I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar
perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. UMKM sanggup memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan juga merupakan sebagai salah satu sumber yang cukup besar bagi penerimaan pendapatan negara1. Peningkatan peran dan kegiatan usaha sektor UMKM semakin nampak khususnya sejak krisis tahun 1997. Ketika proses restrukturisasi sektor korporat dan BUMN berlangsung lamban, sektor UMKM telah menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dan bahkan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Banyak terdapat usaha-usaha besar yang gagal akibat ketidaktahannannya terhadap terpaan krisis ekonomi, akan tetapi usaha di sektor UMKM mampu bertahan dan terus berkembang hingga sekarang. Selama periode 2008-2009 nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai PDB yang dihasilkan oleh sektor usaha besar. UMKM menjadi pemasok jumlah kebutuhan barang dan jasa sebanyak 58 persen atau lebih dari separuh kebutuhan barang dan jasa nasional. Nilai tersebut jauh lebih besar dari pada PDB yang dihasilkan oleh sektor usaha besar yang hanya 42 persen dari total secara keseluruhan (Tabel 1). Hal tersebut membuktikan bahwa keberadaan UMKM di Indonesia tidak dapat diabaikan. Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun 2008 – 2009 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Jumlah Perkembangan 2008 2009 Jumlah (%) 1 Usaha Kecil dan Menengah 1.099.301,1 1.165.257,5 65.956,4 6,00 (UMKM) (58) (58) 783.012,4 832.468,3 49.455,9 6,32 2 Usaha Besar (42) (42) 1.882.313,5 1.997.725,8 115.412,3 6,13 Jumlah (100) (100) Sumber: Departemen Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah RI (2010) NO
1
Skala Usaha
Google search/kompas-online.co.id/artikel /di akses tgl 23 Desember 2010
Pertumbuhan dan peran sektor UMKM di dalam perekonomian nasional harus terus ditingkatkan, tidak saja karena ketangguhannya dalam menghadapi berbagai kejutan ekonomi, tetapi juga kemampuannya yang lebih besar dalam menyediakan lapangan pekerjaan. UMKM memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, yakni mampu menyerap sebesar 96,95 persen dari total tenaga kerja di Indonesia (Tabel 2). Selama periode 2008 2009, usaha mikro, kecil dan menengah telah mampu memberikan lapangan pekerjaan baru bagi 2,1 juta orang dan menciptakan lebih dari dua juta unit usaha baru. Jumlah tersebut mendominasi dari total keseluruhan unit usaha yang ada di Indonesia (99,9 persen). Ini merupakan bukti bahwa UMKM merupakan katup pengaman, dinamisator, dan stabilisator perekonomian di Indonesia. Pada sisi lain, terjadi penurunan jumlah tenaga kerja untuk sektor usaha besar, kurang lebih sebanyak 12.000 tenaga kerja selama periode 2008 - 2009. Hal tersebut merupakan akibat dari menurunnya jumlah unit usaha di sektor usaha besar. Tabel 2. Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja UMKM, Usaha Besar 2008- 2009 NO
Skala Usaha
1
Usaha Kecil dan Menengah (UMKM)
2
Usaha Besar
Tenaga Kerja 2008 2009 88.739.744 (96,95) 2.788.518 (3,05)
90.896.270 (96,8) 2.776.214 (3,2)
Unit Usaha 2008 2009 49.824.123 (99,9) 4.463 (0,1)
51.257.537 (99,9) 4.372 (0,1)
91.528.262 93.672.484 49.828.586 51.261.909 (100) (100) (100) (100) Sumber: Departemen Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah RI (2011) Jumlah
Sebagai salah satu potensi yang besar, pada kenyataannya UMKM juga menghadapi berbagai masalah. Permasalahan yang paling sering timbul dalam usaha pengembangan UMKM ini berhubungan dengan karakteristik yang dimiliki oleh UMKM itu sendiri. Beberapa karakteristik yang paling melekat pada sebagian besar UMKM antara lain: 1. Lemahnya struktur permodalan dan kurangnya akses untuk menguatkan struktur modal tersebut. 2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) yang bekerja pada sektor UMKM. 3. Rendahnya produktifitas tenaga kerja yang berimbas pada rendahnya gaji dan upah.
