I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan
sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk ke dalam subsektor tanaman bahan pangan menyumbang kontribusi terbesar pada PDB sektor pertanian dibandingkan dengan subsektor lainnya. Kontribusi subsektor tanaman bahan pangan mengalami kenaikan dari tahun 2006 sampai tahun 2009. Sumbangan subsektor tanaman bahan pangan, yaitu tanaman pangan dan hortikultura terhadap PDB sektor pertanian berkisar 6-7 persen. Angka tersebut memberikan sumbangan hampir 50 persen dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional. Tabel 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia pada Tahun 2006-2009 Lapangan Usaha
Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) 2006 2007 2008* 2009**
Lapangan usaha Sektor Pertanian 13,0
13,7
14,5
15,3
a. Tanaman Bahan Makanan
6,4
6,7
7,1
7,5
b. Tanaman Perkebunan
1,9
2,1
2,1
2,0
c. Peternakan
1,5
1,6
1,7
1,9
d. Kehutanan
0,9
0,9
0,8
0,8
2,2
2,5
2,8
3,2
e. Perikanan Keterangan Sumber
: *) Data sementara **) Data sangat sementara : Badan Pusat Statistik (2010), diolah
Produk hortikultura terdiri dari beberapa kelompok komoditas diantaranya adalah buah-buahan, sayuran, tanaman biofarmaka dan tanaman hias. Penelitian ini berfokus pada komoditi hortikultura buah-buahan yakni buah pepaya. Jika dilihat dari sisi ekonomi, buah-buahan merupakan produk hortikultura yang memberikan sumbangan terbesar terhadap nilai PDB hortikultura dibandingkan dengan produk hortikultura lainnya. Pada tahun 2008 nilai PDB produk buahbuahan mencapai nilai 42.660 milyar (Tabel 2).
1
Tabel 2. Nilai PDB Hortikultur Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia pada Tahun 2007-2008 Kelompok komoditas
PDB (Milyar) Tahun 2007
peningkatan (%)
tahun 2008
Buah-buahan
42.362
42.660
4.02
Sayuran
25.587
27.423
7.18
Tanaman Biofarmaka
4.105
4.118
0,32
Tanaman Hias
4.741
6.091
28,48
Total 76.795 80.292 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009)
4,55
Jumlah produksi berbagai macam buah-buahan yang dihasilkan di Indonesia masih berfluktuasi, namun cenderung mengalami peningkatan produksi dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 yang menyajikan data produksi buah-buahan di Indonesia pada tahun 2000-2009. Jika dilihat secara agregat, jumlah produksi buah-buahan dibandingkan dengan komoditi hortikultura lainnya memiliki nilai yang tertinggi, yakni 17.116.622 ton pada tahun 2007. Terjadi peningkatan produksi pada tahun 2008 menjadi 18.241.248 ton, atau meningkat sebesar 7,15 persen. (Tabel 3). Tabel 3. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008 No
Kelompok komoditas
Produksi Tahun 2007
1
Buah-buahan (Ton)
2 3
Sayuran (Ton)
17.116.622
18.241.248
7,15
9.455.464
10.393.407
9,92
Tan. Hias Potong (Tangkai)
9.189.976
11.037.463
1,89
Dracaena (Batang)
2.041.962
2.355.403
12,10
15.775.751
16.597.668
9,00
1.171.768
1.304.178
15,20
474.911.940
489.702.035
3,11
Tanaman Hias :
Melati (Kg) Palem (Pohon) 4
peningkatan (%)
tahun 2008
Tanaman Biofarmaka (Kg)
Rata-rata Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009)
7,43
Peningkatan jumlah produksi buah-buahan sejalan dengan pertambahan luas areal panen untuk komoditi buah-buahan. Terlihat pada Tabel 4, luas areal panen komoditi buah-buahan pada tahun 2007 adalah 756.766 hektar. Terjadi peningkatan sebesar 7,22 persen menjadi 811.408 hektar di tahun 2008. Peningkatan luas areal panen buah-buahan menempati urutan kedua setelah komoditi sayuran yang meningkat sebesar 8,06 persen. Peningkatan luas areal
2
panen ini harus terus dikembangkan karena hortikultura memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan bahan pangan. Buahbuahan merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan untuk keseimbangan gizi tubuh, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Tabel 4. Perkembangan Luas Panen Komoditas Hortikultura di Indonesia pada Tahun 2007-2008 Kelompok komoditas
Luas Panen Tahun 2007
Buah-buahan (Ha)
peningkatan (%)
tahun 2008
756.766
811.408
