BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pulau Bali, merupakan barometer perkembangan pariwisata nasional. Pulau ini tidak hanya terkenal di dalam negeri tetapi juga di mancanegara. Sektor pariwisata menjadi sektor andalan bukan hanya oleh pemerintah daerah, tetapi juga sebagian lapisan masyarakatnya. Sumbangan sektor pariwisata terhadap pendapatan nasional (PDB) tahun 2009 sebesar Rp 750.605 milyar (13,4%) dan menyediakan lapangan kerja sebanyak 21.947.823 orang. Kunjungan wisatawan ke Indonesia dan Bali dari tahun ke tahun terus meningkat sebagaimana diungkapkan pada Tabel 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat kunjungan wisman ke Bali dan Indonesia dari tahun 2009 – 2010 masing- masing mengalami peningkatan sebesar 7,60% dan 10,74%. Tabel 1. Jumlah Kunjungan Wisman ke Indonesia dan Bali Tahun 2009-2010 Tahun 2009 2010
Jumlah kunjungan wisman ( orang) ke Bali ke Indonesia 2.384.819 6.323.730 2.566.023 7.002.944
Sumber: BPS Provinsi Bali (2010) Dengan peningkatan kunjungan wisatawan yang cukup besar tersebut, maka salah satu konsekuensinya adalah dengan menyiapkan daya dukung yang memadai misalnya dengan mengembangkan obyek wisata baru seperti agrowisata. Agrowisata sangat potensial terlebih-lebih Bali memiliki keindahan alam yang bervariatif.
1
2
Wisatawan yang berkunjung ke Bali belakangan ini memiliki kecenderungan tidak sekedar menikmati keunikan sosial budaya tetapi memiliki perhatian juga terhadap lingkungan yang semakin meningkat (Sudibya, 2002). Kecenderungan ini mengisyaratkan,
pariwisata
Bali
sebaiknya
lebih
diperkaya
lagi
dengan
bentuk/produk pariwisata yang lainnya, tidak sekedar menampilkan produk yang telah ada sebagai wisata budaya. Sektor andalan lain yang ada di Bali adalah sektor pertanian. Sektor pertanian menyumbang sebesar 12,10% terhadap PDRB Bali 2010. Pada tahun 2009 menyerap sebanyak 704.282 orang (34,24%) dari total tenaga kerja yang bekerja (BPS Provinsi Bali, 2009). Dengan demikian, untuk meningkatkan PDRB dari kedua sektor andalan, pariwisata dan pertanian, maka salah satu alternatifnya adalah pengembangan obyek agrowisata. Agrowisata paling mungkin dikembangkan, karena Bali memang memiliki potensi besar sebagai pendorong diversifikasi produk pariwisata sekaligus produk pertanian. Agar agrowisata dapat berkelanjutan maka agrowisata yang dikembangkan menggunakan pendekatan sistem yang holistik, memenuhi kriteria secara ekonomi menguntungkan, ramah lingkungan, dapat diterima oleh masyarakat, dan secara teknis dapat diterapkan oleh pelaku agrowisata. Canera, dkk. (1995) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan agrowisata. Hal ini berarti bahwa perlu memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran sosial, yang bukan sebagai subjek pasif dalam mengelola sumberdaya. Adanya kegiatan agrowisata haruslah menjamin kelestarian lingkungannya terutama yang terkait dengan sumberdaya yang dapat diperbaharui
3
(renewable resources) seperti sumberdaya hutan, ikan, tanah, dan air. Hal ini dapat menjamin peningkatan dan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Agrowisata juga mampu menjaga keberlajutan sektor pertanian dan menghindarkan sektor pertanian dari proses marginalisasi. Pengembangan agrowisata harus sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan. Sebab hal ini akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan agrowisata secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi agrowisata. Untuk mengembangkan agrowisata ini, diperlukan dukungan semua pihak, yakni pemerintah, pengusaha agrowisata, lembaga perjalanan wisata, perhotelan, perguruan tinggi dan masyarakat. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya agrowisata dalam bentuk kemudahan perijinan dan lainnya. Intervensi pemerintah terbatas kepada pengaturan agar tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan. Saat ini sejumlah kawasan sedang dikembangkan berbagai kawasan agrowisata. Tampak perbedaan model pengelolaan agrowisata yang satu dengan
4
