BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, baik dari segi luas wilayah maupun jumlah populasi. Wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang di ujung Pulau Sumatera hingga ke Merauke di Pulau Papua, yang terdiri dari beribu pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dari segi jumlah populasi, Indonesia turut pula mengungguli negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Bahkan untuk tingkat Asia, Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan populasi terbanyak setelah China dan India. Dari sudut pandang kepentingan negara-negara baik di tingkat regional maupun global, Indonesia dipandang strategis dan penting. Penilaian demikian bukan semata karena jumlah populasi yang mencapai hampir 250 juta penduduk yang menjadikannya potensial dari aspek ekonomi bagi kepentingan negara-negara besar, namun mencakup pula dari aspek politik dan keamanan. Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara yang kuat di kawasan. Secara geografis, Indonesia memiliki 2/3 perairan di Asia Tenggara dan berada di jalur perdagangan internasional atau Sea Lanes of Trade (SLOT) dan jalur komunikasi internasional atau Sea Lanes of Communication (SLOC) yang menghubungkan dua samudra besar, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Di tingkat regional Asia Tenggara, Indonesia juga memainkan peran penting, termasuk peran kepemimpinan de facto Indonesia dalam ASEAN. Dari segi ekonomi, Indonesia
1
menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif sekaligus merupakan pasar yang potensial dengan jumlah penduduk yang besar. Sementara dalam bidang keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan. Dengan pelbagai modal seperti yang dijelaskan di atas, maka tidak mengherankan jika Indonesia disebut sebagai pemimpin de facto Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Hal ini juga didukung dengan prinsip yang dianut Indonesia yaitu politik luar negeri yang bersifat bebas dan aktif. Politik luar negeri Indonesia yang demikian dianggap ‘bersahabat’ sekaligus mengindikasikan bahwa Indonesia tidak akan pernah berpihak pada satu kekuatan atau aliansi tertentu. Di samping itu, melalui Deklarasi Bangkok, Indonesia merupakan salah satu founding fathers of ASEAN, bersama dengan Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura, yang dibentuk pada 8 Agustus 1967. Sebagai pemimpin ASEAN, Indonesia telah berkali-kali dipercaya untuk memimpin pelbagai pertemuan dan forum yang digelar negara-negara ASEAN. Sebagai contoh, Indonesia memimpin Pertemuan Menteri Pertahanan Negaranegara ASEAN 2011 (ASEAN Defence Ministerial Meeting/ADMM 2011) yang diselenggarakan sekali setahun,1 memimpin negara ASEAN dalam pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup (Informal ASEAN Ministerial Meeting on Environment/IAMME) yang diselenggarakan pada tahun 2013, pemimpin ASEAN Ministerial Meeting, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ASEAN), Southeast Asian Nuclear-Weapon-Free Zone (SEANWFZ) dan ASEAN Regional Forum (ARF).
2
Politik luar negeri bebas aktif yang dipegang teguh oleh Indonesia turut pula meningkatkan kepercayaan dari negara-negara ASEAN untuk menjadikan Indonesia sebagai penengah konflik yang terjadi antar anggota di kawasan. Kepercayaan terhadap Indonesia bahkan dipercaya hingga ke tingkat regional Asia Pasifik, dimana Indonesia berperan sebagai penengah ketegangan yang terjadi antara dua kekuatan besar, China dan Amerika Serikat di Laut China Selatan. Sementara konflik yang pernah terjadi di kawasan Asia Tenggara seperti konflik antara Thailand dan Kamboja akibat sengketa perbatasan terhadap Kuil Preah Vihear, Indonesia sukses sebagai mediator ketika Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mampu mendamaikan kedua negara di PBB pada 14 Februari 2011.2 Lebih lanjut lagi, Indonesia selaku ketua ASEAN pada tahun 2011 senantiasa dapat memberikan kontribusi pemikiran yang konkrit bagi perkembangan ASEAN sebagai sebuah building block (kawasan pembangunan). Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN sejak tanggal 1 Januari 2011 hingga akhir tahun 2011 dengan mengusung tema “ASEAN Community in a Global Community of Nations”. Keketuaan Indonesia diumumkan secara resmi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat penutupan KTT ASEAN ke-17 di Hanoi, Vietnam. Selama menjabat sebagai ketua, ASEAN berhasil mencetak angka nilai perdagangan pada tahun 2011 yang mencapai 1,6 triliun Dollar AS per tahun.3 Pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat selama dua periode sebagai Presiden Indonesia (2004-2014), Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menjadi leader state di 3
kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Upaya Indonesia menjadi leader state ini tentunya tetap sejalan dengan prinsip fundamental yang dipegang oleh Indonesia yaitu pelaksaanaan politik luar negeri bebas aktif. Dalam pelaksanaannya, Indonesia juga menaati kesepakatan dalam Deklarasi Bangkok bahwa negara-negara ASEAN sepakat untuk membangun kerjasama memajukan kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya yang dituangkan dalam prinsip ASEAN yaitu kerjasama, persahabatan, dan non-intervensi.4 Di samping itu, Indonesia juga aktif mendorong negara-negara kawasan untuk bersama menjaga stabilitas dan keamanan kawasan Asia Tenggara. Setiap konflik dan perselisihan yang terjadi harus diselesaikan dengan cara damai tanpa melibatkan penggunaan kekuatan militer (hard power). Hal ini sejalan pula dengan kepentingan nasional Indonesia yang terus mengupayakan agar tercapai keseimbangan dinamis (dynamic equilibrium), yaitu kondisi dimana tidak ada kekuatan dominan tunggal di kawasan dan berbagai negara berinteraksi secara damai dan menguntungkan.5 Secara spesifik di bidang pertahanan, Indonesia mengupayakan pelbagai kerjasama termasuk dengan melakukan diplomasi pertahanan dengan China dan merumuskan kebijakan pertahanan yang disebut dengan Kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF). Indonesia dan China, merupakan dua negara yang terletak di kawasan yang sama, Asia Pasifik. Di samping sebagai mitra strategis Indonesia, kedua negara ini dikenal pula dengan jumlah populasi penduduk yang padat yang sekaligus menjadikannya modal yang sangat besar untuk berkembang. Menanggapi 4
kenyataan bahwa China sedang melakukan modernisasi militer, Indonesia di bawah rezim Susilo Bambang Yudhoyono, di interval waktu 2004-2014, melakukan diplomasi pertahanan dengan China, sebagai salah satu usaha untuk mencapai kepentingan nasional. Melalui upaya diplomasi pertahanan, Indonesia berusaha untuk melakukan pendekatan kepada China melalui kerjasama pertahanan dan mengajak China untuk bersama menjaga stabilitas kawasan. Indonesia dan China saling mengunjungi negara masing-masing untuk melakukan dialog dan konsultasi, pertukaran informasi, mendeklarasikan kerjasama strategis yang disepakati kedua negara melalui penandatanganan Strategic Partnership pada tahun 2005 di Jakarta. Kedua negara juga saling bertukar perwira militer, pendidikan militer, juga mengadakan latihan bersama. Selain melakukan diplomasi pertahanan dengan China, di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia mulai menata pertahanannya dengan lebih baik. Diantara upaya yang dilakukan adalah berusaha membangun Kebijakan Kekuatan Pokok Minimum (MEF) dan meningkatkan anggaran pertahanan. Lembaga untuk mendorong terciptanya industri pertahanan dalam negeri yang kuat, yaitu Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), dibentuk.6 Hal ini penting untuk menyiapkan industri pertahanan yang mandiri di masa depan. Pada tahun 2004, di awal masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, baru terlihat adanya perumusan kebijakan jangka panjang di bidang pertahanan Indonesia yang lebih terencana dan lebih rapi, terutama dalam hal penguatan sektor pertahanan negara, mencakup doktrin, sistem, 5
serta kelembagaan. Penguatan postur pertahanan Indonesia terlihat hampir merata di ketiga postur pertahanan, yaitu darat, laut, dan udara. Berbeda dengan periode 2001-2004, di masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang lebih menekankan pada pembangunan postur pertahanan udara.7 Selain itu, Indonesia juga membuat kebijakan mulai dari menambah personil militer, peningkatan mutu sumber daya manusia prajurit militer, kecanggihan dan teknologi alat utama sistem persenjataan, mengajak rakyat untuk ikut bersama menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta berusaha untuk memproduksi secara independen beberapa alutsista tanpa menggantungkannya pada negara lain. Semua ini merupakan tujuan yang ingin dicapai Indonesia melalui pembangunan Kebijakan MEF. Dalam implementasi MEF, Indonesia tidak terlepas dari kerjasama internasional, baik bilateral maupun multilateral. Indonesia memaksimalkan hubungan dengan negara-negara kawasan melalui pembelian alutsista impor sebagai usaha Indonesia dalam memenuhi kebutuhan alutsista dalam negeri yang belum dapat diproduksi industri pertahanan nasional. Selain itu, pelaksanaan kerjasama ini merupakan landasan atau penguat kerjasama keamanan dengan negara lain. Kerjasama ini dimaksimalkan pula oleh Indonesia dengan mendorong negara-negara yang terdapat di kawasan agar bersama menjaga stabilitas kawasan dan menjadi penengah dalam konflik yang terjadi antar negara di kawasan.
6
Berdasarkan paparan latar belakang usaha Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara, Indonesia menetapkan berbagai kebijakan, khususnya kebijakan di sektor pertahanan. Berangkat dari kenyataan tersebut, timbul pertanyaan besar tentang bagaimana Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China dan membangun kebijakan MEF. Dalam hal ini, upaya, komitmen, dan kerja keras Indonesia dalam membangun kebijakan pertahanan, merupakan sebuah penelitian yang menarik untuk diteliti. B. Batasan dan Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis akan membuat batasan masalah dengan memfokuskan penelitian pada kebijakan pertahanan yang diterapkan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode kepemimpinan di Indonesia (2004-2009 dan 2009-2014). Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa penulis tidak akan membahas kebijakan pertahanan yang diterapkan pada masa presiden sebelum maupun setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dari batasan masalah tersebut, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Kebijakan pertahanan apa yang diterapkan Indonesia (2004-2014) dalam upaya menjadi leader state di Asia Tenggara dan bagaimana Indonesia membangun kebijakan tersebut?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan fokus penelitian penulis, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tujuan Umum Menguraikan upaya Indonesia untuk menjadi leader state di kawasan Asia Tenggara melalui perumusan kebijakan pertahanan pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode kepemimpinan (2004-2009 dan 2009-2014). 2. Tujuan Khusus a. Menguraikan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kebijakan
pertahanan Indonesia di interval waktu 2004-2014. b. Menguraikan kebijakan pertahanan yang diterapkan Indonesia sebagai upaya menjadi leader state di Asia Tenggara melalui diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan Kekuatan Pokok Minimum (MEF). c. Menguraikan alasan Indonesia memilih China dalam melakukan diplomasi pertahanan. d. Menguraikan perbandingan postur pertahanan negara-negara di Asia Tenggara. e. Menganalisa kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara. f. Untuk dasar penelitian lebih lanjut. Berdasarkan tujuan umum dan khusus tersebut, maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut. 8
1.
Manfaat Teoritis a. Diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa, akademisi, dan pengkaji di bidang ilmu Hubungan Internasional. b. Diharapkan dapat menambah khazanah (pengetahuan) dalam hal kebijakan pertahanan yang diterapkan Indonesia, khususnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama menjabat sebagai presiden Republik Indonesia dua periode (2004-2014).
2.
Manfaat Praktis a. Diharapkan dapat bermanfaat dan berkontribusi bagi kebijakan yang diterapkan Indonesia, secara khusus di bidang pertahanan. b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan (tinjauan) diterapkan
terhadap di
keberhasilan
Indonesia,
kebijakan-kebijakan
khususnya
kebijakan
di
yang bidang
pertahanan. D. Studi Literatur Dalam penelitian ini, penulis menemukan banyak literatur yang memiliki topik permasalahan serupa sebagaimana permasalahan yang ingin diteliti oleh penulis. Diantara literatur tersebut adalah artikel ilmiah yang mengemukakan argumen bahwa kebangkitan China telah memberikan dampak positif untuk Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Artikel ilmiah ini ditulis oleh Greta NabbsKeller dengan judul “Growing Convergence, Greater Consequence: The Strategic Implications of Closer Indonesia-China Relations.”8 Meskipun hubungan Indonesia dan China diwarnai dengan hubungan kedua negara yang mengalami 9
pasang surut, bersahabat melawan sisa ketidakpercayaan, namun Indonesia lebih mengutamakan hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dibandingkan kompetisi untuk bersaing. Indonesia berusaha memaksimalkan peluang
kebangkitan
China
melalui
kerjasama,
meskipun
dalam
perkembangannya, China memberikan sikap ketidakpastian. Dalam dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China, terjadi pergeseran kekuasaan Indo-Pasifik yang melihat Indonesia muncul sebagai kunci penengah ketegangan yang terjadi antar negara di kawasan. Realita ini meningkatkan ketergantungan Beijing pada Jakarta terkait kebijakan luar negerinya di kawasan. Lebih lanjut, China juga membutuhkan komoditas alam dan suplai energi dari Indonesia yang menjadi salah satu kepentingan nasional negara China. Artikel ilmiah kedua mengemukakan argumen terkait ketegangan yang terjadi antara China dengan beberapa negara Asia Tenggara tidak menghalangi Indonesia dan China untuk melakukan kerjasama bilateral. Kendati pun beberapa negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Amerika Serikat menganggap modernisasi militer China sebagai ancaman, namun lain halnya dengan Indonesia. Indonesia menyambut baik modernisasi militer China, meskipun Indonesia turut mengkhawatirkan kekuatan militer China saat ini dapat disalahgunakan oleh Naga Asia tersebut. Artikel ilmiah ini berjudul “Southeast Asia and China: Balancing or Bandwagoning?” ditulis oleh Denny Roy.9 Meskipun Indonesia dan China sempat mengalami beberapa turbulensi selama menjalin hubungan bilateral, namun kedua negara berhasil 10
menyelesaikannya dengan cara damai. Turbulensi tersebut diantaranya adalah klaim China atas teritori Indonesia di Kepulauan Natuna dan isu Partai Komunis Indonesia. Lebih lanjut, kedua negara bahkan mengukuhkan perjanjian Kemitraan Strategis pada tahun 2005 yang ditandatangani langsung oleh presiden kedua negara. Indonesia juga menganggap bahwa China adalah sekutu politik dalam menentang kolonialisasi modern Barat. Artikel ilmiah lainnya berjudul “Indonesia and the Emerging Sino-US Rivalry in Southeast Asia,” yang ditulis oleh Rizal Sukma.10 Artikel ilmiah ini memaparkan tentang posisi Indonesia di tengah rivalitas China dan Amerika Serikat terhadap kepentingan masing-masing negara di kawasan. Sebagai salah satu negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menyadari ketegangan yang terjadi antara dua negara besar tersebut. Indonesia dalam merespon hal ini adalah dengan bersikap netral dan tidak memihak salah satu negara. Rivalitas yang terjadi antara China dan Amerika Serikat, salah satu pemicunya adalah modernisasi militer China. Menanggapi kenyataan ini, Indonesia berupaya mendekatkan diri kepada kedua negara, baik Amerika Serikat maupun China. Salah satu upaya Indonesia adalah diplomasi pertahanan yang dilakukan terhadap China. Melalui diplomasi pertahanan, Indonesia mengajak China untuk bersama menjaga stabilitas kawasan dan melalui upaya konstruktif, Indonesia meyakinkan China agar tidak menyalahgunakan kekuatan militernya yang dapat mempengaruhi instabilitas kawasan Asia Tenggara, bahkan Asia Pasifik.
11
Literatur berikutnya adalah artikel ilmiah yang ditulis oleh Prashanth Parameswaran yang berjudul “The Limits to Sino-Indonesian Relations.”11 Dalam artikel ilmiah tersebut, Prashanth memaparkan bahwa Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis yang ditandatangani kedua negara pada tahun 2005 merupakan upaya untuk mendorong kerjasama bilateral yang telah meningkat secara signifikan sejak ditandatanganinya deklarasi tersebut. Mengutip pernyataan dalam pidato yang disampaikan Perdana Menteri China, Wen Jiabao, menyatakan bahwa hubungan China dengan Indonesia bahkan sudah dimulai sejak awal abad pertama Masehi dimana saat biarawan dari China kuno menimba ilmu di Sumatera dan Jawa, pedagang China yang berdagang di kerajaan-kerajaan yang terletak di Asia Tenggara, dan masjid yang dibangun oleh navigator muslim China, Zheng He di Indonesia pada abad ke-15. Kendati demikian, hubungan Indonesia dengan China tidak selalu berjalan mulus, dimana turbulensi sempat terjadi di antara kedua negara seperti pada saat maraknya isu unsur-unsur komunisme di Indonesia pada tahun 1967. Hubungan kedua negara bahkan sempat dibekukan karena hal tersebut. Normalisasi hubungan kedua negara pada awal 1990-an, membuat kedua negara semakin memperkuat hubungan untuk ke depannya. Gagasan mengenai special relationship pertama kali digagas oleh pemerintah China pada tahun 2001 yang akhirnya berhasil dikukuhkan melalui deklarasi bersama kedua negara pada tahun 2005. Sejak saat itu, kedua belah pihak telah memperdalam dan memperluas kerjasama dalam bidang politikkeamanan, ekonomi, dan sosial budaya. 12
Secara spesifik di sektor pertahanan, melalui Deklarasi Kemitraan Strategis 2005, kedua negara menyepakati kerjasama di sektor pertahanan, termasuk kerjasama teknologi pertahanan, peresmian konsultasi pertahanan bilateral, dan mendirikan komite kerjasama militer untuk mengatur latihan bersama personil militer dari kedua negara. Selain itu, Indonesia dan China juga bermitra dalam memproduksi senjata militer dengan memprakarsai penmbuatan rudal melalui nota kesepahaman antara kedua negara. Selain itu, pada Juni 2011, PLA dan TNI mengadakan latihan bersama pasukan khusus melalui kerjasama yang disebut “Sharp Knife.” Artikel ilmiah kelima ditulis oleh Natasha Hamilton-Hart dan Dave McRae dalam artikel ilmiah berjudul “Indonesia: Balancing the United States and China, Aiming for Independence.”12 Dalam artikel ilmiah ini, dipaparkan mengenai hubungan China dengan Indonesia melalui kerjasama di pelbagai sektor, seperti sektor pertahanan, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Sebagai upaya mempererat hubungan dan kerjasama, Indonesia dan China mengambil langkah besar pada tahun 2005 melalui penandatanganan Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis. Kedua negara kemudian menyetujui Rencana Aksi (Plan of Action) yang juga ditandatangani pada tahun 2010. Pada Oktober 2013, perjanjian yang mengikat kedua negara ditingkatkan melalui Kemitraan Strategis Komprehensif dengan komitmen untuk bekerjasama dalam ruang lingkup yang luas, mulai dari aktivitas kerjasama pendidikan hingga militer. Kerjasama yang dilakukan kedua negara merupakan kerjasama yang saling menguntungkan. Hubungan militer kedua negara telah dimulai sejak tahun 13
2000. Delegasi militer Indonesia berkunjung ke China pada tahun 2o00 dan 2001. Pertemuan ini turut dihadiri pula oleh Duta Besar Indonesia untuk China di Beijing. Pada tahun 2002, Menteri Pertahanan Indonesia, Matori Abdul Djalil menyatakan bahwa Indonesia akan memperluas hubungan kerjasama dengan negara-negara di dunia, termasuk hubungan kerjasama pertahanan dengan China. Kedua negara membentuk Forum Konsultasi Pertahanan pada tahun 2007 yang membuat pertemuan tingkat tinggi antar pejabat militer kedua negara meningkat sejak saat itu. Latihan bersama personil militer kedua negara yang dinamai Sharp Knife yang diikuti oleh pasukan khusus dari Indonesia (Kopassus) dan PLA merupakan upaya kedua negara dalam menandai permulaan serangkaian kontak militer ke militer. Selain literatur yang dituangkan dalam bentuk artikel ilmiah, literatur terkait masalah dalam penelitian ini juga ditemukan dalam bentuk buku. Sebuah buku bertemakan Pertahanan Indonesia dengan judul “Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia” karya Silmy Karim, Direktur Utama PT. Pindad (Persero) saat ini. Dalam buku karangannya tersebut, Silmy berupaya menggambarkan kekuatan pertahanan Indonesia, terutama dari segi industri pertahanannya. Lewat penggambaran tersebut, Silmy berasumsi bahwa Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri di bidang industri pertahanan sekaligus kuat dalam postur pertahanan negara. Buku ini mendiskusikan pelbagai aspek strategis industri pertahanan di Tanah Air dan tren yang ada di dunia yang terdiri dari lembaran demi lembaran yang 14
mendokumentasikan policy dan ikhtiar pemerintah Indonesia dalam mengembangkan industri pertahanan.13 Penerima Bintang Dharma Pertahanan dari Menteri Pertahanan atas darma baktinya terhadap Kementerian Pertahanan pada 2014 ini mengemukakan pendapatnya bahwa kuatnya industri pertahanan yang dimiliki suatu negara mencerminkan kekuatan ekonomi mereka. Amerika Serikat, Inggris, Rusia, dan Prancis adalah contoh negara yang mempunyai industri pertahanan maju.14 Buku ini juga mengulas tentang apa saja yang harus dilakukan Indonesia untuk medorong pertumbuhan industri pertahanan negara secara optimal. Buku ini diterbitkan pada tahun 2014, tahun dimana jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir, dan banyak mengulas kebijakan pertahanan Indonesia pada interval waktu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai presiden Indonesia selama dua periode. Literatur berikutnya adalah berupa tesis, salah satu tesis yang diteliti oleh Iwan Sulistyo dalam tesis yang berjudul “Kebijakan Pertahanan Indonesia 19982010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara.”15 Dalam tesis ini, Iwan menjelaskan bahwa kebijakan pertahanan yang pernah diimplementasikan di Indonesia, berbeda dari satu pemimpin dengan pemimpin lainnya, dan turut dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Tesis Iwan Sulistyo ini meneliti kebijakan pertahanan di interval waktu 19982010, dimana selama interval waktu itu, empat presiden Indonesia memangku jabatan secara silih berganti. Iwan membagi interval waktu 1998-2010 menjadi tiga babak; 1998-2000, 2001-2004, dan 2004-2010. 15
Dalam setiap kebijakan pertahanan yang dirumuskan masing-masing pemimpin, memiliki kekhasan dan ciri tersendiri. Misalnya pada 1998-2000, di masa B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), kebijakan pertahanan Indonesia turut dipengaruhi oleh beban krisis ekonomi tahun 1997 dan adanya reformasi pemerintahan negara di tahun 1998. Memasuki masa kepemimpinan Megawati pada 2001-2004, penguatan postur pertahanan lebih difokuskan pada pertahanan udara. Sementara pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010, Indonesia mulai merumuskan upaya untuk memperkuat postur pertahanan secara merata di tiga matra TNI, darat, laut, maupun udara. Pada masa ini, pemerintah juga mulai memperhatikan bagaimana cara yang harus ditempuh untuk mengembangkan industri strategis domestik. Iwan Sulistyo juga sedikit mengelaborasi mengenai Kekuatan Pokok Minimum (MEF) yang ditetapkan Indonesia sebagai salah satu kebijakan pertahanan di periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.16 Literatur kedelapan adalah tesis yang pernah diteliti oleh R. Mokhamad Luthfi, dalam tesisnya yang berjudul “Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia.”17 Tesis ini memaparkan tentang adanya kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Indonesia di sektor pertahanan, dimana kebijakan pertahanan tersebut ditetapkan sebagai upaya untuk mencapai postur Minimum Essential Force (MEF). Dalam tesisnya, Luthfi menjelaskan bahwa pembangunan MEF Renstra I memperhitungkan pelbagai faktor, diantaranya lingkungan strategis-kawasan regional, perlombaan senjata, kepentingan dan kebijakan negara adidaya, wilayah yurisdiksi nasional 16
dan perbatasan negara, dan anggaran.18 Selain itu dijelaskan pula sasaran dan arah pembangunan postur pertahanan Indonesia, yang diantaranya berusaha mencapai kemandirian industri pertahanan nasional sebagai langkah untuk mengurangi ketergantungan terhadap alutsista dari luar negeri. Turut dijelaskan pula mengenai arah pembangunan TNI di tiga matra, yaitu darat, laut dan udara. Pada bab selanjutnya, Luthfi juga memasukkan kajian dalam penelitiannya mengenai Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Postur Pertahanan Minimum Essential Force (MEF). Pembangunan postur pertahanan Indonesia turut diinspirasi oleh RMA, dengan pembangunan postur pertahanan berdimensi teknologi dan adanya perubahan organisasi dan doktrin terkait RMA.19 E. Kerangka Konseptual 1. Teori Hegemoni Istilah hegemoni berasal dari bahasa Yunani kuno ‘hegemonia’ yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai status dominan dan represif dari satu pihak terhadap pihak lainnya. Hegemoni memiliki keterkaitan erat dengan konsep kekuasaan dan ideologi, dimana ketiganya bekerja secara simultan, meskipun dapat dilihat secara terpisah. Secara sederhana, hegemoni dapat diartikan sebagai hubungan yang tidak dimaksudkan untuk mendominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan yang dilakukan
melalui
adanya
persetujuan
dengan
menggunakan
kepemimpinan politik dan ideologis. Dalam ruang lingkup kawasan (regional), hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan dari suatu 17
negara tertentu terhadap negara-negara lain di kawasan. Menurut Antonio Gramsci, dalam masyarakat memang selalu ada yang memerintah dan yang diperintah. Hegemoni dijadikan sebagai rantai kemenangan atau sumber kekuasaan yang diperoleh melalui konsensus daripada melalui penindasan. Lebih lanjut lagi, Antonio Gramsci menyatakan bahwa hegemoni merupakan status paling kuat yang dimiliki negara dalam sistem internasional atau posisi negara yang dominan di kawasan/region tertentu.20 Teori hegemoni mempunyai asumsi yang sama dengan realis tetapi tidak menekankan pentingnya anarki namun menekankan manajemen sistem dalam dalam tatanan hirarkis. Negara-negara hegemoni biasanya muncul dan menggunakan kekuatan mereka untuk menciptakan seperangkat struktur politik dan ekonomi dan norma-norma perilaku yang meningkatkan stabilitas sistem pada saat yang sama ketika mereka memperkuat keamanan mereka sendiri.21 Terdapat beberapa gagasan tentang hubungan antara hegemoni dan imperialisme. Imperialisme didefinisikan sebagai usaha memperluas dominasi suatu bangsa atas bangsa yang lain melalui instrumen politik dan ekonomi yang terbuka. Imperialisme menggunakan pendekatan untuk mengekspansi kekuasaan dengan menaklukkan wilayah baru. Sementara hegemoni merupakan usaha memanipulasi hubungan dengan prinsip tidak ada superioritas dari pihak tertentu. Lebih lanjut, hegemoni adalah posisi yang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk mengubah aturan dan 18
norma-norma dalam sistem internasional berdasarkan keinginan dan motivasi sendiri.22 Beberapa determinasi umum dalam kaitannya dengan ciri-ciri kekuasaan hegemoni adalah seperti unit mata uang yang efektif di tingkat internasional, postur militer yang kuat dengan aliansi dan pangkalan di setiap belahan dunia, kepemimpinan dalam konflik dan krisis regional, kemampuan melakukan persuasi terhadap negara-negara lain, melegitimasi status dengan menyebarkan nilai-nilai budaya dan standar kehidupan di seluruh dunia. Sementara untuk sumber kekuatan hegemoni, menurut Nye, dapat berasal dari (1) kepemimpinan di bidang teknologi, (2) supremasi ekonomi dan militer, (3) soft power, dan (4) kontrol terhadap jalur komunikasi internasional.23 Dalam hubungan internasional, negara-negara yang dikenal memiliki kekuasaan dan pengaruh di suatu kawasan dianggap sebagai kekuatan regional. Negara yang menjadi kekuatan regional memiliki kemampuan penting di kawasan tersebut namun tidak pada skala global. Menurut European Consortium for Political Research (ECPR), kekuatan regional diartikan sebagai berikut. Regional power, which shall be provisionally defined as a state belonging to a geographically defined region, dominating this region in economic and military terms, able to exercise hegemonic influence in the region and considerable influence on the world scale, willing to make use of power resources and recognized or even accepted as the regional leader by its neighbours.24 Menurut definisi dari ECPR di atas, kekuatan regional dapat diartikan sebagai suatu negara yang mendominasi sebuah kawasan dalam hal
19
ekonomi dan militer, memberikan pengaruh hegemoni di kawasan tersebut dan pengaruh yang apabila memungkinkan secara global, bersedia menggunakan sumber kekuasaan, dan diakui atau bahkan diterima sebagai pemimpin regional dari negara-negara yang ada di kawasan itu. Lebih lanjut, German Institute of Global and Area Studies (GIGA), mengemukakan argumen bahwa suatu negara harus memenuhi delapan kriteria utama berikut ini untuk bisa menjadi kekuatan regional.25 a. Menjadi bagian dari kawasan dengan tetap berpegang pada identitasnya sendiri b. Mengklaim dirinya sendiri sebagai kekuatan regional c. Memiliki pengaruh besar terhadap perluasan geografis kawasan juga konstruksi ideologinya d. Memiliki kemampuan militer, ekonomi, demografi, politik dan ideologi yang tinggi e. Terintegrasi dengan baik terhadap kawasan f. Mengutamakan agenda keamanan regional g. Diakui sebagai kekuatan regional oleh negara lainnya yang terdapat di kawasan maupun di luar kawasan, khususnya oleh kekuatan regional lain h. Terhubung dengan baik dengan pelbagai forum regional maupun global.
