1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang memiliki pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi. Selain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur menempati posisi tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi DKI Jakarta, PDRB Jawa Timur juga selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2004, total PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan tahun 2004 adalah sebesar 242,23 triliun rupiah. Angka ini kemudian mengalami peningkatan menjadi 256,37 triliun rupiah di tahun 2005 dan 271,24 triliun rupiah di tahun 2006. Pada tahun 2007, angka ini meningkat sebesar 6,1% dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi sebesar 287,81 triliun rupiah. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2004-2007 (juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa - jasa
PDRB Jawa Timur Catatan ; *) angka diperbaiki **) angka sementara Sumber : BPS Jawa Timur, 2007
2004
2005*)
2006**)
2007**)
43.331.493,13 4.595.921,87 67.520.434,83 4.171.615,50 8.604.401,30 68.295.968,36 13.830.439,67
44.700.984,17 5.024.241,99 70.635.868,95 4.429.541,76 8.903.497,41 74.546.735,68 14.521.814,32
46.451.473,55 5.455.159,57 72.786.972,17 4.610.041,67 9.030.294,53 81.739.125,02 15.504.939,80
47.942.973,38 6.024.793,19 76.163.917,97 5.154.634,88 9.139.600,65 88.570.614,49 16.710.214,85
11.783.343,03 20.095.274,48
12.666.393,27 20.945.649,24
13.611.228,97 22.048.439,03
14.763.619,88 23.343.814,62
242.228.892,17 256.374.726,78 271.237.674,31 287.814.183,92
Apabila diamati dari persentase kontribusi masing-masing sektor, dalam Tabel 2, maka dapat diketahui bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang terbesar setiap tahunnya. Pertumbuhan sektor tersebut dari tahun ke tahun selalu meningkat, dari 28,19% di tahun 2004 hingga 30,77% di tahun 2007. Selain itu, sektor yang juga berkontribusi cukup besar bagi PDRB Provinsi Jawa Timur adalah sektor industri dan sektor pertanian. Meskipun pertumbuhannya mengalami penurunan dari tahun ke tahun, namun kedua sektor ini masih tetap merupakan penyumbang yang cukup besar bagi perekonomian
2
provinsi Jawa Timur. Dari keseluruhan sektor perekonomian yang ada, hanya sektor pertanian, industri, konstruksi, dan jasa-jasa yang mengalami penurunan, sedangkan sektor-sektor yang lainnya mengalami peningkatan.
Tabel 2 Persentase Masing-Masing Sektor terhadap Total PDRB Provinsi Jawa Timur No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sektor Pertanian Pertambangan Industri Listrik, Gas, Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa - jasa
PDRB Jawa Timur Sumber: BPS Jawa Timur, 2008. Data diolah.
2004
2005
2006
2007
17,89 1,90 27,87 1,72 3,55 28,19 5,71 4,86 8,30
17,44 1,96 27,55 1,73 3,47 29,08 5,66 4,94 8,17
17,13 2,01 26,84 1,70 3,33 30,14 5,72 5,02 8,13
16,66 2,09 26,46 1,79 3,18 30,77 5,81 5,13 8,11
100
100
100
100
Peningkatan secara terus-menerus PDRB tersebut memberikan pengaruh positif pada rerata tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa Timur yang diindikasikan melalui pendapatan perkapita. Bila pada tahun 2004 pendapatan rata-rata masyarakat Jawa Timur baru berkisar sebesar 9,3 juta rupiah, pada tahun 2005 meningkat menjadi 10,88 juta rupiah. Pada tahun 2006, pendapatan rata-rata masyarakat kembali meningkat menjadi sebesar 12,56 juta rupiah, dan pada akhir tahun 2007 pendapatan rata-rata penduduk Jawa Timur telah mencapai sekitar 14,07 juta rupiah (Bappeprop, 2008). Secara makro, kesejahteraan masyarakat petani Jawa Timur juga menunjukkan angka positif. Hal ini diindikasikan melalui Nilai Tukar Petani (NTP) yang pada tahun 2004 sebesar 105,02 meningkat menjadi 105,29 di tahun 2005 dan 111,68 di tahun 2006, selanjutnya pada akhir tahun 2007 angka tersebut mencapai 113,12. Perbaikan ini selaras dengan peningkatan produk-produk hasil pertanian Jawa Timur. Seperti yang disampaikan dalam situs Bappeprop (2008), bahwa secara keseluruhan, total surplus komoditi pangan strategis Jawa Timur pada akhir tahun 2007 adalah sebagai berikut:
3
Tabel 3 Data Surplus Komoditi Pangan Strategis Provinsi Jawa Timur pada akhir Tahun 2007 No
Jenis Komoditi
1.