7,22
1.001.606
1.082.316
8,06
Tanaman Hias (Ha)
18.162
18.527
2,01
Tanaman Biofarmaka (Ha)
25.055
25.846
3,16
Sayuran (Ha)
Rata-rata Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah
6,15
Masyarakat sebagai konsumen dari produk buah-buahan yang dihasilkan petani, merupakan pasar yang sangat potensial. Konsumsi masyarakat akan buahbuahan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal tersebut diikuti pula dengan peningkatan ketersediaan buahbuahan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 5, konsumsi masyarakat akan buah-buahan meningkat sebesar 4,29 persen dari tahun 2007 ke tahun 2008, yang diikuti oleh peningkatan ketersediaan buah-buahan senilai 3,47 persen. Tabel 5. Ketersedian dan Konsumsi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2007-2008 Tahun
Ketersediaan (kg/th/kapita)
konsumsi (kg/th/kapita)
2007
72,93
34,06
2008
75,46
35,52
peningkatan (%) 3,47 Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (2009), diolah
4,29
Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan buah-buahan dapat disalurkan melalui pasar yang tersebar di Indonesia, baik pasar tradisional maupun pasar modern. Masyarakat akan lebih mudah mengakses kebutuhan melalui pasar dibandingkan jika harus datang membeli langsung pada petani. Pasar-pasar
3
tersebut, terutama pasar modern dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan pasokan buah-buahan dengan kuantitas yang cukup, kualitas yang baik dan kontinyuitas. Sejauh ini kebutuhan pasokan buah-buahan pada pasar modern tidak dapat dipenuhi oleh petani secara individu. Petani harus membentuk suatu kelompok tani dan menjual produk yang mereka hasilkan ke pasar melalui berbagai perantara seperti pengumpul maupun pedagang besar. Berdasarkan hal tersebut, Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Pemkab Bogor bersama Dinas Pertanian (Distan) Pemkot Bogor berencana memaksimalkan Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya, yang berfungsi sebagai pemasok hasil-hasil pertanian.1 Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan jawaban atas fenomena yang selama ini berkembang dalam tatanan pemasaran komoditas pertanian. Pemasaran komoditas pertanian mempunyai mata rantai panjang, mulai dari petani, produsen, pedagang, pengumpul, pedagang besar yang mengakibatkan kerugian. Adanya STA Rancamaya di Kota Bogor yang merupakan infrastruktur pemasaran dapat menjadi tempat transaksi jual beli, serta sebagai wadah yang dapat mengkoordinasikan berbagai kepentingan pelaku agribisnis. Hal tersebut didukung dengan adanya sarana prasarana pengemasan, sortasi, grading, penyimpanan, ruang pameran (operation room), transportasi, pelatihan serta merupakan tempat saling berkomunikasi bagi para pelaku agribisnis dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang dihadapi.2 Produk yang menjadi fokus dalam pengembangan STA Rancamaya saat ini adalah produk hortikultura buah-buahan. Dalam menjalankan fungsinya, STA Rancamaya bekerjasama dengan para petani dan pasar-pasar yang menampung buah-buahan yang dihasilkan oleh petani. Saat ini petani yang tergabung dengan STA Rancamaya berjumlah sembilan belas petani yang beralamat di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor, namun hanya beberapa petani yang dapat memasok buahbuahan secara kontinyu. Buah-buahan yang dipasok oleh petani cukup beragam,
1
Koran Bogor. 2011. Distanhut Akan Maksimalkan STA Rancamaya. http://koranbogor.com/nusantara/08/02/2011/distanhut-akan-maksimalkan-sta.html [13 Maret 2011] 2 STA Rancamaya Bogor. 2010. Profil STA Rancamaya Bogor. http://starancamaya.wordpress.com/profil/ [13 Maret 2011]
4