20
2. Diplomasi Pertahanan Politik luar negeri suatu negara memiliki tujuan untuk memajukan, mencapai, serta melindungi kepentingan nasional negara itu. Diplomasi yang dilakukan suatu negara memiliki tujuan yang sama sebagaimana tujuan politik luar negeri suatu negara. Namun meskipun keduanya terkesan sama, terdapat perbedaan antara politik luar negeri dan diplomasi. Apabila fungsi utama politik luar negeri adalah mengambil keputusan mengenai hubungan luar negeri, maka diplomasi berperan sebagai alat untuk melaksanakannya dengan baik dan efektif. Tujuan dilakukannya diplomasi adalah untuk memelihara perdamaian tanpa merusak kepentingan nasional. Mengutip definisi dari S.L. Roy, diplomasi adalah: Diplomasi, yang sangat erat dihubungkan dengan hubungan antar negara, adalah seni mengedepankan kepentingan suatu negara melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.26 Diplomasi dapat dilakukan dalam pelbagai bidang, tergantung tujuan dari diplomasi itu sendiri. Misalnya dalam bidang ekonomi, dikenal diplomasi ekonomi, diplomasi budaya untuk mempromosikan budaya, diplomasi musik, untuk memperkenalkan jenis musik terntentu. Begitu pula dengan diplomasi pertahanan. Diplomasi pertahanan merupakan salah satu jenis dalam diplomasi. Diplomasi pertahanan merupakan konsep yang dicetuskan oleh Inggris melalui Strategic Defence Review pada tahun 1998, yang
21
ditujukan untuk mengintegrasikan instrumen militer dan diplomatik terkait pencegahan konflik dan mengelola krisis.27 Beberapa ahli memberikan definisi mengenai diplomasi pertahanan. Mayor Laut (P) Salim dalam artikel ilmiah berjudul “Peningkatan Kerjasama Pertahanan Indonesia di Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung Diplomasi Pertahanan dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kawasan”, mengartikan diplomasi pertahanan sebagai upaya untuk saling memperkuat confidence building measure dan sekaligus memperkuat stabilitas kawasan. Diplomasi pertahanan dapat mendukung upaya untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan.28 Matsuda Yasuhiro dalam esainya yang berjudul “An Essay on China’s Military Diplomacy: Examination of Intentions in Foreign Strategy,” mendefinisikan diplomasi pertahanan “all diplomatic activitities relating to national security and military diplomatic activities.”29 Sementara Bhubhindar Singh dan See Seng Tan dalam karyanya berjudul “Defence Diplomacy in Southeast Asia, From ‘Boots’ to ‘Brogues’: The Rise of Defence Diplomacy in Southeast Asia,” menyatakan bahwa diplomasi pertahanan selalu berkaitan erat dengan: Pertama, aktivitas kerjasama yang dilakukan militer dan infrastruktur terkait pada masa damai. Kedua, diplomasi pertahanan melibatkan kerjasama militer dalam isu yang lebih luas, mulai dari peran militer sampai peran non-tradisional, seperti penjaga keamanan (peacekeeping), penegakan keamanan (peace enforcement), mempromosikan good-governance, tanggap bencana, melindungi HAM. Ketiga, berbeda dengan masa lalu, dimana militer hanya bekerjasama 22
dengan sekutunya, saat ini kerjasama militer juga dilakukan antar negara bahkan negara yang sedang bersaing.30 Dalam pengimplementasiannya, diplomasi pertahanan memiliki tujuan untuk
menghilangkan
permusuhan,
membangun
dan
menjaga
kepercayaan, dan membantu angkatan bersenjata yang bertanggung jawab secara demokratis, serta berkontribusi terhadap pencegahan dan penyelesaian konflik, termasuk upaya membangun kepercayaan dan keamanan, bantuan terhadap negara-negara (materil maupun non-materil), dan pengontrolan senjata (arms control).31 Cottey A. dan Forste mengatakan bahwa aktivitas-aktivitas dalam diplomasi pertahanan adalah sebagai berikut:32 a. Terjalinnya hubungan bilateral dan multilateral antara pejabat b. Penunjukan atase pertahanan di luar negeri c. Perjanjian kerjasama pertahanan bilateral d. Latihan bersama antara personil pertahanan militer asing dan sipil e. Penyediaan keahlian dan saran dalam kontrol demokrasi kekuatan bersenjata, manajemen pertahanan dan bidang teknis militer f. Pertukaran personil dan unit militer, dan kunjungan kapal g. Penempatan personil militer ataupun sipil di Kementerian Pertahanan atau militer negara sahabat h. Penyebaran tim pelatih i.
Penyediaan peralatan militer dan bantuan material lainnya
j.
Latihan militer bilateral ataupun multilateral. 23
3. Kepentingan Nasional Setiap negara di dunia memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh negara tersebut. Kepentingan nasional sangat diperlukan suatu negara untuk menentukan kebijakan luar negerinya. Dalam setiap kebijakan luar negeri yang dirumuskan suatu negara, terkandung kepentingan nasional di dalamnya yang seringkali digunakan sebagai pedoman atau tolak ukur bagi para pengambil keputusan (decision makers). Menurut Hans J. Morgenthau, kepentingan nasional yang dimiliki setiap negara relatif tetap dan sama, yaitu untuk menciptakan keamanan (security) dan untuk mewujudkan kesejahteraan (prosperity).33 Morgenthau dengan tegas menyatakan bahwa perilaku negara dalam hubungan internasional dituntun oleh pengejaran kepentingan nasional, dan kepentingan nasional itu adalah memperoleh, mempertahankan atau memperbesar kekuatan negara.34 Tujuan negara dalam politik internasional adalah mencapai kepentingan nasional. Morgenthau selanjutnya menyatakan bahwa negarawan-negarawan yang paling berhasil dalam sejarah adalah mereka yang berusaha memelihara kepentingan nasional, yang didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga pelbagai kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara-bangsa.35 Menurut Michael G. Roskin, kepentingan nasional dapat dibedakan menjadi
empat
kepentingannya
berdasarkan (importance),
jenisnya,
yaitu
berdasarkan
24
berdasarkan durasinya
tingkat
(duration),
berdasarkan
pelaksanaannya
(compatibility),
dan
berdasarkan
kekhususannya (specificity).36 a. Berdasarkan
tingkat
kepentingannya
(importance),
kepentingan nasional dapat dibedakan menjadi vital dan secondary. Vital adalah kepentingan nasional yang tidak bisa dikompromikan
atau
dinomorduakan,
seperti
masalah
kedaulatan dan keamanan. Sedangkan secondary merupakan kepentingan nasional yang masih bisa dikompromikan, misalnya dalam bidang sosial budaya. b. Berdasarkan durasinya (duration), kepentingan nasional dibagi menjadi
permanent dan
temporary. Permanent
adalah
kepentingan nasional suatu negara untuk jangka waktu panjang (long term). Temporary adalah kepentingan nasional untuk jangka waktu pendek (short term), seperti hubungan bilateral antar negara, yang bisa saja berakhir atau putus dikarenakan konflik dan perang). c. Berdasarkan pelaksanaannya (compatibility), kepentingan nasional dibedakan menjadi complementary dan conflicting. Complementary merupakan kepentingan nasional yang dicapai melalui
kerjasama.
Sedangkan
conflicting
merupakan
kepentingan nasional yang dicapai melalui konflik atau perang. d. Berdasarkan tingkat kekhususannya (specificity), kepentingan nasional dapat dibedakan menjadi specific dan general. Specific 25
adalah kepentingan nasional yang bersifat khusus, misalnya upaya memberantas kelompok teroris tertentu. General merupakan kepentingan nasional yang bersifat umum, misalnya upaya menciptakan keamanan negara. Berdasarkan penjelasan mengenai konsep kepentingan nasional di atas, maka penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat dianalisa menggunakan konsep kepentingan nasional. Dalam upaya menyikapi modernisasi militer China, Indonesia memanfaatkan kondisi tersebut sebagai cara untuk semakin mempererat kerjasama bilateral, khususnya di bidang pertahanan demi mencapai kepentingan nasional. Indonesia memiliki kebijakan pertahanan yaitu Minimum Essential Force (MEF), dimana kerjasama pertahanan yang terjalin dengan negara lain dapat membantu realisasi kebijakan MEF. 4. Collective Security Theory (Teori Keamanan Bersama) Organisasi collective security modern pertama adalah Liga BangsaBangsa (LBB) yang didirikan pada masa setelah Perang Dunia I. Negaranegara anggota yang tergabung dalam LBB berjanji untuk saling melindungi dari serangan negara lainnya. Tindakan agresi yang dilakukan oleh satu atau lebih anggota terhadap yang lain akan ditentang keras dan jika perlu menggunakan cara kekerasan (hard power). Teori keamanan bersama (collective security) menguraikan tentang masalah bagaimana untuk menciptakan perdamaian.37 Dibutuhkan kesadaran mengenai fakta bahwa politik internasional dan kunci untuk menjaga stabilitas di dunia 26
adalah dengan mengelola kekuatan militer dengan benar. Untuk dapat menciptakan keamanan bersama, penggunaan kekuatan militer perlu diperhatikan.38 Secara sederhana, Richard Cohen dalam karyanya yang berjudul “Cooperative Security: New Horizons for International Order”, mendefinisikan keamanan bersama sebagai usaha untuk memastikan keamanan dalam kelompok negara-negara berdaulat serta mengutamakan perdamaian dan stabilitas. Collective security juga menekankan pentingnya kerjasama yang erat antar anggota sebagai upaya untuk melawan ancaman umum seperti terorisme, kejahatan terorganisir, imigrasi dan obat-obatan ilegal, polusi dan aksi bersama dalam menangnai bencana alam.39 Selain Richard Cohen, terdapat pula berbagai pendapat mengenai definisi keamanan bersama yang dikemukakan oleh para ahli. Roberts dan Kingsbury mendefinisikan keamanan bersama sebagai berikut. An arrangement where each state in the system accepts that security of one of them is a concern of all, and agrees to join in a collective response to aggression.40 Sementara Johnson dan Niemeyers mengemukakan definisi dari keamanan bersama (collective security) sebagai berikut. A system based on the universal obligation of all nations to join forces against an aggressor state as soon as the fact of aggression is determined by established procedure. In such a system, aggression is defined as a wrong in universal terms and an aggressor, as soon as he is identified stands condemned. Hence, the obligation of all nations to take action against him is conceived as a duty to support right against wrong. It is equally founded upon the practical expectation that a communal solidarity of all nations would from the outset make it clear to every government that aggression does not pay.41
27
Lebih lanjut, Inis L. Claude, Jr. menyatakan bahwa keamanan kolektif merupakan instrumen khusus kebijakan internasional yang ditujukan untuk mencegah sikap sewenang-wenang dan mencegah penggunaan kekuatan secara agresif. Tatanan dunia yang aman dapat dijaga dengan tindakan menahan diri, namun bukan berarti sebagai jaminan untuk menghormati semua kewajiban hukum.42 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif memiliki tujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih gejala atau variabel. Penelitian ini memiliki titik tolak pada pertanyaan dasar “bagaimana” dan “mengapa”.43 Dalam penelitian ini nantinya, penulis akan memaparkan tentang diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia terhadap China dan MEF Renstra I, yang ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014) di bidang pertahanan sebagai bagian dari kebijakan pertahanan Indonesia. Kebijakan tersebut ditetapkan sebagai upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research), dokumentasi, dan observasi non-partisipan. Penulis menggunakan teknik dokumentasi karena penulis membutuhkan data yang merujuk pada masa 28
lampau dengan fungsi utama sebagai catatan atau bukti suatu peristiwa, aktivitas, dan kejadian tertentu.44 Sementara untuk teknik observasi nonpartisipan, dilakukan oleh penulis dengan mencari data pelengkap informasi melalui pemberitaan di pelbagai media massa online dalam negeri maupun luar negeri, dan dari pelbagai situs resmi, seperti www.kemhan.go.id, www.csis.org, www.eng.mod.gov.cn, www.thejakartapost.com. Penulis akan mengumpulkan data dari pelbagai literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, baik itu berupa buku-buku, jurnal, majalah, dokumen, peta, Undang-Undang, hasil salinan Peraturan Presiden, surat kabar, tesis, salinan pidato presiden, laporan, maupun artikel online yang tersedia di internet. Penulis akan menganalisa data-data yang diperoleh untuk kemudian digunakan dalam memperkuat argumen penulis dalam penelitian ini. a. Jenis Data Jenis data yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Untuk data primer, penulis menggunakan data berupa bahan hukum primer. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas. Bahan pustaka yang memiliki kekuatan mengikat secara yuridis. Bahan-bahan primer terdiri dari Undang-Undang, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, catatan-catatan resmi atau risalah dalam Undang-Undang, dan bahan hukum autoritatif lainnya.45 29
Sebagai data primer, penulis menggunakan Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, tiga Undang-Undang Republik Indonesia, beberapa Peraturan Presiden, naskah perjanjian, Keputusan Presiden dan beberapa Peraturan Menteri Pertahanan, yaitu sebagai berikut. 1) Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. 3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. 4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan. 5) Naskah perjanjian-perjanjian kerjasama pertahanan IndonesiaChina selama dua periode pemerintahan Presiden SBY. Sementara untuk data sekunder, penulis menggunakan pelbagai literatur diantaranya sebagai berikut. 1) Salinan Amanat Presiden pada Upacara Hari Ulang Tahun ke-64 Tentara Nasional Indonesia (HUT ke-64 TNI). 2) Salinan
Pidato
Kenegaraan
Presiden
Susilo
Bambang
Yudhoyono dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-67 Republik Indonesia di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. 30
3) Salinan Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang APBN 2015 di Gedung Nusantara Majelis Permusyawaratan Rakyat. 4) Statement by H.E. Dr. R. M. Marty M. Natalegawa, Minister for Foreign Affairs, Republic of Indonesia. At the General Debate of the 66th Session of the United Nations General Assembly, New York, September 26, 2011. Selain data sekunder di atas, penulis juga menggunakan pelbagai literatur terkait, seperti buku-buku, jurnal, tesis, laporan, majalah, video, dan artikel dari internet. Adapun data sekunder yang dibutuhkan adalah data terkait kebijakan-kebijakan di bidang pertahanan negara yang pernah diterapkan selama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama dua periode kepemimpinan (2004-2009 dan 2009-2014). b. Sumber Data Penulis memperoleh sumber data secara langsung melalui situs resmi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia berupa Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 (data primer). Sementara data pendukung diperoleh melalui telaah pustaka, buku-buku, artikel ilmiah internasional, majalah, tesis, juga artikel online yang didapatkan penulis dari pelbagai tempat seperti perpustakaan, penelusuran data secara online, dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Adapun tempat-tempat yang dikunjungi selama pengumpulan data, antara lain: 31
1) Kantor Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di Jakarta 2) Perpustakaan “Ali Alatas”, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia di Jakarta 3) Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret di Surakarta 4) Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret di Surakarta 5) Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta 6) Media internet: pelbagai situs resmi seperti situs Kemenhan Republik
Indonesia,
Kementerian
Luar
Negeri
Republik
Indonesia, Kementerian Pertahanan China, dan lain-lain. 3. Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisa data hasil penelitian adalah teknik analisa data kualitatif. Dalam menganalisa permasalahan penelitian akan dipaparkan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, kemudian menghubungkan fakta yang ditemukan dengan fakta lainnya sehingga menghasilkan argumen yang kuat dan tepat. Sementara untuk data kuantitatif akan digunakan oleh penulis dalam memperkuat analisa kualitatif.
32
4. Kerangka Berpikir
Indonesia
Kebijakan Pertahanan Indonesia
Diplomasi Pertahanan
Pembangunan Kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF)
Industri Pertahanan Domestik
China
Leader State di Asia Tenggara
Bagan 1.1. Kerangka Berpikir
33
BAB II DESKRIPSI LOKASI DAN PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Lokasi 1. Profil Negara Indonesia Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Negara kepulauan yang terletak di antara dua benua, Benua Asia dan Benua Australia, dan dua samudra, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak negara Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudra tersebut menjadikan Indonesia memiliki posisi strategis. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau,46 yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Gambar 2.1. Peta Negara Indonesia Sumber: CIA World Factbook47
Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa negara seperti Malaysia di Pulau Kalimantan, Papua Nugini di Pulau Papua, dan Timor Leste di Pulau Timor (lihat gambar 2.1). Selain itu Indonesia juga memiliki beberapa negara tetangga lainnya yang terletak di kawasan Asia Tenggara yang 34
tergabung dalam ASEAN, diantaranya Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Myanmar, dan di selatan Indonesia berbatasan dengan negara Australia. Indonesia termasuk salah satu negara terluas di dunia, dengan total luas wilayah mencapai 1.904.569 km2, dengan luas wilayah daratan 1.811.569 km2, dan luas wilayah perairan 93.000 km2, serta garis pantai sepanjang 54.716 km.48 Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dimana penggunaan lahan untuk pertanian (agrikultur) sebanyak 31,2%, kawasan hutan Indonesia terdiri dari 51,7% dan lainnya (built-up areas, jalan, tanah tandus, dan tanah kosong) terdiri dari 17,1%.49 Lahan untuk pertanian dibagi lagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari 13% arable land (tanaman yang memerlukan penanaman ulang setelah dipanen, seperti: gandum, jagung, padi), 12,1% tanaman permanen (tanaman yang tidak memerlukan penanaman ulang setelah dipanen, seperti: jeruk, kopi, karet), dan padang rumput permanen 6,1%.50 Sebagai salah satu negara multietnis, komposisi etnis di Indonesia sangat bervariasi, dengan ratusan adat, tradisi, dan budaya, dimana etnis Jawa sebagai etnis terbanyak di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 etnis.51 Kelompok etnis Jawa sebanyak 40,1%; Sunda 15,5%; Melayu 3,7%; Batak 3,6%; Madura 3%; Betawi 2.9%; Minangkabau 2.7%, Bugis 2,7%; Banten 2%; dan beberapa suku lainya seperti Banjar, Bali, Aceh, Dayak, Sasak, Tionghoa, dan lainnya.52 Bahasa yang digunakan di Indonesia adalah Bahasa Indonesia 35
sebagai bahasa nasional, bahasa Inggris, dan lebih dari 700 bahasa daerah dengan dialek berbeda-beda yang berasal dari pelbagai provinsi di Indonesia.53 Sementara agama yang diakui di Indonesia terdapat 6 agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konguchu, dengan agama Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia. Dengan jumlah populasi sekitar 250 juta penduduk, Indonesia adalah negara berpenduduk terbanyak keempat di dunia (lihat tabel 2.1).54 No.
Negara
Jumlah Penduduk (juta jiwa) 2011
2012
2013
2014
1.350,695
1.357,38
1.364,27
1.
China
1.344,13
2.
India
1.247,446
3.
Amerika Serikat
1.263,589 1.279,498
1.295,291
311,721
314,112
316,497
318,857
4.
Indonesia
244,808
248,037
251,268
254,454
5.
Brasil
200,517
202,401
204,259
206,077
Tabel 2.1. Lima Negara Berpenduduk Terbanyak di Dunia (2011-2014) Sumber: World Bank55
Berdasarkan tabel 2.1, terlihat bahwa negara Indonesia menempati posisi keempat sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Dengan China dan India berada di posisi pertama dan kedua. Akan tetapi, laporan terbaru dari PBB menyatakan bahwa tujuh tahun dari sekarang, India diperkirakan akan melampaui China sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, sedang dalam 35 tahun mendatang, Nigeria akan menggeser posisi Amerika Serikat di peringkat ketiga populasi terbanyak.56 Diantara 10 negara terbesar di dunia, satu berada di Afrika (Nigeria), lima
36
ada di Asia (Bangladesh, China, India, Indonesia dan Pakistan), dua berada di Amerika Latin (Brasil dan Meksiko), satu berada di Amerika Utara (Amerika Serikat) serta satu lagi berada di Eropa (Rusia).57 Sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak di dunia, Indonesia tidak terlepas dari pelbagai permasalahan demografi, diantaranya masyarakat yang mengalami kekurangan gizi, buta huruf, kesadaran akan lingkungan yang bersih dan sehat, sanitasi yang buruk, jumlah penduduk miskin, tingkat pengangguran yang masih tergolong tinggi, dan permasalahan lainnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2014 mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 persen, relatif menurun dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat 28,6 juta orang atau 11,46 persen.58 Penurunan angka kemiskinan ini terjadi sebelum pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada Nopember 2014. Selama periode Maret 2014-September 2014, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun sebanyak 0,15 juta orang (dari 10,51 juta orang pada Maret 2014 menjadi 10,36 juta orang pada September 2014). Sementara di daerah pedesaan turun sebanyak 0,40 juta orang (dari 17,77 juta orang pada Maret 2014 menjadi 17,37 juta orang pada September 2014).59 Untuk tingkat pengangguran di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 7,24 juta orang (per Agustus 2014), dimana jumlah ini meningkat dari 7,15 juta dari posisi Februari 2014 (5,7 persen menjadi 5.94 persen).60 Angka pengangguran di Indonesia ini jika dibandingkan dengan negara maju lainnya masih tergolong tinggi. 37
Bahkan apabila dibandingkan dengan Thailand, sebagai negara yang tergabung di organisasi regional yang sama, Indonesia masih mencatat angka yang jauh lebih besar untuk tingkat pengangguran. Angka pengangguran di Thailand tercatat pada angka 0,56 persen dan ini sudah berlangsung sejak 2011.61 Indonesia, yang memiliki nama panjang Republik Indonesia, merupakan negara bekas jajahan Belanda yang dulu sempat memiliki nama Hindia Belanda, sebelum nama Indonesia dipakai sebagaimana yang sekarang ini. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan ibukota negara di Jakarta. Indonesia memiliki 34 provinsi, yang terdiri dari 31 provinsi, 1 provinsi otonom (Aceh), 1 daerah istimewa (Yogyakarta), dan 1 daerah khusus ibukota (Jakarta Raya).62 Negara Indonesia tidak menerapkan sistem kewarganegaraan
ganda
kewarganegaraan
tidak
(non-dual ditentukan
citizenship berdasarkan
recognized), tempat
dan
kelahiran
(citizenship by birth/ius soli), melainkan berdasarkan keturunan (citizenship by descent/ius sanguinis). Sebagai
negara
demokratis,
Indonesia
menerapkan
sistem
pemerintahan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.63 Kekuasaan legislatif dijalankan oleh lembaga yang bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beranggotakan 560 anggota dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) beranggotakan 132 anggota.64 Lembaga eksekutif merupakan lembaga yang berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinetnya. 38
Terakhir adalah lembaga yudikatif yang dipegang oleh Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Warna bendera Indonesia yang terdiri dari warna merah melambangkan keberanian, sedangkan warna putih melambangkan kesucian. Simbol nasional negara Indonesia adalah burung garuda, sejenis burung mitos, dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya, yang diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman.65 Dari segi perekonomian, Indonesia merupakan negara nomor satu kekuatan ekonomi di kawasan Asia Tenggara dengan Produk Domestik Bruto/PDB (in PPP) USD 2,839 triliun (2015) yang mengalami peningkatan sejak tahun 2013 dan 2014, masing-masing senilai USD 2,582 triliun dan USD 2,712 triliun.66 Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi ekonomi tinggi, sering disebut sebagai calon layak untuk menjadi salah satu anggota negara-negara BRIC (Brazil, Russia, India, and China) karena ekonominya dengan cepat menunjukkan tanda-tanda perkembangan yang sama dengan anggota lain tersebut.67 Indonesia menjalin kerjasama ekspor dengan beberapa negara seperti Jepang, China, Singapura, Amerika Serikat, India, Korea Selatan dan Malaysia, dengan komoditas ekspor Indonesia berupa bahan bakar mineral, lemak hewani atau nabati (termasuk minyak sawit), mesin listrik, karet, mesin, dan peralatan mekanik.68 Nilai ekspor Indonesia mencapai USD 152,5 miliar (2015), menurun dari tahun 2014 sebesar USD 176 miliar.69 Sementara untuk impor, rekan kerjasama utama Indonesia adalah China, Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Amerika 39
Serikat, dengan barang impor berupa bahan bakar mineral, ketel uap, mesin, peralatan mekanik, besi dan baja, dan bahan makanan.70 Nilai impor Indonesia juga mengalami penurunan dari tahun 2014 ke 2015, awalnya senilai USD 178,2 miliar menjadi USD 138,4 miliar.71 2. Profil Negara China Republik Rakyat China, atau lebih sering disingkat China, adalah negara berpenduduk terpadat di dunia. Negara ini telah memiliki budaya dan peradaban sejak 4.000 tahun yang lalu.72 Negara China terletak di Benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Timur, berbatasan dengan Laut China Timur, Teluk Korea, Laut Kuning, Laut China Selatan, dan Vietnam (lihat gambar 2.2).73 Negara ini memiliki total luas wilayah 9.596.960 km2, dengan luas daratan 9.326.410 km2, luas wilayah perairan 270.550 km2, dan garis pantai dengan panjang 14.500 km, membuat China sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah terluas di dunia, ketiga setelah Rusia dan Kanada.74
Gambar 2.2. Peta Negara China Sumber: Global Security75
Memiliki kesamaan dengan Indonesia, negara ini juga kaya akan sumber daya alam seperti batubara, bijih besi, minyak bumi, gas alam, selain itu ada 40
juga merkuri, timah, tungsten, mangan, molibdenum, vanadium, aluminium, seng, uranium, potensi tenaga air (terbesar di dunia), dan tanah yang subur.76 Agama mayoritas di negara ini adalah Buddha, agama lain yang terdapat di China diantaranya Kristen, Islam, dan Taoisme.77 Negara ini menggunakan bahasa Mandarin (Mandarin Chinese) sebagai bahasa utama, sekaligus sebagai bahasa nasional. Etnis Han merupakan etnis yang paling banyak terdapat di China, sebanyak 91,6% dari total populasinya, disusul dengan etnis Zhuang yang hanya 1,3%, dan etnis lainnya sebanyak 7,1% seperti etnis Hui, Manchu, Uighur, Miao, Yi, Tujia, Tibetan, Mongol, Dong, Buyei, Yao, Bai, Korean, Hani, Li, Kazakh, dan Dai.78 Dalam jangka waktu setahun, populasi di China mengalami peningkatan jumlah yang cukup signifikan. Pada tahun 2014, populasi di negara ini tercatat 1,364 miliar jiwa,79 meningkat menjadi 1,367 miliar pada tahun 2015.80 Jika dikalkulasikan dengan lebih rinci, China mengalami peningkatan populasi sebanyak 7 juta jiwa dalam jangka waktu setahun. China adalah negara komunis dengan ibukota di Beijing, kota berpenduduk 14 juta jiwa.81 Negara ini terdiri dari 23 provinsi (Anhui, Fujian, Gansu, Guangdong, Guizhou, Hainan, Hebei, Heilongjiang, Henan, Hubei, Hunan, Jiangsu, Jiangxi, Jilin, Liaoning, Qinghai, Shaanxi, Shandong, Shanxi, Sichuan, Yunnan, Zhejiang, dan Taiwan), lima wilayah otonom (Guangxi, Nei Mongol (Inner Mongolia), Ningxia, Xinjiang Uygur, dan Xizang (Tibet)), dua
41
wilayah administratif khusus (Hong Kong dan Macau), dan empat kotamadya setingkat provinsi (Beijing, Chongqing, Shanghai, dan Tianjin).82 Lembaga eksekutif di China terdiri dari presiden dan wakil presiden, serta perdana menteri dan para wakil perdana menteri. Presiden China saat ini adalah Xi Jinping, dengan wakil presiden Li Yuanchao yang mulai menjabat sejak 14 Maret 2013.83 Xi Jinping berkuasa sebagai pewaris dari pendahulunya, Hu Jintao, dan akan memimpin China selama dekade berikutnya. Presiden merupakan kepala negara, yang dipilih oleh Kongres Rakyat Nasional untuk masa jabatan lima tahun, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri, yang diusulkan oleh presiden melalui persetujuan Kongres Rakyat Nasional. Perdana menteri China saat ini adalah Li Keqiang, dengan empat wakil perdana menteri yaitu Zhang Gaoli, Liu Yandong, Wang Yang, dan Ma Kai.84 Untuk lembaga legislatif, China menggunakan sistem unikameral, yaitu Kongres Rakyat Nasional atau dalam bahasa China disebut Quanguo Renmin Daibiao Dahui, yang terdiri dari 2.987 anggota yang merupakan perwakilan dari kota, daerah, dan provinsi, untuk masa jabatan lima tahun.85 Lembaga ini merupakan lembaga yang memiliki kekuasaan penting di China dan anggotanya berasal dari Partai Komunis China. Lembaga Yudikatif terdiri dari Mahkamah Rakyat Agung sebagai badan kehakiman (pengadilan) tertinggi, yang terdiri dari 340 hakim termasuk hakim agung, 13 hakim agung bertugas mengatur Komite Sipil dan pengadilan untuk sipil, ekonomi, administrasi, banding, dan kasus 42
transportasi dan komunikasi.86 Hakim agung ditunjuk oleh Kongres Rakyat Nasional dengan masa jabatan lima tahun dan terbatas selama 2 periode jabatan, sementara hakim lainnya dicalonkan oleh hakim agung dan ditunjuk oleh Komite Tetap Kongres Nasional Rakyat.87 Pengadilan dengan tingkat di bawah Mahkamah Rakyat Agung diantaranya adalah Pengadilan Tingkat Tinggi, Pengadilan Tingkat Menengah, Pengadilan Daerah dan Kabupaten, Pengadilan Wilayah Otonom, dan Pengadilan Khusus untuk militer, maritim, transportasi, dan isu-isu kehutanan. Dari segi perekonomian, meskipun China adalah negara komunis, namun dalam praktiknya China telah melakukan liberalisasi selama beberapa dekade terakhir.88 Sejak memulai reformasi pasar pada tahun 1978, China telah bergeser dari sistem ekonomi terpusat ke ekonomi berbasis pasar dan mengalami perkembangan ekonomi dan sosial yang cepat.89 Salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi China berkembang pesat adalah adanya dukungan dari sektor ekspor berupa barang elektronik, mebel, pakaian dan tekstil. Nilai ekspor China selama dua tahun terakhir mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2014 senilai USD 2,24 triliun meningkat menjadi USD 2,27 triliun pada tahun 2015.90 Meskipun produk domestik bruto per kapita China masih rendah dibandingkan standar Barat, banyak ahli berspekulasi produk domestik bruto (PDB) China akan melebihi Amerika Serikat dalam waktu kurang dari 20 tahun, yang menjadikannya ekonomi terbesar dunia.91
43
B. Penyajian Data 1. Kekuatan Militer Indonesia Dalam menghadapi ancaman militer, Tentara Nasional Indonesia (TNI) perlu ditempatkan sebagai komponen utama pertahanan, yakni sebagai “tentara nasional yang terampil dan profesional”.92 Tentara Nasional Indonesia sudah seyogianya dapat mengemban tugas sesuai dengan yang tercantum dalam undang-undang yaitu tugas operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia adalah negara yang gigih memperjuangkan hak dan kedaulatannya. Untuk memperjuangkan kedaulatan dan mengantisipasi adanya invasi dari negara lain, maka Indonesia memerlukan angkatan bersenjata (TNI) yang telah terlatih dan tangguh. Sebagai contoh adalah menjaga batas negara, sebagai salah satu dari bentuk dari pertahanan negara. Indonesia perlu menjaga batas negara terhadap kemungkinan adanya pembajakan (hijacking), pencurian ikan, penyelundupan atau invasi dari negara lain di wilayah laut Indonesia, baik itu batas Teritorial, batas Kontinen, hingga batas Laut Zona Ekonomi Eksklusif. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.93 Setiap warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban untuk mempertahankan negara demi 44
kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Adapun tujuan pertahanan negara di antaranya, Pertama, menjaga kedaulatan negara, yang mencakup upaya menjaga sistem ideologi dan politik negara. Kedua, menjaga keutuhan NKRI sebagai keputusan final yang harus tetap dipelihara dan dipertahankan. Ketiga, menjamin keselamatan bangsa dan melindungi warga negara dari segala bentuk ancaman.94 Sebagai negara bekas jajahan kolonial Belanda, Indonesia merebut kemerdekaannya tidak hanya melalui jalur diplomasi, namun juga melibatkan perjuangan fisik yang sampai sekarang memberikan perngaruh besar dalam sistem pertahanan Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 disebutkan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.95 Berbicara mengenai ketangguhan militer Indonesia, menurut Global Firepower (GFP),96 Indonesia menjadi negara yang terkuat di kawasan Asia Tenggara dan menempati peringkat 12 dunia, satu peringkat di bawah Israel (11), dan berada di atas Australia (13).97 Militer Indonesia terbagi menjadi tiga matra yakni TNI Angkatan Darat (TNI-AD) yang dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945,98 TNI Angkatan Laut (TNI-AL) yang dibentuk pada tanggal 10 September 1945,99 dan TNI Angkatan Udara (TNI-AU) yang dibentuk pada 45
tanggal 9 April 1946.100 Ketiga matra TNI ini memiliki fungsi dan tugas yang masing-masing tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia. Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.101 Untuk kekuatan, saat ini kekuatan tentara aktif yang dimiliki Indonesia berdasarkan data dari The Military Balance 2014 adalah 395.500 personil, yang terdiri atas 300.400 tentara Angkatan Darat, 65.000 personil Angkatan Laut, dan 30.100 tentara Angkatan Udara. Ditambah dengan jumlah paramiliter sebanyak 281.000 orang dan jumlah cadangan 400.000 orang.102
Gambar 2.3. Lambang TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU (dari kiri ke kanan) Sumber: www.tniad.mil.id, www.tnial.mil.id, www.tni-au.mil.id
Jika dilihat dari masing-masing matra, Angkatan Darat dipersenjatai dengan pelbagai macam alutsista, seperti main battle tank jenis Leopard serta 350 tank ringan seperti AMX dan Scorpion. Militer Indonesia juga mempunyai pelbagai jenis kendaraan angkut tempur, yang berjumlah 549, seperti panser Anoa, Stormer, Black Fox, Commando Ranger, Saracen,
46
Casspir, dan Barracuda. Jumlah artileri yang dimiliki TNI-AD mencapai 1.907, dan pelontar roket (LMRS) sebanyak 50 unit.103 Untuk Angkatan Laut, Indonesia didukung pelbagai kapal, seperti 2 kapal selam Cakra, 6 kapal perang, 23 kapal perang kecil, 11 frigate, 72 kapal patroli dan penjaga pantai dengan 18 di antaranya merupakan korvet, 11 mine warfare, serta sekitar 32 kapal pendukung dan logistik.104 Adapun Angkatan Udara Indonesia, yang diperkuat 30.100 personil, mengandalkan 78 pesawat tempur, seperti pesawat Sukhoi Su-27SK (2 unit), Su-27SKM Flanker (3 unit), Su-30MK Flanker (2 unit), dan Su-30MK2 Flanker (9 unit). Selain mengandalkan Sukhoi, Indonesia memiliki F-5E Tiger, F-16A, dan F-16B. Indonesia juga mempunyai pelbagai pesawat angkut seperti Hercules, 444 pesawat militer, dan pelbagai jenis helikopter yang totalnya 187 unit.105 Mengenai gelar, untuk matra darat pada saat ini TNI Angkatan Darat memiliki 13 komando daerah militer (kodam), yaitu 3 kodam di Sumatera, 4 kodam di Jawa, 2 kodam di Kalimantan, 1 kodam di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, 1 kodam di Sulawesi, 1 kodam di Kepulauan Maluku, serta 1 kodam di Papua. Angkatan Laut terdiri atas 2 armada wilayah, yaitu di Jakarta dan Surabaya. Sedangkan TNI Angkatan Udara memiliki 4 skuadron tempur, di Pangkalan Udara Iswahyudi, Pekanbaru, Hasanuddin, dan Supadio.106 Anggaran pertahanan Indonesia mengalami kenaikan selama lima tahun terakhir (2010-2014). Jika dilihat dari PDB Indonesia, jumlah anggaran 47
pertahanan Indonesia mencapai Rp86,3 triliun pada 2014, dimana angka ini hanya 0,9 persen dari besaran PDB Indonesia (lihat tabel 2.2). Apabila Indonesia bisa mencapai angka 2 persen, maka ada peluang bagi kemajuan pertahanan Indonesia, sebagaimana anggaran pertahanan negara-negara anggota NATO yang mengalokasikan anggaran pertahanan sebesar 2% dari PDB negara mereka.