Beras
Surplus Produksi 2,47 juta ton
2.
Jagung
3,56 juta ton
3.
Ubi Kayu
3,07 juta ton
4.
Ubi Jalar
5.
Kacang Tanah
74,63 ribu ton 178,78 ribu ton
6.
Kacang Hijau
70,54 ribu ton
7.
Daging
58,12 ribu ton
8.
Telur
12,79 ribu ton
9.
Susu
134,37 ribu ton
Berdasarkan kondisi Jawa Timur yang memiliki potensi besar di sektor pertanian, dengan semangat otonomi daerah, maka pemerintah provinsi menetapkan visi jangka panjang tahun 2005-2025, yaitu Jawa Timur sebagai "Pusat Agribisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global, dan Berkelanjutan". Adapun misi pertama yang ingin dicapai adalah “Agroindustri Berbasis Inovasi Teknologi”. Seperti yang dikutip dalam situs resmi Bappeprop Jawa Timur (2008), bahwa performa kinerja perekonomian Jawa Timur sampai saat ini sebenarnya telah menunjukkan adanya transformasi struktural dari sektor primer ke sektor sekunder. Oleh karena itu, merupakan langkah yang tepat apabila sektor agroindustri dikembangkan di Jawa Timur. Pengembangan agroindustri diarahkan agar dapat menciptakan keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor industri, sehingga mampu mendorong peningkatan nilai tambah dan menumbuhkan kegiatan ekonomi di daerah-daerah. Lebih jauh lagi, tujuan industrialisasi termasuk di dalamnya agroindustri adalah untuk
mengejar
pertumbuhan
ekonomi. Keberadaan
sektor
agroindustri
diharapkan dapat meningkatkan permintaan komoditi pertanian, karena sektor ini berperan dalam mendiversifikasi produk pertanian menjadi produk olahan yang dapat diterima oleh konsumen. Selain itu, keberadaan sektor agroindustri pada suatu wilayah diharapkan mampu: (1) meningkatkan pendapatan, terutama pendapatan petani, (2) memperluas lapangan kerja baik di perdesaan maupun di perkotaan, (3) meningkatkan nilai tambah produk pertanian, (4) meningkatkan ekspor hasil pertanian, (5) memacu tumbuhnya industri lain yang memerlukan
4
bahan baku dari sektor pertanian, dan (6) dapat menjadi faktor penarik bagi pengembangan diversifikasi pertanian (Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dalam Soekartawi, 2005). Sektor agroindustri merupakan sektor yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Oleh karena itu diperlukan sebuah analisis yang komprehensif untuk merencanakan pengembangan sektor tersebut di Jawa Timur. Analisis dari sisi sektoral saja tidak cukup untuk menghasilkan kebijakan yang tepat, karena pertumbuhan perekonomian suatu wilayah tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar sektor saja, melainkan dipengaruhi juga oleh wilayahwilayah yang tercakup di dalamnya. Maka dari itu, karya tulis ini akan menganalisis perencanaan pembangunan agroindustri dari sisi sektoral dan wilayah, sehingga akan dihasilkan kebijakan yang tepat dan akan mempercepat pengembangan sektor agroindustri pada khususnya dan perekonomian Jawa Timur pada umumnya.
1.2
Perumusan Masalah Perencanaan pembangunan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang
wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah tersebut. Aktivitas yang dimaksud terutama adalah aktivitas ekonomi, yang tercakup dalam kegiatan perencanaan pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek (Tarigan, 2006). Apabila diamati dari struktur PDRB per kapita kabupaten/kota Jawa Timur pada Tabel 4, akan terlihat perbedaan yang cukup signifikan. Wilayah kota di Jawa Timur cenderung memiliki PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan wilayah kabupaten. Kabupaten yang memiliki PDRB per kapita tinggi adalah kabupaten yang berada dalam kawasan pengembangan Gerbangkertasusila. Lima wilayah yang memiliki PDRB per kapita paling tinggi adalah Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Adapun lima wilayah dengan PDRB per kapita paling rendah adalah Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Bondowoso. Apabila diamati lebih lanjut, wilayah-wilayah dengan
5
PDRB per kapita rendah terletak di wilayah pulau Madura dan wilayah selatan Jawa Timur. Tabel 4 PDRB per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2007 (juta rupiah) No Kode
Kabupaten/Kota Kota Kediri Kota Surabaya
Nilai
No Kode
171,62 51,61
20. 21.
