BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka dalam bermata pencaharian.1 Untuk melakukan interaksi antara individu satu dengan individu lainnya, bahasa merupakan salah satu alat bantu yang harus mereka gunakan untuk berkomunikasi menyampaikan segala maksud dan tujuan yang mereka butuhkan. Di setiap masyarakat mulai dari yang paling primitif hingga yang paling kompleks hal ini merupakan suatu keharusan. Tanpa bahasa dan komunikasi, mustahil suatu individu dapat menyampaikan maksud yang mereka butuhkan. Sistem komunikasi menjalankan empat fungsi. Fungsi keempat yaitu menghibur sebagaimana dijelaskan oleh Jalaludin Rakhmat yang ia sunting dalam buku Sosiologi Komunikasi Massa karangan Charles R. Wright.2 Sedangkan ketiga fungsi lainnya dijelaskan oleh Harold Lasswell yaitu: 1. Penjagaan lingkungan yang mendukung;
1
http://id.wikipedia.com Charles R. Wright, Sosiologi Komunikasi Massa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1988), Cet. Ke-3, hal. 8 2
1
2
2. Pengaitan berbagai komponen masyarakat agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan; 3. Pengalihan warisan sosial dari generasi ke generasi. Dalam hal ini Wilbur Schramm menggunakan istilah yang lebih sederhana lagi, yakni sistem komunikasi sebagai penjaga, forum, dan guru. Ia dan sejumlah pakar juga menambahkan fungsi keempat tersebut, yaitu sumber hiburan.3 Charles Wright dari University Pensyvania menegaskan pentingnya fungsi keempat sistem komunikasi, yakni sebagai sumber hiburan. Dengan fungsi ini, banyak individu akan lebih mampu bertahan menghadapi ekspose komunikasi massa, termasuk penafsiran dan saran-sarannya, sehingga lebih mampu bertahan manghadapi arus kehidupan modern. Khususnya mengenai televisi, Gari Steiner, menegaskan pula pentingnya fungsi hiburan yang bukan hanya menyenangkan namun juga bisa mendidik.4 Media massa merupakan pusat atau objek dari kajian komunikasi massa. Lahirnya media massa merupakan salah satu produk dari kemajuan dunia informasi dan komunikasi. Media massa menyebarkan pesan-pesan yang mampu mempengaruhi khalayak yang menerimanya dan mencerminkan kebudayaan masyarakat, dan mampu menyediakan informasi secara simultan kepada khalayak luas yang anonim dan heterogen, membuat media menjadi bagian dari kekuatan institusional dengan masyarakat.5
3
William L. Rivers – Jay W. Jensen, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: PT. Prenada Media, 2004, Cet ke-1, h.33-34 4 William L. Rivers – Jay W. Jensen, Media Massa dan Masyarakat Modern, h. 35 5 Onong Uchjana Effendy, M.A., Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet ke-18, h. 22-26
3
Media massa, atau dalam hal ini disebut pula media jurnalistik, merupakan alat bantu utama dalam proses komunikasi massa.6 Sebab komunikasi massa sendiri, secara sederhana, berarti kegiatan komunikasi yang menggunakan media (communicating with media). Menurut Bittner sebagimana yang dikutip oleh Asep Saeful Muhtadi menyatakan bahwa komunikasi massa dipahami sebagai “message communicated through a mass medium to a large number of people,” suatu komunikasi yang dilakukan melalui media kepada sejumlah orang yang tersebar di tempat-tempat yang tidak ditentukan. Jadi, media massa, menurutnya, adalah suatu alat transmisi informasi, seperti koran, majalah, buku, radio, dan televisi, atau suatu kombinasi bentuk-bentuk media itu.7 Masyarakat kita terdiri dari aneka latar belakang dan kultur yang berbeda. Karena itu, realitas budaya dari televisi harus diperhatikan. Media massa televisi, yang merupakan perwujudan dari budaya massa, juga perlu dilihat, sehingga acara-acara yang dimunculkan di layar kaca itu menjadi milik massa. Agar semua itu tercapai maka feed back dari masyarakat pemirsa hendaknya menjadi bahan masukan yang berharga bagi orang-orang yang menyelenggarakan siaran di televisi.8 Munculnya
media
televisi
dalam
kehidupan
manusia
memang
menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa. Globalisasi informasi dan komunikasi setiap media massa jelas melahirkan suatu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai
6
Komunikasi massa merupakan proses komunikasi yang menggunakan media massa (mediated), sebab itu, media massa menjadi objek kajian. 7 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Logos, Wacana Ilmu, 1999), h. 73 8 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), Cet ke-1, h. viii