No.
Variabel
1.
PDB (USD Miliar)
2. 3. 4.
Anggaran Pertahanan (USD Miliar) Anggaran Pertahanan (Rp Triliun) Anggaran Pertahanan dari Total PDB (%)
Anggaran Pertahanan Indonesia 2010
2011
2012
2013
2014
880,1
970,8
965,5
917,3
856,1
4,7
5,4
7,7
7,9
7,3
42,310
47,498
72,538
0,7
0,6
0,9
81,963 86,376 0,9
0,9
Tabel 2.2. Anggaran Pertahanan Indonesia (2010-2014) Sumber: Defence Economic Trends 2015107
Jika dibandingkan dengan anggaran pertahanan pada tahun 2013 terhadap lima dari sepuluh negara-negara ASEAN, anggaran Indonesia (Rp81,963 triliun) merupakan anggaran paling besar kedua, setelah Singapura (Rp114,051 triliun), disusul oleh Thailand (Rp67,381 triliun) di posisi ketiga, Malaysia (Rp54,363 triliun) menempati posisi keempat, sementara kelima adalah Vietnam (Rp43,738 triliun).108 Adanya kenaikan anggaran pertahanan menjadi salah satu indikator bahwa perekonomian Indonesia mengalami perkembangan sekaligus menunjukkan bahwa
48
pemerintah semakin menyadari pentingnya mengatasi pelbagai persoalan di bidang pertahanan. Di samping kekuatan alutsista dan kenaikan anggaran pertahanan, Indonesia juga memiliki beberapa industri strategis di bidang pertahanan yang berproduksi di dalam negeri. Di bidang kedirgantaraan, Indonesia memiliki PT Dirgantara Indonesia (Persero), di bidang kemaritiman ditangani PT PAL (Persero), sementara di bidang persenjataan, amunisi, dan kendaraan tempur dipegang oleh PT Pindad (Persero), dan bidang bahan peledak oleh PT Dahana (Persero). Tonggak awal cita-cita bangsa Indonesia membangun industri strategis berakar dari Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 1983 Tentang Pembentukan Dewan Pembina dan Pengelola Industriindustri Strategis dan Industri Pertahanan Keamanan.109 Selain keempat industri pertahanan tersebut, Indonesia juga memiliki enam industri strategis lainnya, meliputi PT INKA (Industri Kereta Api), PT INTI di bidang telekomunikasi, PT Krakatau Steel (baja), PT Boma Bisma Indra (kontainer dan peralatan ekspor), PT Barata Indonesia (mesin diesel), dan PT LEN (elektronik).110 Pada awal keberadaannya, PT Pindad merupakan bengkel senjata yang bermula pada era kolonial Belanda. Pada 1808, Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Belanda yang tengah berkuasa, mendirikan sebuah bengkel di Surabaya. Tujuan Daendels membangun fasilitas ini selain untuk perbaikan dan pemeliharaan, juga sebagai tempat pengadaan perkakas senjata bagi serdadu Belanda, bengkel ini dikenal dengan nama Constructie 49
Winkel (CW). Selain CW, Daendels juga membangun sebuah pabrik amunisi berkaliber besar yang lengkap dengan laboratorium kimia, bernama Proyektiel Fabriek (PF). Pabrik dan bengkel inilah yang menjadi fondasi pembentuk PT Pindad.111 Dilihat dari produknya, PT Pindad terdiri atas dua direktorat, yaitu Direktorat Produk Militer dan Direktorat Produk Komersial. Direktorat Produk Militer terdiri atas Divisi Amunisi, Divisi Senjata, serta Unit Bisnis Workshop dan Prototipe. Sedangkan Direktorat Produk Komersial terdiri atas Divisi Mekanik, Listrik, Forging, dan Pengecoran serta Unit Bisnis Tool Shop, Stamping, dan Laboratorium.112 Pelbagai produk berhasil diproduksi oleh PT Pindad, bahkan ada beberapa produk yang telah mendunia, produk tersebut diantaranya produk kendaraan tempur Anoa 6x6 telah digunakan oleh pasukan pemelihara perdamaian PBB di Lebanon dan Suriah. Selain itu ada juga produk pelbagai jenis senjata, peluru kaliber, rifles, senapan serbu, pistol, revolver, senapan sniper, peluncur granat, pelindung tubuh (personal body protection), dan lainnya.113 Saat ini PT Pindad telah melakukan kerjasama membentuk perusahaan joint venture antara lain dengan PT Fanuc GE Automation Indonesia (mesin CNC, rekayasa otomatisasi pabrik, dan PLC), PT Siemens Indonesia (MV/LV Switcgear & Machinery), PT GHH Borsig Southeast Asia (konstruksi dan pemeliharaan turbin uap dan gas), dan PT Lucas Pindad Aerospace Indonesia (pembuatan dan perakitan komponen pesawat terbang).114
50
Di matra udara, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) hadir untuk menjawab tantangan pertahanan udara. Industri pesawat terbang sangat penting bagi Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga pertahanan udara Indonesia. PT DI atau Indonesian Aerospace (IAe), nama yang diresmikan Presiden Republik Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid, di Bandung pada 24 Agustus 2000, menggantikan nama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT IPTN), yang sudah disandang badan usaha strategis ini sejak kurang lebih 38 tahun yang lalu.115 Sebelum berganti nama menjadi PT DI, PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio merupakan nama yang pertama kali digunakan, didirikan oleh Dr. B.J. Habibie, pada 28 April 1976.116 Perusahaan ini sudah bisa menghasilkan pelbagai macam produk, baik produk pesawat maupun produk yang bersifat jasa, dan menyerahkan produk dan jasa tersebut kepada konsumen dalam dan luar negeri. Produk tersohor mereka adalah CN-235, yang telah digunakan di beberapa negara untuk keperluan militer dan sipil.117 Untuk matra laut, pemerintah mendirikan PT PAL yang berlokasi di Surabaya, yang memiliki andil dalam membangun industri pertahanan laut. PT PAL mendesain dan memproduksi kapal selam hasil kerjasama dengan negara-negara sahabat. Sejarah PT PAL telah dimulai jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1822, seorang jenderal Belanda, Gubernur Jenderal Van der Capellen, adalah orang yang mencetuskan ide membangun industri perkapalan di Hindia Belanda dengan nama Marine Establishment/ME (ME berubah nama menjadi Penataran Angkatan Laut 51
(PAL)
pada
27
Desember
1949,
setelah
Indonesia memperoleh
kemerdekaan).118 Dengan adanya industri perkapalan ini, Capellen berharap akan mampu menunjang armada laut Kerajaan Belanda yang berada di wilayah Asia pada saat itu. Pada tahun 1979, Bea dan Cukai membeli kapal FPB 28 sebanyak 24 unit dari PT PAL, dengan komponen kapal dari Belgia dan Jerman.119 Sebelum memutuskan membeli kepada PT PAL, Bea dan Cukai pada awalnya berencana membeli langsung dari Belgia (Belgium Shipbuilding Company (BSC)). Setelah melihat hasil kerja PT PAL, Bea dan Cukai mengakui bahwa kapal buatan PT PAL lebih baik daripada buatan BSC, yang membuat Bea dan Cukai memesan lima FPB 28 lagi langsung kepada PT PAL. Kesuksesan tersebut terulang di saat Pertamina membeli kapal tanker berukuran 3.000-5.000 ton dari PT PAL, melalui kerjasama yang dirintis dengan Mitsui Engineering and Shipbuilding (MES) dari Jepang.120 Pada 1983, mulai dibangun kapal pertama di PT PAL, dan disusul kapal kedua pada tahun 1985. Kapal pertama diberi nama Minas, sedangkan kapal kedua bernama Melahin.121 Selain PT Pindad, PT PAL, dan PT DI, Indonesia juga memiliki industri strategis lainnya, yang bergerak di bidang bahan peledak, bernama PT Dahana.122 PT Dahana berawal dari proyek roket Angkatan Udara Indonesia pada 1957 di Desa Menang, Madiun, Jawa Timur. TNI Angkatan Udara kemudian meneruskan proyek ini menjadi Menang 2 dengan mendirikan pabrik dinamit (NG based) dengan bantuan Hispano-Suiza123 pada 1966 di lingkungan pangkalan TNI Angkatan Udara Tasikmalaya.124 Pada 1999, 52
Dahana memperoleh sertifikasi ISO 9002:1994, yang kemudian ditingkatkan lagi dengan mendapatkan ISO 9001:1994 pada 2001, sementara pemutakhiran untuk menjadi sistem ISO 9001:2000 sedang dilakukan saat ini.125 PT Dahana telah membangun pelbagai sarana, prasarana, dan pergudangan bahan peledak, dan terus berkembang untuk menghasilkan produk dan jasa berdaya saing tinggi juga ramah lingkungan. 2. Alutsista TNI AD, TNI AL, dan TNI AU Tahun 2008 (Pra Implementasi Kebijakan MEF) Postur pertahanan Indonesia pada tahun 2008 (sebelum implementasi MEF) memiliki perbedaan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan pasca tahun 2008 (setelah implementasi MEF). Kebijakan MEF yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2009 akan berlanjut hingga tahun 2024. Dalam kebijakan MEF, salah satu target yang ingin dicapai Indonesia adalah penguatan postur pertahanan negara, termasuk upaya modernisasi alutsista. Pada tahun 2008, Indonesia menganggarkan belanja pertahanan sebesar 0,89% dari total GDP Indonesia. Dari segi jumlah personil militer, Indonesia memiliki 297.000 personil militer aktif pada tahun 2008.126 Tabel 2.3 di bawah ini menampilkan data tahun 2008 terkait jumlah persenjataan TNI di tiga matra.
53
Army (TNI AD)
Unit (s)
Attack Helicopters Main Battle Tanks (MBT)
50 –
Navy (TNI AL) Aircraft Carriers Corvette Warships Frigates Submarines Nuclear Submarines Amphibious Warfare Ships Patrol Boats
Unit (s) −
Air Force (TNI AU) Combat Aircrafts
Unit (s) 69
26 7 2 − 4 30
Tabel 2.3. Jumlah Persenjataan (Alutsista) TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU Tahun 2008 Sumber: Nation Master127
Berdasarkan tabel 2.3, dapat dilihat bahwa kepemilikan jumlah persenjataan TNI masih kurang merata. Di matra darat, pada tahun 2008, Indonesia bahkan belum memiliki tank tempur utama (main battle tanks). Untuk matra laut, angkatan bersenjata Indonesia hanya didukung oleh 2 unit kapal selam. Sementara di matra udara, Indonesia memiliki 69 unit pesawat tempur (combat aircrafts). Kendati demikian, menurut data dari Discovery Channel Military edisi 2008, Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) Indonesia masuk dalam 3 besar angkatan bersenjata terbaik di tingkat global. Peniliaian ini ditentukan berdasarkan performa dan keahlian yang dimiliki angkatan bersenjata suatu negara, tanpa melibatkan advanced military technology dari negara tersebut. Indonesia berada di peringkat ketiga setelah SAS Inggris Raya dan MOSSAD Israel.128
54
3. Sejarah Kerjasama Pertahanan Indonesia−China Hubungan diplomatik yang telah dijalin Indonesia dengan China sejak 13 April 1950, tidak serta-merta membuat hubungan kerjasama di pelbagai bidang langsung dilakukan kedua negara. Misalnya, kerjasama di bidang ekonomi baru disepakati kedua negara setelah Presiden Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid, mengadakan kunjungan ke China pada tanggal 1-3 Desember 1999. Kunjungan presiden Indonesia tersebut menjadi penanda era baru dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Hal ini disusul dengan penandatanganan MoU mengenai Bantuan Hibah tentang Kerjasama Ekonomi dan Teknik pada 28 Desember 1999 di Jakarta. Di samping itu, ratifikasi mengenai bergabungnya Indonesia dengan ASEANChina Free Trade Area (ACFTA) pada masa Presiden Megawati tidak diratifikasi Indonesia pada saat itu. Kesepakatan mengenai perdagangan bebas antara Indonesia sebagai negara anggota ASEAN dengan China baru diratifikasi pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan menyatakan Indonesia secara resmi tergabung dalam ACFTA. Tidak jauh berbeda dengan hubungan kerjasama bilateral di sektor ekonomi. Hubungan Indonesia-China di sektor pertahanan bahkan baru dijajaki sejak awal tahun 2000-an. Hubungan yang terjalin saat itu juga hanya sebatas kunjungan para pejabat militer. Kedua negara belum pernah mengadakan perjanjian kerjasama pertahanan yang mengikat hubungan kedua negara.
55
Terdapat beberapa aktivitas kunjungan para pejabat militer kedua negara pada tahun 2003. Tercatat pada tanggal 3-6 November 2003, Kepala Staf TNI AD saat itu, Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu berangkat bersama rombongan ke China atas undangan dari industri pertahanan nasional China, North Industries Corporations (NORINCO). Tujuan kunjungan ini adalah untuk meninjau industri persenjataan China. Selanjutnya pada tanggal 14-17 November 2003, Kepala Badan Intelijen Strategis TNI, Mayor Jenderal TNI Mochamad Luthfie Wetto beserta rombongan dari Indonesia mengunjungi China atas undangan Military Intelligence Department People’s Liberation Army dengan tujuan untuk menjajaki kerjasama dalam bidang intelijen strategis. Sebelumnya, pada tanggal 11-23 Oktober 2003, Letkol Tek Naviardi Suryanto berangkat ke China untuk mengikuti pelatihan dan inspeksi rudal QianWei-3 (QW-3) bersama rombongan dalam rangka pelaksanaan kontrak jual beli Nomor 003/KE/XII/2002/AU tanggal 11 Desember 2002 tentang pengadaan Rudal QW-3.129 Kerjasama pertahanan yang dijajaki Indonesia dan China sebelum disepakatinya Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis 2005, hanya sebatas kunjungan pejabat militer kedua negara dan pembelian beberapa alutsista. Puncak hubungan kerjasama bilateral kedua negara di sektor pertahanan diwujudkan dengan ditandatanganinya Joint Declaration on Strategic Partnership 2005 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao, yang dilaksanakan di Jakarta, 25 April 2005. Deklarasi ini juga mengatur kerjasama tidak hanya di sektor pertahanan, namun juga 56
difokuskan untuk memperkuat kerjasama politik dan keamanan, memperdalam kerjasama ekonomi dan pembangunan, meningkatkan kerjasama sosial budaya dan memperluas hubungan non-pemerintah. Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani Indonesia dan China tersebut telah mempererat hubungan keduanya dan memperluas lingkup kerjasama di antara kedua negara. Deklarasi ini sekaligus merupakan upaya kedua negara untuk memusatkan perhatian pada kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan kedua negara ke tatanan baru demi keuntungan kedua negara. Pernyataan ini tercantum dalam paragraf kedua dari isi naskah perjanjian yang ditandatangani kedua negara. Kami sepakat bahwa Indonesia dan China telah menjadi dua mitra penting dalam kerjasama, dan untuk itu, sebagai dua negara berkembang yang utama, kami harus membangun perspektif strategis dalam memusatkan perhatian pada kepentingan jangka panjang kami dan membawa hubungan kami ke tataran baru demi keuntungan kedua negara dan rakyat kami serta untuk memberi sumbangan baru bagi solidaritas dan kerjasama antar negaranegara berkembang serta pada perdamaian dan pembangunan umat manusia.130 Secara spesifik di sektor pertahanan, pada poin ke-8 deklarasi ini mengatur bagaimana upaya kedua negara dalam mempromosikan rasa saling percaya dan keyakinan dalam bidang pertahanan dan militer dengan maksud untuk membangun industri pertahanan masing-masing dan secara aktif menyelidiki kemungkinan untuk membentuk mekanisme konsultasi pertahanan dan keamanan. Kemudian dilanjutkan pada poin ke-9, kedua negara juga menyatakan akan bekerjasama dengan erat pada isu maritim 57
melalui perbaikan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan membangun mekanisme konsultasi dan kerjasama maritim. Komitmen kedua negara untuk menjajaki hubungan kerjasama di sektor pertahanan terus berlanjut dengan menandatangani pelbagai perjanjian hingga tahun 2012, selama masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao. Pada tanggal 28 Juli 2005, di Beijing, tepat tiga bulan setelah kedua negara menyepakati untuk menandatangani Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis di Jakarta, kedua negara kembali menandatangani Memorandum Saling Pengertian (MoU) mengenai Kerjasama dalam Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertahanan. MoU ini ditandatangani oleh Menteri Pertahanan kedua negara saat itu, dari pihak Indonesia oleh Juwono Sudarsono dan dari pihak China oleh Cao Gangchuan. Di tahun-tahun berikutnya, kedua negara menandatangani berbagai perjanjian mulai dari Memorandum of Understanding, Agreement, Plan of Action, dan Joint Communique. Selama masa pemerintahan SBY, terdapat enam perjanjian kerjasama pertahanan yang telah disepakati bersama antara Indonesia dan China. Keenam perjanjian tersebut adalah sebagai berikut. a. Deklarasi Bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China mengenai Kemitraan Strategis Deklarasi Bersama (Joint Declaration) yang ditandatangani secara langsung oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden China, Hu Jintao, dilakukan di Jakarta pada 25 April 2005. 58
Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian, yaitu 25 April 2005, dengan masa berlaku dan cara pengakhiran perjanjian yang tidak tercantum dalam naskah. Deklarasi Kemitraan Strategis ini merupakan awal dari dimulainya hubungan kerjasama yang lebih erat antara Indonesia dan China di berbagai bidang, termasuk di bidang pertahanan keamanan, bersama dengan kerjasama di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro, mengatakan Kementerian Pertahanan Indonesia mengadakan pertemuan rutin antara Indonesia dan China yang berlangsung tujuh kali dalam satu tahun. Pertemuan ini baik di tingkat menteri, wakil menteri, industri pertahanan, dialog strategis, angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara. Terdapat tujuh bidang kerjasama pertahanan yang telah dilakukan kedua negara yaitu pertemuan rutin menteri pertahanan, forum konsultasi bilateral bidang pertahanan, dialog strategis, industri pertahanan, pendidikan dan latihan bersama, dan kerjasama maritim. Pertemuan bilateral ini merupakan implementasi dari Kemitraan Strategis yang ditandatangani oleh presiden kedua negara tahun 2005 dan semakin diperkuat dengan pelbagai perjanjian lainnya di bidang pertahanan.131 Contoh pertemuan yang dilakukan di tingkat menteri adalah ketika Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengadakan kunjungan ke Beijing pada 21 September 2014.132 Dalam pertemuan tersebut, Purnomo 59
membicarakan pelbagai hal dengan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat China, Fan Changlong. Menurut Fan, Indonesia dan China telah menjalin kerjasama untuk waktu yang cukup lama dan kedua negara harus bersama menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Kedua negara memiliki beberapa kesamaan termasuk jumlah populasi dan luas wilayah yang besar serta pertumbuhan ekonomi yang positif. Penguatan kerjasama ini diyakini akan meningkatkan rasa saling percaya, meningkatkan frekuensi pertukaran perwira dan personil militer, dan bentuk kerjasama lainnya. Kedua negara berkomitmen akan semakin mempererat kerjasama untuk ke depannya. b. Memorandum Saling Pengertian mengenai Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pertahanan antara Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia dan Komisi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri untuk Pertahanan Nasional Republik Rakyat China Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding) yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia periode 20042009, Hassan Wirajuda, dan Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri untuk Pertahanan Nasional China (Komisi lebih tinggi pangkatnya daripada Kementerian), Zhang Yunchuan, dilakukan di Beijing pada 28 Juli 2005. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian, yaitu 28 Juli 2005, dengan masa berlaku perjanjian selama lima tahun dan dapat diperpanjang secara otomatis 60
setiap lima tahun berikutnya. Cara pengakhiran perjanjian dapat dilakukan dengan cara pemberitahuan tertulis 6 bulan sebelum masa berlaku berakhir. Melalui kerjasama ini, Indonesia menyambut baik ajakan China untuk kerjasama teknologi militer yang antara lain mencakup pembuatan perlengkapan militer dan pemasarannya. Menurut Indonesia, teknologi militer China telah memasuki taraf maju dan sudah dapat menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negara-negara Barat. Dalam pertemuan pejabat tinggi militer kedua negara dilakukan ketika Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno dan KASAL China Laksamana Wu Shenghi menyepakati untuk meningkatkan kerjasama, terutama dalam pendidikan dan latihan.133 Bahasan mengenai kerjasama penelitian dan pengembangan teknologi pertahanan China-Indonesia direalisasikan setelah Menteri Luar Negeri China, Yang Jiechi berkunjung ke Jakarta pada 10 Agustus 2012. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan untuk memproduksi misil bersama pada Maret 2013.134 Kerjasama IndonesiaChina dalam memproduksi misil bersama telah membuahkan hasil dimana TNI AL telah menerima misil varian C-705 dan telah melalui tahap uji coba yang dilakukan di Selat Sunda. Selain kerjasama produksi misil, China juga mengajak 10 orang pilot dari TNI AU untuk mengadakan latihan bersama mengoperasikan simulator pesawat tempur Sukhoi di
61
China.135 Hingga tahun 2014, beberapa rudal yang telah digunakan TNI diantaranya adalah rudal C-802, C-705, QW-1 dan QW-3. c. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Rakyat China tentang Kerjasama Aktivitas dalam Bidang Pertahanan Persetujuan (Agreement) ini ditandatangani oleh masing-masing Menteri Pertahanan kedua negara. Dari pihak Indonesia, ditandatangani oleh Juwono Sudarsono, selaku Menteri Pertahanan Indonesia periode 2004-2009, dan Menteri Pertahanan China, Cao Gang Chuan, dilakukan di Beijing pada 07 November 2007. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal Nota Pemberitahuan terakhir, dengan masa berlaku perjanjian selama lima tahun dan dapat diperpanjang otomatis setiap lima tahun berikutnya. Cara pengakhiran perjanjian dapat dilakukan dengan cara pemberitahuan tertulis 90 hari sebelum masa berlaku berakhir. Tepat dua minggu setelah ditandatanganinya perjanjian kerjasama pertahanan ini, pemerintah China mulai menunjukkan keseriusannya untuk menjajaki pengembangan kerjasama sektor industri pertahanan di Indonesia. China menawarkan kepada Indonesia untuk memberi dana pembangunan galangan kapal dan menghidupkan kembali beberapa industri pertahanan strategis yang dimiliki Indonesia. Dari sudut pandang China, mengaku sangat tertarik untuk terlibat dalam pengembangan industri pertahanan di Indonesia terutama soal persenjataan.
Pasalnya,
China 62
ingin
membangun
kemampuan
pertahanan yang layak di Indonesia supaya jalur minyak ke China terjamin. Dari sisi inilah dapat dilihat kepentingan ekonomi dua negara berpenduduk padat ini bisa bertemu dan bisa berlanjut kepada kerjasama yang saling menguntungkan. d. Rencana Aksi dari Implementasi Deklarasi Bersama mengenai Kemitraan Strategis antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China Rencana Aksi (Plan of Action) yang ditandatangani secara langsung oleh Menteri Luar Negeri Indonesia periode 2009-2014, Marty Natalegawa, dan Menteri Luar Negeri China, Yang Jiechi, dilakukan di Jakarta pada 21 Januari 2010. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian, yaitu 21 Januari 2010, dengan masa berlaku dan cara pengakhiran perjanjian yang tidak tercantum dalam naskah. e. Komunike Bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China dalam Rangka Memperkuat Kemitraan Strategis Selanjutnya antara Indonesia-China Komunike Bersama (Joint Communique) ini disepakati oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Perdana Menteri China, Wen Jiabao, saat SBY mengundang Wen Jiabao ke Indonesia sebagai bentuk kunjungan balasan pada bulan April 2011. Ikatan kerjasama melalui Komunike Bersama ini dilakukan di Jakarta pada 29 April 2011. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian,
63
yaitu 29 April 2011, dengan masa berlaku dan cara pengakhiran perjanjian yang tidak tercantum dalam naskah. f. Memorandum Saling Pengertian tentang Kerjasama Maritim antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China [MoU ini mengakhiri MoU Kerjasama Maritim tertanggal 25 April 2005] Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding) yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, dan Menteri Luar Negeri China, Yang Jiechi, dilakukan di Beijing pada 23 Maret 2012. Perjanjian ini mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan perjanjian, yaitu 23 Maret 2012, dengan masa berlaku perjanjian selama lima tahun dan akan diperpanjang otomatis setiap lima tahun berikutnya. Cara pengakhiran perjanjian ini dapat dilakukan dengan cara pemberitahuan tertulis dari salah satu pihak enam bulan sebelumnya. Implementasi dari kerjasama ini berawal dari adanya kesadaran akan pentingnya keselamatan navigasi di laut. Melalui MoU ini, dibentuk Komite Kerjasama Maritim (KKM) Indonesia-China. Dalam pertemuan ini, dibentuk badan yang mendanai proyek-proyek KKM dengan dana awal diberikan oleh China. Tindak lanjut dari MoU ini adalah dengan diadakannya siding pertama KKM di Beijing, China pada bulan Desember 2012. Komite Kerjasama Maritim ini diketuai bersama oleh Wakil Menteri Luar Negeri dari masing-masing negara, dengan anggotanya yang terdiri 64
dari wakil-wakil instansi pemerintah terkait dari masing-masing pihak. Dari Indonesia terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Markas Angkatan Laut dan Kepolisian Republik Indonesia. Lebih lanjut, kerjasama maritim antara China-Indonesia melalui peningkatan daya mampu dan pelatihan operator vessel traffic service (VTS) di Selat Lombok dan Selat Sunda tentunya akan sangat membantu Indonesia dalam menjamin kepentingan internasional tetap terjaga di SLOC, SLOT maupun ALKI Indonesia. Demikian pula dengan bantuan China melalui penggantian alat bantu navigasi di sepanjang Selat Malaka yang rusak akibat tsunami Aceh pada tahun 2006 dan pendirian pusat kelautan dan iklim Indonesia-China. Pembangunan Kamsalat (satelit keamanan laut) juga merupakan bagian dari upaya China untuk membantu Indonesia menjamin keselamatan pelayaran di jalur-jalur strategis ini.136 Indonesia dan China telah menyepakati untuk memperkuat lebih lanjut lagi mekanisme kerjasama maritim bilateral dalam bidang keselamatan pelayaran, lingkungan laut dan keamanan maritim. a) Dalam bidang keselamatan pelayaran, baik Indonesia maupun China menyetujui pertukaran informasi mengenai keselamatan pelayaran; penyediaan alat bantu pelayaran untuk keselamatan pelayaran dan fasilitas terkaitnya; dan kerjasama dalam dialog
65
antara negara pantai dan negara pengguna Selat Malaka dan Singapura. b) Dalam bidang kerjasama lingkungan laut dan perikanan, MoU ini menyepakati pertukaran informasi mengenai lingkungan laut; perlindungan lingkungan dan ekologi maritim; pertukaran teknis dan kerjasama mengenai tumpahan minyak di laut dan pencegahan polusi; pertukaran teknis dan kerjasama untuk memerangi,
mencegah,
menangkal
dan
menghapuskan
penangkapan ikan yang ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan; dan melakukan penelitian ilmiah kelauatan, program observasi dan pelatihan. c) Dalam
kerjasama
keamanan
maritim
disepakati
adanya
pertukaran informasi mengenai keamanan maritim; penyediaan bantuan untuk pengawasan, pemantauan dan manajemen maritim; kerjasama untuk memerangi kejahatan transnasional, dan pertukaran angkatan bersenjata masing-masing negara. d) MoU ini juga menyepakati hal-hal lain seperti kerjasama pencarian dan pertolongan maritim; pembangunan dan penyediaan kapal, peningkatan kapasitas mengenai isu-isu maritim,
dan
kerjasama
internasional.137
66
di
berbagai
forum
maritim
BAB III PEMBAHASAN A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pertahanan Indonesia (20042014) 1. Lokasi/Letak Negara Letak strategis Indonesia menjadi salah satu pertimbangan dalam memutuskan kebijakan pertahanan yang ditetapkan Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah lebih dari 17.000 pulau, mengharuskan Indonesia memprioritaskan perlindungan, baik di darat, laut, maupun udara, demi melindungi kedaulatan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Letak negara Indonesia diapit oleh dua samudra besar (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia), dan dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) serta berbatasan langsung dengan negara lain dan lautan bebas. Berdasarkan jenis-jenis lokasi suatu negara, Indonesia masuk dalam jenis multi-sea and insular location,138 yaitu negara dengan banyak batas lautnya. Selain Indonesia, negara yang termasuk dalam jenis ini adalah Australia, Rusia, Jepang, Inggris Raya, Singapura, Filipina, Islandia, dan negara kepulauan lainnya. Lokasi Indonesia ini mempengaruhi Indonesia dalam menentukan sebagian besar aktivitas, karakter, maupun interest negara, baik politik, maupun sosial dan ekonomi. Masalah yang dihadapi negara-negara maritim akan berbeda dengan masalah yang dihadapi oleh negara-negara kontinental (daratan atau benua).