22 17
Kabupaten/Kota
Nilai
Kabupaten Bojonegoro Kabupaten Jombang
8,84 8,54
01. 02.
71 78
03.
73
Kota Malang
27,76
22.
20
Kabupaten Magetan
8,52
04.
15
Kabupaten Sidoarjo
24,23
23.
5
Kabupaten Blitar
8,47
05.
25
Kabupaten Gresik
23,50
24.
29
Kabupaten Sumenep
8,18
06.
76
Kota Mojokerto
17,64
25.
9
Kabupaten Jember
7,86
07.
74
Kota Probolinggo
16,58
26.
14
Kabupaten Pasuruan
7,78
08.
4
12,43
27.
18
Kabupaten Nganjuk
7,31
09.
77
Kabupaten T l Madiun Kota
11,48
28.
6
Kabupaten Kediri
7,30
10.
79
Kota Batu
11,45
29.
19
Kabupaten Madiun
6,68
11.
10
Kabupaten Banyuwangi
11,05
30.
21
Kabupaten Ngawi
6,09
12.
13
Kabupaten Probolinggo
10,37
31.
2
Kabupaten Ponorogo
5,90
13.
75
Kota Pasuruan
10,34
32.
24
Kabupaten Lamongan
5,88
Kabupaten Tuban
10,23
33.
26
Kabupaten Bangkalan
5,83 5,28
14.
23
15.
16
Kabupaten Mojokerto
10,19
34.
11
Kabupaten Bondowoso
16.
8
Kabupaten Lumajang
9,97
35.
27
Kabupaten Sampang
4,79
3
Kabupaten Trenggalek
4,68
17.
12
Kabupaten Situbondo
9,86
36.
18.
7
Kabupaten Malang
9,72
37.
28
Kabupaten Pamekasan
4,62
19.
72
Kota Blitar
8,95
38.
1
Kabupaten Pacitan
4,38
Rata-Rata Jawa Timur
14,50
Sumber: Data Statistik Indonesia, 2009
Perbedaan tingkat pendapatan per kapita ini bisa menjadi salah satu indikasi adanya ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi aktivitas ekonomi pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah kota dan wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan). Hal tersebut diperkuat dengan struktur ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Timur, di mana pertumbuhan jumlah penduduk yang bekerja di sektor industri pada tahun 2005 lebih besar dibandingkan sektor pertanian. Jumlah pekerja di sektor industri bertambah sebesar 11,9% sedangkan pekerja di sektor pertanian hanya sebesar 3,58% (Pemerintah Provinsi Jawa Timur, 2008). Meski demikian, World Bank Development Report (2009) mengemukakan bahwa konsentrasi aktivitas ekonomi pada wilayah-wilayah tertentu tidak dapat dihindari dan bahkan cenderung dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi. Hal
6
tersebut merupakan salah satu bagian dari proses pembangunan. Sedangkan ketimpangan wilayah merupakan konsekuensi yang wajar asalkan masih dalam batas yang layak. Pada umumnya, daerah-daerah yang memiliki basis perekonomian di sektor pertanian identik dengan ketertinggalan dalam pembangunan. Akan tetapi, sebenarnya justru hal tersebut dapat menjadi keunikan dan kekuatan tersendiri dalam mencanangkan strategi pembangunan wilayah. Keterkaitan yang kuat antara sektor pertanian (hulu) dan sektor industri (hilir) dalam struktur perekonomian wilayah merupakan pondasi yang kuat dalam perkembangan perekonomian. Hal ini disebabkan karena proses produksi yang terjadi banyak menggunakan bahan-bahan lokal sehingga tingkat ketergantungan dari luar daerah atau luar negeri relatif kecil. Pemanfaatan sumber daya lokal yang besar pada akhirnya akan meningkatkan nilai tambah yang tercipta. Berdasar visi dan misi yang dicanangkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur, maka beberapa strategi pembangunan yang hendak dicapai terkait dengan pengembangan agroindustri adalah sebagai berikut (Bappeprop, 2008): 1. Penguatan kelembagaan Agribisnis/agroindustri Pertanian melalui perbaikan kinerja masing-masing sektor yang saling terkait. 2. Penetapan Rencana Induk Pengembangan Ekspor Produk Pertanian. 3. Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan dan hasil laut. Komoditi yang akan dikembangkan, antara lain : pengolahan rumput laut, pengalengan ikan, cold storage, tepung ikan, dan lain-lain. 4. Pengembangan industri pengolahan hasil peternakan. Beberapa komoditi yang akan dikembangkan, antara lain : susu, kulit dan lain-lain. 5. Pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan. 6. Pengembangan industri berbasis hasil pertanian dan holtikultura. 7. Diversifikasi produk industri pengolahan hasil pertanian. Mengingat akan selalu adanya keterbatasan dalam pelakasanaan proses pembangunan, maka Hirschman dalam Todaro (1989), menyatakan bahwa pada negara berkembang pembangunan ekonomi tidak dilakukan secara serentak. Pemerintah perlu menetapkan prioritas dalam pembangunan melalui pemilihan sektor unggulan, dimana sektor unggulan ini akan memberi implikasi ke depan