4
sosial dan budaya manusia. Televisi sebagai media massa yang muncul belakangan dibanding media cetak dan radio, ternyata memberikan nilai yang sangat spektakuler dan signifikan dalam sisi kehidupan manusia. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut telah menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Media televisi pun pada akhirnya melahirkan istilah baru dalam pola peradaban manusia yang lebih di kenal dengan “Mass Culture” (kebudayaan massa). Manusia cenderung menjadi konsumen budaya massa melalui ‘kotak ajaib’ yang menghasilkan suara dan gambar (audio visual). Individu juga dihadapkan kepada realitas sosial yang tertayang di media massa yang terkadang menjadi cermin nilai dan gaya hidup dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Pada akhirnya, media televisi menjadi alat atau sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia, baik untuk kepentingan politik maupun perdagangan (ekonomi), bahkan melakukan perubahan ideologi serta tatanan nilai budaya manusia yang sudah ada sejak lama.9 Dalam perekonomian yang sehat, stasiun televisi dapat menjadi tambang emas bagi pemiliknya, namun dalam perekonomian yang lemah stasiun televisi hanya akan menghabiskan dana pemiliknya. Menjalankan stasiun televisi memerlukan imajinasi dan gairah, karenanya para pengelola televisi haruslah terdiri dari orang-orang yang kaya gagasan dan penuh energi. Selian itu, televisi menggunakan gelombang udara publik, sehingga televisi mempunyai tanggung jawab kepada pemirsanya melebihi bisnis lainnya dalam masyarakat.10
9
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, h. 21-23 Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Tanggerang,: PT. Ramdina Prakasa, 2005), Cet ke-1, h.1 10
5
Sebagai media massa elektronik dan bertumpu kepada teknologi modern, maka televisi menjadi media dengan proses produksi yang mahal dan untuk menutupi biaya produksi itu stasiun televisi memerlukan dana dari pemasangan iklan. Namun, pemasang iklan hanya akan mau mengiklankan produknya pada stasiun televisi yang kredibel dan memiliki acara yang digemari dan banyak ditonton khalayak. Kredibelitas suatu stasiun televisi sebagian besar ditentukan oleh kualitas berita yang ditampilkan.11 Melalui saluran teknologi komunikasi yang ada dewasa ini, dalam sekejap saja sajian-sajian yang berasal dari negara maju telah sampai di negara berkembang. Di layar televisi kita sekarang dapat disajikan berbagai iklan. Di dalamnya tanpa disadari terselip falsafah masyarakat yang sudah berkelimpahan, yaitu falsafah konsumen.12 Di era globalisasi dan multi informasi ini iklan telah merambah ke setiap lorong waktu, gerak nadi dan sisi kehidupan semua lapisan manusia. Iklan dengan berbagai visi dan misi disampaikan kepada masyarakat kelas bawah hingga atas dengan meyakinkan. Mulai dari tukang obat maupun pengumbar syahwat hingga calon pejabat, mereka tidak segan-segan dan malu-malu berjanji, berorasi dan membeli dengan harga mahal jam tayang televisi dan radio maupun halaman koran dan majalah untuk menyampikan maksudnya.13 Iklan yang hadir dengan kemasan hiburan banyak memanipulasi gambar serta
gaya bahasa juga akan mempengaruhi pemirsa. Seperti iklan barang
11
Morissan, Jurnalistik Televisi Mutakhir, h.7 Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, h. 7.14 13 http://.Hidayatullah.com 12
6
produksi yang ditayangkan. Persoalan ini pernah hangat dibicarakan para ahli dalam berita media massa sebagai budaya konsumerisme masyarakat.14 Hal yang dikhawatirkan dari paket acara televisi ialah dampak sikap perilaku pemirsa yang cenderung negatif serta keluar batas dari realitas sosial karena ingin mengidentikkan diri dengan kenyataan tayangan acara media televisi (film, iklan, musik, dan sinetron). Hadirnya media televisi di Indonesia, mau tidak mau harus diterima karena sudah merupakan satu kebutuhan informasi bagi masyarakat, agar kita tidak tertinggal oleh kemajuan peradaban teknologi sekaligus mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di belahan dunia lain.15 Pada tahun 1923 Claude Hopkins menulis sebuah buku berjudul sciencetific Advertising. Di bagian awalnya ia menulis: ” Telah tiba saatnya bagi iklan untuk menjadi sebuah ilmu tersendiri.” Hopkins, yang dikenal sebagai penulis naskah (copywriter) iklan kelas satu, hanya