BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km dan memiliki kondisi fisik lingkungan serta iklim yang beragam (Supriharyono, 2006). Total luas wilayah Indonesia sekitar 9 juta km2 yang terdiri atas 2 juta km2 daratan dan 7 juta km2 lautan (Polunin, 1983). Oleh karena itu, Indonesia mempunyai ekosistem pesisir yang luas dan beragam. Ekositem pesisir terbentang pada jarak 5.000 km dari timur ke barat dan pada jarak 2.500 km dari arah utara ke selatan. Ekosistem pesisir dan laut meliputi estuaria, hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, ekosistem pantai dan ekosistem pulau-pulau kecil. Komponen-komponen yang menyusun ekosistem pesisir dan laut perlu dijaga dan dilestarikan karena menyimpan sumber keanekaragaman hayati. Salah satu komponen ekosistem pesisir dan laut adalah hutan mangrove. Ekosistem
mangrove
merupakan
ekosistem
peralihan
antara
ekosistem daratan dengan ekosistem lautan (Kusmana, 2009). Oleh karena itu, ekosistem mangrove mempunyai fungsi spesifik yang tergantung pada dinamika di dalam ekosistem daratan dan lautan. Mangrove merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources). Mangrove menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak 1
langsung) dan pelayanan perlindungan lingkungan seperti proteksi terhadap abrasi, pengendali intrusi air laut, mengurangi tiupan angin kencang, mengurangi kecepatan arus gelombang, rekreasi, dan pembersih air dari polutan. Semua sumberdaya dan jasa lingkungan disediakan secara gratis oleh ekosistem mangrove. Hal ini berarti bahwa mangrove menyediakan berbagai jenis produk dan jasa yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan berbagai kegiatan ekonomi baik skala lokal, regional, maupun nasional serta sebagai penyangga sistem kehidupan masyarakat sekitar hutan. Kesemua fungsi mangrove tersebut akan tetap berlanjut kalau keberadaan ekosistem mangrove dapat dipertahankan dan pemanfaatan sumberdayanya berdasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini berarti mangrove berperan sebagai sumberdaya renewable dan penyangga sistem kehidupan jika semua proses ekologi yang terjadi di dalam ekosistem mangrove dapat berlangsung tanpa gangguan (Syamsurisal, 2011). Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian alam telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis. Berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %) ternyata dalam kondisi rusak parah di antaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di luar kawasan hutan. Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th. 2
Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki potensi hutan mangrove yang cukup besar. Mangrove di Taman Nasional Alas Purwo tersebar pada beberapa lokasi mulai dari yang memiliki luas hanya beberapa hektar hingga yang memiliki luas ratusan hektar. Hutan mangrove terluas berada di Segoro Anak (SPTN Wilayah I Tegaldlimo seluas ± 686 ha) dan teluk Pangpang (SPTN Wilayah II Muncar seluas ± 198 Ha). Selain itu masih terdapat beberapa tempat yang memiliki hutan mangrove diantaranya di Perpat dan Sumur Tong. Berdasarkan data dari Balai Taman Nasional Alas Purwo (2012) bahwa penelitian tentang mangrove umumnya banyak dilakukan di kawasan Segoro Anak sedangkan di kawasan Teluk Pangpang masih sangat sedikit adanya penelitian tersebut. Manfaat mangrove bagi masyarakat di Teluk Pangpang terutama dari produksi ikan, hanya saja dalam memenuhi keperluan hidupnya itu dilakukan dengan cara mengintervensi ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya pengambilan kayu mangrove untuk bahan bangunan dan pengambilan cacing mangrove (garek). Hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis. Salah satu fungsinya adalah sebagai penghasil sejumlah besar detritus terutama yang berasal dari serasah (daun, ranting, bunga dan buah yang gugur). Sebagian detritus ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan oleh fauna benthos pemakan detritus, sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi unsur hara yang berperan dalam penyuburan perairan (Syamsurisal, 2011). Pengangkutan 3