4. Kualitas barang yang dihasilkan relatif rendah. 5. Umumnya tumbuh dari usaha tradisional. 6. Kurangnya inovasi dan adopsi teknologi-teknologi baru. 7. Kurangnya akses pemasaran ke pasar yang potensial. Berbagai macam karakteristik tersebut dapat dikatakan saling terkait yang mengakibatkan rendahnya daya saing sektor UMKM. Kebutuhan akan modal usaha merupakan faktor yang menyebabkan munculnya karakteristik-karakteristik lain. Ketidakmampuan UMKM untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas disebabkan UMKM tersebut tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk membayarnya. Keterbatasan modal juga mengakibatkan UMKM tidak mampu untuk mengadopsi teknologi-teknologi baru. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya inovasi berdampak pada rendahnya kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan. Output dengan kualitas yang rendah berkolerasi pada nilai jualnya yang rendah pula, sehingga pendapatan yang diperoleh usaha tersebut juga kecil. Sebagian besar UMKM masih menggunakan/mengandalkan modal sendiri dalam menjalankan usahanya dan sering terlibat masalah dengan lembaga keuangan non formal akibat dari rendahnya aksesibilitas terhadap sumber-sumber pembiayaan
formal.
Keterbatasan
akses
pengusaha
UMKM
untuk
mengembangkan usahanya terutama disebabkan oleh keterbatasan akses kepada lembaga perbankan, lemahnya administrasi dan lemahnya jaminan meskipun usahanya
dinilai
layak
secara
ekonomi.
Keterbatasan
modal
tersebut
menyebabkan para pelaku usaha menjadi sulit untuk dapat bersaing, sehingga upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan kapasitas dan daya saing produknya tidak dapat dilakukan secara optimal. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi tantangan akses permodalan yang dibutuhkan dalam peningkatan daya saing bagi UMKM, yakni dengan meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR mulai diluncurkan sejak 5 November 2007 merupakan kredit investasi (KI) dan kredit modal kerja (KMK). Kebijakan peluncuran program KUR tersebut diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang lebih besar kepada pelaku UMKM yang telah feasible namun dianggap belum bankable (pelaku
UMKM tidak memiliki jaminan pinjaman yang sesuai dengan keinginan bank). Jaminan pinjaman dari KUR dijamin oleh pemerintah sebesar 70 persen dari total pinjaman yang diberikan. Penjamin yang bekerjasama dengan pemerintah adalah Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Keberadaan KUR diharapkan dapat membantu pelaku UMKM dalam penyediaan modal dan pengoptimalan peran dan fungsi dari lembaga keuangan / perbankan. Sejak awal diluncurkannya program KUR oleh pemerintah, banyak pelaku usaha mikro, kecil maupun menengah yang telah memanfaatkannya untuk tambahan modal usaha. Perlu diketahui sebelumnya, penyaluran KUR pada awalnya hanya dilakukan oleh enam Bank pelaksana saja yang disetujui oleh pemerintah, yakni Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Bukopin. Namun sejak tahun 2009, sejumlah Bank milik Pemerintah Daerah (BPD) juga ditunjuk sebagai penyaluran KUR. Tabel 3. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode Januari - Desember 2010 Target 2010 Bank
BNI BRI Mandiri BTN Bukopin BSM BPD JML
Target Bawah (Rp.Milyar)
Target Atas (Rp.Milyar)
Realisasi (Rp.Milyar)
1.560 6.200 1.845 610 500 400 2.000 13.115
3.000 8.000 3.000 650 700 450 2.200 18.000
533 8.272 1.439 589 182 382 1.710 13.107
Realisasi Persentase Jumlah Target Target Debitur Bawah Atas (%) (%) 33,31 16,80 3.054 132,61 102,78 1.1016.334 77,13 47,43 7.798 96,39 90,46 1.954 35,56 25,43 1.137 81,50 72,44 1.412 85,51 77,73 20.720 99,94 72,82 1.502.409
Rata-rata Per Debitur (Rp.Juta) 174,52 75,08 184,53 301,43 160,07 270,54 82,52 87,24
Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi usaha (2010) *) Data KUR PT. BRI dan PT Mandiri per 01 Desember 2010, Data bank lain per 03 2 Desember 2010 .