mengartikan iklan sebagai pengiriman lembar penawaran atau promosi lewat pos. Di masanya, iklan memang masih sederhana. Melalui bukunya itu sangat yakin bahwa banyak potensi yang bisa di gali lewat iklan. Riset periklanan dewasa ini sangat canggih, dan terlalu rumit untuk diuraikan di sini. Dalam bukunya yang berjudul Advertising, Albert Frey menulis tentang empat jenis bujukan, yaitu: ”Bujukan primer: di maksudkan agar konsumen membeli satu jenis produk tertentu. Bujukan selektif: Agar konsumen membeli merek tertentu. Bujukan emosional: menggugah emosi konsumen agar membeli sesuatu. Bujukan rasional: agar konsumen mau berpikir dalam memilih suatu produk.”16 14
TVRI pada tahun 80-an pun melarang tayangan iklan dengan tujuan menekan gaya konsumerisme masyarkat dari produk-produk yang ditayangkan oleh media massa, terutama televisi yang memiliki kekuatan ganda (yaitu audio visual) untuk mempengaruhi masyarkat. 15 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa Sebuah Analisis Media Televisi, h. 102 16 William L. Rivers – Jay W. Jensen, Media Massa dan Masyarakat Modern, h. 271
7
Iklan sudah bukan barang baru lagi dalam pertelevisian Indonesia. Bahkan iklan telah beranjak dari posisinya yang hanya ”jualan” menjadi bagian dari tontonan. Dengan durasi yang hanya beberapa saat, iklan bagaikan sebuah drama pendek dengan berbagai tema romantis, komedi, bahkan horor. Salah satu tayangan mendominasi layar kaca adalah iklan kosmetik. Tidak terhitung banyaknya iklan yang mengangkat tema seputar tubuh wanita ini. Mulai dari iklan shampoo hingga deodorant, bahkan iklan pembersih kelamin.17 Berbicara mengenai perempuan di media massa selalu menarik, baik di media cetak maupun media elektronik. Salah satu alasannya adalah karena dari ujung rambut hingga ujung kuku, perempuan adalah sasaran yang paling bernilai ekonomis. Seperti di ketahui sejak lama, perempuan menjadi bahan perbincangan menarik dikalangan masyarakat kebanyakan, khususnya untuk kaum laki-laki. Hal ini terjadi antara lain, karena perempuan merupakan ciptaan Allah SWT yang menarik perhatian sepanjang masa. Tidak ada habisnya perempuan diperbincangkan, mulai dari kecantikannya, perilakunya, peran serta fungsinya, dan lain sebagainya. Wajar kalau kemudian di dalam Al-Qur’an tidak ditemukan satu surat pun secara jelas menyebut surat Al-Rijal, yang ada hanya surat AnNisaa, serta ada hadits yang intinya menyebutkan surga berada di telapak kaki ibu (kaum perempuan), tidak menyebutkan surga berada di telapak kaki bapak (kaum laki-laki).18 Tidak dapat dipungkiri banyak media yang menempatkan perempuan sebagai ikon pemuas sahwat. Mengeksploitasi perempuan dari sudut sensualitas maupun seksualitas. Tubuh perempuan dierotiskan untuk menunjukkan daya 17
http://www.atheis.com Murodi, Komodifikasi Perempuan di Media Massa, Seminar Sehari Perempuan dan Media Massa, P2KM: Jakarta, 2006. 18
8
tariknya, sehingga dapat menjadi kendaraan iklan. Tubuh tersebut juga menjadi media tempat segala macam aksesoris melekat. Dengan kata lain, tubuh perempuan dapat dibentuk atau dimanipulasi oleh budaya media. Perempuan adalah kekuatan produksi sekaligus konsumen aktif. Mereka mudah resah oleh kekurangan diri. Perempuan suka memuja tubuhnya sendiri, bahkan kadang berlebihan. Keberadaan media telah menjadi cermin identitas perempuan, tempat di mana perempuan merasakan dirinya sebagai subjek, bagian dari kultur global. Apalagi media dengan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik mampu membentuk pemahaman akan definisi cantik. Misalnya bahwa seorang perempuan tergolong cantik bila berkulit putih, halus, langsing, berambut lurus dan tinggi. Sehingga perempuan terobsesi untuk mendapatkan tubuh dengan kriteria tersebut. Ujung-ujungnya tanpa mereka sadari, telah menjadi objek pemasaran dari sekian banyak iklan yang ditawarkan media untuk mendapatkan gambaran cantik tersebut.19 Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis coba ingin melihat bagimana respon masyarakat patal senayan di RW.07, terhadap bintang iklan perempuan di televisi yang saat ini masih kontroversial di masyarakat. Dalam penelitian skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah bintang iklan sabun Lux. Maka Penulis memberi judul skripsi ini ”Respon Masyarakat Patal Senayan Terhadap Tayangan Bintang Iklan Sabun LUX Di Televisi.”
