BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia mencapai 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Panjang garis pantai Indonesia mencapai 95.181 km, yang menempatkannya pada urutan keempat dalam daftar urutan negara dengan garis pantai terpanjang didunia versi PBB pada tahun 2008.
Pada wilayah
daratan, sebesar 27 % atau sekitar 0,54 juta km2 merupakan perairan umum (sungai, rawa, danau, dan waduk).1 Indonesia memiliki kepadatan penduduk tertinggi nomor 4 di dunia dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 260 juta jiwa.2 Persebarannya tidak merata, dengan 60 % jumlah penduduk terpusat di Jawa dan Bali. Demikian pula dengan pembangunan infrastruktur yang cenderung terpusat di Jawa dan Bali. Secara geologis, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia
1
Tim BNPB, 2011, Indeks Rawan Bencana Indonesia, BNPB, Jakarta, hlm. 1. Sensus penduduk 2010 diakses dari Biro Pusat Statistik http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&id_subyek=12, diakses pada 23 Februari 2013. 2
2
di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur.3
Ketiga lempengan
tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunung api, dan sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng IndoAustralia yang bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (ring of fire) sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng. Di samping itu jalur gempa bumi juga terjadi sejajar dengan jalur penunjaman, maupun pada jalur patahan regional seperti Patahan Sumatera/Semangko. Indonesia merupakan bagian dari dua buah rangkaian pegunungan besar di dunia, yaitu rangkaian Pengunungan Mediteran dan rangkaian Pegunungan Sirkum Pasifik. Negara Indonesia terletak pada tiga daerah dangkalan, yaitu Dangkalan Sunda, Dangkalan Sahul dan Daerah Laut pertengahan Australia Asia. Letak geologis inilah yang menyebabkan wilayah Indonesia banyak dijumpai gunung berapi, sehingga banyak wilayah di Indonesia yang kesuburannya cukup tinggi.4 Menurut staf ahli/dewan pakar Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM Dr. Darmakusuma Darmanto DipH MS, jumlah gunung berapi yang ada di Indonesia berjumlah sekitar 129 buah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang sekaligus merupakan negara dengan jumlah gunung berapi terbanyak di dunia
3 4
BNPB, 2013, GEMA BNPB Vol. 4 No. 2, Jakarta, hlm. 25. Ibid., hlm. 27.
3
(16%)5. Secara teoritis, masyarakat seharusnya menjauhi area sekitar gunung berapi, terutama yang masih aktif karena bahaya yang dapat ditimbulkannya sewaktu-waktu. Namun yang terjadi malah sebaliknya, banyak orang yang berdatangan dan bermukim disekitar area gunung berapi dikarenakan tanah di kawasan ini sangat subur dan cocok untuk digunakan sebagai area lahan pertanian yang produktif.6 Salah satu gunung berapi yang masih aktif yang berada di pulau Jawa adalah gunung Merapi. Gunung Merapi adalah gunung berapi paling aktif di Indonesia. Letusan-letusan kecil terjadi dalam siklus 2-4 tahunan dan yang lebih besar terjadi dalam kurun waktu antara 10-15 tahun sekali.7 Gunung Merapi telah menimbulkan bencana misalnya pada beberapa peristiwa erupsi terakhir pada tahun 1994, 2006, dan 2010 yang dapat dilihat secara jelas karena terdokumentasi dengan baik. Ancaman primer Gunung Merapi berupa awan panas yang keluar dari kawahnya dan dapat menjangkau wilayah pemukiman di lerengnya dan dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda. Serangkaian erupsi Gunung Merapi yang diawali pada tanggal 26 Oktober 2010 hingga mencapai puncak letusan terbesar 5 November 2010 menyebabkan kerusakan dan kerugian yang besar di empat kabupaten yaitu Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sleman. Letusan dahsyat yang terjadi pada akhir tahun 2010 ini
5
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2012/09/30/131366/JumlahGunung-Api-Indonesia-Terbanyak-di-Dunia, diakses pada 23 Februari 2013. 6 Ibid. 7 http://www.bpbd.nttprov.go.id/index.php/component/content/article/10-artikel/193-info8-gunung-berapi-aktif-terdahsyat-di-indonesia.html, diakses pada 23 Februari 2013.