67
Dari posisi tersebut peran Indonesia menjadi sangat penting bagi dunia internasional, baik dalam bidang ekonomi maupun bidang pertahanan. Lokasi negara Indonesia juga menjadi salah satu jalur pelayaran dunia (sea lines of communication/SLOC). Di satu sisi, posisi Indonesia ini sangat menguntungkan. Akan tetapi di sisi lain, letak Indonesia menjadi rawan terhadap kedaulatan negara, seperti pelanggaran batas wilayah, pencurian kekayaan alam Indonesia, penyelundupan dan perdagangan narkoba, perampokan, dan kejahatan internasional lainnya. Pentingnya menetapkan kebijakan pertahanan Indonesia berdasarkan letak dan kondisi negara ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Pada Pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa “Kebijakan Pertahanan negara disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.”139 Berdasarkan uraian di atas, Indonesia memerlukan pengembangan postur pertahanan negara dari segi kemampuan, kekuatan, maupun gelar di tiga matra TNI, darat, laut dan udara, untuk menjaga luas wilayah dan kedaulatan negara. 2. Politik Luar Negeri Indonesia mempertahankan komitmen yang kuat dalam hal prinsip dasar yang sekaligus menjadi politik luar negeri Indonesia yaitu “bebas aktif”. Dengan politik luar negeri bebas aktif, ini berarti bahwa Indonesia tidak akan masuk ke dalam aliansi formal manapun, akan tetapi secara aktif terus meningkatkan hubungan bilateral maupun multilateral dengan 68
negara-negara di dunia, dan turut menjaga perdamaian dunia. Dalam menyikapi suatu konflik yang terjadi, Indonesia selalu berpegang teguh pada prinsip bebas aktif tersebut dengan bersikap netral dan berupaya menengahi konflik yang terjadi demi terciptanya perdamaian dan keamanan bersama. Jika dilihat dari sudut pandang politik luar negeri Indonesia yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia menilai kemajuan teknologi militer yang dicapai China dapat menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negara-negara Barat. Hal ini sekaligus merupakan salah satu upaya Indonesia dalam menyeimbangkan politik luar negerinya agar tidak terlalu condong ke Barat, sebagai wujud implementasi politik luar negeri bebas aktif. Dikarenakan dalam menjalankan kerjasama, Indonesia menjalin kerjasama tidak hanya dengan mitra dari Barat, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, dan Inggris Raya, namun juga dengan mitra dari Timur, seperti Rusia, Jepang, India, dan China. 3. Kepentingan Nasional Sama halnya dengan negara lain, dalam merumuskan setiap kebijakan luar negeri, terkandung kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh Indonesia. Dalam bidang pertahanan dan kemanan negara, Indonesia menetapkan kebijakan berupa upaya bersama negara-negara kawasan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan, baik di Asia Pasifik maupun Asia Tenggara. Kebijakan luar negeri “dynamic equilibrium” yang dicetuskan oleh Marty Natalegawa selaku Menteri Luar Negeri Indonesia, 69
merupakan salah satu kepentingan nasional yang ingin dicapai oleh Indonesia. Melalui kebijakan tersebut, Indonesia mendorong negara-negara di kawasan untuk bersama menjaga stabilitas kawasan agar terciptanya perimbangan kekuatan sehingga tidak ada satu pihak yang lebih dominan. Di samping itu, Indonesia juga aktif menjalin kerjasama dengan negara lainnya, terutama kerjasama di bidang pertahanan untuk mempererat hubungan antar negara sekaligus membantu modernisasi militer Indonesia melalui penjualan maupun pembelian alutsista, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi, maupun latihan bersama personil militer. Adanya sikap keterbukaan dari Indonesia dalam menjalin kerjasama dari pelbagai negara, merupakan salah satu upaya Indonesia dalam mengimplementasikan kepentingan nasional di level internasional. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah berupaya menjaga perdamaian dunia yang termasuk di dalamnya menjalin kerjasama dengan mitra strategis dan negara-negara sahabat, dengan mengesampingkan Blok Barat atau Blok Timur yang diikuti suatu negara. 4. Aktor/Decision Maker Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, Pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa Presiden menetapkan Kebijakan Umum Pertahanan Negara dalam rangka pengelolaan Sistem Pertahanan Negara.140 Kebijakan yang ditetapkan Presiden inilah yang menjadi acuan bagi perencanaan, penyelenggaraan, dan pengawasan Sistem Pertahanan Negara. Kebijakan 70
Umum Pertahanan Negara ini ditetapkan sebagai dasar bagi Menteri Pertahanan dalam menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara dan dasar bagi pimpinan Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non-Kementerian dalam menetapkan kebijakan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan fungsi masing-masing terkait bidang pertahanan.141 Berdasarkan Undang-Undang No 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2010 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2010-2014, dan Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Kebijakan Penyelenggaraan Pertahanan Negara Tahun 2010-2014, dijelaskan bahwa semua dokumen resmi tersebut merupakan dasar dalam penyusunan kebijakan bagi Menteri Pertahanan dalam penyelenggaraan pertahanan negara yang digunakan sebagai dasar bagi pimpinan Kementerian Pertahanan dan TNI sesuai dengan wewenang, tugas pokok, dan fungsi masing-masing. 5. Industri Pertahanan Domestik Kemampuan dan kekuatan industri dalam negeri menjadi salah satu aspek penting yang diperhatikan dalam pengambilan kebijakan pertahanan Indonesia. Bagaimana kesanggupan industri pertahanan dalam negeri menopang dan memenuhi kebutuhan militer Indonesia di tiga matra, darat, laut, dan udara, menjadi dasar dalam penentuan kebijakan yang akan 71
diambil pada tahap berikutnya. Kemandirian industri pertahanan Indonesia tertinggal jauh jika dibandingkan dengan industri pertahanan di negara yang kuat dari segi kemampuan militer, seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Prancis, dan Jepang. Kendala industri pertahanan dalam negeri dalam memproduksi alutsista yang mumpuni dikarenakan pelbagai keterbatasan yang dimiliki, termasuk keterbatasan dalam penguasaan teknologi dan inovasi. Dalam hal inilah Indonesia perlu menjalin kerjasama dengan negaranegara yang telah mandiri dalam produksi alutsista. Sebagai langkah awal untuk merealisasikan rencana tersebut, pada tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang secara umum berisi kebijkan nasional yang bersifat strategis di bidang industri pertahanan yang meliputi kebijakan dalam penelitian, pengembangan dan perekayasaan, pendanaan, strategi pemasaran, pembinaan, pemberdayaan, peningkatan sumber daya manusia dan kerja sama luar negeri industri pertahanan.142 6. Instabilitas Kawasan Ancaman militer berupa invasi atau agresi dari negara lain diperkirakan kecil. Akan tetapi, meningkatnya tensi dan konflik yang terjadi di kawasan membuat Indonesia siap siaga dalam kekuatan militernya. Bukan dimaksudkan untuk mempersiapkan perang, namun sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan negara. Karena Indonesia memegang prinsip politik luar negeri bebas aktif. Konflik Laut China Selatan yang diperebutkan oleh 72
enam negara di kawasan Asia Pasifik mengharuskan Indonesia selaku negara netral menjadi penengah dalam konflik tersebut. Meskipun tidak terlibat langsung dalam perebutan Laut China Selatan, Indonesia tetap mengutamakan dialog untuk menghindari eskalasi konflik yang dapat memberikan dampak yang lebih serius. B. Kebijakan Pertahanan Indonesia dalam Upaya Menjadi Leader State di Kawasan Asia Tenggara Setiap negara di dunia memiliki kebijakan pertahanan masing-masing sebagai salah satu upaya untuk melindungi kedaulatan dan menjaga tetap tegaknya negara tersebut. Sama halnya dengan Indonesia. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, hal yang mutlak bagi Indonesia untuk memiliki kebijakan pertahanan yang dapat melindungi wilayah Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, terbentang dari Sabang sampai Merauke. Hakikat pertahanan negara bagi Indonesia merupakan segala upaya pertahanan bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.143 Sementara pertahanan negara Indonesia bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman. Tujuan pertahanan negara dalam menjaga kedaulatan negara mencakup upaya untuk menjaga sistem ideologi negara dan sistem politik negara.144 Dalam rangka mewujudkan tujuan pertahanan negara sebagaimana 73
yang tercantum dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia, Indonesia menetapkan pelbagai kebijakan pertahanan guna mencapai tujuan tersebut. Kebijakan Pertahanan yang diterapkan Indonesia tetap berpegang pada prinsip bebas aktif. 1. Kebijakan Pertahanan Indonesia 2004-2009: Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Bentuk Kerjasama Pertahanan Indonesia−China melalui “Joint Declaration on Strategic Partnership 2005” dan Upaya Pengembangan Industri Pertahanan Domestik Republik Rakyat China merupakan salah satu mitra strategis Indonesia. Kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik sejak 13 April 1950,145 dan kedua negara telah melakukan kerjasama di pelbagai bidang, mulai dari bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi, sosial budaya, hingga sektor pertahanan. Akan tetapi, hubungan kedua negara sempat dibekukan pada masa Orde Baru, tepatnya pada 30 Oktober 1967, dikarenakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah menjadi penghancur persatuan bangsa Indonesia, diduga memiliki keterkaitan dengan China dalam menyediakan dana dan dukungan politik bagi PKI.146 Setelah lebih dari dua dekade, hubungan diplomatik Indonesia dan China secara resmi kembali dilanjutkan pada tanggal 8 Agustus 1990 dengan ditandatanganinya MoU on the Resumption of Diplomatic Relations Republik Indonesia- Republik Rakyat China di Jakarta.147 Indonesia memilih langkah ini setelah Presiden Suharto mengeluarkan keputusan pada Februari 1989 untuk merestorasi hubungan diplomatik dengan China, dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri 74
China, Qian Qichen di Tokyo, saat kedua negara turut menghadiri upacara pemakaman Kaisar Hirohito.148 Tahun 2005 merupakan tahun yang penting bagi kedua negara. Dimana pada 25 April 2005, Indonesia dan China menandatangani Deklarasi Bersama tentang pembinaan kemitraan strategis (Strategic Partnership)149 antara kedua negara, yang menjadi penunjuk arah bagi perkembangan hubungan kedua negara.150 Perjanjian ini ditandatangani langsung oleh kepala negara Indonesia dan China, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao di Jakarta, dalam kunjungan kenegaraan Presiden Hu Jintao ke Indonesia. Dalam kurun waktu tidak sampai empat bulan sejak penandatanganan kerjasama, Juli 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengadakan kunjungan resmi ke China sebagai kunjungan balasan Presiden Hu Jintao ke Indonesia. Upaya kerjasama yang dijalin oleh Indonesia dengan China, merupakan salah satu jalan yang ditempuh Indonesia dalam mencapai kepentingan nasional, selain untuk mempererat hubungan kedua negara. Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke negeri China dapat diartikan melalui tiga makna khusus.151 Pertama, sebagai sesama negara Asia, yang mengutamakan prinsip anti-penjajahan, maka keinginan kedua negara untuk membebaskan dunia dan segala bentuk penjajahan bisa lebih mudah diwujudkan. Terkait hal ini, China memiliki hak veto di PBB. Kedua, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang berupaya dengan giat dalam memberantas korupsi, bisa belajar banyak dari bangsa China. Negeri 75
komunis tersebut tidak segan menghukum mati walikota dan pejabat tinggi yang terbukti melakukan korupsi. Ketiga, di bidang pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), Indonesia bisa belajar juga dari China. Pelbagai produk China yang terdapat di Indonesia, tidak sedikit yang merupakan hasil kerja industri rumah tangga dari China. Kunjungan timbal balik yang dilakukan oleh kedua negara telah memberikan dorongan penting bagi kemajuan hubungan Indonesia dan China, membangun rasa saling percaya di antara kedua belah pihak (confidence building), sekaligus sebagai penanda bahwa Indonesia dan China telah memasuki masa perkembangan yang baru. Deklarasi kemitraan strategis yang secara resmi ditandatangani oleh masing-masing kepala negara memfokuskan kerjasama di pelbagai sektor. Salah satu sektor yang menjadi fokus utama kedua negara adalah sektor pertahanan. Kesepakatan kerjasama pertahanan ini merupakan salah satu dari sembilan kesepakatan kerjasama yang dibuat pada pertemuan bilateral antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Hu Jintao pada April 2005. Sebagai bukti keseriusan kerjasama kedua negara di sektor pertahanan, pada Juli 2006 di Jakarta, dilangsungkan RI-PRC Bilateral Defense Dialogue, yang membahas pelbagai isu keamanan kawasan.152 Langkah ini dilanjutkan dengan Indonesia dan China menandatangani kerjasama pertahanan lainnya yang dilakukan oleh Menteri Pertahanan Republik Indonesia Juwono Sudarsono dan Menteri Pertahanan Republik Rakyat China (saat itu) Cao Gangchuan, di Beijing, pada 7 November 2007.153 76
Kerjasama ini mencakup kerjasama di bidang kelembagaan, kerjasama di bidang pertukaran dan alih teknologi, pembelian senjata, serta bidang pendidikan (pertukaran siswa militer) dan pelatihan. Pada tahun yang sama, sebuah Forum Konsultasi Pertahanan (Defence Consultation Forum) dibentuk oleh kedua negara.154 Pertemuan tingkat tinggi para pejabat militer kedua negara mulai meningkat sejak forum tersebut dibentuk. Terkait dengan kerjasama pertahanan yang dilakukan oleh Indonesia dan China, Menteri Pertahanan Indonesia menegaskan bahwa negara Indonesia tidak bermaksud membentuk pakta atau aliansi pertahanan dengan China menyusul ditandatanganinya naskah kerjasama kedua negara.155 Jakarta tetap menganut politik luar negeri bebas aktif. Kerjasama yang dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kerjasama pertahanan kedua negara. Kerjasama ini juga tidak mengartikan bahwa Indonesia telah mengubah arah kiblatnya ke China, Indonesia akan tetap menganut prinsip bebas aktif. Kerjasama yang dilakukan adalah saling menguntungkan kedua belah pihak dan sesuai dengan hukum internasional yang berlaku. Sebagai upaya memperlancar kerjasama pertahanan kedua negara, Indonesia dan China membentuk komite bersama. Pihak Indonesia dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan dari China dipimpin oleh Kepala Staf Umum Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA). Dengan adanya kerjasama pertahanan dengan China, membuat Indonesia tidak selalu bergantung pada satu negara saja, terutama negara Amerika Serikat, yang selama ini dikenal sebagai eksportir alat utama sistem persenjataan 77
(alutsista) terbesar di dunia (lihat tabel 3.1). Berbicara tentang ketergantungan pada satu negara, peristiwa pada masa Orde Baru bisa dijadikan sebagai pelajaran penting bagi Indonesia. Saat itu Amerika Serikat melakukan embargo terhadap Indonesia, dikarenakan adanya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Hal itu menyulitkan Indonesia dalam memperoleh suku cadang dan perlengkapan militer yang baru. Dalam membeli alutsista dari luar negeri, Indonesia tidak hanya membuka diri dengan negara-negara tertentu saja. Akan tetapi, atas dasar kepentingan nasional, Indonesia menerapkan sistem pembelian dengan memasok alutsista dari pelbagai negara, baik negara Barat maupun Timur. Langkah ini, menurut Sudarsono, didasarkan pada pertimbangan akan dua hal, yaitu dalam hal citra sebagai negara yang berimbang (tidak condong ke Barat atau Timur) dan efisiensi. Persenjataan dari Barat cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur (China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan, cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun. Mesin pesawat tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa mencapai 15.000 jam.156 Indonesia telah membeli peralatan militer dari Amerika Serikat sebanyak 34% (berupa hardware) dan 10% dari Rusia.157
78
No.
Exporter
Share of World Exports (%)
1.
USA
30.2
2.
Russia
28.9
3.
Germany
8.6
4.
France
8.3
5.
UK
4.2
6.
Netherlands
3.0
7.
Italy
2.4
8.
China
2.0
9.
Sweden
1.8
10.
Israel
1.6
Tabel 3.1. The 10 Largest Exporters of Major Conventional Weapons in 2002-2006 Sumber: SIPRI Year Book 2007158
Kerjasama pertahanan Indonesia dengan China terus berlanjut hingga pada tahun 2009, Indonesia menyambut ajakan China untuk kerjasama teknologi militer yang antara lain mencakup pembuatan perlengkapan militer serta pemasarannya.159 Menurut Indonesia, teknologi militer China terus mengalami perkembangan dan telah memasuki tahap “maju”. Indonesia menilai kemajuan teknologi militer yang dicapai China dapat menjadi penyeimbang kemajuan teknologi militer negara-negara Barat.160 Hal ini sekaligus merupakan salah satu upaya Indonesia dalam menyeimbangkan politik luar negerinya agar tidak terlalu condong ke Barat, sebagai wujud implementasi politik luar negeri bebas aktif. Hubungan kerjasama pertahanan Indonesia dan China telah berjalan baik. Hal ini ditandai dengan kunjungan pejabat tinggi militer kedua negara dan Menteri Pertahanan telah beberapa kali saling mengadakan kunjungan 79
luar negeri dan melakukan pembicaraan. Pada peringatan 60 tahun Angkatan Laut China, Kepala Staf Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno dan Kepala Staf Angkatan Laut China Laksamana Wu Shenghi, mengadakan pertemuan di sela-sela acara peringatan tersebut, di Qingdao, Provinsi Shandong, akhir April 2009.161 Pertemuan kali itu membahas tentang upaya konsisten kedua negara dalam meningkatkan kerjasama pertahanan. Kerjasama yang terjalin antara Indonesia dengan China juga dikembangkan dalam kerjasama di sektor industri pertahanan Indonesia. Menteri Pertahanan Indonesia saat itu, Juwono Sudarsono, menyatakan bahwa China menawarkan kepada Indonesia untuk memberi dana pembangunan galangan kapal dan menghidupkan kembali PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia dan PT PAL.162 Kebijakan kerjasama ini merupakan salah satu upaya China untuk mencapai kepentingan nasional mereka. China mengaku bahwa mereka ingin membangun kemampuan pertahanan yang layak di Indonesia supaya jalur minyak ke China bisa terjamin. Akan tetapi, kerjasama ini tidak hanya menguntungkan pihak China saja. Indonesia juga turut mendapatkan keuntungan dengan kerjasama ini berupa bantuan dana untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri. Hal ini menjadi salah satu tujuan kerjasama bilateral yang ingin dicapai kedua negara, saling menguntungkan (tidak ada yang dirugikan), dan mencapai kepentingan nasional masing-masing.
80
Dari Indonesia sendiri, upaya penguatan postur pertahanan Indonesia 2004-2009, dianggarkan dana sebanyak USD3,7 miliar yang diarahkan pada upaya kemandirian industri pertahanan domestik. Prioritas yang dilakukan oleh Indonesia adalah memenuhi kebutuhan akan alat angkut militer untuk ketiga matra, yaitu Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).163 Pada tahun 2008, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Salah satu isi pokok dalam peraturan presiden tersebut adalah tercantum dalam lampiran, dimana pada butir 11 dinyatakan bahwa pengalokasian anggaran dilaksanakan berdasarkan skala prioritas secara ketat. Yang dimaksudkan dengan prioritas disini dijelaskan pada butir 14, yaitu rencana pengembangan yang mencakup Pengembangan Alat Utama Sistem Senjata, Penataan Ruang Kawasan Pertahanan, Pembangunan Pertahanan Sipil, dan Penataan Struktur Organisasi.164 Selain menerbitkan Peraturan Presiden, dokumen penting lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah adalah Buku Putih Pertahanan Republik Indonesia 2008, yang memuat isi jauh lebih lengkap dari yang sebelumnya, Buku Putih Pertahanan 2003. Disusul pada tahun 2009, dokumen penting lainnya juga diterbitkan, yaitu Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan. Dalam peraturan menteri tersebut diatur tentang bagaimana upaya pembinaan industri pertahanan domestik sehingga mampu memproduksi sarana pertahanan, baik untuk 81
memehuni kebutuhan di dalam negeri maupun untuk dipasarkan ke negara lain.165 Pembinaan teknologi dan industri pertahanan juga dikategorikan ke dalam asas prioritas, yaitu pembinaan teknologi dan industri pertahanan, dilaksanakan secara bertahap dan disesuaikan dengan urutan kebutuhan pembangunan kemampuan pertahanan negara, dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan sumber daya yang ada serta keseimbangan kepentingan pertahanan dan kesejahteraan dalam kurun waktu tertentu.166 Untuk bisa menguasai teknologi, Indonesia memerlukan kerjasama dengan negara lainnya yang menguasai teknologi dengan lebih baik. Dalam hal ini, Indonesia tidak dapat terlepas dari hubungan bilateral yang terjalin dengan negara lainnya demi mencapai kepentingan nasional Indonesia. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 menyatakan bahwa
dalam
usaha
membangun
dan
mengembangkan
industri
pertahanan, ada empat jenis industri pertahanan, yaitu sebagai berikut.167 a. Industri untuk mendukung daya gempur, yaitu industri pertahanan yang dapat memproduksi sarana pertahanan yang dipergunakan untuk memperbesar daya gempur, antara lain senjata, roket, bom, torpedo, peluru kendali, bahan peledak dan amunisi; b. Industri untuk mendukung daya gerak, yaitu industri pertahanan yang
dapat
memproduksi
sarana
pertahanan
yang
dipergunakan untuk memperbesar mobilitas gerakan di darat,
82
laut dan udara, termasuk di dalamnya produksi komponen suku cadang; c. Industri untuk mendukung komando, kendali, komunikasi, komputer, informasi, pengamatan dan pengintaian (K4IPP), yaitu industri nasional yang dapat memproduksi berbagai jenis peralatan elektronik sarana pertahanan antara lain telepon, radio (UHF, VHF), telex, radar, peralatan navigasi, sonar, peralatan
avionik,
(penyelenggaraan
komputer sistem
dan
jaringan
data informasi),
provider serta
penyelenggaraan sistem komunikasi satelit termasuk dukungan perangkat lunaknya pada peralatan terkait; dan sistem pengendalian senjata; dan d. Industri pendukung sarana pertahanan, yaitu industri nasional yang dapat memproduksi kebutuhan bekal untuk kepentingan sarana pertahanan, antara lain perlengkapan perorangan dan satuan lapangan, bekal makanan, obat-obatan, bahan bakar dan pelumas
serta
jasa
lainnya
yang
diperlukan
untuk
penyelenggaraan pertahanan negara. Sementara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan mengamanatkan tentang perlunya meningkatkan kemampuan dan penguasaan teknologi industri pertahanan yang dilakukan melalui penelitian dan perekayasaan melalui sistem nasional.168
83
Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Pertahanan dan penyusunan Buku Putih Pertahanan yang baru, merupakan salah satu wujud keseriusan pemerintah untuk menata postur pertahanan secara lebih terencana dan terarah. Untuk menciptakan kemandirian industri pertahanan, hubungan pemerintah dan industri pertahanan merupakan aspek yang sangat penting. Industri pertahanan suatu negara dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri yang dirumuskan negara tersebut dan bagaimana posisinya di level internasional. Hubungan antara pemerintah dengan industri pertahanan sebenarnya bukan hanya customer atau pembeli dari barang dan jasa yang diproduksi. Pemerintah sebenarnya juga sebagai sponsor dan regulator industri pertahanan.169 Untuk peran sebagai customer, telah jelas bahwa pemerintah adalah pelanggan utama dalam membeli produk yang dihasilkan industri pertahanan dalam negeri. Bahkan pemerintah bisa menjadi pelanggan satusatunya industri pertahanan tersebut. Peran sebagai sponsor, pemerintah memiliki
kewajiban
untuk
melindungi,
mempromosikan,
maupun
memberdayakan produk industri pertahanan yang dimiliki negara. Dengan demikian, industri pertahanan diharapkan mampu tumbuh dan berkembang menjadi efektif, berdaya guna, teratur, dan inovatif. Sementara peran sebagai
regulator, pemerintah perlu
melakukan regulasi
menetapkan mekanisme kontrol terhadap industri pertahanan.
84
dengan
Upaya untuk bisa memberdayakan industri strategis, terutama industri strategis (BUMN) di bidang pertahanan, menurut Lili Asdjudiredja, selaku Anggota Komisi VI DPR-RI, mengemukakan lima cara yang dapat ditempuh oleh Indonesia.170 Pertama, dukungan pembiayaan. Selama ini, problem pembiayaan menjadi salah satu penyebab buruknya kinerja BUMN strategis. Dengan menggabungkan beberapa bank BUMN yang ada dan memberikan suntikan dana bernilai besar, dan tentunya dengan suku bunga perbankan yang rendah dapat mempermudah BUMN strategis untuk berkembang. Kedua, memberikan proteksi. Salah satu kelemahan dalam pengelolaan BUMN strategis adalah tidak adanya proteksi yang seharusnya mereka dapatkan dan hal ini membuatnya kalah bersaing. Sebagai contoh, regulasi yang pernah diterapkan di Indonesia yang membolehkan pembelian pesawat bekas sejak tahun 2000 membuat PT DI memiliki daya saing rendah. Tidak adanya proteksi dan beban utang yang tinggi membuat kinerja keuangan perusahaan menjadi terhambat. Pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi PT DI Rp 600 miliar, PT PAL Rp 600 miliar, PT Pindad Rp 300 miliar adalah salah satu solusi yang diperlukan.171 Ketiga, membuat kebijakan yang mendorong industri pertahanan nasional menggunakan jasa dan produk BUMN strategis. Banyak perusahaan dari luar negeri yang memberi kepercayaan kepada industri pertahanan domestik. Bukti dari kepercayaan tersebut bisa dilihat dari PT DI, banyaknya pesanan dari pelbagai perusahaan yang bergerak di industri 85
pesawat terbang seperti Airbus, berperan sebagai subkontrak program yaitu untuk jenis A330, A340 dan A380. Boeing juga mensubkontrakkan untuk beberapa bagian dari pesawat yang diproduksinya kepada PT DI yaitu untuk Boeing 757. Demikian juga dengan Mitsubishi Heavy Industry yang mensubkontrakkan beberapa bagian dari produk yang dibuatnya. Komponen Tailboom MK II helikopter EC 225/725 dipesan Eurocopter, perusahaan gabungan dari Aerospatiale Perancis dan Daimler Chrysler Aerospace AG Jerman.172 PT PAL, pemesan produk kapal lautnya berasal dari pelbagai negara, seperti Singapura, Jerman dan Turki. Selain itu, untuk perbaikan, konsumen asal Singapura dan Australia menjadi langganan tetap. Produk yang telah dikuasai antara lain Kapal Landing Platform Dock 125 M, Kapal Patroli Cepat Lambung Baja klas 57 M, Kapal Patroli Cepat/Kapal Khusus Lambung Aluminium sampai dengan klas 38M, Kapal Tugboat dan Anchor Handling Tug/Supply sampai dengan klas 6.000 BHP, Kapal Ikan sampai dengan 600 GRT dan Kapal Ferry dan Penumpang sampai dengan 500 pax.173 PT Pindad, produknya pun sudah sangat dikenal dunia, utamanya senapan serbu SS2 yang diakui sebagai salah satu senjata serbu terbaik dunia. Oleh Pindad, SS2 telah diproduksi menjadi beberapa versi, SS2-V1, SS2-V2 dan SS2-V4. SS2 adalah senapan serbu generasi baru kaliber 5,56 x 45 mm dengan laras kisar 7. SS2 cukup ringan, handal dan memiliki akurasi tinggi, dengan menggunakan popor lipat sehingga fleksibel untuk digunakan sesuai kebutuhan. SS2 pun dapat menggunakan mechanical 86
maupun optical sight. Bahkan dapat pula dilengkapi dengan pelbagai aksesoris seperti silencer, sangkur, pelbagai tipe pelontar granat dan yang lainnya.174 Lebih lanjut lagi, PT Pindad turut membuat Indonesia bangga karena telah mampu menjelma menjadi salah satu negara dengan produsen senjata canggih di dunia. Kualitas produk yang dihasilkan Pindad berhasil membuat TNI berjaya dalam berbagai kompetisi menembak internasional. Indonesia telah melakukan ekspansi bisnis hingga ke Timur Tengah dan penjualan senapan serbu SS-2 merupakan produk andalan Pindad. Selain senapan serbu SS-2, produk andalan Pindad lainnya adalah senapan serbu SS-1, senapan sniper SPR-2, senapan antiteror PM-2, senapan SSX dan senapan serbu bawah air (SSBA).175 Keempat, kebijakan yang terintegrasi. Sistem pengembangan industri alutsista memerlukan adanya integrasi antara satu dengan yang lainnya. Mulai dari kebijakan pengelolaan keuangan, pembiayaan dan dukungan pembeliannya. Karena pembeli terbesar dalam industri alutsista adalah pemerintah. Kelima, BUMN strategis mengembangkan bisnisnya sendiri tanpa adanya intervensi apalagi disrupsi dari pihak yang tidak penting. Indonesia harus memiliki komitmen untuk tidak bermain-main di BUMN. Membiarkan mereka berkembang sesuai dengan visi dan misi bisnisnya akan membantu mereka berkembang ke arah yang lebih baik. Masih dalam konteks upaya pengembangan industri pertahanan domestik, pada tahun 2009, pemerintah telah berkomitmen untuk 87
mendukung modernisasi persenjataan militer dan upaya produksi persenjataan oleh industri domestik.176 Akan tetapi, upaya yang dilakukan Indonesia ini baru sebatas perumusan regulasi berupa pinjaman dana dari luar negeri untuk mendukung revitalisasi. Indonesia masih belum bisa melepas ketergantungannya kepada negara lain untuk memenuhi alutsista yang dibutuhkan. Salah satu negara yang menjadi tumpuan Indonesia adalah Amerika Serikat, selaku eksportir alutsista terbesar dunia (lihat tabel 3.1), dengan beberapa industri pertahanan strategis yang dimiliki Amerika Serikat seperti Lockheed Martin, Boeing, Northrop Grumman, General Dynamics, dan Raytheon. Akan tetapi, sejumlah alutsista yang diproduksi di dalam negeri telah digunakan untuk mendukung kebutuhan militer TNI, bahkan ada yang sudah dipesan dan dibeli sejumlah negara di dunia. Juli 2009, salah satu industri pertahanan dalam negeri, PT Pindad, menyelesaikan pembuatan 40 unit panser APS 6x6 pesanan pemerintah. Kendaraan tempur ini akan diserahterimakan kepada Departemen Pertahanan Republik Indonesia pada 7 Juli 2009 dan akan digunakan oleh TNI AD. Total 60 unit panser 6x6 yang dipesan oleh Dephan merupakan bagian dari pesanan Dephan yang lain berupa panser pengintai sebanyak 154 unit.177 Menyusul Desember 2009, Menteri Pertahanan menandatangani kontrak dengan PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk pembelian tiga pesawat patroli maritim tipe CN235-220 seharga USD80 juta, yang dijadwalkan selesai dalam waktu tiga tahun.178 Pada November 2009, PT PAL juga menyelesaikan pembuatan dua unit Landing Platform Docks (LPD) yang 88
dipesan oleh TNI AL.179 Upaya mempromosikan pengadaan alutsista dalam negeri untuk merevitalisasi dan meningkatkan kapasitas industri pertahanan domestik, merupakan prioritas baru Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode pemerintahan yang kedua (2009-2014). 2. Kebijakan Pertahanan Indonesia 2009-2014: Pembangunan Kebijakan “Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF)” Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono periode kedua (2009-2014), perkembangan kebijakan pertahanan Indonesia cukup pesat, walaupun terkendala masalah anggaran. Hal ini dapat dilihat dari upaya Indonesia dalam mengembangkan industri pertahanan dalam negeri yang telah dimulai sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Guna menyikapi keterbatasan anggaran, Indonesia menetapkan suatu prinsip kebijakan, yang dinamakan MEF. MEF adalah singkatan dari Minimum Essential Force atau Kekuatan Pokok Minimum. Minimum Essential Force (MEF) merupakan amanat pembangunan nasional bidang pertahanan keamanan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2009 telah dirumuskan Strategic Defence Review (SDR) dan ditetapkan pokok-pokok pikiran
serta
direkomendasikan
langkah-langkah
strategis
dalam
mewujudkan suatu kekuatan pokok minimum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 2 Tahun 2010 sebagai bagian dari postur ideal pertahanan negara.180 MEF sebagai bagian dari kebijakan 89
pertahanan Indonesia dalam merefleksikan kekuatan yang optimal terhadap pemberdayaan sumber daya nasional yang dimiliki dan dibangun sesuai dengan kemampuan sumber ekonomi nasional. Dalam pelaksanaannya, MEF dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: peningkatan pemeliharaan secara terpadu terhadap alutsista untuk menjaga kesiapan operasional, modifikasi beberapa alutsista lama, penggantian alutsista lama dengan mengutamakan produksi dalam negeri atau semaksimal mungkin melibatkan industri pertahanan nasional baik dalam bentuk joint production maupun transfer of technology untuk pengadaan luar negeri.181 Berdasarkan pelaksanaan kebijakan MEF tersebut, secara umum, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menjalankannya secara rasional. Jika industri pertahanan domestik bisa mengerjakan, maka akan dikerjakan di dalam negeri. Jika tidak, maka Indonesia harus mengimpornya dari negara lain. Selama proses pelaksanaan kebijakan MEF, salah satu langkah yang dipilih Indonesia adalah menjalin kerjasama internasional dengan negara lain di dunia, yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan kekuatan maupun pengerahan dan penggunaan kekuatan. Kebijakan kerjasama internasional di bidang pertahanan yang dilakukan Indonesia merupakan bagian dari kebijakan luar negeri yang tetap berpegang teguh pada prinsip politik luar negeri Indonesia, bebas aktif. Prinsip yang dipegang oleh Indonesia ini membuat Indonesia tidak condong ke negara-negara Barat atau Timur. Dikarenakan dalam menjalankan kerjasama, Indonesia menjalin 90
kerjasama tidak hanya dengan mitra dari Barat, seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, dan Inggris Raya, namun juga dengan mitra dari Timur, seperti Rusia, Jepang, India, dan China. Adanya sikap keterbukaan dari Indonesia dalam menjalin kerjasama dari pelbagai negara, merupakan salah satu upaya Indonesia dalam mengimplementasikan kepentingan nasional di level internasional. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah berupaya menjaga perdamaian dunia yang termasuk di dalamnya menjalin kerjasama dengan mitra strategis dan negara-negara sahabat, dengan mengesampingkan Blok Barat atau Blok Timur yang diikuti suatu negara. Kerjasama internasional yang dilakukan Indonesia, selain untuk mempererat hubungan dan menjaga sikap saling percaya antar negara, juga merupakan bagian dari diplomasi pertahanan Indonesia terhadap negara-negara di dunia. Dalam kebijakan MEF, pengembangan atau modernisasi postur pertahanan negara dijalankan dengan skala kekuatan minimum hingga tahun 2024. Kebijakan MEF dibagi menjadi tiga Rencana Strategis (Renstra), yaitu Renstra I akan dijalankan dari tahun 2009-2014, Renstra II dilaksanakan dari tahun 2014-2019, dan Renstra III dari tahun 2019-2024. Indonesia memiliki lima kerangka kerja kebijakan MEF. Pertama, Indonesia merumuskan rencana strategis pertahanan di tingkat makro dan tahunan dengan mengutamakan keterpaduan TNI-AD, AL, dan AU secara efisien. Kedua, sembari melakukan alih teknologi, Indonesia memanfaatkan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS), guna memadukan 91
antara kebutuhan dan yang sanggup diolah sendiri sebagai bagian dari upaya
pemetaan
kebutuhan
alutsista.