Tabel 3 menunjukkan penyaluran KUR periode Januari - Desember 2010. Dalam kurun waktu tersebut pemerintah telah menyalurkan total dana KUR lebih dari 13.107 milyar rupiah kepada 1.502.409 debitur melalui bank-bank yang 2
http://www. sentrakukm.com/index.php/kur/perkemb-kur/89-perkembangan-kur-.html. Diakses pada bulan Januari 2011.
ditunjuk sebagai penyalur. Pemerintah sedianya telah menyiapkan anggaran untuk pelaksanaan program KUR sampai dengan 18.000 milyar. Namun pada kenyataannya dari anggaran yang telah disiapkan tersebut hanya menyalurkan sebesar 72 persen saja. Setiap Bank telah diberikan target masing-masing untuk dipenuhi
jumlah
kredit
KUR
yang
harus
di
salurkan
kepada
yang
membutuhkannya, yakni sektor UMKM. Sebagai salah satu bank milik pemerintah, BNI ditunjuk sebagai bank pelaksana penyalur KUR. Oleh BNI program KUR tersebut dikemas dalam bentuk produk BNI Tunas Usaha (BTU). Kredit BTU adalah salah satu fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM terutama yang memiliki usaha yang feasible (layak secara ekonomi) namun belum bankable (memenuhi ketentuan perbankan) dengan plafond hingga 500 juta rupiah. Namun pada kenyataannya, pada periode Januari – Desember 2010 penyaluran KUR untuk Bank BNI berada pada posisi keempat di bawah BRI, Bank Mandiri dan BTN, baik dalam penyaluran dana KUR maupun jumlah debiturnya (Tabel 3). Jumlah dana KUR yang telah disalurkan oleh pihak BNI kepada debiturnya sebesar 533 milyar atau sebesar 33 persen dari target minimal yang telah ditetapkan. Dari total secara keseluruhan, BNI hanya memberikan kontribusi penyaluran KUR sebesar 4 persen saja. Kontribusi penyaluran KUR BNI sangat kecil bila dibandingkan dengan bank pesaing penyalur KUR lainnya, dimana BRI yang sangat dominan dalam penyaluran KUR yakni sebesar 63 persen dan diikuti oleh bank Mandiri sebesar 11 persen dari total keseluruhan. 1.2.
Perumusan Masalah Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu unit
pelaku usaha yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap sektor usaha nasional sebagai pemasok kebutuhan barang dan jasa serta penyerapan tenaga kerja (Tabel 1 dan 2). Akan tetapi banyak permasalahan yang dihadapi oleh sektor UMKM berkaitan dengan kakteristik UMKM itu sendiri, salah satunya adalah masalah permodalan. Kendala permodalan mengakibatkan UMKM sulit untuk berkembang dan bersaing dengan usaha lainnya. Untuk merealisasikan dana yang dibutuhkan dalam pengembangan UMKM maka diperlukan peranan lembaga keuangan, dimana fungsi dan peran
dari lembaga keuangan adalah sebagai intermediasi yang menghubungkan pihakpihak yang memiliki dana lebih dan kemudian menyalurkannya kepada sektorsektor usaha yang produktif dalam bentuk kredit. Fungsi dari lembaga keuangan tersebut menjadikan dana yang tidak produktif dapat diolah menjadi dana yang dapat meningkatkan produktivitias atau profit bagi sektor UMKM. Kabupaten Karawang sebagai salah satu wilayah yang terus mengalami perkembangan perekonomiannya, termasuk keberadaan sektor UMKM di dalamnya. Untuk mempertahankan eksistensi UMKM tersebut, maka UMKM harus memiliki pondasi yang kuat seperti modal yang besar yang dapat digunakan untuk menjalankan usahanya. Kendala modal dapat menyebabkan para pelaku UMKM menjadi sulit untuk bersaing, sehingga upaya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan kapasitas dan daya saingnya tidak dapat dilakukan secara optimal. Sebagai salah satu bank milik pemerintah, BNI ditunjuk dan diberi kepercayaan sebagai salah satu bank penyalur KUR. Penyaluran KUR dikemas dalam produk BNI Tunas Usaha (BTU) dengan plafond hingga 500 juta rupiah. Penyaluran kredit BTU dilakukan melalui Sentra Kredit Kecil (SKC) dan Unit Kredit Kecil (UKC). Salah satu UKC yang berperan dalam proses penyaluran kredit BTU adalah UKC cabang Karawang. Tabel 4. Trend Pengajuan dan Realisasi Kredit BTU UKC Cabang Karawang Periode Januari - Desember 2010 Debitur Nilai Kredit Bulan Pengajuan Realisasi Pengajuan Realisasi (%) (%) (Rp. Ribu) (Rp. Ribu) (orang) (orang) Januari 6 4 67 925,000 605,000 65 Febuari 6 3 50 735,000 535,000 72 Maret 9 6 67 1,390,000 960,000 69 April 8 6 75 1,140,000 845,000 74 Mei 7 5 71 1,090,000 780,000 71 Juni 8 6 75 860,000 640,000 74 Juli 9 5 56 810,000 510,000 62 Agustus 6 4 67 550,000 415,000 75 September 6 3 50 500,000 315,000 63 Oktober 7 4 57 730,000 455,000 62 November 6 6 100 1,375,000 1,075,000 78 Desember 7 5 71 1,215,000 975,000 80 Jumlah 85 57 67 11,320,000 8,110,000 71 Sumber : UKC BNI Karawang, 2011 (diolah)
Tabel 4 menunjukkan kinerja UKC cabang Karawang dalam proses penyaluran dan realisasi kredit BNI Tunas Usaha periode Januari sampai dengan Desember 2010.