4
menimbulkan korban meninggal hingga lebih dari 273 jiwa dan jumlah pengungsi lebih dari 300.000 orang.8 Ancaman sekunder Gunung Merapi berupa abu vulkanis serta lahar hujan dapat merusak tanaman dan mengganggu kesehatan serta dapat menimbulkan banjir lahar dingin yang pernah menyapu wilayah di sekitar sungai-sungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi. Ancaman bahaya lahar dingin tersebut tidak akan sebesar ancaman letusan Gunung Merapi yang berupa awan panas, namun aliran lahar dingin kemungkinannya akan lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan awan panas, terutama pada musim penghujan. Hujan dengan intensitas tinggi mencapai 80 milimeter (mm) per jam di Gunung Merapi yang terjadi selama dua jam berturut-turut dapat menyebabkan terjadinya luapan lahar dingin.9 Untuk menghadapi peningkatan potensi dan kompleksitas bencana di masa depan dengan lebih baik, diperlukan pengaturan yang sifatnya lebih terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Pemerintah memandang perlunya perubahan paradigma dan pola tindakan dari yang sebelumnya menitikberatkan pada tindakan penanggulangan bencana dan pemulihan pasca terjadinya bencana (responsif), menjadi membangun kesiapsiagaan dan tindakan pengurangan resiko bencana (preventif). Atas dasar kebutuhan tersebut, pemerintah membentuk Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan
8
Pemerintah
No.
21
Tahun
2008
tentang
Penyelenggaraan
Laporan Harian Tanggap Darurat Gunung Merapi oleh Direktur Tanggap Darurat BNPB Slamet Sugiono pada tanggal 17 November 2010 pukul 12.00 WIB. 9 http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/13/10/30/mvhclspotensi-banjir-lahar-dingin-merapi-capai-58-juta-meter-kubik, diakses pada 6 Mei 2014.
5
Penanggulanan Bencana, yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk tujuan tersebut di atas adalah dengan melakukan pengurangan resiko bencana
dan
pemaduan
pengurangan
resiko
bencana
dengan
program
pembangunan. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah menggaung-gaungkan pentingnya tindakan pra bencana serta pengurangan resiko bencana terutama untuk daerah-daerah yang berpotensi terkena dampak bencana di Indonesia. Tetapi nampaknya tidak mudah untuk merubah pandangan serta pola kerja yang telah terbentuk sebelumnya, karena pada kenyataannya mitigasi bencana belum menjadi prioritas utama dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Hal ini terlihat dari minimnya fasilitas terkait pengurangan resiko bencana yang tersedia di kawasan yang rawan terkena dampak bencana. Salah satu desa yang terancam terkena luapan lahar dingin muntahan Gunung Merapi adalah Desa Sindumartani, Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini disebabkan karena desa tersebut berbatasan dengan Sungai (Kali) Gendol, yang merupakan sungai berhulu dari Merapi dan termasuk dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) I.10
10
Peraturan Bupati Sleman Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi.
6
Berdasarkan data-data yang menunjukkan kondisi geografis Indonesia rawan terhadap bencana alam terutama letusan Gunung Berapi, maka perlu sekiranya mengkaji kesiapsiagaan dan mitigasi bencana khususnya di desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Kajian kesiapsiagaan dan mitigasi bencana akan berkaitan erat dengan ketersediaan peraturan yang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani bencana letusan Gunung Merapi. Pemerintah sudah seharusnya terus berupaya dan memberikan perhatian yang lebih serius berkaitan dengan pengembangan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana karena lokasi pemukiman warga yang rawan terkena bencana. Hal ini tentu perlu mendapat dukungan dari penduduk lokal setempat dan masyarakat yang peduli terhadap kemungkinan terjadinya bencana di wilayah tersebut, sehingga jatuhnya korban dapat diminimalisir. Dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang berupa penulisan hukum dengan judul ”Implementasi Kebijakan Strategi Mitigasi Bencana Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Dalam Upaya Menanggulangi Dampak Banjir Lahar Dingin Gunung Merapi di Desa Sindumartani Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Bencana.” B.