Ketiga,
Indonesia
masih
membutuhkan pengadaan alutsista yang berteknologi tinggi dari luar negeri karena belum sanggup membuat sendiri. Keempat, Indonesia melakukan repowering atau retrofit (memperpanjang usia pakai) alutsista. Hal ini dipandang sebagai langkah yang efisien bila dibandingkan dengan pembelian alutsista baru. Kelima, sembari melakukan penyesuaian terhadap perkembangan teknologi, Indonesia hanya melakukan pembelian alutsista baru sebagai pengganti alutsista yang tidak dapat dioperasikan.182 Terkait dengan
masalah
pembelian
alutsista
impor,
Indonesia
perlu
mempertimbangkan pula mengenai kelebihan dan kekurangan dari alutsista produksi dalam negeri dan impor. Tabel 3.2 berikut ini menampilkan perbandingan antara kelebihan dan kekurangan produk nasional dan impor. Dalam menyelenggarakan MEF, strategi pencapaian difokuskan pada empat strategi, yaitu Rematerialisasi, Revitalisasi, Relokasi, dan Pengadaan. Menurut isi dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama, definisi dari keempat strategi tersebut dijelaskan satu per satu.
92
Produksi Dalam Negeri
Impor Kelebihan
Interdependensi teknologi dan otonomi penggunaan alat dalam operasi militer Bagus untuk moral prajurit dan warga negara. Alutsista buatan dalam negeri sebagai kebanggaan nasional Dapat memicu pertumbuhan industri pendukung (tier suppliers) bagi industri pertahanan inti
Komoditas sudah tersedia di pasar alutsista (legal) internasional, atau bisa juga commercial off-the-shelf (COTS) Membuka peluang untuk ‘mencuri’ atau mengambil-alih teknologi militer dari produsen internasional Menjadi landasan atau penguat kerjasama keamanan dengan negara lain (aliansi)
Kekurangan
Membutuhkan biaya besar bagi proses research & development, pembangunan infrastruktur, dan investasi jangka panjang Kesenjangan teknologi militer (techonological gap) dengan negara lain yang sudah lebih dulu memiliki teknologi canggih dalam bidang militer, sehingga produk nasional memiliki kapabilitas minor Industri pertahanan berpotensi menjadi ‘proyek rugi,’ karena dibangun semata demi kebanggaan nasional atau embargo negara produsen komponen alutsista, sehingga alutsista nasional kemudian sulit dipasarkan ke luar negeri karena tidak kompetitif (teknologi minor, harga mahal)
Harga alutsista yang mahal dan pembelian mesti dilakukan secara berjenjang Ketergantungan teknologi Tidak mendapatkan alutsista dengan kualitas premium (negara produsen melarang transfer teknologi yang strategis dan sensitif bagi keamanan nasional negaranya kepada negara pembeli) Keterikatan atau dependensi politik (negara terikat perjanjian untuk tidak memobilisasi alutsista pada kondisi tertentu yang disyaratkan oleh produsen, misalnya negara pengguna dituduh sebagai pelanggar HAM)
Tabel 3.2. Perbandingan Pengadaan Alutsista Produk Nasional dan Impor Sumber: Haripin183
Rematerialisasi adalah pemenuhan menuju 100% Tabel Organisasi dan Peralatan (TOP) dan Daftar Susunan Personil dan Peralatan (DSPP) personil 93
dan materiil satuan TNI. Revitalisasi adalah peningkatan strata satuan atau penebalan satuan/materiil setingkat di atasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancaman dalam wilayahnya. Relokasi merupakan pengalihan satuan/personil/materiil dari satu wilayah ke proyeksi wilayah flash point (bagian wilayah Indonesia yang diidentifikasi sebagai daerah yang memiliki potensi tinggi terjadinya ancaman aktual). Pengadaan dimaknai sebagai pembangunan satuan baru berikut personil dan alutsistanya dalam kerangka mewujudkan pembangunan MEF Komponen Utama.184 Dari segi pendanaan pertahanan dalam kebijakan MEF, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia mengembangkan tiga variasi pagu anggaran pertahanan (persentase terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) dengan perhitungan anggaran pertahanan divariasikan mulai dari tingkatan ideal, wajar, hingga minimal untuk masing-masing komponen pertahanan negara (lihat tabel 3.3). Pagu Anggaran Ideal Wajar Minimal
Utama 1,0% 0,5% 0,25%
Komponen Cadangan 1,5% 1,0% 0,75%
Pendukung 2,5% 1,5% 1,0%
Jumlah 5,0% 3,0% 2,0%
Tabel 3.3. Variasi Pagu Anggaran Pertahanan Indonesia (% PDB) Sumber: Andi Widjajanto dalam Connie Rahakundini Bakrie185
Berdasarkan tabel 3.3, dapat dilihat bahwa untuk mencapai kebutuhan minimal, maka Indonesia harus mengalokasikan dana sebesar 2% dari total PDB, sementara untuk tingkatan wajar, Indonesia memerlukan alokasi dana sebesar 3% dari total PDB Indonesia. Level yang paling tinggi adalah
94
kebutuhan ideal. Pada level ini, dipelukan alokasi dana sebesar 5% dari total PDB Indonesia.186 Penganggaran untuk pencapaian MEF Renstra I 2009-2014 dibutuhkan dana sebesar Rp279.862, 47 miliar (lihat tabel 3.4).187 Pengalokasian dana tersebut dibagi kepada Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan ketiga matra beserta dengan unit organisasi di bawahnya. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Instansi Kementerian Pertahanan Mabes TNI TNI AD TNI AL TNI AU Jumlah
2010
Alokasi Baseline Program 2011 2012 2013
2014
Jumlah
2.686,30
3.086,30
3.339,31
3.810,32
4.381,33
17.285,56
5.182,61 20.041,38 8.316,06 6.083,79 42.310,14
5.262,61 20.344,34 8.431,89 7.775,86 44.883,00
6.684,78 23.815,55 11.817,05 9.812,89 55.469,58
7.583,65 26.093,35 14.288,80 12.516,25 64.292,37
8.640,84 28.214,13 17.225,00 14.446,09 72.907,39
33.354,49 118.508,74 60.078,80 50.634,88 279.862,47
Tabel 3.4. Matriks Pendanaan Rencana Strategis Kementerian Pertahanan dan TNI Tahun 2010-2014 (dalam miliar Rupiah) Sumber: Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585-2011188
Berdasarkan tabel 3.4, dapat dilihat bahwa alokasi dana yang disediakan pemerintah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sejak MEF pertama direalisasikan pada tahun 2010. Diantara ketiga matra TNI, TNI Angkatan Darat (TNI AD) adalah yang paling besar dalam pembagian porsi anggaran. Pembagian secara khusus untuk ketiga matra tersebut, dapat dilihat dalam grafik 3.1 di bawah ini. Dalam data yang disajikan pada grafik tersebut menunjukkan bahwa ketiga matra juga mendapatkan alokasi dana yang meningkat setiap tahun. Sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam membangun kebijakan MEF, maka ditambahkan anggaran sebesar Rp150 triliun untuk membantu
95
mempercepat realisasi MEF. Anggaran tersebut akan dibagi menjadi tiga porsi anggaran. Pertama, Rp50 triliun dana on top untuk percepatan MEF. Kedua, Rp55 triliun untuk pengadaan alutsista. Ketiga, Rp45 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan.189 30,000.00 25,000.00 20,000.00 15,000.00 10,000.00 5,000.00 0.00
2010
2011
2012
2013
2014
TNI AD
20,041.38
20,344.34
23,815.55
26,093.35
28,214.13
TNI AL
8,316.06
8,431.89
11,817.05
14,288.80
17,225.00
TNI AU
6,083.79
7,775.86
9,812.89
12,516.25
14,446.09
Grafik 3.1. Peningkatan Pendanaan MEF Tahap I di Tiga Matra TNI, Periode 2010-2014 (dalam miliar Rupiah) Sumber: Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585 190
Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan anggaran pertahanan negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal. Karena untuk meningkatkan kemampuan postur pertahanan, anggaran minimal yang harus dialokasikan adalah 2% dari total PDB (lihat kembali tabel 3.3). Meskipun masih terkendala anggaran, langkah konsisten pemerintah Indonesia untuk membangun kebijakan MEF dapat dilihat dari upaya dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan. Dalam mewujudkan kemandirian industri pertahanan, diperlukan tekad dan kerjasama kolektif dari semua pihak, serta didukung oleh kebijakan pemerintah dalam
96
memberdayakan segenap potensi sumber daya nasional, termasuk dengan menetapkan regulasi baru yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan adalah Undang-Undang yang tercantum dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2010-2014, yang juga merupakan salah satu Undang-Undang yang diprioritaskan dalam daftar Prolegnas tahun 2012. Tujuan pembentukan Undang-Undang tentang Industri Pertahanan ini adalah untuk membangkitkan industri pertahanan nasional, karena sekarang ini kebutuhan Indonesia terhadap produk industri pertahanan sangat tinggi dan diharapkan dapat merevitalisasi kembali industri pertahanan di Indonesia.191 Diterbitkannya Undang-Undang ini merupakan momen yang tepat dikarenakan kehadirannya bersamaan dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sedang berada dalam proses melakukan modernisasi alutsista. Di samping itu TNI juga telah menetapkan Rencana strategis (renstra) modernisasi alutsista dalam tiga tahapan untuk jangka waktu lima belas tahun. Undang-Undang ini merupakan elemen penting bagi masyarakat, stakeholders, maupun pemerintah karena mengatur dasar hukum dalam memenuhi kebutuhan alat pertahanan yang didukung oleh kemampuan industri domestik, teknologi tepat guna, dalam upaya mencapai kepentingan nasional dalam rangka melindungi Tanah Air.
97
Pada interval waktu 2009-2014, pemerintah sedang gencar membeli produk alat utama sistem senjata (alutsista) dari sejumlah negara, seperti tank berat Leopard dari Jerman, Sukhoi dari Rusia, dan pemerintah juga menerima hibah pesawat angkut Hercules dari Australia.192 Langkah pemerintah ini diharapkan dalam pelaksanaannya sekaligus sebagai pilihan yang bijak dalam transfer teknologi yang jelas. Dengan adanya UndangUndang Nomor 16 Tahun 2012, mekanisme transfer teknologi dapat diatur dengan jelas. Tanpa adanya regulasi yang jelas, pemerintah bisa dianggap mengambil langkah dualisme kebijakan, yaitu di satu sisi berupaya untuk mendukung dan memajukan industri pertahanan domestik, namun di sisi lain, terus menerus memesan produk alutsista dari luar negeri. C. Alasan Indonesia Memilih China dalam Melakukan Diplomasi Pertahanan Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China bukanlah tanpa alasan. Sebagai dua negara yang memiliki beberapa kesamaan seperti terletak di kawasan yang sama, dua dari sekian banyak negara yang memiliki populasi terbanyak di dunia, memiliki teritori yang luas, pertumbuhan ekonomi yang positif, maka peluang Indonesia untuk terus berkembang akan terbuka lebar selama Indonesia terus konsisten melakukan berbagai upaya yang membawa perubahan bagi Indonesia yang lebih baik, secara khusus di sektor pertahanan. Salah satu cara yang diupayakan Indonesia di sektor pertahanan adalah melalui penguatan kerjasama dengan negara-negara di dunia. Terkait hal ini, Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China sebagai salah satu mitra strategis Indonesia. Melalui diplomasi pertahanan ini, selain mempererat 98
hubungan Indonesia dan China, diplomasi ini juga sebagai upaya untuk melakukan kerjasama pertahanan yang saling menguntungkan kedua negara. Upaya lainnya yang dilakukan Indonesia adalah melalui pembangunan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Dalam MEF ini, Indonesia memiliki kesamaan pula dengan China, yaitu upaya untuk melakukan modernisasi militer. Modernisasi militer yang telah dilakukan China sejak tahun 1997 dapat bermanfaat bagi Indonesia melalui kerjasama yang dijalin kedua negara. Baik secara langsung maupun tidak langsung, modernisasi militer China dapat memberikan pengaruh terhadap modernisasi militer Indonesia melalui kerjasama yang dilakukan kedua negara. 1. Mitra Strategis China dan Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik sejak tahun 1950. Sebagai mitra strategis, kedua negara telah melakukan pelbagai kerjasama, mulai kerjasama di bidang politik keamanan, ekonomi, sosial budaya hingga pertahanan. Hubungan Indonesia dan China mengalami peningkatan yang signifikan sejak ditandatanganinya Deklarasi Bersama Kemitraan Strategis pada tahun 2005 oleh presiden kedua negara. Melalui penandatanganan deklarasi ini pula, kedua negara telah menyetujui untuk berkomitmen secara bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan dan bersama menjaga stabilitas kawasan untuk mencapai dynamic equilibrium. Selain itu, melalui diplomasi pertahanan dengan China, Indonesia juga menjadikannya sebagai jalan untuk
melakukan
upaya-upaya
konstruktif 99
ke
China
agar
tidak
menyalahgunakan kekuatan militernya. Dengan kata lain, diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia dapat disebut sebagai upaya untuk saling memperkuat confidence building measure. Kemitraan Strategis yang dijalin Indonesia dan China turut dicantumkan pula dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008. Melalui kemitraan strategis, kedua negara akan memperkuat kerjasama di pelbagai sektor termasuk kerjasama pertahanan. Kerjasama pertahanan yang dilakukan tersebut akan menjadi wadah untuk mengkomunikasikan kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik.193 Sebagai mitra strategis, Indonesia dan China saling memandang pentingnya hubungan dan kerjasama yang solid yang terjalin di antara kedua negara. Dalam dinamika hubungan bilateral Indonesia dan China, terjadi pergeseran kekuasaan Indo-Pasifik, dimana China melihat Indonesia muncul sebagai kunci penengah ketegangan yang terjadi antar negara di kawasan. Realita ini meningkatkan ketergantungan Beijing pada Jakarta terkait kebijakan luar negerinya di kawasan. Lebih lanjut, China juga membutuhkan komoditas alam dan suplai energi dari Indonesia yang menjadi salah satu kepentingan nasional negara China. Indonesia merupakan salah satu negara yang kuat di kawasan Asia yang didukung dengan kepemilikan 2/3 perairan yang terdapat di Asia Tenggara, memiliki jalur-jalur strategis untuk komunikasi dan perdagangan, dikenal 100
sebagai pemimpin de facto ASEAN, pertumbuhan ekonomi yang positif dan pasar yang besar. Dengan pelbagai modal ini, Indonesia tampil percaya diri menjadi salah satu pemain yang diperhitungkan hingga tingkat global. Bagi Indonesia, China adalah negara yang besar di Asia, bahkan merupakan negara yang saat ini mampu menjadi penyeimbang bagi Amerika. China merupakan negara yang memiliki ekonomi, politik dan keamanan yang kuat di kawasan. Pernyataan terhadap hal ini turut pula ditekankan oleh Atase Pertahanan (Athan) Indonesia-China, Kolonel Infantri Yayat Sudrajat, yang menyatakan bahwa China adalah salah satu mitra kerjasama yang penting bagi Indonesia dan memandang China sebagai negara penyeimbang bagi kemajuan teknologi militer negara-negara Barat. China dan Indonesia merupakan dua negara yang turut diperhitungkan dalam keamanan regional. Sehingga kedua negara ini berpotensi menggerakkan ekonomi dan politik di sistem internasional. 2. Modernisasi Militer China Kebangkitan China telah membuat banyak negara merasa khawatir dan terancam, termasuk Jepang, Filipina, Korea Selatan, Vietnam, sampai Amerika Serikat, negara adidaya yang mendapat julukan sebagai polisi dunia, yang memiliki kepentingan di kawasan Asia Pasifik. Banyak pihak meyakini bahwa kebangkitan China ini akan semakin memperkuat klaimnya di kawasan, terutama klaim atas Laut China Selatan, sekaligus sebagai reaksi untuk mengimbangi dominasi Amerika Serikat di Asia Pasifik. Akan tetapi pemerintah China menyatakan bahwa negaranya tidak akan menjadi 101
ancaman bagi negara lain. Hal ini sesuai dengan kebijakan kebangkitan China untuk perdamaian (Peaceful Rise Existance) yang merupakan kebijakan pemerintahan Hu Jintao.194 Menurut Adi Joko Purwanto, terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi peningkatan anggaran pertahanan angkatan bersenjata China. Pertama, faktor internal yang berasal dari dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi dari China yang terus meningkat dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan anggaran belanja militer dan pertahanan angkatan bersenjata China. Selain itu program modernisasi militer China juga turut mempengaruhi peningkatan anggaran belanja militer China karena program modernisasi merupakan bagian dari kebijakan pertahanan dan pembangunan kekuatan angkatan bersenjata China.195 Kedua, faktor eksternal. Adanya ancaman keamanan stabilitas di kawasan mempunyai pengaruh bagi China untuk mengambil kebijakan meningkatkan anggaran belanja pertahanan dan militer. Ancaman tersebut berasal dari sengketa wilayah di perairan antara China dengan beberapa negara kawasan.196 Contoh sengketa yang melibatkan China adalah sengketa wilayah antara China dengan beberapa negara kawasan, yaitu sengketa Laut China Selatan. Sementara sengketa yang lebih spesifik adalah sengketa antara China dan Jepang yang memperebutkan klaim atas Pulau Senkaku/Diaoyu.
102
a. Faktor Internal Pertumbuhan Ekonomi China Pada tahun 1970-an, China merupakan salah satu negara berkembang di dunia. Akan tetapi pada akhir tahun 1990-an, China berkembang menjadi salah satu negara dengan ekonomi terkuat di dunia.197 Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan bahwa dari tahun 1979 hingga 1997, pertumbuhan rata-rata PDB China berada pada angka 9,8 persen.198
Grafik 3.2. Produk Domestik Bruto (PDB) China, 2006-2014 (in USD Billion) Sumber: Trading Economics (World Bank Group)199
Berdasarkan grafik 3.2 dan tabel 3.5, Produk Domestik Bruto (PDB) China dari tahun 2006 hingga tahun 2014 terus mengalami peningkatan. Sejak tahun 2006 hingga 2014, peningkatan yang signifikan secara konstan terjadi dari tahun ke tahun, dan nilainya berada di atas USD500 miliar. Jumlah peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2010 ke 2011
103
yaitu senilai USD1.452, 77 miliar. Seiring pertumbuhan ekonomi China yang begitu pesat, kapabilitas militer China juga turut ditingkatkan.
2006
PDB China (miliar Dolar AS) 2.729, 78
Peningkatan (miliar Dolar AS) -
2007
3.523, 09
793, 31
2008
4.558, 43
1.035, 34
2009
5.059, 42
500, 99
2010
6.039, 66
980, 24
2011
7.492, 43
1.452, 77
2012
8.461, 62
969, 19
2013
9.490, 60
1.028, 98
2014
10.354, 80
864, 20
Tahun
Tabel 3.5. Peningkatan PDB China (2006-2014) Sumber: Trading Economics (World Bank Group)200
Peningkatan Anggaran Pertahanan China Sebelum tahun 1997, pengembangan kemampuan militer China tidak termasuk dalam agenda politik China, dimana fokus utama Deng Xiaoping pada saat itu adalah reformasi ekonomi.201 Setelah China mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat, China mulai mengubah agenda politik. Pada musim gugur tahun 1997, Beijing mengambil keputusan untuk fokus kembali pada Tentara Pembebasan Rakyat China (Chinese People’s Liberation Army (PLA)).202 Sejak saat itu, modernisasi militer dikembangkan dalam empat arah.203 Pertama, peningkatan yang signifikan dalam anggaran militer dan pertumbuhan riil setiap tahun204 (lihat tabel 3.6). Berdasarkan dokumen resmi Kementerian Pertahanan China (Ministry of National Defence) 104
dalam China’s White Paper on National Defense 2008, Chapter XII, disebutkan bahwa prinsip peningkatan anggaran pertahanan negara sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara dan kebutuhan pertahanan.205 Tahun
USD (miliar)
Tahun
USD (miliar)
2000
14,6
2008
57,2
2001
17,0
2009
70,7
2002
20,0
2010
77,9
2003
22,0
2011
91,5
2004
24,6
2012
106,4
2005
29,9
2013
114,3
2006
35,0
2014
132,0
2007
45,0
2015
145,0
Tabel 3.6. Anggaran Pertahanan China (2000-2015) Sumber: Global Security206
Kedua, melakukan reformasi industri pertahanan. Salah satunya adalah dengan menciptakan pendekatan dan teknologi baru dalam industri militer China, yang merupakan industri pertahanan terbesar di Asia. China adalah salah satu dari beberapa negara di dunia yang memproduksi pelbagai macam peralatan militer. Akan tetapi, China masih memerlukan pengembangan dikarenakan teknologi yang dikuasai China masih tertinggal dari negara-negara Barat dan kualitas produk yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan. Upaya untuk memperbarui sumber daya manusia dalam menguasai teknologi tinggi telah dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan negara Barat demi meningkatkan perkembangan industri militer yang lebih maju.207 105
Ketiga, membangun kekuatan militer yang lebih kuat. Secara kualitatif, PLA belum melakukan improvisasi sepenuhnya. Akan tetapi, PLA telah mendapatkan sejumlah kemampuan baru yang turut meningkatkan kekuatan PLA, salah satunya adalah dalam teknologi perang, seperti serangan bawah laut, peningkatan sistem komunikasi, kapal selam nuklir, dan kapal rudal supersonik. Selain itu China juga sedang membangun kapal induk, pesawat tempur anti-radar, dan rudal yang mampu menembak jatuh satelit. Semua pasukan militer mengalami perkembangan yang signifikan.208 Menurut Annual Report to Congress (2014), yang dirilis setiap tahun oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, hingga tahun 2014, China memiliki 7.000 tank, untuk menyokong kekuatan Angkatan Darat, 24 kapal perusak, 49 kapal frigates, 8 korvet, 51 diesel attack submarines, dan 5 kapal selam bertenaga nuklir, untuk memperkuat Angkatan Laut209 yang juga disokong oleh 13 unit kapal Song, 4 unit Yuan, dan 12 kapal selam kelas Kilo.210 Untuk Angkatan Udara, ditargetkan pada tahun 2020, China akan memiliki 600 pesawat tempur dan fokus pada pengembangan sistem rudal balistik jangka panjang, termasuk rudal balistik antarbenua untuk memperkuat kekuatan nuklir mereka.211 Terakhir, arah keempat adalah modernisasi militer yang termasuk di dalamnya adalah kenaikan gaji personil PLA dan meningkatkan taraf hidup mereka. Standar pendidikan untuk perwira muda ditingkatkan dan sistem pendidikan militer direformasi.212 106
Peningkatan Kekuatan Militer China Modernisasi Militer China menjadi salah satu alasan penting bagi China dalam meningkatkan anggaran pertahanan. Presiden China, Hu Jintao, mengungkapkan keseriusan China dalam membangun kekuatan militer yang sejalan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi China. To strenghten national defense and the armed force, occupies an important place in the overall arrangements for the cause socialism with Chinese charateristics. Bearing in mind the overall strategic interests of national security and development, we must take both economic and national security and development, into consideration and make our country prosperous and our armed forces powerful while building a moderately prosperous society in all respects.213 People’s Liberation Army (PLA) merupakan nama untuk angkatan bersenjata China, yang dibentuk pada 1 Agustus 1927 di Nanchang, Provinsi Jiangxi. PLA terdiri dari tiga angkatan bersenjata utama, yaitu Ground Force (Army), Navy, dan Air Force.214 Di luar tiga angkatan utama ini, China juga memiliki Second Artillery Force (Strategic Missile Forces) dan People’s Armed Police. Berdasarkan data dari The Military Balance 2014, China memiliki 2,233 juta personil militer aktif yang terbagi ke dalam PLA-Ground Force (AD) sebanyak 1.600.000 personil, PLA-Navy (AL) sebanyak 235.000 personil dan PLA-Air Force (AU) yang berjumlah 398.000 personil. Sementara untuk Second Artillery Force berjumlah 100.000 personil dan People’s Armed Police sebanyak 880.000 personil, ditambah paramiliter sebanyak 660.000 dan personil cadangan 510.000 orang.215 107
Peningkatan mengenai kekuatan militer China, dapat dilihat dari Angkatan bersenjata China. Pada tahun 2013, Angkatan Laut China (People’s Liberation Army Navy/PLAN) mendapat tambahan 14 kapal perang permukaan yang terdiri dari dua kapal perusak Type 052C (dilengkapi perangkat tandingan sistem tempur Aegis216 kebanggaan Amerika Serikat), tiga fregat Type 054A, dan sembilan korvet Type 056.217 Di samping itu, Angkatan Laut China juga menerima satu kapal selam nuklir dan empat kapal selam non-nuklir dari industri pertahanan dalam negeri, melengkapi 100 unit kapal rudal (missile boat) terbaru, menjadikan kekuatan Angkatan Laut China meningkat.218 Kekuatan militer China turut dilengkapi dengan kemandirian industri pertahanan China. Salah satu industri pertahanan China dalam hal produksi ekspor kendaraan tempur lapis baja adalah NORINCO (North Industries Corporations).219 China telah mampu membuat peralatan perang modern seperti kapal induk, kapal selam, pesawat jet tempur, bahkan peluru kendali balistik jarak pendek sampai jarak jauh termasuk sistem rudal anti kapal induk dengan nama Dong Feng 21D (DF-21D).220 Para pengamat militer Amerika Serikat berargumen bahwa China saat ini sedang mengembangkan versi terbaru rudal Dong Feng DF-21D. Versi baru ini dapat menembus pertahanan kapal induk Amerika Serikat yang paling kuat dengan jarak tempuh sampai di luar perairan China. Rudal versi baru ini diyakini pula akan mengubah atmosfir keamanan di Asia Pasifik, yang sebelumnya dikuasai oleh Amerika Serikat. Produk industri 108
pertahanan China pada awalnya menjiplak teknologi militer Rusia, namun sekarang China telah mengembangkan produk industri pertahanan domestiknya secara swadaya. Modernisasi militer yang dilakukan oleh angkatan bersenjata China (PLA) tidak hanya sebatas memiliki kemampuan senjata dan teknologi militer yang modern tetapi juga meliputi institusi, hubungan sipil dan militer, dan permasalahan lain yang mendukung keberadaan kekuatan pertahanan nasional China. Dalam melakukan modernisasi militer, China mencetuskan tiga pilar reformasi, sebagai berikut.221 1)
Pilar pertama adalah pembangunan, pengadaan, akuisisi sistem persenjataan modern dan peningkatan teknologi militer. Pada pilar pertama, pembangunan dan peningkatan militer China dipersiapkan untuk tantangan pertahanan China di dunia internasional untuk masa depan.