detritus ke arah perairan dikontrol melalui mekanisme pasang surut (Djamali, 2004). Organisme benthos memainkan peranan penting dalam komunitas dasar karena fungsinya dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik yang tertangkap di lingkungan perairan (Lind, 1979). Kerusakan habitat mangrove akan merusak siklus rantai makanan bagi seluruh biota ekosositem mangrove (Syamsurisal, 2011). Oleh karena itu apabila salah satu ekosistem tersebut terganggu maka ekosistem lain ikut terganggu pula keseimbangannya. Untuk itu ekosistem mangrove perlu dipertahankan agar tercipta bentuk sinergi keseimbangan lingkungan sehingga pelayanan jasa dan produksi yang diberikan dapat dipergunakan secara berkelanjutan (Djamali, 2004). Banyaknya organisme yang berada di lantai hutan maka menyebabkan kesulitan untuk mengkategorikan organisme bentik dalam rantai makanan. Pada umumnya penelitian hanya mengkaji pada vegetasinya saja. Oleh karena itu, peranan benthos dalam proses dekomposisi awal di hutan mangrove sangat penting maka diperlukan penelitian tentang klasifikasi benthos agar mudah dipelajari serta dapat menjaga keseimbangan dan kelestarian ekosistem mangrove di Teluk Pangpang, Taman Nasional Alas Purwo. 1.2
Perumusan Masalah Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove (Kusuma, 2002). Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis
4
satwa baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat sementara (Bengen, 1999). Hutan mangrove di Taman Nasional Alas Purwo termasuk ekosistem hutan tropika yang sangat unik dan memiliki kealamian yang masih baik (Satyasari, 2010). Keunikan yang tidak selalu dapat ditemukan di daerah atau di negara lain maka perlu adanya upaya konservasi dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan hutan mangrove bertujuan agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Mengkonservasi bukan berarti tidak boleh memanfaatkan. Hal ini berarti bahwa kesejahteraan rakyat dapat meningkat tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan kepentingan generasi yang akan datang. Benthos sering juga digunakan untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia, biologi suatu periaran dan sebagai dekomposisi awal di
hutan
mangrove.
Oleh
karena
itu
untuk
dapat
menjaga
dan
mempertahankan keseimbangan serta kelestarian hutan mangrove di Teluk Pangpang, Taman Nasional Alas Purwo diperlukan data dan informasi mengenai kondisi habitat, klasifikasi keanekaragaman dan kelimpahan benthos serta faktor yang mempengaruhi klasifikasi tersebut. 1.3
Tujuan Penelitan Tujuan penelitian adalah : 1. Membuat klasifikasi benthos berdasarkan karakteristik habitat mangrove di Teluk Pangpang, Taman Nasinal Alas Purwo.
5
2. Mengetahui faktor
utama
yang paling berpengaruh terhadap
pengklasifikasian benthos di Teluk Pangpang, Taman Nasional Alas Purwo. 1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini berupa informasi dan data mengenai klasifikasi benthos yang merupakan bagian dari ekosistem mangrove serta faktor yang mempengaruhinya. Semakin menurunnya keanekaragaman dan kelimpahan benthos menunjukkan bahwa kawasan tersebut memiliki kekayaan jenis yang kecil, produktivitas yang rendah, dan adanya tekanan ekologis yang berat dari lingkungan sekitar (Destiana, 2012). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dalam pengelolaan kawasan hutan mangrove Taman Nasional Alas Purwo agar tetap terjaga dan lestari. Data tersebut juga dapat digunakan dalam upaya rehabilitasi dan pengelolaan pada daerah lain yang memiliki bentang lahan yang mirip dengan kawasan mangrove Teluk Pangpang.
6
Gambar 1. Skema Alur Pikir Penelitian Klasifikasi Dan Kelimpahan Benthos Berdasarkan Karakteristik Habitat Mangrove Di Teluk Pangpang Taman Nasional Alas Purwo 1. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai penghasil sejumlah detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang gugur (Bengen, 2004). 2. Interaksi antara faktor fisik, kimia, dan biologi tidak dapat dipisahkan. 3. Benthos berperan sebagai dekomposer awal dalam hutan mangrove serta sebagai bioindikator apabila terjadi perubahan lingkungan. 4. Keberlangsungan keseimbangan ekositem pada hutan mangrove dapat berjalan apabila rantai makanan yang terjadi tidak terputus
Pertanyaan : 1. Bagaimana kondisi habitat mangrove ? 2. Jenis benthos apa saja yang mendiami pada habitat mangrove tersebut ? 3. Bagaimana keanekaragaman dan kelimpahan benthos pada habitat tersebut ? 4. Bagaimana klasifikasi benthos berdasarkan habitat mangrove ? 5. Faktor utama apa yang mempengaruhi klasifikasi benthos? Penelitian
Indeks Keanekaragaman
Faktor Biotik : - Kerapatan - Plankton - Benthos
Indeks Kelimpahan Indeks Keanekaragaman Indeks Kemerataan Indeks Dominasi
Faktor Abiotik : - pH - Suhu - DO - Salinitas - Tekstur substrat Analisis Laboratorium Metode 1. Analisis cluster 2. Analisis Diskriminan Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
7