perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang bersifat majemuk dan heterogen, yaitu terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar mulai dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas lebih dari dua kelompok masyarakat yang memiliki karakteristik masing – masing, didorong oleh latar belakang historis yang hampir serupa, kondisi geografis dan pengaruh dari kebudayaan asing. Kondisi geografis dari negara Indonesia yang terdiri dari kepulauan menyebabkan terisolasinya para penduduk dalam pulau-pulau yang tersebar tersebut, sehingga memunculkan beranekaragam suku bangsa yang sesuai dengan adaptasi mereka terhadap lingkungannya masing – masing. Keanekaragaman suku bangsa tersebut yang akhirnya menumbuhkan perbedaan terhadap budaya, adat – istiadat, kultur, bahasa, perilaku dan juga pola pikir dari masyarakat Indonesia. Perbedaan yang terbentuk tersebut juga dipengaruhi oleh perbedaan tempat tinggal, yaitu dimana masyarakat yang tinggal di pesisir pantai, akan mempunyai pola pemikiran dan kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pegunungan ataupun lembah. Masyarakat dapat kita bedakan dalam dua kelompok, yaitu masyarakat pedesaan atau tradisional dengan masyarakat modern atau perkotaan. commit lebih to userkita kenal dimana kehidupannya Masyarakat pedesaan atau tradisional
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
masih banyak yang mengandalkan dari alam, keterikatan dengan norma adat setempat masih terasa, jiwa kebersamaan atau kekeluargaannya serta rasa solidaritasnya masih sangat tinggi, juga cenderung bersifat homogen. Sedangkan untuk masyarakat perkotaan atau modern dapat kita lihat dimana masyarakatnya lebih cenderung hidupnya sudah tidak tergantung lagi kepada alam, interaksi dengan lingkungan yang semakin minim sehingga cenderung menimbulkan terbatasnya jiwa kekeluargaan dan solidaritas, dan rata-rata berpendidikan. Dari kedua kelompok tersebut, bila dikaitkan dengan konteks pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang di emban oleh Polri, maka dapat di simpulkan bahwa untuk dapat mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat di perkotaan cenderung akan lebih membutuhkan usaha yang ekstra di bandingkan masyarakat pedesaan. Kurangnya intensitas interaksi antar anggota masyarakat di perkotaan yang dikarenakan kesibukan dari setiap anggota masyarakatnya, sehingga jarang ada waktu bagi mereka untuk mengobrol bersama – sama tetangganya merupakan salah satu faktor penyebabnya. Tingginya tingkat individualisme dan apatisme pada masyarakat perkotaan, lebih di pengaruhi oleh situasi dimana masyarakat perkotaan, terutama di kota besar, sudah terbiasa berangkat ke kantor atau beraktivitas di mulai dari pagi – pagi, dan kemudian pulang pada malam hari, langsung melaksanakan istirahat malam untuk persiapan beraktivitas kembali esok hari. Berbeda lagi dengan masyarakat di pedesaan, dimana meskipun rasa kekeluargaan dan solidaritas antar masyarakatnya masih terjalin kuat, namun sikap yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya terkadang harus berbenturan dengan kemajuan teknologi dan budaya baru yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
mungkin bermanfaat bagi mereka. Merupakan tantangan tersendiri bagi anggota Polri yang di lapangan untuk dapat melakukan penangkalan, pencegahan dan penanganan suatu permasalahan dengan menyesuaiakan karakteristik dari masyarakatnya. Minimnya anggota masyarakat yang mempunyai hubungan dengan anggota Polri, juga dapat menjadi kendala bagi Polri dalam upaya menciptakan masyarakat yang aman dan tertib. Hal tersebut tentunya dapat menciptakan kerawanan daerah yaitu meningkatnya kejahatan karena kelengahan dan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya. Semarang sebagai kota besar sekaligus ibukota bagi Jawa Tengah memang sangatlah rawan terhadap tindak kriminalitas atau penyimpangan sosial, dikarenakan semakin banyaknya penduduk yang berasal dari berbagai daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam, yang dapat menambah peluang terjadinya sebuah konflik. Konflik merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari karena merupakan proses sosial yang dissasosiatif, sebagaimana Hugh Miall dalam bukunya Resolusi Damai dan Konflik Kontemporer mendefinisikan konflik sebagai aspek intrinsik dan tidak mungkin dihindari dalam proses perubahan sosial. Konflik adalah sebuah ekspresi heterogenitas kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru yang ditimbulkan oleh perubahan sosial yang bertentangan dengan hambatan yang diwariskan. (Miall, 2002: 7-8) Cara pandang terhadap konflik paling tidak ada dua yaitu pandangan tradisional dan pandangan intraksional. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi, bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan katakata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau di organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional bahwa konflik haruslah dihindari dan sesuatu yang negatif.(http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik) Berbeda dengan pandangan interaksional yang memandang konflik dari perspektif yang positif, dengan melihat beberapa keuntungan dan fungsi konflik berikut ini: Konflik adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dan merupakan kenyataan hidup, untuk itu kita harus memahami konflik secara menyeluruh; konflik akan bisa "membawa masalah ke meja perundingan"; Konflik seringkali membawa para pihak untuk duduk bersama dan menjelaskan tujuan masing-masing; Konflik bisa berfungsi untuk menghilangkan rasa marah dan membantu memahami satu dengan yang lain. Konflik menurut Simon Fisher dkk diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Sedangkan dalam Undangundang nomor 7 Tahun 20125 tentang Penanganan Konflik Sosial, konflik sosial (disebut juga konflik) didefinisikan sebagai perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam kondisi dimana masalah sosial masih ada di dalam masyarakat, maka rakyat berhak mendapatkan pelayanan untuk menyelesaikan masalah sosial yang timbul di dalam masyarakat tersebut. Pelayanan tersebut bisa terjadi diantara masyarakat sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan kehadiran lembaga – lembaga dari pemerintah. Lembaga – lembaga Negara yang sudah dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan pelayanan masyarakat dan diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada dalam perundang – undangan. Salah satu dari instansi atau lembaga pemerintah tersebut adalah POLRI dimana tugas pokok POLRI adalah menjaga Kamtibmas dan memberikan pelayanan bagi masyarakat terutama dalam bidang hukum. Polri sebagai pengemban fungsi kepolisian di Indonesia, harus dapat melihat fenomena ini guna meningkatkan kinerjanya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Anggota polri di harapkan mampu mengatasi kendala – kendala permasalahan dalam masyarakat tersebut, untuk mendukung upaya Polri menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat. Menurut Undangundang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Polri
adalah memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap masyarakat. Selain menjalankan tugas pokoknya tersebut, Polri juga mempunyai tugas untuk membina masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta kepatuhan masyarakat commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan (UU No. 2 Tahun 2002 pasal 14 ayat (1) huruf b ). Dalam hal ini, Kepolisian Daerah Jawa Tengah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Polda Jateng
menunjuk Satuan Binmas Polrestabes
Semarang untuk menjadi Pilot Project percontohan mewakili Polda Jateng dari program 1 kelurahan 1 bhabinkamtibmas yang dicanangkan oleh Kapolri. Penunjukan oleh Mabes Polri itu dilatarbelakangi keberhasilan institusi tersebut dalam memberdayakan dan menempatkan Bhabinkamtibmas di seluruh kelurahan di Kota Semarang. ( Majalah Menjalin Kemitraan Menuju Layanan Prima, 2012: 18) Satuan
Binmas
Polrestabes
Semarang
menempatkan
Bhabinkamtibmas di seluruh Kelurahan di Kota Semarang dengan bantuan Polsek – polsek jajaran Polrestabes Semarang sebagai wilayah hukumnya. Kasat Binmas Polrestabes Semarang, AKBP I Nengah Wirta Darmayana mengatakan satu kelurahan satu Bhabinkamtibmas merupakan program langsung Kapolri Jendral Timur Pradopo. Kewajiban dari Bhabinkamtibmas adalah setiap hari pergi ke kelurahan untuk melakukan koordinasi dan patroli di lapangan serta mempunyai minimal satu sumber informasi di setiap RT. Tujuannya untuk memperoleh informasi dan mendeteksi sejak dini gejolak yang ada dimasyarakat. Tidak hanya menggali informasi, setiap harinya anggota Bhabinkamtibmas wajib memberikan laporan kepada Kanit Binmas di Polsek setempat dan diteruskan kepada Kasat Binmas Polrestabes Semarang. (MMKMLP, 2012:30) commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bhabinkamtibmas adalah Bhayangkara Pembinaan Keamanan dan ketertiban Masyarakat. Bhabinkamtibmas merupakan program Mabes Polri untuk mendekatkan
polisi
dan
membangun
kemitraan
dengan
masyarakat.