2) Pilar kedua adalah reformasi sistem dan institusi. Tujuan dari pilar kedua adalah menciptakan profesionalisme di dalam tubuh angkatan bersenjata China. 3) Pilar ketiga adalah pembangunan doktrin dan strategi perang yang baru. Dalam pilar ketiga, China mempersiapkan pertempuran dengan teknologi tinggi. Adanya peningkatan kekuatan militer China dapat dilihat dari pelbagai jenis peralatan militer yang semakin canggih dan lengkap (lihat tabel 3.7). China memberikan fokus pertahanan yang lebih untuk 109
kekuatan di matra laut dan udara demi menjaga kedaulatan dan keamanan China. Angkatan
Jenis Peralatan 31.300 senjata berbasis darat, 8.200 tank, 5.000 kendaraan pengangkut pasukan, 14.000 meriam, 1.700
Angkatan Darat
senjata pendorong, 2.400 sistem peluncur roket, 16.000 mortir, 6.500 senjata kendali anti-tank, dan 7.700 senjata anti-pesawat. 760 unit kapal perang, 1.882 unit kapal pengangkut, 8 pelabuhan utama, 1 unit pengangkut pesawat, 21 unit kapal penghancur, 68 unit
Angkatan Laut
kapal selam, 42 fregat, 368 unit kapal patrol pantai 39 unit kapal penyapu ranjau, dan 121 unit kapal amfibi. 1.900 unit pesawat, 491 unit
Angkatan Udara
helikopter, dan 67 unit lapangan udara.
Tabel 3.7. Jenis Peralatan Militer China Sumber: Hendrajit dan Tim Global Future Institute (GFI)222 dalam Jurnal Hubungan Internasional oleh Lisbet Sihombing
110
b. Faktor Eksternal Berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh R.P. Smith dalam Models of Military Expenditures, pengaruh eksternal dari suatu negara meningkatkan anggaran militernya adalah munculnya konflik bersenjata dan aliansi-aliansi yang terbangun antar negara. Menurut Smith, konflik bersenjata mempunyai efek langsung dan nyata dalam peningkatan anggaran serta pengeluaran belanja militer suatu negara.223 Konflik bersenjata tidak selalu berupa perang terbuka yang terjadi antar negara, namun konflik bersenjata bisa juga diartikan sebagai perlombaan senjata, konflik wilayah, ancaman dan show of force kekuatan militer suatu negara yang kemudian dapat disebut sebagai non-combat conflict.224 Meningkatnya anggaran militer China yang membuat militer negara tersebut bangkit dapat dipengaruhi oleh adanya instabilitas di kawasan, dalam hal ini kawasan Asia Pasifik, dimana instabilitas kawasan tersebut bisa berdampak pada keamanan negara China. Menurut pandangan China, China mendiami suatu wilayah yang sangat rentan dengan kemungkinan terjadinya pelbagai konflik. Oleh karena itu, China perlu mempersiapkan diri dalam menghadapi pelbagai potensi ancaman yang terjadi di kawasan. China berbatasan dengan 14 negara, dengan 7 negara dalam wilayah maritim. Beberapa negara yang berbatasan dengan China secara langsung adalah Rusia, Jepang, India, Nepal, Vietnam, Filipina, Korea Selatan, dan Korea Utara.225 111
3. Upaya Bersama untuk Menjaga Perdamaian dan Stabilitas Kawasan Komitmen Indonesia untuk menjajaki kerjasama pertahanan dengan China merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional. Hal ini telah ditegaskan pula dalam Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008 sebagai bukti keseriusan Indonesia dalam melakukan kerjasama pertahanan dengan China melalui diplomasi pertahanan. Kerja sama kegiatan di bidang pertahanan Indonesia-Cina diselenggarakan dalam konteks kepentingan nasional Indonesia untuk membangun kemampuan pertahanan serta penanganan isuisu keamanan bersama kedua negara. (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008) Melalui penandatanganan Deklarasi Kemitraan Strategis yang langsung ditandatangani presiden Indonesia dan China, kedua negara sepakat untuk bersama menjaga keamanan dan stabilitas kawasan, khususnya Asia Pasifik, dimana Indonesia dan China berada di kawasan tersebut. Kerja sama pertahanan tersebut akan menjadi wadah untuk mengkomunikasikan kepentingan nasional kedua negara, terutama dalam menyamakan pandangan tentang isu-isu keamanan global dan regional, serta bersama-sama mendorong penyelesaian konflik di kawasan Asia Pasifik. (Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008) Asia Pasifik merupakan suatu region yang rawan terhadap konflik. Tercatat beberapa konflik yang pernah terjadi di kawasan ini, bahkan masih ada yang terus berlanjut hingga saat ini, seperti sengketa Laut China Selatan. Selain Laut China Selatan, konflik lainnya yang menimpa region tersebut antara lain konflik China-Taiwan yang lebih dikenal dengan Krisis Selat Taiwan 1995-1996, konflik antara China-Jepang yang memperebutkan Pulau Senkaku/Diaoyu, bahkan antara Indonesia dan China juga sempat 112
terjadi ketegangan dikarenakan adanya klaim wilayah Natuna oleh China pada tahun 1993. Akan tetapi, berhasil diselesaikan dengan cara damai tanpa melalui penggunaan cara kekerasan (hard power). Bagi kedua negara, baik Indonesia maupun China, kerjasama yang terjalin di antara kedua negara jauh lebih penting daripada mengedepankan ego masing-masing yang justru dapat merugikan kedua negara. Dari sudut pandang collective security, pengaturan keamanan lebih mengutamakan dialog dan kerjasama. Terkait konflik yang terjadi antara China dan beberapa negara ASEAN mengenai klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, ChinaASEAN telah menyepakati Declaration on the Code of Conduct in the South China Sea. Code of Conduct ini merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk menghindari potensi munculnya konflik ke permukaan. Terhadap masalah ini, China melakukan pendekatan kooperatif dan sudah menghasilkan antara lain maritime security dialogue, consultation on shipping security, maritime anti-terrorism operation, maritime search and rescue, building up maritime military communication channels, marine environment protection, joint law enforcement against transnational crimes, joint military exercises and regional peace keeping operations dan humanitarian assistance.226 Sedangkan Indonesia sendiri selalu berusaha menjadi penengah dalam setiap konflik atau perselisihan yang terjadi antar negara di kawasan. Indonesia mengedepankan dialog dan penyelesaian masalah secara damai. Hal ini sejalan pula dengan kepentingan nasional Indonesia yaitu dynamic equilibrium. 113
Jika dilihat dari sudut pandang kepentingan nasional, kedua negara baik Indonesia maupun China memiliki kepentingan di kawasan yang membuat kedua negara terus berupaya untuk menjaga keamanan dan stabilitas kawasan. Pembangunan China yang begitu pesat akhir-akhir ini membuat negara tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor energi, khususnya gas dan minyak bumi.
Gambar 3.1. Jalur Pengangkutan Minyak dan Gas Bumi bagi Negara-negara Asia Timur, khususnya China Sumber: Jurnal Universitas Pertahanan227
Untuk bisa sampai ke China, maka pengiriman dilakukan melalui jalurjalur yang terdapat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Jalur tersebut adalah Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok. Selat Malaka merupakan salah satu SLOC paling strategis di dunia dan lalu lintas perdagangan tersibuk di dunia. Kepentingan China yang sangat penting adalah pengamanan jalur perdagangan di selat-selat tersebut hingga sampai ke negaranya. Dikarenakan hal ini menyangkut ekonomi dan keamanannya. Selain untuk pasokan energi, China juga memiliki
114
kepentingan untuk membawa produk China ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa, dan sebaliknya. Bagi Indonesia, terjaminnya pelayaran melalui ALKI merupakan kewajiban. Pelayaran tersebut harus dapat dipastikan aman dan tanpa hambatan sebagaimana diatur dalam UNCLOS. Tidak hanya berguna untuk pelayaran internasional, namun juga pelayaran dalam negeri, sipil dan militer yang membuat lalu lintas di jalur ALKI sangat sibuk sehingga kemungkinan terjadinya tubrukan antar kapal sangat mungkin terjadi. Selain itu, dari segi kepentingan politik, adanya instabilitas kawasan akan berimplikasi langsung terhadap Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ingin menjaga stabilitas kawasan. Sedangkan dari segi kepentingan ekonomi, kepentingan Indonesia di laut adalah sebagai sumber nafkah, perekat Nusantara, sumber pendapatan dari minyak dan gas maupun perikanan serta sebagai media pertahanan.228 D. Perbandingan Postur Pertahanan Negara-negara di Asia Tenggara (Pasca Kebijakan MEF) Postur pertahanan, kekuatan, maupun kemampuan negara-negara di kawasan Asia Tenggara sangat bervariasi. Postur pertahanan, kekuatan, maupun kemampuan pertahanan suatu negara dapat dilihat dari jumlah personil militer aktif, jumlah persenjataan (alutsista) darat, laut, dan udara, dan anggaran pertahanan yang dimiliki suatu negara.
115
1. Jumlah Personil Militer Aktif
Negara
AD
Brunei 4.900 Filipina 86.000 Indonesia 300.400 Kamboja 75.000 Laos 25.600 Malaysia 80.000 Myanmar 375.000 Singapura 50.000 Thailand 245.000 Vietnam 412.000
AL
AU
1.000 24.000 65.000 2.800 − 14.000 16.000 9.000 69.850 40.000
1.100 15.000 30.100 1.500 3.500 15.000 15.000 13.500 46.000 30.000
Jumlah Personil Paramiliter Cadangan Aktif 7.000 2.250 700 125.000 40.500 131.000 395.500 281.000 400.000 124.300 67.000 45.000 29.100 100.000 − 109.000 24.600 51.600 406.000 107.250 − 72.500 75.100 312.500 360.850 92.700 245.000 482.000 40.000 5.000.000
Tabel 3.8. Perbandingan Kekuatan Personil Militer Aktif Negara-negara di Asia Tenggara (2014) Sumber: The Military Balance 2014229
Berdasarkan tabel 3.8, dapat dilihat bahwa kekuatan militer negaranegara Asia Tenggara dari segi jumlah personil militer aktif sangat bervariasi. Vietnam adalah negara yang memiliki jumlah personil militer aktif dan cadangan terbanyak di Asia Tenggara. Vietnam juga memiliki personil Angkatan Darat terbanyak yaitu 412.000, yang kemudian disusul oleh Myanmar sebanyak 375.000 dan Indonesia sebanyak 300.400 personil. Indonesia unggul dari jumlah paramiliter terbanyak yaitu 281.000 personil. Sementara untuk personil Angkatan Laut dan Angkatan Udara, Thailand berhasil unggul dengan jumlah masing-masing 69.850 dan 46.000 personil. 2. Jumlah Persenjataan (Alutsista) a) Angkatan Darat Selain jumlah personil militer aktif, kekuatan dan kemampuan militer dapat pula diketahui dari jumlah persenjataan yang dimiliki Angkatan Darat negara-negara di Asia Tenggara. Tabel di bawah ini 116
menunjukkan kekuatan persenjataan Angkatan Darat masing-masing negara di Asia Tenggara. Negara Brunei Filipina Indonesia Kamboja Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam
MBT − − 2+ 200+ 27 48 185+ 96 283 1.270
LT 20 7 350 20+ 10 21 105 350 194 620
AIFV − 36 24+ 70 − 44 − 457+ 119 300
APC 45 299 549+ 230+ 50 787 371+ 1.645+ 1.140 1.380
Recce − − 142 4+ 296 115 22 32+ 100
ACV 39 335 715+ 304+ 50 1.127 486+ 2.124 1.291+ 1.780
Artillery 24 254+ 1.097+ 433+ 62+ 424 410+ 798+ 2.623+ 3.070+
Tabel 3.9. Perbandingan Kekuatan Peralatan Angkatan Darat Negara-negara di Asia Tenggara (2014) Sumber: The Military Balance 2014230
Tabel 3.9 memperlihatkan bahwa Vietnam adalah negara dengan jumlah persenjataan MBT, LT dan Artillery terbanyak. Sementara Indonesia memiliki jumlah persenjataan Recce kedua terbanyak setelah Malaysia yaitu sebanyak 142 unit. Indonesia juga berada di posisi ketiga dari jumlah Artillery terbanyak, dengan Vietnam dan Thailand menempati posisi pertama dan kedua. Terdapat beberapa negara yang masih belum memiliki semua persenjataan seperti yang ditampilkan di atas. Misalnya Brunei belum memiliki MBT, AIFV, dan Recce. Sementara Laos belum memiliki AIFV dan Recce. Begitu pula Filipina yang belum memiliki MBT dan Recce. Indonesia tampak sebagai negara yang memiliki persenjataan di hampir semua variasi, meskipun dari segi kuantitas Indonesia belum berhasil
117
unggul jika dibandingkan dengan negara lainnya seperti Vietnam, Thailand dan Singapura. b) Angkatan Laut
Negara
Submarines
Brunei Filipina Indonesia Kamboja Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam
− − 2 − − 2 − 6 − 2
Principal Surface Combatants − 1 11 − − 10 4 13 11 2
Patrol and Coastal Amphibious Combatants 11 4 62 36 72 80 15 1 − − 37 115 113 18 35 139 80 59 68 38
Logistic & Support − 15 32 − − 16 18 2 16 29
Tabel 3.10. Perbandingan Kekuatan Peralatan Angkatan Laut Negara-negara di Asia Tenggara (2014) Sumber: The Military Balance 2014231
Postur pertahanan dapat pula dilihat dari kekuatan Angkatan Laut yang dimiliki suatu negara. Berdasarkan tabel 3.10, hanya terdapat empat negara Asia Tenggara yang memiliki kapal selam, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Vietnam, dengan Singapura sebagai negara pemilik kapal selam terbanyak yaitu enam unit. Singapura unggul pula dalam jumlah amphibious terbanyak, yaitu 139 unit. Dari jumlah patrol and coastal combatants, Myanmar unggul dengan jumlah 113 unit, disusul oleh Thailand (80 unit), Indonesia (72 unit) dan Vietnam (68 unit). Indonesia terlihat merata dengan memiliki semua peralatan dan unggul dari jumlah logistic & support sebanyak 32 unit.
118
c) Angkatan Udara Perbandingan kekuatan peralatan Angkatan Laut negara-negara di Asia Tenggara dapat dilihat dalam tabel 3.11 di bawah ini. Negara yang memiliki jumlah pesawat tempur (aircraft combat) adalah Thailand sebanyak 295 unit, disusul oleh Indonesia yang memiliki pesawat tempur sebanyak 209 unit. Thailand dan Indonesia merupakan dua negara di Asia Tenggara yang memiliki pesawat tempur berjumlah di atas 200 unit. Negara Asia Tenggara yang memiliki jumlah pesawat tempur paling sedikit adalah Brunei yang hanya memiliki 5 unit pesawat tempur. Sementara pemilik helikopter terbanyak adalah Singapura dengan jumlah sebanyak 76 unit, disusul oleh Myanmar sebanyak 73 unit, kemudian Filipina sebanyak 67 unit. Negara
Brunei
Filipina
Combat Aircrafts Total Rincian
5
1 CN-235M, 4 PC-7
61
1 F-27 200 MPA, 1 N-22SL Searchmaster, 10 OV-10A/C Bronco, 1 C130B Hercules, 3 C-130H Hercules, 1 L119
Helicopter Total Rincian
23
1 Bell 214 (SAR), 4 S70A Black Hawk, 2 Bell 206B Jet Ranger II, 10 Bell 212, 6 Bo105 (armed, 81mm rockets)
67
8 W-3 Sokol, 3 AUH-76, 3 Bell 412EP Twin Huey, 2 Bell 412HP Twin Huey, 11 MD-520MG, 1 S-70A Black
Indonesia
Kamboja
209
15
100-20, 1 F-27500 Friendship, 1 N-22B Nomad, 1 Turbo Commander 690A, 1 PAX, 40 TRG 8 F-5E Tiger II, 4 F-5F Tiger II, 7 F-16A Fighting Falcon, 3 F16B Fighting Falcon, 2 Su27SK Flanker, 3 Su-27SKM Flanker, 2 Su30MK Flanker, 9 Su-30MK2 Flanker, 3 B737-200, 2 CN235M-220 MPA, 1 KC130B Hercules, 4 C-130B Hercules, 3 C130H Hercules, 6 C-212 Aviocar (NC212), 5 CN-235110, 6 F-27400M Troopship, 5 PAX, 126 TRG 2 An-24RV Coke, 1 BN-2 Islander, 5 P92 Echo (pilot trg/recce), 2 Y-12 (II), 5 L39 Albatros
120
Hawk, 39 Bell 205 (UH-1H Iroquois)
31
10 AS332 Super Puma, 1 SA330SM Puma, 4 SA330J Puma, 4 SA330L Puma, 12 EC120B Colibri
15+
3 Mi-17 Hip H, 2+ Z-9, 2 Mi26 Halo, 4 Mi8 Hip, 2 AS350 Ecureuil, 2 AS355F2 Ecureuil II
Laos
Malaysia
Myanmar
23
4 An-2 Colt, 3 An-26 Curl, 1 An-74 Coaler, 5 Y-7, 1 Y-12, 1 Yak-40 Coding (VIP), 8 Yak-18 Max
169
8 F-5E Tiger II, 3 F-5F Tiger II, 8 MiG-29 Fulcrum, 2 MiG-29UB Fulcrum, 8 F/A-18D Hornet, 18 Su30MKM, 4 Beech 200T, 2 RF-5E Tigereye, 4 KC-130H Hercules, 2 C130H Hercules, 8 C-130H-30 Hercules, 8 CN-235M-220 (incl 2 VIP), 9 Cessna 402B, 5 PAX, 80 TRG
175+
49 F-7 Airguard, 10 FT-7, 18 MiG29 Fulcrum, 6 MiG-29SE Fulcrum, 6 MiG-29UB Fulcrum, 22 A5M Fantan, 2 An-12 Cub, 4 Cessna 180 Skywagon, 1 Cessna 550 Citation II, 3 F121
27
12 Mi-17 Hip H, 1 Mi-6 Hook, 1 Mi-26 Halo, 1 Ka-32T Helix C, 9 Mi8 Hip, 3 SA360 Dauphin
54
17 SA316 Alouette III, 4 EC725 Super Cougar, 28 S61A-4 Nuri, 2 S-61N, 2 S70A Black Hawk, 1 AW109
73
7 Mi-35P Hind, 11 Mi-17 Hip H, 9 SA316 Alouette III, 10 PZL W-3 Sokol, 12 Bell 205, 6 Bell 206 Jet Ranger, 18 PZL Mi-2 Hoplite
27 Friendship, 5 PC-6A/B Turbo Porter, 4 PAX, 45+TRG
Singapura
Thailand
178
20 F-5S Tiger II, 9 F-5T Tiger II, 24 F-15SG Eagle, 20 F16C Fighting Falcon, 40 F16D Fighting Falcon, 4 A4SU Super Skyhawk, 10 TA-4SU Super Skyhawk, 5 F50 Maritime Enforcer, 4 G550-AEW, 1 KC-130 HHercules, 4 KC-135R Stratotanker, 4 KC-130B Hercules, 5 C130H Hercules, 4 PAX, 24 TRG
295
1 F-5B Freedom Fighter, 21 F5E Tiger II, 3 F5F Tiger II, 39 F-16A Fighting Falcon, 15 F16B Fighting Falcon, 8 Gripen C, 4 Gripen D, 17 AU-23A Peacemaker, 2IAI-201TH Arawa, 5 122
76
19 AH-64D Apache, 6 S70B Seahawk, 6 CH-47D Chinook, 10 CH-47SD Super D Chinook, 18 AS332M Super Puma, (incl 5 SAR), 12 AS532UL Cougar, 5 EC120B Colibri
31
2 Bell 412 Twin Huey, 2 Bell 412SP Twin Huey, 1 Bell 412HP Twin Huey, 6 Bell 412EP Twin Huey, 3 S-92A Super Hawk, 17 Bell 205 (UH-1H Iroquois)
Vietnam
163
DA42 MPP Guardian, 2 Saab 340 Erieye, 6 C130H Hercules, 6 C-130H-30 Hercules, 2 Saab 340B, 3 ATR-72, 3 Beech 200 King Air, 8 BT67, 1 Commander 690, 6 DA42M, 4 N22B Nomad, 10 PAX, 119 TRG 25 MiG-21bis Fishbed L&N, 8 MiG-21UM Mongol B, 30 Su22M3/M4/UM Fitter, 6 Su27SK Flanker, 5 Su-27UBK Flanker, 23 Su30MK2 Flanker, 6 An2 Colt, 12 An26 Curl, 1 M-28 Bryza, 18 L-39 Albatros, 30 Yak-52
62
26 Mi-24 Hind, 6 Mi-17 Hip H, 14 Mi-8 Hip, 4 Mi-171, 12 Bell 205 (UH-1H Iroquois)
Tabel 3.11. Perbandingan Kekuatan Peralatan Angkatan Udara Negara-negara di Asia Tenggara (2014) Sumber: The Military Balance 2014232
Jika dilihat dari kepemilikan jumlah persenjataan (alutsista) Indonesia sejak tahun 2008 hingga tahun 2014 mengalami perubahan atau penambahan jumlah. Misalnya saja pada tahun 2008, Indonesia belum memiiki satu unit pun main battle tanks (MBT), namun pada tahun 123
2014, kekuatan alutsista Indonesia telah didukung oleh dua unit MBT (lihat kembali tabel 2.3 untuk mengetahui data jumlah alutsista TNI pada tahun 2008). Kedua unit MBT yang dimiliki Indonesia tersebut diperoleh dari pabrik Krauss-Maffei Wegmann, Jerman. Jenis MBT yang dibeli dari Jerman tersebut adalah varian Leopard 2A4.233 Selain tank tempur utama (MBT), Indonesia turut pula membeli 2 unit kendaraan tempur lapis baja (tracked armoured infantry fighting vehicles) varian Marder dari Jerman, pada 23 September 2013.234
Gambar 3.2. Main Battle Tank (MBT) Leopard 2A4 saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, September 2013. Sumber: arc.web.id
MBT merupakan alutsista yang masih tergolong baru bagi Indonesia karena selama ini angkatan bersenjata Indonesia mengandalkan tank tempur ringan (light combat tanks/LCT), seperti Scorpion, AMX-13, dan tank AMX-10P, yang diimpor dari Inggris Raya. MBT Leopard yang dibeli dari Jerman merupakan tank kelas utama yang tidak ada dalam perencanaan kebijakan MEF hingga 2019. MBT Leopard seharusnya baru didatangkan pada tahun 2024.235 Pembelian beberapa alutista memang
124
ada yang bergeser, baik lebih cepat atau ditunda dari rencana semula. Di samping MBT, alutsista lainnya yang mengalami penambahan jumlah adalah kapal patroli di matra laut dimana pada tahun 2008 Indonesia memiliki 30 unit meningkat menjadi 72 unit pada 2014. Begitu pula dengan kapal amfibi yang mengalami peningkatan dari 4 unit menjadi 80 unit. Selain dari Jerman dan Inggris Raya, Indonesia membeli pula alutsista untuk memperkuat matra udara berupa pesawat tempur (combat aircrafts), seperti pesawat Sukhoi SU-27SKM dan SU-30MK2 dari Rusia, pesawat tempur F-16 dan pesawat angkut Hercules dari Amerika Serikat, pesawat tempur T-50i Golden Eagle dari Korea Selatan serta pesawat tempur ringan Super Tucano EMB-314 dari perusahaan raksasa Embraer (Brazilian Aeronautics Company), Brasil. Sementara untuk alutsista produk buatan China, selaku salah satu mitra strategis bagi Indonesia, tampaknya Indonesia masih kurang mempercayakan alutsista yang digunakan TNI kepada produk-produk asal China. Beberapa produk andalan China seperti pesawat tempur varian Chengdu, Shenyang, Xian JH dan Nanchang, Indonesia tetap memberikan kepercayaan kepada produk negara-negara Barat untuk memperkuat alutsista Tentara Nasional Indonesia, baik di matra darat, laut maupun udara. Bagi Indonesia, produk dari Timur seperti dari China dan Rusia kurang efisien dalam hal usia pakai produk. Persenjataan dari Barat cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur 125
(China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan, cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun. Mesin pesawat tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa mencapai 15.000 jam. Meskipun demikian, Indonesia mengakui bahwa salah satu alutsista yang diandalkan Indonesia dari Tiongkok adalah misil rudal. Menurut Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertahanan Indonesia (2009-2014), TNI terutama Angkatan Laut sudah merasa cocok dengan rudal buatan China. Menurut Purnomo, rudal buatan China tersebut sudah pas dan cocok dari segi kualitas dan cost.236 Penggunaan rudal buatan China oleh TNI telah direalisasikan melalui kerjasama antara Kementerian Pertahanan RI dengan State Administration for Science, Technology and Industry for National Defense (SASTIND) of People’s Republic of China. Beberapa rudal yang telah digunakan TNI diantaranya adalah Rudal C802, C-705, QW-1 dan QW-3.237
126
3. Anggaran Pertahanan
Negara Brunei Filipina Indonesia Kamboja Laos Malaysia Myanmar Singapura Thailand Vietnam
Anggaran Pertahanan (USD juta) 418,886 3.536 7.815 243,984 22,282 4.686 − 9.832 5.808 3.770
Anggaran Pertahanan (Rp triliun) 4,859 41,020 90,655 2,830 0,258 54,363 − 114,051 67,381 43,738
PDB (USD juta)
% PDB
16.111 272.017 868.345 15.249 11.141 312.435 − 297.941 387.252 171.391
2,6 1,3 0,9 1,6 0,2 1,5 − 3,3 1,5 2,2
Tabel 3.12. Perbandingan Anggaran Pertahanan Negara-negara di Asia Tenggara (2013) Sumber: World Bank238
Dari data pada tabel 3.12, tercatat anggaran pertahanan Indonesia merupakan anggaran paling besar kedua, setelah Singapura. Akan tetapi, jika dilihat dari persentase terhadap PDB, Indonesia memiliki persentase kedua paling kecil (0,9%) setelah Laos (0,2%). Dari segi ekonomi (PDB), Indonesia unggul dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya dengan nilai PDB terbesar, yaitu senilai USD868.345 juta. E. Analisa Kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara Indonesia adalah salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam salah satu anggota ASEAN. Sebagai salah satu negara yang turut menjadi pionir berdirinya ASEAN, Indonesia tentu memiliki kepentingan nasional yang ingin dicapai melalui dibentuknya ASEAN tersebut. Salah satu kepentingan nasional Indonesia adalah menjadi leader state di Asia Tenggara. Kepentingan Indonesia ini sejalan dengan fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang turut memprakarsai ASEAN. Sebagai salah satu pendiri 127
ASEAN, Indonesia berusaha mempertahankan kepemimpinan yang telah dibangun di Asia Tenggara. Organisasi ASEAN merupakan organisasi kawasan yang menjadi ikon atau lambang eksistensi negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki pengaruh yang kuat di Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan kekuatan Indonesia yang bersumber dari geografis Indonesia yang terletak di lokasi strategis yang memiliki jalur-jalur strategis komunikasi dan perdagangan dunia. Ditambah pula dengan kepemilikan Indonesia atas 2/3 perairan yang berada di Asia Tenggara. Dari sektor demografi, Indonesia merupakan negara dengan jumlah populasi terbanyak di Asia Tenggara, dengan jumlah penduduk yang hampir mencapai 250 juta jiwa. Secara politik internasional, Indonesia memegang peran penting di kawasan, bahkan Indonesia sering disebut sebagai pemimpin de facto ASEAN. Dari segi ekonomi, Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan, bahkan di dunia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif, serta pasar yang besar. Berdasarkan laporan dari Morgan Stanley menyatakan bahwa Indonesia seharusnya dimasukkan ke dalam grup BRIC (Brazil, Russia, India and China), yang merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.239 Dalam bidang pertahanan dan keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan. Letak geografis Indonesia menjadikan Indonesia dipandang sebagai negara yang penting dan strategis, oleh negara di kawasan maupun negara-negara di dunia. Letak geografis Indonesia ini terkait dengan lokasi Indonesia yang 128
menjadi jalur komunikasi dan jalur perdagangan dunia (lihat kembali gambar 3.1). Mulai dari negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat, juga negara lainnya yang terdapat di kawasan senantiasa berkepentingan untuk merangkul Indonesia dan jika memungkinkan menarik perhatian Indonesia untuk condong kepada kepentingan mereka. Sebagai contoh adalah Selat Malaka. Selat Malaka adalah salah satu jalur komunikasi paling strategis di dunia dan merupakan jalur perdagangan tersibuk di dunia. Hampir setengah dari jumlah total kapasitas armada niaga melintasi selat ini.240 Indonesia menyadari pentingnya Selat Malaka yang menjadi penghubung penting antara Samudra Hindia dan Laut China Selatan, dimana setiap hari sekitar 400 kapal melewati Selat Malaka yang menjadikannya salah satu jalur laut terpadat di dunia.241 Selain Selat Malaka, Indonesia juga memiliki jalur komunikasi dan jalur perdagangan penting lainnya di Selat Sunda yang merupakan pintu gerbang ALKI I dan Selat Lombok sebagai pintu gerbang ALKI II. Kedua selat ini juga dilewati untuk sebagai jalur niaga ke pasaran di Timur Tengah, Afrika dan Eropa. Selat Malaka sebagai jalur komunikasi dan jalur perdagangan yang penting dan strategis, serta dekat dengan Laut China Selatan, Indonesia memiliki kepentingan untuk melindungi kebebasan maritim di wilayah Laut China Selatan. Konflik teritorial tumpang tindih yang terjadi di Laut China Selatan dapat berimbas secara langsung terhadap teritori Indonesia, seperti Laut Natuna dan Selat Malaka. Meskipun Indonesia tidak termasuk negara yang bersengketa dalam kasus Laut China Selatan, namun Indonesia memiliki kepentingan untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan. 129
Sebagai negara yang menganut prinsip bebas aktif, Indonesia senantiasa berupaya menjadi penengah konflik yang terjadi di kawasan, memfasilitasi dan berpartisipasi melalui upaya kolaboratif demi kepentingan semua pihak dan saling menguntungkan. Terkait hal ini, Menteri Pertahanan Indonesia, Purnomo Yusgiantoro, menegaskan posisi Indonesia untuk benar-benar membangun keamanan laut yang komprehensif, laut harus bebas dari ancaman kekerasan, bebas dari bahaya navigasi, bebas dari kesusahan sumber daya alam dan bebas dari ancaman pelanggaran hukum. Bebas dari ancaman kekerasan berarti bahwa laut bebas dari kelompok orang yang membahayakan dan menganggu aktivitas maritim. Ini dapat mengambil bentuk-bentuk pembajakan, perampokan bersenjata, atau terorisme. Bebas dari bahaya navigasi berarti bahwa laut bebas dari ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi geografis yang buruk, atau tidak memadainya alat bantu navigasi, yang dapat membahayakan keselamatan pelayaran. Bebas dari kesusahan sumber daya alam berarti bahwa laut bebas dari ancaman lingkungan seperti pencemaran laut dan bentuk-bentuk perusakan ekosistem laut. Bebas dari ancaman pelanggaran hukum berarti laut bebas dari pelanggaran hukum nasional dan internasional, termasuk penyelundupan, human trafficking, illegal fishing, penebangan liar dan sebagainya.242 Dalam hal ini, Indonesia berusaha menunjukkan kepemimpinan dengan menegaskan posisinya terkait upaya membangun keamanan maritim yang komprehensif, terutama terhadap negara-negara kawasan Asia Tenggara.