Selama periode tersebut UKC cabang Karawang telah
merealisasikan kredit BTU sebesar 8 milyar lebih dengan total debitur sebanyak 57 nasabah. Nilai realisasi tersebut jauh lebih rendah dari total pengajuannya yang berjumlah lebih dari 11 milyar dengan jumlah calon debitur sebanyak 85 orang/usaha. Banyaknya jumlah pengajuan kredit BTU tidak sejalan dengan banyaknya jumlah kredit BTU yang direalisasikan. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat realisasi
kredit BTU pada UKC cabang
Karawang. Usaha yang belum layak, penyertaan sejumlah agunan dalam pengajuan kredit, serta karakter dari masing-masing individu merupakan sebagian dari faktor penting yang dipertimbangkan dalam penyaluran kredit BTU sebagai kredit yang diprioritaskan bagi sektor UMKM. Pada dasarnya, produk BTU telah didesain dan diperuntukkan bagi usaha kecil dengan proses aplikasi yang lebih mudah dan cepat. Prosedur yang diterapkan dalam proses penyaluran BTU tidak jauh berbeda dengan prosedur penyaluran KUR yang ditetapkan oleh Pemerintah, karena produk BTU itu sendiri merupakan perpanjangan dari program KUR milik Pemerintah. Kemudahan aplikasi ini diantaranya berupa persyaratan umur usaha yang hanya 1 tahun untuk bisa dibiayai dan izin usaha yang cukup dari kantor kecamatan setempat. Lama proses realisasi kredit BNT lebih kurang 10 hari kerja. Penyesuaian dilakukan mengingat bahwa UMKM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan usaha lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mekanisme penyaluran kredit bagi UMKM berbeda dengan penyaluran kredit bagi usaha besar. Sedikit prosedur yang berbeda dalam proses penyaluran kredit BTU ini adalah dimana setiap calon nasabah wajib menyertakan sejumlah agunan minimal 30 persen dari total kredit yang akan direaliasikan. Proses penyaluran kredit BTU pada dasarnya melalui beberapa tahap atau prosedur, dimulai dari tahap permohonan kredit yang dilakukan oleh nasabah hingga tahap proses pengawasannya. Penerapan prosedur tersebut bertujuan untuk meminimalkan terjadinya tunggakan atau kredit macet yang berdampak pada besarnya nilai NPL dari pada UKC cabang Karawang. Selama periode Januari –
Desember 2010, nilai NPL pada UKC Karawang adalah 3,123. Nilai tersebut relatif besar walaupun dalam sebenarnya masih pada taraf aman. Oleh karena itu pihak UKC Karawang sebagai penyalur kredit BTU harus dapat mencermati bagaimana karakteristik dari calon nasabah dan usahanya untuk dapat menekan nilai NPL pada UKC Karawang. Dari uraian diatas, maka diperoleh perumusan masalah yang akan dibahas di dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana prosedur dan mekanisme penyaluran kredit BTU pada UKC cabang Karawang ? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap realisasi kredit BTU di UKC cabang Karawang. 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai
melalui penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis prosedur dan mekanisme penyaluran kredit BNI Tunas Usaha pada UKC Cabang Karawang.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap realisasi kredit BNI Tunas Usaha di UKC Cabang Karawang.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi
pihak yang berkepentingan, baik penulis, mahasiswa, maupun UKC Karawang. Bagi penulis yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh pada saat kuliah, serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang kredit serta pengalaman praktis dalam dunia perbankan. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka dan referensi dan bahan pustaka untuk penelitian yang akan dilakukan. Bagi pihak UKC Karawang, diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi penentuan kebijakan selanjutnya dalam upaya meningkatkan total penyaluran kredit BTU sesuai dengan target dan tepat sasaran.
3
Hasil wawancara dengan pimpinan UKC Cabang Karawang, 2011.