difokuskan pada
penggilingan padi berskala kecil. Hal tersebut dikarenakan dominasi penggilingan padi di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota baru, Kabupaten Karawang adalah penggilingan padi kecil. Selain itu, batasan penelitian ini juga terkait risiko yang akan dikaji yaitu hanya risiko produksi dan harga.
12