130
Sebagai satu-satunya organisasi kawasan yang menjadi wadah aktivitas integrasi regional dalam berbagai aspek, ASEAN tentunya membutuhkan pemimpin yang dapat menjembatani para anggota untuk mencapai kepentingan dan demi keuntungan bersama. Dalam kurun waktu yang cukup lama, negara Indonesia dan mantan Presiden Soeharto dianggap sebagai big brother ASEAN. Pada masa itu, dalam setiap persidangan yang digelar ASEAN, sikap yang diambil Indonesia pada umumnya kemudian diadopsi menjadi sikap bersama ASEAN. Indonesia kemudian menjadi negara yang paling berpengaruh di kawasan, sehingga tercatat dalam sejarah lahirnya APEC, Indonesia kemudian menjadi penentu keberlangsungan gagasan pembentukan organisasi kerja sama perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik tersebut. APEC lahir setelah Indonesia secara eksplisit menyatakan dukungannya, yang kemudian diikuti oleh semua negara anggota ASEAN lain.243 Indonesia telah berkali-kali pula dipercaya untuk menjadi pemimpin dalam pelbagai pertemuan dan forum yang diselenggarakan negara-negara ASEAN. Sebagai contoh, Indonesia tercatat pernah memimpin Pertemuan Menteri Pertahanan Negara-negara ASEAN 2011 (ASEAN Defence Ministerial Meeting 2011/ADMM) yang diadakan sekali dalam setahun. Memimpin negara ASEAN dalam pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup (Informal ASEAN Ministerial Meeting on Environment/IAMME) pada tahun 2013, pemimpin ASEAN Ministerial Meeting, KTT ASEAN, Southeast Asian NuclearWeapon-Free Zone (SEANWFZ), ASEAN Regional Forum (ARF) dan diamanahkan untuk menjadi ketua ASEAN pada tahun 2011.
131
Di samping itu, Indonesia juga sering dipercaya sebagai pihak penengah dalam konflik yang terjadi antar negara-negara kawasan. Citra Indonesia di mata internasional yang dipandang ‘bersahabat’, mild and always in the middle, membuat Indonesia mendapatkan kepercayaan untuk menengahi berbagai ketegangan yang terjadi antar negara. Misalnya, menjadi penengah dalam konflik Laut China Selatan, konflik di Filipina Selatan (peran Indonesia dalam Final Peace Agreement 1996), menjadi fasilitator dalam konflik di Timur Tengah (kasus Irak−Suriah, Israel−Palestina), sampai konflik antar negara Asia Tenggara antara Thailand dan Kamboja dalam sengketa perbatasan terhadap Kuil Preah Vihear. Dalam upaya Indonesia menjadi leader state di Asia Tenggara, selain didukung oleh kondisi geografis yang strategis, pemimpin de facto ASEAN, pertumbuhan ekonomi yang positif, memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan, Indonesia turut didukung pula oleh beberapa faktor lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah figur presiden Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu founding fathers of ASEAN, satu-satunya negara Asia Tenggara yang tergabung dalam G-20 major economies dan Indonesia sebagai tuan rumah dari kantor sekretariat ASEAN.244 Pertama, figur Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Yudhoyono merupakan presiden Indonesia yang memiliki latar belakang militer yang juga menyandang gelar akademis tertinggi yang diperoleh melalui jalur program umum pendidikan tingkat doktoral. Perpaduan latar belakang militer dan intelektual tersebut, turut dilengkapi pula dengan gaya pembawaan dan 132
perilaku
kepresidenan
yang
khas
serta
fasih
dalam
berkomunikasi
menggunakan bahasa internasional yang menjadikan Yudhoyono sebagai figur yang paling tepat untuk tampil sebagai the leader of ASEAN. Kedua, sebagai salah satu pemprakarsa berdirinya ASEAN, Indonesia muncul dengan serangkaian inisiatif baru yang segar dan kreatif yang memicu gerak dinamis ASEAN menuju kematangan sebuah organisasi kawasan. Ide mengenai ASEAN Community yang dicanangkan pada KTT ASEAN 2003 di Bali, secara tidak langsung menjadikan Indonesia kembali pada driving seat ASEAN. Indonesia tercatat selaku negara yang menggagas terbentuknya pilar paling krusial dalam guliran proses ASEAN Community tersebut, yaitu ASEAN Security Community. Ketiga, Indonesia adalah satu-satunya perwakilan Asia Tenggara yang tergabung dalam forum internasional G-20 ekonomi utama, dimana Indonesia dianggap sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan ini. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sejak tahun 2010 hingga 2014, nilainya tercatat berada di atas USD800 miliar (lihat kembali tabel 2.2). Keempat, Indonesia sebagai tuan rumah ASEAN yang memiliki kantor sekretariat di Jakarta secara otomatis akan menjadi tempat dilahirkannya keputusankeputusan penting ASEAN, tak ubahnya dengan New York sebagai kota tempat sekretariat PBB berada. Keuntungan Indonesia dalam meraih kepemimpinan ASEAN, tentunya akan berimbas pada naiknya leverage Indonesia di mata dunia, yang secara tidak langsung pada gilirannya nanti akan membuat Indonesia
133
menjadi negara yang lebih disegani dan dihormati dalam pergaulan internasional. Konsistensi Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara turut diwujudkan pula melalui upaya diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan Minimum Essential Force (MEF). Indonesia memilih China dalam melakukan diplomasi pertahanan didasari oleh tiga hal. Pertama, China adalah mitra strategis Indonesia. Kedua, modernisasi militer China, yang secara kebetulan bersamaan pula dengan modernisasi militer yang dilakukan Indonesia melalui kebijakan MEF. Ketiga, upaya bersama Indonesia dan China untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Asia Pasifik, yang telah mencakup Asia Tenggara di dalamnya. Akan tetapi, upaya Indonesia untuk menjadi leader state di Asia Tenggara melalui diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan kebijakan MEF tidak akan sanggup membawa Indonesia sukses menjadi pemimpin di Asia Tenggara. Hal ini dapat ditinjau dari kedua upaya yang dilakukan Indonesia, yaitu diplomasi pertahanan dengan China dan kebijakan MEF. Pertama, diplomasi pertahanan dengan China. Diplomasi pertahanan yang dilakukan Indonesia dengan China mencakup di dalamnya kerjasama pertahanan yang dilakukan kedua negara. Kerjasama pertahanan yang dilakukan kedua negara adalah kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi, satu fakta yang tidak dapat dinafikan adalah hubungan Indonesia dan China, secara spesifik di sektor pertahanan dapat dikatakan masih ‘seumur jagung’. Kedua negara baru menjajaki kerjasama pertahanan 134
pada awal tahun 2000-an, pun itu belum resmi atau belum terikat perjanjian. Hubungan kedua negara di sektor pertahanan baru sekedar kunjungan kenegaraan yang dilakukan Kementerian Pertahanan atau militer masingmasing kedua negara. Hubungan bilateral kedua negara mulai mengalami peningkatan yang signifikan sejak ditandatanganinya Deklarasi Kemitraan Strategis pada tahun 2005. Contoh peningkatan tersebut adalah investasi modal dari China untuk membantu kemajuan industri pertahanan Indonesia, pembelian alutsista, pertukaran dan penempatan personil militer serta latihan bersama personil militer. Masih mudanya usia kerjasama pertahanan Indonesia-China, membuat Indonesia tidak memiliki sejarah panjang dalam kerjasama pertahanan dengan China. Pasang surutnya hubungan Indonesia-China turut pula menjadi faktor ‘keterlambatan’ Indonesia-China menjajaki kerjasama pertahanan. Menurut analisa penulis, selain menjajaki kerjasama dengan China, Indonesia juga perlu menjalin kerjasama dengan negara lainnya, terutama negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Korea Selatan, Jerman, Inggris Raya dan Prancis. Pasalnya, kerjasama yang dijalin Indonesia dengan negara selain China perlu pula diperhitungkan. Sebagai contoh, pemerintah Indonesia dan Korea Selatan terikat perjanjian kerjasama pertahanan dengan perusahaan Korea, Daewoo, pada Januari 2012. Kedua negara tersebut sepakat untuk membangun bersama tiga unit kapal selam. Kapal selam pertama akan diproduksi di Korea Selatandan dua lainnya diproduksi di Indonesia di bawah kendali PT PAL di Surabaya. Kemudian 135
Indonesia menjalin kerjasama pula dengan Rusia dalam memproduksi supersonic anti-ship missile bernama Yakhont, pada tahun 2011. Kerjasama dengan Rusia ini diyakini akan semakin memperkuat kapabilitas angkatan laut Indonesia sebagai negara kepulauan. Moscow juga memberikan bantuan dana bagi Indonesia senilai US$1 miliar pada tahun 2006 untuk kebutuhan belanja pertahanan, termasuk pembelian pesawat tempur SU-30MK dan kapal selam.245 Di samping itu, Indonesia perlu pula mempertimbangkan pembelian alutsista dari China. Persenjataan dari Barat cenderung lebih efisien karena usia pakai dan mesinnya lebih lama, yaitu hingga 30-40 tahun. Sementara peralatan yang dibeli dari Timur (China dan Rusia), walaupun gelagar suaranya lebih meyakinkan, cenderung baik untuk pemakaian jangka pendek, yakni 5-10 tahun. Mesin pesawat tempur Sukhoi setelah pemakaian selama 500 jam harus diganti atau diperbaiki, sementara mesin pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat bisa mencapai 15.000 jam.246 Kedua, pembangunan kebijakan MEF. Pembangunan MEF yang ditargetkan hingga renstra III (2024) baru mencapai renstra I (2009-2014) pada masa rezim SBY. Pembangunan MEF merupakan salah satu upaya Indonesia untuk memodernisasi alutsista TNI. Dalam pelaksanaannya, kebijakan MEF dibangun berdasarkan skala prioritas dan kebutuhan mendesak karena terbatasnya dukungan anggaran. Skala prioritas diatur sebagai berikut: pertama, penggantian alutsista TNI yang dikategorikan dalam kondisi kritis dan tidak layak pakai sehingga membahayakan keselamatan prajurit. Kedua, pengadaan alutsista TNI yang dipersiapkan untuk menghadapi ancaman aktual terhadap 136
kedaulatan dan keutuhan NKRI dengan mengedepankan sinkronisasi kekuatan ketiga angkatan. Ketiga, pemenuhan alutsista TNI sesuai dengan kebutuhan angkatan di luar prioritas pertama dan kedua.247 Menurut Dirjen Strahan Kemenhan RI, Mayor Jenderal TNI Puguh Santoso, modernisasi alutsista sangat perlu dilakukan dengan pertimbangan antara lain: pertama, dalam rangka menciptakan suatu kekuatan pertahanan negara yang mempunyai perbandingan daya tempur yang dapat diandalkan, kedua, dalam rangka mewujudkan perimbangan kekuatan strategis suatu negara yang memiliki prasyarat kekuatan baik dari segi ekonomi maupun militer, ketiga, sebagai suatu bentuk realisasi dalam rangka mewujudkan Minimum Essential Force/MEF komponen utama dalam rangka melaksanakan fungsi negara di bidang pertahanan yang berdasarkan keputusan politik, keempat, modernisasi alutsista TNI masih jauh tertinggal dengan alutsista negara-negara lain termasuk negara-negara tetangga, sehingga efek tangkal (deterrent effect) Negara Indonesia dirasakan masih perlu ditingkatkan.248 Keseriusan pemerintah dalam pembangunan Kekuatan Pokok Minimum TNI dibuktikan dengan adanya peraturan yang menguatkan pembangunan pokok minimum secara nyata. Dimulai dengan perumusan Strategic Defence Review tahun 2009 untuk menggambarkan ancaman terhadap Negara Indonesia. Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 3 Tahun 2010 mengenai Rencana strategis (Renstra) 2010-2014. Peraturan ini berisi tentang pemenuhan alutsista yang mendesak dalam jangka waktu lima tahun antara tahun 20102014. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 137
Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama. Dalam peraturan ini dijelaskan pendanaan terhadap kebutuhan yang harus dipenuhi. Penguatan industri pertahanan dalam negeri yang diselaraskan dengan pembangunan kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI.249 Dalam hal capaian MEF, jika dilihat dari masing-masing matra, TNI AD telah dipersenjatai dengan pelbagai macam alutsista seperti MBT Leopard, tank ringan jenis AMX dan Scorpion, kendaraan angkut tempur jenis Anoa, Stormer, Black Fox, Commando Ranger, Saracen, Casspir, dan Barracuda. Sementara TNI AL didukung oleh pelbagai kapal seperti kapal selam Cakra, kapal perang, kapal perang kecil, 11 frigates, kapal patroli, korvet, serta kapal pendukung dan logistik. Adapun TNI AU, Indonesia adalah negara kedua terbanyak yang memiliki pesawat tempur di Asia Tenggara yaitu 209 unit, setelah Thailand 295 unit. Beberapa jenis peswat tempur Indonesia adalah Sukhoi F-5 Tiger, F-16 A dan F-16 B, serta pesawat angkut Hercules, pesawat militer dan ratusan helikopter. Lebih lanjut lagi, di matra darat, Indonesia memiliki 13 komando daerah militer (KODAM) yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua. KODAM terbagi lagi dalam beberapa unit di bawahnya yaitu komando resimen militer (KOREM) yang terletak di ibukota provinsi, komando distrik militer (KODIM) terletak di wilayah setingkat kota atau kabupaten dan komando rayon militer (KORAMIL) yang merupakan unit terkecil yang terletak di kecamatan. Untuk matra laut, Indonesia memiliki dua armada wilayah yang terletak di Jakarta dan Surabaya. Adapun TNI AU memiliki empat skuadron tempur. Anggaran pertahanan Indonesia juga mengalami peningkatan sejak MEF mulai 138
diimplementasikan pada tahun 2010. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2014, anggaran pertahanan Indonesia mengalami kenaikan dari Rp 42 triliun menjadi Rp 86 triliun. Anggaran pertahanan Indonesia tersebut merupakan alokasi dana sebesar 0,9% dari PDB Indonesia. Untuk mencapai kebutuhan minimal, Indonesia perlu mengalokasikan dana sebesar 2% dari total PDB. Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum Renstra I (2009-2014) belum sanggup menjadikan Indonesia menjadi leader state di kawasan Asia Tenggara. Indonesia masih memiliki misi utama untuk terus mengembangkan dan memperkuat postur pertahanan negara yang salah satunya adalah melalui implementasi MEF Renstra II dan III. Untuk mempercepat dan memaksimalkan realisasi MEF berikutnya, Indonesia perlu pula mengingat bahwa militer Indonesia tidak akan menjadi yang terkuat apabila Indonesia hanya mempererat kerjasama pertahanan dengan China, sebaliknya Indonesia juga harus mempererat kerjasama dengan negara lainnya. Meskipun kebangkitan ekonomi dan modernisasi China telah menambah bargaining power negara tersebut, khususnya di kawasan Asia Pasifik, tidak akan serta-merta membuat militer Indonesia menjadi yang terkuat di Asia Tenggara, sekalipun Indonesia mempererat hubungan melalui diplomasi pertahanan dengan China. Indonesia harus tetap menjaga dan memperkuat hubungan dengan negara lainnya yang memiliki kekuatan pertahanan mumpuni seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris Raya.
139
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan terhadap upaya Indonesia menjadi leader state di Asia Tenggara, khususnya pada rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terlihat upaya yang dilakukan Indonesia melalui perumusan kebijakan pertahanan dengan melakukan diplomasi pertahanan dengan China dan pembangunan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force. Indonesia tampil percaya diri menjadi pemimpin de facto ASEAN dengan pelbagai modal seperti lokasi negara yang strategis, memainkan pelbagai peran penting di kawasan, pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif, luas wilayah dan populasi yang besar, juga memiliki jalur-jalur strategis pertahanan dan keamanan serta perdagangan. Dalam upayanya menjadi leader state di Asia Tenggara melalui perumusan kebijakan pertahanan, kebijakan yang diambil Indonesia turut pula dipengaruhi oleh pelbagai faktor seperti lokasi/letak negara, politik luar negeri Indonesia, kepentingan nasional yang ingin dicapai, decision maker, industri pertahanan dalam negeri dan instabilitas kawasan. Kebijakan pertahanan melalui diplomasi pertahanan dengan China merupakan wujud kerjasama Indonesia-China melalui Deklarasi Kemitraan Strategis yang ditandatangani kedua negara pada tahun 2005. Melalui pendekatan dan penguatan kerjasama dengan China selaku the new rising superpower, secara spesifik di Asia, Indonesia optimis dapat memaksimalkan hubungan kerjasama tersebut untuk mencapai kepentingan
140
nasional. Adapun alasan Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China didasari oleh tiga alasan utama, yaitu mitra strategis, modernisasi militer China dimana Indonesia juga sedang berupaya keras memodernisasi militer dan upaya bersama menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan yang merupakan kepentingan nasional yang ingin dicapai kedua negara. Selain mempererat hubungan melalui kerjasama pertahanan dengan China, Indonesia juga menyusun strategi lainnya melalui pembangunan kebijakan Kekuatan Pokok Minimum/Minimum Essential Force (MEF), yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2009, dibagi ke dalam tiga Rencana strategis (Renstra) dan akan dijalankan untuk jangka waktu 15 tahun, yaitu hingga tahun 2024. Kedua strategi/kebijakan pertahanan yang didesain oleh Indonesia tersebut merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional yang merupakan bagian dari kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam perkembangannya, meskipun Indonesia melakukan diplomasi pertahanan dengan China dan membangun kebijakan MEF, serta didukung dengan modal besar lainnya untuk menjadi pemimpin di kawasan Asia Tenggara, hal tersebut tidak akan sanggup menjadikan Indonesia menjadi negara pemimpin di Asia Tenggara. Dalam menjajaki kerjasama pertahanan demi mencapai kepentingan nasional, Indonesia tidak bisa hanya bekerjasama dengan China, akan tetapi Indonesia perlu pula menjalin kerjasama dengan negara lainnya, terutama dengan negara-negara besar yang memiliki kekuatan pertahanan mumpuni dan tangguh, seperti Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Prancis dan Inggris Raya (lihat kembali tabel 3.1 untuk mengetahui data negara141
negara pengekspor alutsista terbesar dunia). Tentunya, penguatan kerjasama ini harus dilakukan melalui kerjasama yang saling menguntungkan. Sebagai penutup, skripsi ini belum lengkap dikarenakan penulis tidak mengaitkan analisis dengan doktrin pertahanan yang dianut Indonesia, yakni doktrin sishankamrata secara lebih mendalam. Postur pertahanan yang dibangun Indonesia seharusnya memasukkan dimensi doktrin. Oleh karena itu diperlukan kajian yang lebih komprehensif dalam menganalisis keterkaitan antara postur dan doktrin ini. Selain itu, upaya Indonesia dalam mencapai kemandirian industri pertahanan, diperlukan pula kajian yang lebih mendalam terkait perkembangan pelbagai industri pertahanan yang dimiliki Indonesia. Kajian ini menarik untuk dilakukan mengingat level yang dicapai Indonesia baru pada level teknologi rendah dan menengah. B. Saran 1. Bagi Pemerintah Indonesia Pemerintah Indonesia seharusnya lebih memperhatikan sektor pertahanan, mengingat pertahanan negara merupakan bagian penting dari suatu negara untuk menjaga kedaulatan negara dan melindunginya dari ancaman, baik internal maupun eksternal. Wujud perhatian tersebut dapat berupa penambahan anggaran di sektor pertahanan, termasuk untuk riset dan pengembangan (R&D) bagi industri pertahanan nasional. Dalam mempercepat realisasi MEF, perhatian dan dukungan dari pemerintah juga sangat diperlukan.
142
2. Bagi Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri RI Kementerian Pertahanan dan Kementerian Luar Negeri sebagai leading role dari diplomasi pertahanan perlu terus berupaya melakukan kerjasama dan pendekatan dengan China. Kerjasama tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh Indonesia, seperti alih teknologi, latihan militer bilateral, investasi modal dan menjalankan berbagai upaya konstruktif agar China tidak menyalahgunakan kekuatan militernya yang dapat menganggu keamanan dan stabilitas kawasan. 3. Bagi Masyarakat Indonesia Warga negara juga turut dilibatkan dalam upaya pertahanan dan pembelaan negara. Hal ini merupakan wujud implementasi dari UndangUndang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, dalam Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa salah satu Komponen Cadangan terdiri atas warga negara.
1
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Defence Media Center/PPID, “Kemhan Selenggarakan ASEAN Defense Senior Officials Meeting-Working Group,” http://dmc.kemhan.go.id/post-kemhan-selenggarakan-asean-defense-senior-officialsmeeting-working-group.html, 15-04-2016, 02:06 WIB, Surakarta.
2
Nugraha, Pepih, “Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja,” http://internasional.kompas.com/read/2011/02/22/17270840/Penyelesaian.Konflik.Thailan d-Kamboja, 15-04-2016, 02:34 WIB, Surakarta.
3
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, “Indonesia sebagai Ketua ASEAN,” https://situs.polkam.go.id/indonesia-sebagai-ketua-asean/, 15-04-2016, 02:45 WIB, Surakarta.
4
Ibid.
5
Suryanto, “Indonesia Prioritaskan Tiga Hal Saat Pimpin ASEAN,” http://www.antaranews.com/berita/241559/indonesia-prioritaskan-tiga-hal-saat-pimpinasean, 15-04-2016, 03:34 WIB, Surakarta.
6
Karim, Silmy, Membangun Kemandirian Industri Pertahanan Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2014, hlm. 29.
143
7
Ibid., hlm. 85.
8
Nabbs-Keller, Greta, “Growing Convergence, Greater Consequence: The Strategic Implications of Closer Indonesia-China Relations,” Security Challenges, Vol. 7, No. 3, hlm. 23-41, 2011 [pdf]. Diunduh di laman http://www.regionalsecurity.org.au/Resources/Documents/vol7no3Nabbs-Keller.pdf, 05-04-2016, 08:23 WIB, Surakarta.
9
Roy, Denny, “Southeast Asia and China: Balancing or Bandwagoning?”, Journal of International and Strategic Affairs, Vol. 27, No. 2, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore, 2005, hlm. 305-322 [pdf]. Diunduh di laman https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact =8&ved=0ahUKEwiqivvcgYnMAhUUkY4KHVAHD10QFgggMAA&url=http%3A%2F%2Fww w.ou.edu%2Fuschina%2Ftexts%2FRoy2005SEAsiaChina.pdf&usg=AFQjCNEiuOxEQHqI8xGDk92AlKvGNiGLA, 05-04-2016, 10:24 WIB, Surakarta.
10
Sukma, Rizal, “Indonesia and the Emerging Sino-US Rivalry in Sutheast Asia,” London School of Economics and Political Science, hlm. 42-46, 2012 [pdf]. Diunduh di laman https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact =8&ved=0ahUKEwjZqZXw9ojMAhVKHZQKHRHhDRUQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fw ww.lse.ac.uk%2FIDEAS%2Fpublications%2Freports%2Fpdf%2FSR015%2FSR015-SEAsiaSukma-.pdf&usg=AFQjCNHaidjKnroi4a7E3PdSi9eWJoXoQw, 05-04-2016, 09:32 WIB, Surakarta.
11
Prameswaran, Prashanth, “The Limits to Sino-Indonesian Relations”, China Brief Journal, Vol. 12, No. 8, hlm. 2-6, the Jamestown Foundation, 2012 [pdf]. Diunduh di laman http://www.jamestown.org/programs/chinabrief/single/?tx_ttnews%5Btt_news%5D=392 56&cHash=54c840e36d4ad26e3a3162ead441e805#.VwwKXk997IW, 05-04-2016, 04:12 WIB, Surakarta.
12
Hamilton-Hart, Natasha, and Dave McRae, Indonesia: Balancing the United States and China, Aiming for Independence, the United States Studies Centre, the University of Sydney, Sydney, New Southwales, 2015, hlm. 8-9.
13
Ibid., hlm. xi.
14
Ibid., hlm. 28.
15
Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, Yogyakarta, 2012.
16
Ibid., hlm. 68.
17
Luthfi, R. Mokhamad, “Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia,” Tesis Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, Juni 2012.
18
Ibid., hlm. 55.
19
Ibid., hlm. 68.
20
Yilmaz, Sait, “State, Power, and Hegemony”, International Journal of Business and Social Science, Vol. 1, No. 3, hlm. 3, Beykent University of Strategic Research Center (BUSRC), Turkey, 2010 [pdf]. Diunduh di laman https://ijbssnet.com/journals/Vol._1_No._3_December_2010/20.pdf, 20-04-2016, 09:30 WIB, Surakarta.
21
Organski, A.F.K. and Kugler, Jacek, “The War Ledger”, 1980, dan Kugler, Jacek and Lemke, Douglas (eds.), “Parity and War”, 1996, dimuat dalam Carlsnaes, Walter, Thomas Risse, Beth A. Simmons, Handbook of International Relations, SAGE Publications, London,
144
2004, diterjemahkan oleh Imam Baehaqie, Handbook Hubungan Internasional, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 731. 22
Yilmaz, Sait, op.cit., hlm. 4.
23
Yilmaz, Sait, op.cit., hlm. 5.
24
Betz, Joachim, and Ian Taylor, “The Rise of (New) Regional Powers in Asia, Africa, Latin America–Contribution to Regional and World Peace or Protracted Conflicts?”, hlm. 2, European Consortium for Political Research, Helsinki, 2007 [doc]. Diunduh di laman http://www.webarchive.org.uk/wayback/archive/20070202120000/http://www.essex.ac .uk/ECPR/events/jointsessions/helsinki/long_ws_outlines/ws9.doc, 20-04-2016, 12:11 WIB, Surakarta.
25
Beck, Martin, “The Concept of Regional Power: The Middle East as a Deviant Case?”, Conference Paper Regional Powers in Asia, Africa, Latin America, the Near and the Middle East, hlm. 2, German Institute of Global and Area Studies (GIGA), Hamburg, 2006 [pdf]. Diunduh di laman http://web.archive.org/web/20070628064247/http://www.gigahamburg.de/content/forumregional/pdf/giga_conference_RegionalPowers_0612/giga_ RegPowers0612_paper_beck.pdf, 20-04-2016, 13:10 WIB, Surakarta.
26
Roy, S.L., Diplomacy (edisi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Herwanto dan Mirsawati), CV. Rajawali Press, Jakarta, 1991, hlm. 5.
27
Thucydide, “AFRI-2002, Volume III-The Defence Diplomacy, Main Component of the Preventive Diplomacy, Toward A New Symbiosis Between Diplomacy and Defence”, 1 Januari 2003, http://www.afri-ct.org/The-defence-diplomacy-main?lang=fr, dimuat dalam Hartono, Budi, Telaah Mengenai Diplomasi Pertahanan: Perkembangan dan Varian, hlm. 2 [pdf]. https://www.academia.edu/8260395/Telaah_Mengenai_Diplomasi_Pertahanan_Perke mbangan_dan_Varian, 30-03-2016, 21:36 WIB, Surakarta.
28
Salim, Mayor Laut (P), “Peningkatan Kerjasama Pertahanan Indonesia di Kawasan Asia Tenggara Guna Mendukung Diplomasi Pertahanan dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kawasan,” Kasubdit Kerjasama-Pusat Pengkajian Maritim, Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut, Jakarta, 2012, hlm. 2 [pdf], http://pusjianmarseskoal.tnial.mil.id/Portals/0/Peningkatan%20Kerjasama%20Pertahanan%20Indonesia%20 di%20Kawasan%20Asia%20Tenggara.pdf, 30-03-2016, 22:01 WIB, Surakarta.
29
Yasuhiro, Matsuda, “An Essay on China’s Military Diplomacy: Examination of Intentions in Foreign Strategy,” NIDS Security Reports, No. 7, The National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, Desember 2006, hlm. 3.
30
Singh, Bhubhindar, dan See Seng Tan, “Defence Diplomacy in Southeast Asia, From ‘Boots’ to ‘Brogues’: the Rise of Defence Diplomacy in Southeast Asia,” S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Singapore, 2011, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Diplomasi Pertahanan ASEAN dalam Rangka Stabilitas Kawasan, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim, 2013 (online), lihat selengkapnya dalam http://www.fkpmaritim.org/diplomasi-pertahanan-asean-dalam-rangka-stabilitaskawasan/, 30-03-2016, 22:23 WIB, Surakarta.
31
Koerner, Wolfgang, “Security Sector Reform: Defence Diplomacy,” Parliamentary Information and Research Service: Library of Parliament, 2006 & United Kingdom, Defence Diplomacy, Ministry of Defence Policy Paper No. 1, hlm. 2-3, dimuat dalam Hartono, Budi, hlm. 3.
32
Singh, Bhubhindar, loc.cit.
33
Morgenthau, Hans J., Politics among Nations: the Struggle for Power and Peace, McGraw-Hill Humanities, United States, 1948, hlm. 13.
145
34
Mas’oed, Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, PT. Pustaka LP3ES, Jakarta, 1994, op.cit., hlm. 146.
35
Ibid., hlm. 18.
36
Roskin, Michael G., National Interest: From Abstraction to Strategy, Strategic Studies Institute, United States, 1994, hlm. 6.
37
Martin, L. L., “Institution and Cooperation: Sanctions during the Falkland Islands Conflict,” International Security, Vol. 14 No. 4 (Spring, 1992), pp. 174-175, dimuat dalam Mwagwabi, Lawrence, The Theory of Collective Security and Its Limitations in Explaining International Organization: A Critical Analysis, MA Diplomacy, hlm. 1 [pdf], https://www.academia.edu/760834/Theory_of_Collective_Security_and_Its_Limitations _in_Explaining_International_Organization_A_Critical_Analysis?auto=download, 15-042016, 07:11 WIB, Surakarta.
38
Mearscheimer, J. J., “The Promise of International Institutions”, International Security, Vol.
19, No. 3 (Winter 1994/1995), pp 26 -27, dimuat dalam Mwagwabi, Ibid.. 39
Cohen, Richard, and Michael Mihalka, Cooperative Security: New Horizons for International Order, the Marshall Center Papers No. 3, George C. Marshall European Center for Security Studies, Germany, hlm. 14.
40
Roberts, A., and B. Kingsbury, “Introduction: The UN’s Role in International Society since 1945”, in A. Roberts and B. Kinsgsbury (eds.) United Nations, Divided World, (Oxford: Clarendon Press, 1993), p. 30, dimuat dalam Mwagwabi, Ibid., hlm. 2.
41
Johnson, H. C., and G. Niemeyer, “Collective Security: The Validity of an Ideal,” International Organization, Vol. 8 (1954), pp 19-20, dimuat dalam Mwagwabi, Ibid., hlm. 3.
42
Claude Jr., Inis L., “Collective Security as an Approach to Peace,” McGraw Hill Inc., New York, United States, 1984, hlm. 356 [pdf]. Diakses di laman https://blackboard.angelo.edu/bbcswebdav/institution/...3/Claude.pdf, 15-04-2016, 08:10 WIB, Surakarta.
43
Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, PT. Refika Aditama, Bandung, 2012, hlm. 30.
44
Ratna, Nyoman Kutha, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 23.
45
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2002, hlm. 36.
46
Portal Nasional Republik Indonesia, “Geografi Indonesia,” http://indonesia.go.id/in/sekilasindonesia/geografi-indonesia, 06-03-2016, 22:07 WIB, Surakarta.
47
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Map,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 06-03-2016, 22:20 WIB, Surakarta.
48
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Geography,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 06-03-2016, 22:23 WIB, Surakarta.
49
Ibid.
50
Ibid.
51
JPNN, “Indonesia Miliki 1.128 Suku Bangsa,” http://www.jpnn.com/berita.detail-57455, 08-032016, 11:48 WIB, Surakarta.
52
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-People & Society,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 08-03-2016, 12:27 WIB, Surakarta.
53
Ibid.
146
54
Indonesia Investments, “Penduduk Indonesia,” http://www.indonesiainvestments.com/id/budaya/demografi/item67, 08-03-2016, 12:13 WIB, Surakarta.
55
The World Bank, “Total Population,” http://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL, 0803-2016, 13:19 WIB, Surakarta.