antara lain adalah pepaya california, pepaya bangkok, bengkuang, jambu klutuk merah, manggis, alpukat, dan sirsak. Konsumen yang menjadi mitra STA Rancamaya adalah pasar tradisional dan pasar modern, diantaranya PT. Hero Supermarket, toko buah, dan pedagang kecil. Bentuk kerjasama yang terjalin antara STA dengan para konsumennya berbeda-beda tergantung pada kesepakatan. Kerjasama dengan pasar modern membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan pasar tradisional. Pasar modern memberlakukan aturan yang lebih ketat mengenai kualitas, kuantitas serta kontinyuitas pasokan buah. Perlu dijalin kerjasama yang baik antara STA dengan para mitranya untuk mengoptimalkan fungsi STA Rancamaya sebagai distributor produk buah-buahan dari petani menuju pasar. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh STA harus dikelola dengan baik agar berjalan dengan optimal. Terlebih lagi distribusi yang dilkakukan untuk pasar modern. Berdasarkan hal tersebut, penting untuk mengetahui bagaimana komposisi distribusi produk buah pepaya secara optimal agar fungsi dari STA dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan keuntungan maksimal. 1.2.
Perumusan Masalah Salah satu manfaat STA yang merupakan infrastruktur pemasaran adalah
memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis. Hal tersebut antara lain meliputi, STA sebagai pusat transaksi hasilhasil agribisnis, memperbaiki infrastruktur pasar, cara dan jaringan pemasaran, sebagai pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian (Setiajie, 2004a). Begitu pula dengan STA Rancamaya Bogor yang berupaya untuk memperpendek jalur pemasaran produk pertanian dari petani langsung menuju pasar. Kegiatan yang dilakukan oleh STA Rancamaya berkaitan dengan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran adalah mendistribusikan buah-buahan yang diproduksi oleh petani yang telah bergabung dengan STA langsung menuju pasar. Proses pengumpulan buah pepaya dari petani yang beralamat di wilayah Bogor menuju STA Rancamaya dibedakan menjadi dua cara, yaitu buah pepaya diantar oleh petani menuju STA atau diambil oleh petugas STA. Petani yang
5
memiliki kendaraan memilih untuk mengantarkan sendiri buah pepaya yang mereka produksi menuju STA, namun bagi petani yang tidak memiliki kendaraan maka pihak STA yang akan mengambil buah-buahan tersebut ke tempat petani. Buah pepaya yang telah terkumpul tersebut kemudian akan didistribusikan menuju pasar sesuai dengan jumlah permintaan pasar. Salah satu permasalahan yang dihadapi STA dalam melakukan proses distribusi adalah persentase biaya transportasi produk yang cukup tinggi. Berdasarkan data laporan laba rugi STA yang dapat dilihat pada Lampiran 2, biaya transportasi buah-buahan pada tahun 2009 mencapai Rp 72.265.000,00 yakni sekitar 38,4 persen dari laba kotor yang dihasilkan sebesar Rp 188.176.630,00. Besarnya biaya transportasi, dikarenakan jauhnya jarak pendistribusian produk dan frekuensi pengiriman produk. Permasalahan lain yang perlu disoroti adalah terkait dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk yang diinginkan oleh pasar. Berdasarkan hal tersebut maka pihak STA harus melakukan proses distribusi produk yang baik agar permintaan dapat dipenuhi sesuai dengan keinginan pasar. Pelaksanaan kegiatan distribusi bukanlah hal yang mudah, mengingat bahwa karakteristik dari buah pepaya yang mudah rusak dan cepat busuk. Risiko rusaknya buah pepaya saat proses distribusi mungkin saja terjadi, seperti yang belum lama ini dialami oleh STA. Pada bulan Februari 2011, sebanyak 60 kilogram buah pepaya dikembalikan oleh konsumen dikarenakan buah pepaya tersebut berjamur dan busuk. Berjamurnya buah pepaya diduga karena proses penanganan buah yang kurang berhati-hati. Terjadinya benturan pada buah pepaya saat proses distribusi menyebabkan rusaknya buah pepaya dan akhirnya produk menjadi cepat busuk dan berjamur sebelum sempat dipasarkan. Dikembalikannya produk oleh konsumen dapat menimbulkan kerugian, hal tersebut juga dapat dikatakan biaya yang harus ditanggung oleh pihak STA. Seperti yang tampak pula pada Lampiran 2, retur penjualan pada tahun 2009 mencapai Rp 8.409.870,00 atau sekitar 4,47 persen dari laba kotor. Jika sering terjadi pengembalian produk oleh konsumen, maka hal tersebut akan berdampak pada ketidakpercayaan pihak konsumen serta penurunan permintaan.