Bhabinkamtibmas mewujudkan misi melayani masyarakat dalam bentuk nyata agar peranan polisi dapat dirasakan langsung masyarakat desa dalam bentuk pendekatan pelayanan. Rencana Strategis (Renstra) Mabes Polri 2010-2014, bertanggung
jawab
menjaga
keamanan
satu
desa
atau
kelurahan.
Bhabinkamtibmas mempunyai peranan penting dan ujung tombak mengantisipasi ancaman gangguan Kamtibmas. Sesuai dengan Juklap No. Pol: Bujuklap/ 17/ VII/ 1997 tentang Bintara Polri Pembina Kamtibmas, yang dimaksudkan dengan kehadiran seorang anggota Polri di masyarakat sebagai motivator atau penggerak masyarakat untuk mewujudkan pengamanan swakarsa, sehingga dengan kehadiran Babinkamtibmas di desa atau kelurahan diharapkan dapat mencegah atau mengurangi tindak kejahatan. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan warga masyarakat dalam hal ini Ketua RT, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, maupun Tokoh Pemuda, Bhabinkamtibmas di wilayah Banyumanik mampu mengatasi dan setidaknya mencegah ataupun meminimalisir adanya konflik yang terjadi di Kecamatan Banyumanik. Berdasarkan pendapat mereka salah satu upaya yang dilakukan oleh Bhabinkamtibmas dalam mengatasi ataupun mencegah, bahkan meminimalisir adanya konflik yang terjadi dengan cara deteksi dini. Deteksi Dini adalah proses dimana mengenali dan menandai suatu gejala atau ciri – ciri akan adanya suatu permasalahan agar dapat diambil tindakan untuk mengindari atau commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengurangi resiko tersebut. Deteksi dini dinilai warga merupakan cara atau metode yang terbaik dalam penyelesaian kasus yang terjadi di Kecamatan Banyumanik khusunya konflik. Maka dari itu adanya Bhabinkamtibmas di setiap kelurahan ataupun desa diharapakan dapat meminimalisir adanya adanya konflik yang terjadi, agar seandainya terjadi tindak penyimpangan sosial yang dilakukan masyarakat, Bhabinkamtibmas dapat mengatasi dan mengupayakan agar konflik tersebut tidak membesar. Melihat fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peranan Bhabinkamtibmas Dalam Upaya Deteksi Dini Terhadap Konflik Yang Terjadi Di Dalam Masyarakat”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Peranan Bhabinkamtibmas dalam upaya Deteksi Dini terhadap konflik yang terjadi di masyarakat?”
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran nyata dari Bhabinkamtibmas mengenai peran di dalam masyarakat.
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Mengetahui gambaran nyata dari Bhabinkamtibmas mengenai peran dalam upaya deketsi dini terhadap konflik yang terjadi di Kecamatan Banyumanik.
D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, diantaranya: 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan titik tolak untuk melaksanakan penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas. 2. Manfaat Praktis a.
Manfaat bagi obyek peneliti Memberikan
informasi
bagi
peneliti
mengenai
peran
bhabinkamtibmas di dalam masyarakat. b.
Manfaat bagi peneliti Menumbuhkan jiwa kritis mahasiswa terhadap masalah – masalah sosial yang timbul di sekitar.
c.
Manfaat bagi masyarakat Memberikan gambaran peran Bhabinkamtibmas dalam upaya deteksi dini terhadap konflik yang terjadi di masyarakat.
commit to user