56
Adzani, Fadli, “Geser China, India Akan Jadi Negara dengan Penduduk Terbanyak,” http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150730171519-113-69169/geser-chinaindia-akan-jadi-negara-dengan-penduduk-terbanyak/, 08-03-2016, 13:52 WIB, Surakarta.
57
Ibid.
58
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), “Jumlah Penduduk Miskin Indonesia 27,7 Juta Orang,” http://www.kemenkopmk.go.id/artikel/jumlah-penduduk-miskin-indonesia-277-jutaorang, 08-03-2016, 12:10 WIB, Surakarta.
59
Ibid.
60
Puspaningtyas, Lida, Satria Kartika Yudha, “Pengangguran Thailand Terendah di Dunia,” http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/15/02/04/nj8g33-pengangguranthailand-terendah-di-dunia, 08-03-2016, 14:41 WIB, Surakarta.
61
Ibid.
62
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Government,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 08-03-2016, 20:25 WIB, Surakarta.
63
Portal Nasional Republik Indonesia, “Politik dan Pemerintahan,” http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/politik-dan-pemerintahan, 08-03-2016, 20:35 WIB, Surakarta.
64
Ibid.
65
CIA World Factbook: Indonesia-Government, loc.cit.
66
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: Indonesia-Economy,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html, 08-03-2016, 22:54 WIB, Surakarta.
67
Indonesia Investments, “Ekonomi Indonesia,” http://www.indonesiainvestments.com/id/budaya/ekonomi/item177, 08-03-2016, 22:25 WIB, Surakarta.
68
CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
69
CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
70
CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
71
CIA World Factbook: Indonesia-Economy, loc.cit.
72
BBC News, “China Country Profile,” http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-13017877, 09-03-2016, 18:12 WIB, Surakarta.
73
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: China-Geography,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ch.html, 09-03-2016, 18:35 WIB, Surakarta.
74
KBRI Beijing, Republik Rakyat China, “China”, http://www.kemlu.go.id/beijing/id/Pages/China.aspx, 09-03-2016, 18:40 WIB, Surakarta.
75
Global Security, “China-Map,” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/images/china_sm03.gif, 09-03-2016, 18:45 WIB, Surakarta.
76
CIA World Factbook, China-Geography, loc.cit.
147
77
BBC News, loc.cit.
78
CIA World Factbook: China-People and Society, loc.cit.
79
The World Bank, “China,” http://www.worldbank.org/en/country/china, 09-03-2016, 18:56 WIB, Surakarta.
80
CIA World Factbook: China-People and Society, loc.cit.
81
CIA World Factbook, “East & Southeast Asia: China-Government,” https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ch.html, 09-03-2016, 19:24 WIB, Surakarta.
82
Ibid.
83
Ibid.
84
China Today, “China Government,” http://www.chinatoday.com/gov/a.htm, 09-03-2016, 20:38 WIB, Surakarta.
85
CIA World Factbook: China-Government, loc.cit.
86
CIA World Factbook: China-Government, loc.cit.
87
CIA World Factbook: China-Government, loc.cit.
88
Aljazeera, “Country Profile: China,” http://www.aljazeera.com/news/asiapacific/2012/11/20121159853718909.html, 09-03-2016, 21:27 WIB, Surakarta.
89
The World Bank, “China-Overview,” http://www.worldbank.org/en/country/china/overview#2, 09-03-2016, 21:43 WIB, Surakarta.
90
CIA World Factbook: China-Economy, loc.cit.
91
Aljazeera, loc.cit.
92
Moskos, Charles C., et. al., Militer Pasca Perang Dingin: Militer Posmo Seri Kajian Sosiologi Militer, Prenada Media Group, Jakarta, 2010, xiii.
93
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 ayat 1.
94
Karim, Silmy, op. cit., hlm. 7-8.
95
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 ayat 2.
96
Global Firepower (GFP) adalah situs yang menyediakan tentang analisis kekuatan militer dari beberapa negara di dunia. Situs GFP memberikan informasi dari 100 negara dengan militer terkuat, dengan menggunakan beberapa faktor penilaian. Diantara faktor-faktor penilaian tersebut adalah jumlah penduduk, anggaran militer, utang luar negeri, jumlah alutsista, dan faktor lainnya. Lihat keterangan selengkapnya dalam http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp.
97
Global Firepower, “Countries Ranked by Military Strength (2016),” http://www.globalfirepower.com/countries-listing.asp, 10-03-2016, 19:04 WIB, Surakarta.
98
TNI-AD, “Sejarah,” http://www.tniad.mil.id/index.php/sample-page-2/sejarah/, 11-03-2016, 14:24 WIB, Surakarta.
99
TNI-AL, “Sejarah TNI Angkatan Laut,” http://www.tnial.mil.id/Aboutus/Sejarah/SejarahTNIAngkatanLaut.aspx, 11-03-2016, 14:27 WIB, Surakarta.
100
TNI-AU, “Sejarah TNI Angkatan Udara,” http://tni-au.mil.id/content/sejarah-tni-angkatanudara, 11-03-2016, 14:28 WIB, Surakarta.
101
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 7 ayat 1.
148
102
The International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2014: The Annual Assessment of Global Military Capabilities and Defence Economics, London, United Kingdom, 2014, hlm. 247. File tersedia dalam format PDF, dapat diunduh melalui http://www.libramar.net/news/the_military_balance_2014/2015-05-06-2362, 01-04-2016, 07:13 WIB, Surakarta.
103
“The Military Balance 2014”, Routledge, 5 Februari 2014, hlm. 247 dimuat dalam Karim, Silmy, op.cit., hlm. 13.
104
Ibid.
105
Ibid.
106
Ibid., hlm. 14.
107
Australian Government–Department of Defence, Defence Economic Trends in the AsiaPacific, Defence Intelligence Organisation, No. 003, March 2015, hlm. 14. Defence Economic Trends analyses significant trends in defence funding in the Asia-Pacific region. It draws together official defence budgets and national economic data to illustrate trends over time. It also enables comparisons between individual countries or regions.
108
Kertiyasa, Martin Bagya, “Perbandingan Anggaran Pertahanan Negara ASEAN,” http://economy.okezone.com/read/2014/10/07/20/1048969/perbandingan-anggaranpertahanan-negara-asean, 14-03-2016, 04:39 WIB, Surakarta.
109
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 98.
110
Ibid.
111
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 101.
112
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 111
113
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 107 & 110-113.
114
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 116.
115
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 119.
116
Ibid.
117
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 126.
118
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 130.
119
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 138.
120
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 140.
121
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 141.
122
Dahana merupakan salah satu kosakata dalam bahasa Sanskerta yang berarti “api”.
123
Hispano-Suiza adalah perusahaan asal Spanyol yang bergerak di bidang otomotif dan permesinan, yang didirikan pada 14 Juni 1904 oleh Damia Mateu Bisa dan Marc Birkigt. CEO perusahaan saat ini dipegang oleh Helene Moreau-Leroy. Lihat informasi selengkapnya di http://www.hispano-suiza-sa.com/company, 14-03-2016, 05:01 WIB, Surakarta.
124
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 142.
125
Karim, Silmy, op.cit., hlm. 145.
126
Nation Master, “Indonesia Military Stats,” http://www.nationmaster.com/countryinfo/profiles/Indonesia/Military/All-stats, 16-05-2016, 11:01 WIB, Surakarta.
127
Ibid.
149
128
GNFI, “World’s Best Special Force,” http://www.goodnewsfromindonesia.org/2009/08/08/worlds-best-special-force, 16-052016, 11:17 WIB, Surakarta.
129
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, Republik Rakyat China Merangkap Mongolia, “Laporan Tahunan KBRI Beijing,” hlm. 70, dimuat dalam Utami, Sri Yuli, Implementasi Deklarasi Kemitraan Strategis 2005 dan Prospeknya terhadap Hubungan Indonesia-China dalam Bidang Militer, Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 56.
130
Deklarasi Bersama antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China mengenai Kemitraan Strategis, Jakarta, 25 April 2005, hlm. 1. Naskah Deklarasi dapat dilihat di bagian Lampiran. Tersedia dalam format file PDF dan dapat diunduh melalui http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/1758, 29-03-2016, 23:13 WIB, Surakarta.
131
Tribun News, “RI dan Tiongkok Perkuat Kerjasama Bidang Pertahanan,” http://www.tribunnews.com/nasional/2014/07/24/ri-dan-tiongkok-perkuat-kerjasamabidang-pertahanan, 18-05-2016, 07:01 WIB, Surakarta.
132
Xinhua, “Chinese Military Official Meets Indonesian Defense Minister,” http://news.xinhuanet.com/english/china/2014-09/21/c_127012896.htm, 18-05-2016, 07:13 WIB, Surakarta.
133
Kompas, “Indonesia Melirik Teknologi Militer China”, http://internasional.kompas.com/read/2009/05/09/13105690/indonesia.melirik.teknologi .militer.china, 30-03-2016, 00:53 WIB, Surakarta.
134
VOA Indonesia, “Indonesia dan TIongkok akan Produksi Misil Bersama,” http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-dan-tiongkok-akan-produksi-misilbersma/1489895.html, 18-05-2016, 06:50 WIB, Surakarta.
135
Defense Update, “China, Indonesia Expand Military Cooperation,” http://defenseupdate.com/20120729_china-indonesia-military-cooperation.html, 18-05-2016, 07:56 WIB, Surakarta.
136
Hanggarini, Peni, “Interaksi China dengan ASEAN: Antara Kepentingan Nasional vs Identitas Bersama”, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China, Jurnal Quarterdeck, Vol.6, No. 8, hlm. 14-15, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM), Jakarta, 2013 [pdf]. Diunduh di laman http://www.fkpmaritim.org/wp-content/uploads/2013/03/Quarterdeck-Februari.pdf, 2004-2016, 14:19 WIB, Surakarta.
137
Simatupang, Goldy Evi Grace, Ibid., hlm. 15.
138
Hayati, Sri, dan Ahmad Yani, Geografi Politik, PT Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 24.
139
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara.
140
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
141
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2010 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2010-2014.
142
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2010 Tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan, Pasal 3 ayat 2.
143
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 43 [pdf]. Dapat diunduh di https://www.kemhan.go.id/wpcontent/uploads/2015/12/04f92fd80ee3d01c8e5c5dc3f56b34e31.pdf.
144
Ibid., hlm. 44.
150
145
China Radio International, “Catatan Peristiwa Penting dalam Hubungan Bilateral ChinaIndonesia”, http://indonesian.cri.cn/481/2009/09/30/1s102390.htm, 29-03-2016, 22:41 WIB, Surakarta.
146
Sukma, Rizal, The Rise of China: Response from Southeast Asia and Japan in Chapter 5Indonesia’s Response to the Rise of China: Growing Comfort amid Uncertainties, the National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, Japan, 2009, hlm. 140 [pdf]. Selengkapnya lihat dalam http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series4/pdf/4-5.pdf, 29-032016, 22:52 WIB, Surakarta.
147
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Profil Negara dan Kerjasama: China”, http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/detail-kerjasama-bilateral.aspx?id=87, 29-03-2016, 23:01 WIB, Surakarta.
148
Sukma, Rizal, op.cit., hlm. 142.
149
Naskah Deklarasi dapat dilihat di bagian Lampiran. Tersedia dalam format file PDF dan dapat diunduh melalui http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/download/1758, 2903-2016, 23:13 WIB, Surakarta.
150
Wawancara Khusus Wartawan China Radio International dengan Duta Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, Lan Lijun pada 1 Januari 2006, tentang Hubungan ChinaIndonesia tahun 2005, dimuat dalam Ministry of Foreign Affairs of the People’s Republic of China, “Hubungan China-Indonesia Tahun 2005”, http://www.fmprc.gov.cn/ce/ceindo/indo/xwdt/t232178.htm, 29-03-2016, 23:25 WIB, Surakarta.
151
Maszudi, Eddy, “Makna Kunjungan SBY ke China”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/27/opi3.htm, 29-03-2016, 23:46 WIB, Surakarta. Eddy Maszudi adalah pengamat masalah politik internasional, Ketua Umum Centre Strategic for Development and International Relations (CSDIR).
152
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 148.
153
Ibid.
154
Hamilton-Hart, Natasha, op. cit., hlm. 8.
155
Suryanto, “Indonesia Tidak Bentuk Pakta Pertahanan dengan China”, http://www.antaranews.com/berita/82933/indonesia-tidak-bentuk-pakta-pertahanandengan-china, 30-03-2016, 00:01 WIB, Surakarta.
156
Wawancara dengan J. Sudarsono, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Yogyakarta, 2012, hlm. 91.
157
East Asian Strategic Review 2007, hlm. 159, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Ibid.
158
SIPRI Year Book 2007, Armament, Disarmament and International Security, CM Gruppen, Bromma, Swedia, 2007, hlm. 17. SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) merupakan lembaga internasional independen (think tank) yang didedikasikan untuk penelitian dalam isu konflik, kontrol persenjataan dan pelucutan senjata.
159
Kompas, “Indonesia Melirik Teknologi Militer China”, loc. cit.
160
Ibid., pernyataan ini dinyatakan langsung oleh Atase Pertahanan (Athan) Republik Indonesia-China, Kolonel Infantri Yayat Sudrajat, di Beijing, Sabtu, 9 Mei 2009.
161
Ibid.
151
162
Khoiriyah, Ruisa, “China Ingin Ikut Mendanai Industri Senjata Indonesia”, http://www.krakatausteel.com/?page=viewnews&action=view&id=186, 30-03-2016, 01:12 WIB, Surakarta.
163
WIRA: Media Informasi Departemen Pertahanan, Vol. 18, No. 5, Januari-Februari 2007, Departemen Pertahanan Indonesia, hlm. 41, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, op. cit., hlm. 96.
164
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara.
165
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 1 ayat 6.
166
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 3.
167
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Pembinaan Teknologi dan Industri Pertahanan, Pasal 8 butir a-d.
168
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan, Pasal 28 ayat 1.
169
Karim, Silmy, op. cit., hlm. 152.
170
Kina (Karya Indonesia): Media Ekuitas Produk Indonesia, Edisi 2, 2012, Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Perindustrian, Jakarta, hlm. 58-59.
171
Ibid.
172
Ibid.
173
Ibid.
174
Ibid.
175
Okezone, “Enam Senjata Buatan Pindad Ini Bikin Indonesia Kian Ditakuti,” http://news.okezone.com/read/2016/03/11/337/1332954/enam-senjata-buatan-pindad-inibikin-indonesia-kian-ditakuti, http://news.okezone.com/read/2016/03/11/337/1332954/enam-senjata-buatan-pindad-inibikin-indonesia-kian-ditakuti?page=2, 01-04-2016, 10:30 WIB, Surakarta.
176
WIRA: Media Informasi Departemen Pertahanan, Vol. 22, No. 3, November-Desember 2009, hlm. 8, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, op. cit., hlm. 97.
177
Kompas, “Pagi Ini, Panser Pindad Masuk Dephan”, http://nasional.kompas.com/read/2009/07/07/0033349/Pagi.Ini..Panser.Pindad.Masuk.D ephan, 30-03-2016, 02:11 WIB, Surakarta.
178
Jakarta Globe, “Indonesia Seeks to Bolster Defense Industry”, 11 Desember 2009, http://thejakartaglobe.com/home/indonesia-seeks-to-bolster-defense-industry/346969, 30-03-2016, 02:32 WIB, Surakarta, dimuat dalam Sukma, Rizal, Asia Pacific Countries’ Security Outlook and Its Implications for the Defense Sector in Chapter 1-Indonesia’s Security Outlook, Defence Policy and Regional Cooperation, the National Institute for Defense Studies (NIDS), Tokyo, Japan, 2010, hlm. 18 [pdf]. Selengkapnya lihat dalam http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series5/pdf/5-1.pdf, 30-032016, 02:20 WIB, Surakarta.
179
Hadiwerdoyo, Cyrillus Harinowo, “The Rise of the Indonesian Strategic Industry”, http://www.thejakartapost.com/news/2009/12/28/the-rise-indonesian-strategicindustry.html, 30-03-2016, 02:25 WIB, Surakarta, dimuat dalam Sukma, Rizal, Ibid.
180
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama.
181
Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, “Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Tanggal 15 Agustus 2014, dalam rangka Hari Ulang Tahun
152
Republik Indonesia ke-69,” Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, 2014, hlm. IX-3 [pdf]. Selangkapnya lihat dalam http://bappenas.go.id/files/7114/1448/8937/Lampid_2014.pdf, 31-03-2016, 13:16 WIB, Surakarta. 182
Sjamsoeddin, Sjafrie, “Pemenuhan Kebutuhan Kekuatan Pokok Minimum TNI (Minimum Essential Force), dalam Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Warta Departemen Pertahanan Republik Indonesia, Edisi Khusus 2005, 2005, hlm. 7-10 & Wawancara dengan Andi Widjajanto, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, hlm. 87-88.
183
Haripin, Muhamad, “Mengelola Ekonomi Pertahanan Indonesia: Studi Awal tentang Anggaran Pertahanan dan Alat Utama Sistem Persenjataan”, Makalah Seminar di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 26 April 2011, dimuat dalam Karim, Silmy, op.cit., hlm. 377.
184
Lampiran dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Kebijakan Penyelarasan Minimum Essential Force Komponen Utama, hlm. 6.
185
Widjajanto, A., ‘Sambutan’ dalam Bakrie, C.R., Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. xxix, ditampilkan dalam bentuk tabel oleh penulis, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, hlm. 89.
186
Dari tabel yang ditampilkan, terdapat tiga komponen, yaitu komponen Utama, Cadangan, dan Pendukung. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 pada butir ke-5,menyatakan bahwa yang disebut dengan “Komponen Utama” adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan. Selanjutnya butir ke-6, menyatakan bahwa “Komponen Cadangan” adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama. Butir ke-7 menyatakan bahwa yang disebut “Komponen Pendukung” adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Sumber daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan (Butir 8). Lebih lanjut mengenai Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, dalam Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa Komponen Cadangan, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat komponen utama. Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa Komponen Pendukung, terdiri atas warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.
187
Lihat Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Perencanaan Pertahanan Negara Tahun 2012 (Berita Negara RI Tahun 2011 Nomor 582), dimuat dalam Luthfi, R. Mokhamad, Implementasi Revolution in Military Affairs (RMA) dalam Kebijakan Pertahanan Indonesia, Tesis Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok, Juni 2012, hlm. 75.
188
Lampiran Rencana Kerja Pertahanan Negara 2012, Berita Negara 585-2011 (diolah kembali oleh R. Mokhamad Luthfi), dimuat dalam Luthfi, R. Mokhamad, Ibid.
189
Jusuf, Widodo S., “Kemhan Miliki Rp150 Triliun untuk Persenjataan,” http://www.antaranews.com/berita/293033/kemhan-miliki-rp150-triliun-untukpersenjataan, 31-03-2016, 14:14 WIB, Surakarta.
190
Ibid.
191
Wulansari, Eka Martiana, “Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Industri Pertahanan,” Jurnal Legislasi Indonesia,
153
Vol. 10 No. 03, Bagian Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia, Deputi Perundangundangan, Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta, September 2013, hlm. 303. 192
Ibid.
193
Buku Putih Pertahanan Indonesia 2008, hlm. 148.
194
Sihombing, Lisbet, “Peningkatan Kekuatan Militer China,” Jurnal Hubungan Internasional, Vol. IV, No. 05, hlm. 5, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR-RI, Jakarta, 2012.
195
Purwanto, Adi Joko, “Peningkatan Anggaran Militer Cina dan Implikasinya terhadap Keamanan di Asia Timur,” Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional, Vol. 07, No. 01, hlm. 4, Spektrum, 2010. Adi Joko Purwanto adalah lulusan S2 Ilmu Hubungan Internasional FISIP UGM Yogyakarta dan Staf Pengajar di Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim.
196
Ibid.
197
Banlaoi, Rommel C., Southeast Asian Perspectives on the Rise of China: Regional Security after 9/11, National Defense College of the Philippines, Quezon City, 2003, hlm. 98 [pdf]. Diunduh di laman https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact =8&ved=0ahUKEwiR2LmSxcjLAhWSj44KHTSKBKgQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fww w.comw.org%2Frma%2Ffulltext%2F0306banlaoi.pdf&usg=AFQjCNEmAWKdHFMWPOlRV LAWm6z4AQIGew&sig2=3FCHzxkHQ5X3QCTcbSVtjQ, 14-03-2016, 05:43 WIB, Surakarta.
198
Ibid.
199
Trading Economics, “China GDP,” http://www.tradingeconomics.com/china/gdp, 14-032016, 06:26 WIB, Surakarta.
200
Ibid.
201
Vanaga, Nora, “China’s Military Rise: The Lack of Transparency and Internal Political Uncertainty”, Strategic Review No. 08, National Defence Academy of Latvia, Center for Security and Strategic Research, Riga, 2014, hlm. 2 [pdf]. Diunduh di laman http://www.naa.mil.lv/~/media/NAA/AZPC/Publikacijas/SA-8-China.ashx, 14-03-2016, 05:24 WIB, Surakarta.
202
Ibid.
203
Bitzinger, R.A., “Modernizing China’s Military, 1997-2012: China Perspectives.” Special feature. No. 04/2011, pp.7-15, dimuat dalam Vanaga, Nora, loc.cit.
204
Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 3.
205
China’s National Defence, “White Paper on National Defense 2008 [pdf],” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/doctrine.htm, 14-03-2016, 07:04 WIB, Surakarta.
206
Global Security, “China’s Defense Budget,” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/budget.htm, 14-03-2016, 08:15 WIB, Surakarta.
207
Bitzinger, R.A., “Modernizing China’s Military, 1997-2012. China Perspectives.” Special feature. No. 04/2011, pp. 9, dimuat dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
208
Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
209
Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengeluarkan laporan tahunan secara berkala yang berisi tentang data militer China, dan informasi lainnya terkait kekuatan militer China. Lihat keterangan selengkapnya dalam
154
http://www.globalsecurity.org/military/library/report/2014/2014-prc-militarysecurity.pdf, 14-03-2016, 10:30 WIB, Surakarta. 210
Goldstein, L., Murray W., “Undersea Dragons: China’s Maturing Submarine Force.” International Security. Vol. 28, No. 4, pp. 161-196, dimuat dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
211
Bitzinger, R.A., “Modernizing China’s Military, 1997-2012. China Perspectives.” Special feature. No. 04/2011, pp. 10-13, dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
212
Dreyer J.T., “China’s Power and Will: The PRC’s Military Strength and Grand Strategy,” Foreign Policy Research Institute, pp. 653, dimuat dalam Vanaga, Nora, op.cit., hlm. 4.
213
China Daily, “Hu Jintao’s Report at 17th Party Congress,” http://www.chinadaily.com.cn/china/2007-10/25/content_6225092_9.htm, 14-03-2016, 14:03 WIB, Surakarta.
214
China Today, “China Military and Armed Force (People’s Liberation Army, PLA),” http://www.chinatoday.com/arm/china-military.htm, 06-04-2016, 08:11 WIB, Surakarta.
215
Global Security, “Military Personnel,” http://www.globalsecurity.org/military/world/china/pla-personnel.htm & The International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2014: The Annual Assessment of Global Military Capabilities and Defence Economics, London, United Kingdom, 2014, hlm. 247 [pdf], diunduh di laman http://www.libramar.net/news/the_military_balance_2014/2015-06-04-2016, 09:02 WIB, Surakarta. (Data diolah oleh penulis).
216
Sistem Tempur Aegis (Aegis Combat System) adalah sistem persenjataan terpadu yang digunakan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat. Dikembangkan oleh perusahaan elektronik Amerika Serikat, Radio Corporation of America (RCA) pada Divisi Radar dan Rudal. Sekarang ini, Aegis diproduksi oleh Lockheed Martin, perusahaan global asal Amerika Serikat berbasis teknologi canggih yang bergerak di bidang industri dirgantara, pertahanan, dan keamanan. Sistem Tempur Aegis merupakan sistem pertahanan yang sangat canggih dan mumpuni yang ada saat ini. Penggunaannya menggunakan teknologi komputer dan radar untuk melacak dan mengendalikan senjata dengan tujuan menghancurkan musuh.
217
Sontani, Roni, et. al., Majalah Angkasa: Lomba Senjata di Asia Pasifik, Kompas Gramedia, Jakarta, 2014, hlm. 14.
218
Ibid.
219
Sontani, Roni, loc.cit., hlm. 7.
220
Sumakul, Willy F., “China dan Amerika Serikat di Asia Pasifik: Not A Zero Sum Game? (Bagian 2)”, Quarterdeck, Vol. 5, No. 10, hlm. 10-13, 2012 [pdf]. Diunduh di laman http://www.fkpmaritim.org/wp-content/uploads/2012/08/QUARTERDECK-EDISIAPRIL.pdf, 06-04-2016, 07:13 WIB, Surakarta.
221
Purwanto, Adi Joko, op.cit., hlm. 7-8.
222
Hendrajit Adalah Direktur Eksekutif Global Future Institute dan Pakar Politik Internasional. Global Future Institute yang disebut juga sebagai GFI didirikan pada tanggal 11 Oktober 2007. GFI diprakarsai oleh lima orang pendirinya, yaitu Hendrajit, Harri Samputra Agus, Adriyanto, Joko Wiyono, dan Hamzah Fansyuri. Ide pembentukan GFI adalah karena kepedulian untuk memainkan peran politik luar negeri Indonesia di tengah meningkatnya persaingan berskala global di antara kekuatan dunia seperti Amerika Serikat, Republik Rakyat China, Uni Eropa dan Rusia. Selengkapnya lihat dalam http://www.theglobal-review.com/aboutgfi.php?lang=en&id=1, 15-03-2016, 05:54 WIB, Surakarta.
155
223
Smith, R.P., “Models of Military Expenditure,” Journal of Applied Econometrics, Vol. 4, No.4, John Wiley & Sons, 1989, dimuat dalam Adi Joko Purwanto, op.cit., hlm. 9.
224
Purwanto, Adi Joko, op.cit., hlm. 9.
225
Purwanto, Adi Joko, op.cit., hlm. 10.
226
Simatupang, Goldy Evi Grace, op.cit., hlm. 14.
227
Tjandra, B. Wisnu, “Strategi Pertahanan Alur Laut Kepulauan Indonesia I-Selat Sunda”, Jurnal Universitas Pertahanan, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Ibid., hlm. 15.
228
Mangindaan, Robert, “Kepentingan Nasional Indonesia dalam ASEAN Maritime Forum”, dimuat dalam Simatupang, Goldy, Ibid., hlm. 15.
229
The International Institute for Strategic Studies (IISS), The Military Balance 2014: The Annual Assessment of Global Military Capabilities and Defence Economics, London, United Kingdom, 2014, hlm. 247. File tersedia dalam format PDF, dapat diunduh melalui http://www.libramar.net/news/the_military_balance_2014/2015-05-06-2362, 01-04-2016, 07:13 WIB, Surakarta. Data diolah oleh penulis dari The Military Balance 2014.
230
Data diolah oleh penulis dari The Military Balance 2014. Keterangan: MBT (Main Battle Tank), LT (Light Tank), AIFV (Armored Infantry Fighting Vehicle), APC (Armored Personnel Carrier), Recce (Reconnaissance) dan ACV (Air Cushion Vehicle). ACV = AIFV+APC+Recce. Keterangan dikutip dari Sulistyo, Iwan, op.cit., hlm. 111.
231
Data diolah oleh penulis dari The Military Balance 2014.
232
Data dioleh oleh penulis dari The Military Balance 2014. Total berarti jumlah yang capable.
233
Leopard 2A4 dipersenjatai dengan senapan smoothbore 120 mm yang telah dikembangkan oleh pabrik Rheinmetall (joint venture with Krauss-Maffei Wegmann). Jenis MBT ini dapat menembakkan dua jenis amunisi, yaitu APFSDS-T dan HEAT-MP-T. APFSDS-T dan HEAT-MP-T. APFSDS-T memiliki jangkauan tembakan hingga 2.000 m, sementara HEATMP-T memiliki jangkauan tembakan yang lebih efektif terhadap soft and hard targets.
234
Army Recognition, “Indonesia Takes Delivery of First Leopard 2A4 Tanks and Marder Armoured Vehicles from Germany,” http://www.armyrecognition.com/september_2013_defense_industry_military_news_u k/indonesia_takes_delivery_first_leopard_2a4_tanks_and_marder_armoured_vehicles _from_germany_2509133.html, 17-05-1016, 23:42 WIB, Surakarta.
235
Jakarta Greater, “Cepat atau Lambat TNI Akan Menjadi Macan Asia,” http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=13677&type=115#.Vuk7a1V97IW, 18-05-2016, 01:17 WIB, Surakarta.
236
Jakarta Greater, “Menhan: TNI Cocok dengan Rudal China,” http://jakartagreater.com/menhan-tni-pas-dan-cocok-dengan-rudal-china/, 18-05-2016, 01:48 WIB, Surakarta.
237
Ibid.
238
Data diolah dari World Bank, dimuat dalam Kertiyasa, Martin Bagya, “Perbandingan Anggaran Pertahanan Negara ASEAN,” http://economy.okezone.com/read/2014/10/07/20/1048969/perbandingan-anggaranpertahanan-negara-asean, 15-04-2016, 04:39 WIB, Surakarta.
239
Ghosh, Arijit, “BRIC Should Include Indonesia, Morgan Stanley Says”, http://www.bloomberg.com/apps/news%3Fpid%3Demail_en%26sid%3Da31Sp.fWxG1A, 26-04-2016, 04:34 WIB, Surakarta.
156
240
Vaughn, Bruce, “Indonesia: Domestic Politics, Strategic Dynamics, and U.S. Interests”, Congressional Research Service, 2011, dimuat dalam Simatupang, Goldy Evi Grace, Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China.
241
Indo Defense, “Indonesia Menyadari Pentingnya Selat Malaka”, http://indodefense.blogspot.co.id/2012/06/indonesia-menyadari-pentingnya-selat.html, 26-042016, 05:06 WIB, Surakarta.
242
Ibid.
243
Dahlan, Ahmad, “Kepemimpinan Indonesia di ASEAN”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0710/24/opi04.htm, 20-04-2016, 06:15 WIB, Surakarta. Ahmad Dahlan adalah alumnus Saitama University, Jepang, dan kini bekerja di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
244
Ibid.
245
Shekhar, Vibhanshu, “Indonesia’s Military Modernisation”, Indian Council of World Affairs (ICWA), New Delhi, 2013, hlm. 2-3. Dr. Vibhanshu Shekhar adalah peneliti di Indian Council of World Affairs, New Delhi.
246
Wawancara dengan J. Sudarsono, dimuat dalam Sulistyo, Iwan, Kebijakan Pertahanan Indonesia 1998-2010 dalam Merespon Dinamika Lingkungan Strategis di Asia Tenggara, Tesis Universitas Gadjah Mada, Program Pasca Sarjana Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Yogyakarta, 2012, hlm. 91.
247
Margono, Among, “Kebijakan Modernisasi Alutsista TNI Dihadapkan pada Tuntutan Tugas”, Jurnal Yudhagama, Vol. 32, No. 1, hlm. 14, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Jakarta, 2012.
248
Santoso, Puguh, “Strategi Modernisasi Alutsista TNI dalam Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh”, Jurnal Yudhagama, Vol. 32, No. 1, hlm. 6-7, Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Jakarta, 2012.
249
Iskandar, Nanda, “Strategi Modernisasi Militer Indonesia dalam Penyeimbangan Kekuatan Militer dengan Negara-negara di Asia Tenggara Tahun 2008-2014”, Jurnal FISIP UNRI, Vol. 1, No. 2, hlm. 6, Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Pekanbaru, 2014.
157