Rumusan Masalah Berdasarkan hasil pemaparan diatas, maka penulis mengambil rumusan
masalah yaitu:
7
1. Bagaimana implementasi kebijakan strategi
mitigasi bencana
Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman terhadap ancaman banjir lahar dingin ditinjau berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2013 di Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman? 2. Apa kendala yang dihadapi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman dalam pengimplementasian kebijakan mitigasi bencana tersebut? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman untuk mengatasi kendala tersebut?
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui dan mengkaji tindakan Pemerintah Daerah Kabupaten
Sleman
dalam
mengimplementasikan
kebijakan
mitigasi bencana di Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. b. Untuk mengetahui dan mengkaji kendala yang dihadapi oleh BPBD Kabupaten Sleman dalam pengimplementasian kebijakan mitigasi bencana tersebut.
8
c. Untuk mengetahui dan mengkaji upaya yang telah dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman dalam mengatasi kendala tersebut. 2. Tujuan Subyektif Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D.
Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulisan hukum mengenai “Implementasi Kebijakan Strategi Mitigasi Bencana Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Dalam Upaya Menanggulangi Dampak Banjir Lahar Dingin Gunung Merapi di Desa Sindumartani Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Bencana” belum pernah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Namun demikian, terdapat beberapa hasil penelitian terkait dengan masalah yang akan diteliti, antara lain : 1. Penulisan Hukum yang ditulis oleh Rukmini, Program Sarjana Ilmu Hukum UGM 2006 yang berjudul “Analisis Terhadap Prosedur Pelaksanaan Pemberian Bantuan Kebutuhan Dasar Pengungsi Oleh Pemerintah (Studi Kasus Prosedur Pelaksanaan Pemberian Bantuan Kebutuhan Dasar Terhadap Pengungsi Di Lapangan Jumoyo Oleh Tim Penanganan Dan Penanggung Jawab Barak Pengungsi Bencana Gunung
9
Merapi Kabupaten Magelang)” yang membahas permasalahan tentang prosedur pelaksanaan pemberian bantuan kebutuhan dasar bagi pengungsi bencana Gunung Merapi di lapangan Jumoyo Kabupaten Magelang. 2. Penulisan Hukum yang ditulis oleh Dody Indrawan, Program Sarjana Ilmu Hukum UGM 2007 yang berjudul “Peranan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Dalam Pemulihan Obyek Wisata di Wilayah Kaliurang Pasca Erupsi Gunung Merapi” yang membahas permasalahan pemulihan obyek wisata di wilayah Kaliurang oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 3. Penulisan Skripsi yang ditulis oleh Fadri Mustofa, Program Sarjana Ilmu Administrasi Negara 2009 yang berjudul “Mitigasi Bencana di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi” yang membahas permasalahan rencana relokasi bagi penduduk yang bermukim di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. 4. Penulisan Skripsi yang ditulis oleh Zinka Septia Saputri, Program Sarjana Ilmu Administrasi Negara 2009 yang berjudul “Penanganan Pra-Bencana Banjir Lahar Dingin oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko (Studi Kasus: Kali Opak, Kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, Sleman, DIY) yang membahas permasalahan penanganan pra-bencana banjir lahar dingin Kali Opak di wilayah kompleks taman wisata candi Prambanan oleh PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko.
10
E.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi civitas akademika di kampus manapun khususnya di fakultas hukum UGM. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk
pengembangan
ilmu
hukum,
khususnya
dibidang
Ilmu
Administrasi Negara, terutama mengenai penerapan hukum kebijakan publik. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan penulis berkenaan dengan peran dan kontribusi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam kebijakan yang diambil terkait masalah mitigasi bencana gunung Merapi. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana suatu kebijakan dapat dipraktekkan dilapangan dan kendala apa saja yang dihadapi dalam proses pengimplementasiannya, sehingga dapat dijadikan referensi atau bahan rujukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dalam memutuskan kebijakan publik dan penerapan yang tepat untuk masyarakat, khususnya penduduk yang rawan terkena dampak aktifitas gunung Merapi.