19
Eva Deswenti, Realitas Simbolik Perempuan di Media Cetak, Seminar Sehari Perempuan dan Media Massa, P2KM: Jakarta, 2006.
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Supaya penelitian ini lebih terarah dan terfokus antara masalah yang dikemukakan dengan pembahasannya, maka perlu diberikan pembatasan dan perumusan masalah yang akan di teliti. Peneliti hanya membatasi masalah pada iklan sabun LUX, dan respon masyarakat Patal Senayan di RW 07 terhadap bintang iklan sabut LUX versi Tamara Blezensky, versi Dian SastroWardoyo, versi Luna Maya, dan versi Mariana Renata.
2. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa Perempuan sering dipilih sebagai bintang Iklan? 2. Bagaimana respon masyarakat Patal Senayan terhadap bintang iklan sabun LUX versi Tamara Blezensky, versi Dian SastroWardoyo, versi Luna Maya, dan versi Mariana Renata?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa tujuan yang hendak dicapai penulis, yaitu: a. Untuk mengetahui secara jelas mengapa perempuan sering dipilih sebagai bintang iklan di televisi.
10
b. Untuk mengetahui respon masyarakat Patal Senayan RW 07 terhadap bintang iklan perempuan sabun LUX versi Tamara Blezensky, versi Dian Sasro Wardoyo, Versi Luna Maya, dan versi Mariana Renata.
2. Manfaat Penelitian Berdasarkan pada pokok permasalahan di atas, dalam penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi Penulis dan masyarakat pembacanya, baik itu manfaat yang bersifat teoritis dan yang bersifat praktis, yakni: a. Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu dakwah dan komunikasi. b. Manfaat Praktis Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat pada umumnya, dan khususnya untuk mahasiswa Dakwah dan Komunikasi, selain itu pula diharapkan penelitian ini dapat memberikan sebuah kontribusi positif bagi bintang iklan perempuan di televisi, agar lebih cerdas dalam menempatkan posisi dirinya di pandangan publik.
D. Metodologi Penelitian A. Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah
11
penghitungan untuk menghasilkan penaksiran kuantitatif yang tepat20. Selain itu, pendekatan kuantitatif pun memiliki obyektifitas yang dapat kita ketahui dan amati. Sedangkan desain penelitian ini adalah survei, dalam penelitian ini, peneliti ingin mensurvei dan mengetahui respon masyarakat Patal Senayan Kelurahan Grogol Utara terhadap tayangan ikan sabun Lux di televisi. Metode survei merupakan metode data yang ada pada saat penelitian dilakukan. Data dapat dikumpulkan melalui beberapa teknik, seperti quesioner/angket dan pengamatan atau observasi. Metode survei itu dapat berupa deskriftif dan dapat juga berupa survei analitik.21
B. Teknik Pengumpulan Data 1) Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan subjek dan objek yang sistematis terhadap gejala-gejala yang akan diteliti,22 baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap objek penelitiannya. Instrumen yang dipakai dapat berupa lembaran pengamatan, panduan pengamatan,
dan
lainnya.23
Dalam
observasi,
peneliti
juga
mewawancarai narasumber, yang terdiri dari narasumber PT. Unilever (Sabun Lux), Kelurahan Grogol Utara, dan masyarakat untuk memperoleh data, pemberian pertanyaan dapat berupa lisan dan tulisan.
20
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet ke-6, h. 37 21 Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2004), h.. 9 22 Husni Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 1998), Cet ke-2, h. 54 23 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet ke-6, h. 51
12
2) Angket, yaitu merupakan suatu pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.24 Atau memberikan lembar angket yang berisi 20 pertanyaan. Angket yang disebarkan 18-19 dari setiap RT di RW 07 di wilayah Patal Senayan Grogol Utara Jakarta Selatan. 3) Wawancara, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung.25 Pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung berhadapan dengan yang diwawancarai, tetapi dapat juga tidak secara langsung seperti memberikan daftar pertanyaan untuk dijawab pada kesempatan lain.26 Wawancara akan membantu mengungkapkan apa yang berkaitan dengan penelitian27 yaitu dengan mewawancarai narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Senior Brand Manager Lux (Unilever) dan Pihak Kelurahan Grogol Utara Jakarta Selatan (Staff Prasarana Umum dan Wakil lurah). 4) Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan diteliti, dan juga berhubungan dengan objek penelitian. Hal ini dengan cara mengumpulkan data melalui: internet, buku-buku dan lain sebagainya.