6
Pada penelitian ini akan difokuskan pada distribusi buah pepaya. Hal tersebut dikarenakan buah pepaya merupakan komoditas utama yang dikelola oleh STA Rancamaya pada saat ini, dan tercermin dari lebih banyaknya jumlah buah pepaya yang disalurkan dibandingkan dengan jenis buah lainnya. Selain itu jumlah pasar yang dituju dalam distribusi buah pepaya ini berjumlah empat pasar, lain halnya dengan jenis buah lainnya yang hanya dipasarkan pada satu pasar. Oleh sebab itu perlu dikaji mengenai distribusi buah pepaya secara optimal. Proses pendistribusian buah pepaya pada masing-masing konsumen dilakukan dengan menggunakan satu kendaraan. Hal tersebut menyebabkan manajemen distribusi buah pepaya harus dilakukan dengan cermat, agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Terlebih lagi pasar utama dari produk buah pepaya ini adalah pasar modern, yaitu PT. Hero Supermarket. Maksud dari pasar utama disini adalah, sebagian besar produk petani yang didistribusikan oleh STA akan disalurkan menuju pasar modern tersebut. Oleh karena itu STA harus dapat mengoptimalkan fungsi kendaraan yang dimiliki agar distribusi produk berjalan dengan optimal. Sub Terminal Agribisnis perlu memiliki informasi yang tepat tentang jumlah total buah pepaya yang dikirim dan besarnya permintaan yang diinginkan oleh pasar agar efisiensi biaya distribusi dapat dilaksanakan. Selain itu, STA juga harus mengetahui besarnya biaya angkut dari daerah pemasok ke berbagai daerah tujuan pemasaran, sehingga STA dapat mengetahui bagaimana jumlah alokasi distribusi buah pepaya yang paling optimum ke berbagai daerah tujuan pemasaran dengan biaya yang paling rendah. Atas dasar hal tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya? 2. Bagaimana struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya? 3. Bagaimana komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya?
7
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pola distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya. 2. Menganalisis struktur biaya distribusi buah pepaya pada STA Rancamaya. 3. Menganalisis komposisi distribusi optimal buah pepaya pada STA Rancamaya. 1.4.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini diharapkan berguna untuk STA Rancamaya, sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan penentuan komposisi distribusi buah pepaya yang optimal dalam upaya menjalankan fungsinya sebagai infrastruktur pemasaran produk agribisnis. 2. Bagi penulis, berguna untuk menambah pengetahuan dan sebagai media untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama di bangku kuliah. 3. Bagi pembaca, penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. 1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis optimalisasi distribusi, yakni
distribusi buah pepaya dari pemasok yang berhubungan langsung dengan STA menuju ke pasar yang berhubungan langsung dengan STA. Dalam penelitian ini tidak dianalisis proses sebelum pemasok mendapatkan produk ataupun setelah pasar memperoleh produk dari STA. Penelitian ini menganalisis optimalisasi dari faktor biaya saja, sedangkan faktor lainnya dianggap cateris paribus.
8