7
(forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) terhadap sektor-sektor lainnya. Sedangkan menurut Miyarto et al (1993), dalam pembangunan ekonomi sektoral, priortias hendaknya diberikan kepada sektor-sektor yang mempunyai daya penyebaran dan derajat kepekaan yang tinggi. Pembangunan pada sektorsektor tersebut akan memberikan efek multiplier yang relatif besar bagi pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, World Bank Development Report (2009) menyebutkan bahwa potensi ekonomi di tingkat kabupaten/kota akan jauh lebih spesifik dibandingkan potensi ekonomi di tingkat provinsi maupun negara. Hal ini memiliki arti bahwa setiap kabupaten/kota bisa memiliki spesifikasi potensi yang lebih beragam. Oleh karena itu, dalam menetapkan prioritas pembangunan bukan saja diperlukan pemilihan sektor unggulan, namun juga diperlukan pemilihan lokasi yang potensial bagi pengembangan sektor unggulan tersebut dengan tetap memperhatikan agar ketimpangan wilayah berada dalam batas yang masih dapat ditoleransi. Sebagai motor penggerak pembangunan pertanian di Jawa Timur, sektor agroindustri diharapkan dapat menjalankan peran penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pertumbuhan ekonomi maupun keberlangsungan pembangunan wilayah. Dengan adanya kajian keterkaitan sektoral wilayah antar kota dan kabupaten ini diharapkan akan dapat memicu pembangunan agroindustri di propinsi Jawa Timur serta meminimalisir adanya kesenjangan antar wilayah. Dengan mempertimbangkan hal di atas, maka pokok permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kondisi ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur? 2. Sektor agroindustri apakah yang dapat menjadi unggulan di Jawa Timur? 3. Wilayah
kabupaten/kota
manakah
yang
berpotensi
menjadi
lokasi
pengembangan sektor agroindustri unggulan? 4. Bagaimanakah peta spasial dari penyebaran sektor agroindustri unggulan Jawa Timur?
8
5. Strategi
kebijakan
apakah
yang
dapat
diambil
pemerintah
untuk
mengembangkan perekonomian Jawa Timur, khususnya pada sektor agroindustri, dalam upaya mengurangi ketimpangan wilayah?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas pada penelitian ini secara garis besar
bertujuan untuk menyusun sebuah perencanaan pembangunan agroindustri berdasar pendekatan sektoral dan wilayah di Jawa Timur. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kondisi ketimpangan pembangunan wilayah di Jawa Timur. 2. Mengetahui sektor agroindustri yang dapat menjadi unggulan di Jawa Timur. 3. Mengetahui wilayah kabupaten/kota yang berpotensi menjadi lokasi pengembangan sektor agroindustri unggulan. 4. Membangun peta spasial dari penyebaran sektor agroindustri unggulan Jawa Timur. 5. Menyusun
strategi
kebijakan
pemerintah
untuk
mengembangkan
perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor agroindustri, dalam upaya mengurangi ketimpangan wilayah
1.4
Kegunaan Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai
pihak sebagai: 1. Acuan dalam membuat kebijakan baru pengembangan sektor agroindustri guna menunjang pembangunan ekonomi di Propinsi Jawa Timur. 2. Bahan informasi mengenai kondisi perekonomian Jawa Timur khususnya pada sektor agroindustri. 3. Bahan informasi dan masukan sebagai sumbangsih pemikiran yang nantinya dapat dikembangkan oleh peneliti di bidang ekonomi wilayah di kemudian hari.