yang lainnya. Pengembangan agrowisata terlihat ada yang berbasis modal yang dilakukan oleh investor (capital-based agrotourism) atau pun agrowisata berbasis masyarakat (community-based agrotourism). Agrowisata berbasis modal seperti yang dilakukan oleh Ir. Edy Antoro pada tahun 1989 dengan membuka empat hektar kebun apel di kawasan Batu Malang. Kemudian berkembang menjadi agrowisata dengan atraksi wisata petik apel. Ide wisata petik apel tersebut muncul dari kekecewaan menikmati harga jual apel di pasaran hanya sebesar Rp 1.900,00/kg tahun 2002. Dengan atraksi wisata petik apel, produksi apel dapat dijual di pohon seharga Rp 2.500,00/kg. Di
wilayah
Badung
Utara,
penataan
kawasan
agrowisata
telah
dikembangkan oleh investor yang berasal dari Desa Sibangkaja, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Di desa ini dapat diketahui proses budidaya ulat sutera. Dimulai dari pengenalan ulat sutera, budidaya tanaman murbei, pemeliharaan ulat hingga proses pembuatan benang sekaligus menenun kain sutera, sehingga menjadi kaain sutera yang berkualitas tinggi. Agrowisata ”Sutera Sari Segara” ini adalah salah satu obyek agrowisata berbasis modal di Bali. Sementara itu di Kabupaten Karangasem saat ini tengah dikembangkan agrowisata yang dipusatkan pada Agrowisata Salak Dukuh Sibetan, yang terletak di Dusun Dukuh Sibetan, Kecamatan Bebandem. Di tempat ini wisatawan dapat menikmati potensi alam Dusun Dukuh yang indah dengan paket-paket wisata kebun salak yang telah ditata sedemikian rupa sehingga wisatawan dapat menikmati keindahan panorama kebun salak. Berbagai paket wisata telah disiapkan, antara lain menikmati paket wisata petik salak, atraksi pengolahan buah salak menjadi beberapa
5
produk olahan seperti wine, keripik, manisan dan dodol salak. Bagi wisatawan yang menginap disediakan homestay yang berlokasi di rumah penduduk. Kamar-kamarnya telah ditata rapi untuk memberi kenyamanan kepada wisatawan. Semua kegiatan ini dikelola oleh masyarakat setempat. Perkembangan kedua agrowisata tersebut menimbulkan dampak bagi masyarakat di sekitar kawasan itu.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
terhadap perbandingan dampak dari berdirinya kedua agrowisata tersebut.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1.
Bagaimana dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dari model agrowisata berbasis modal dan masyarakat?
2.
Bagaimana perbedaan dampak
sosial, ekonomi dan lingkungan dari model
agrowisata berbasis modal dan masyarakat?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Mengetahui dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dari model agrowisata berbasis modal dan masyarakat.
2.
Mengetahui perbedaan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dari model agrowisata berbasis modal dan masyarakat.
6
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut. 1. Sebagai informasi bagi pelaku agrowisata bahwa aktivitas agrowisata merupakan sinergi sumber pendapatan antara usahatani dan penjualan atraksi wisata, penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, dan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. 2. Sebagai informasi dalam pengambilan kebijakan bagi para eksekutif mengenai
model agrowisata yang memberikan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan yang lebih besar. 3. Bagi ilmu pengetahuan, memberikan kontribusi sain dan teknologi pengembangan agrowisata yang bermanfaat bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian ekploratif untuk mendeskripsikan keberadaan model agrowisata berbasis modal dan agrowisata berbasis masyarakat. Keduanya berpotensi memberikan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan. Analisis ditekankan pada analisis deskriptif kualitatif, dan komparasi dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan di antara kedua model pengembangan agrowisata. Pada penelitian ini diambil kasus agrowisata berbasis modal di Kabupaten Badung dan agrowisata berbasis masyarakat di Kabupaten Karangasem. Model mana yang berdampak lebih baik akan direkomendasikan untuk dikembangkan di Bali.