24
Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, h.49 Sutrisno Hadi, Metode Research, (Jakarta: Adi Ofset, 1990), Cet ke-2, h. 193 26 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis Statistik, h. 51 27 Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies: Panduan Untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian media dan Budaya, (Bandung: PT. Bentang Pustaka, 2006), Cet ke-1, h. 135 25
13
C. Populasi dan Sampel a. Populasi Yaitu
Keseluruhan
subjek
penelitian,
untuk
keperluan
penelitian ini diambil populasi dengan berpedoman kepada pendapat Suharsimi Arikunto: “apabila subjek kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari segi waktu, tenaga, dan dana”28. Dalam penelitian ini, yang digunakan adalah sample random atau sample acak. Teknik sampling ini diberi nama demikian karena di dalam pengambilan sampelnya, peneliti “mencampur” subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel b. Sampel Yaitu Bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi. Berdasarkan pendapat tersebut dalam penelitian ini diambil sampel sebesar 10% dari populasi 1640 orang, dari masyarakat Patal Senayan Kelurahan Grogol Utara Kecamatan kebayoran Lama. Adapun teknik pengambilan sample, dengan teknik acak sederhana (random sampling), sehingga sample dalam penelitian ini berjumlah 164 orang, 28
h. 107
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
14
D. Teknik Analisis Data Dari data yang dikumpulkan dengan penelusuran melalui literatur penelitian secara langsung, kemudian peneliti menganalisisnya secara deskriptif. a. Deskriftif yaitu menerangkan, menggambarkan dan menginterpretasikan data yang telah terkumpul secara apa adanya dalam laporan penelitian data-data yang diperoleh melalui angket, kemudian diproses dengan beberapa tahapan sebagai berikut: 1. Editing, yaitu memeriksa jawaban-jawaban yang diperoleh dari angket, kemudian dijumlahkan sesuai dengan pengelompokkannya. 2. Tabulating, yaitu dengan menjawab jawaban-jawaban selanjutnya yang dinyatakan dalam bentuk tabel, sebelumnya diberi kode dan dihitung prosentasenya, sehingga dapat diketahui kecenderungan tiaptiap alternatif jawaban. 3. Kesimpulan, yaitu memberikan kesimpulan dari hasil analisa dan penafsiran data. Analisa yang dilakukan oleh peneliti dengan jalan prosentase dalam bentuk verbal dan dikemukakan juga data kuantitatif dalam bentuk tabel. Semua tahapan tersebut akhirnya dijelaskan pedeskripsiannya dalam bentuk kata-kata maupun angka sehingga menjadi bermakna. b. Prosentase, data yang diperoleh dan deskripsi kualitatif kemudian diolah menjadi analisa statistik deskriptif dengan menggunakan statistik persentase, sbb: P = F/N X 100 %
15
Ket: P = Besarnya Persentase F = Frekuensi (Jumlah Jawaban responden) N = Jumlah Responden29 Adapun teknik penulisan skripsi ini, berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, yang diterbitkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta CeQDA Tahun 2007.
E.Sistematika Penulisan Dalam skripsi yang akan penulis bahas ini terdiri dari lima bab masingmasing bab terdiri dari sub bab, yakni: BAB I
PENDAHULUAN Membahas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS Membahasa tentang ruang lingkup respon, Televisi Iklan dan Masyarakat, Perempuan dan Media Massa.
BAB III
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Membahasa tentang Profil wilayah penelitian dan Profil sabun LUX.
BAB IV
RESPON MASYARAKAT PATAL SENAYAN TERHADAP TAYANGAN IKLAN SABUN LUX DI TELEVISI Membahas hasil penelitian dan analisis perempuan sebagai bintang iklan sabun LUX di televisi.
BAB V
PENUTUP Membahas kesimpulan dan saran-saran.
29
h. 40
Anas Sarjono, “Pengantar Statistik Pendidikan”, (Jakarta: Grfindo Persada, 1997),
16
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Ruang Lingkup Respon Ruang lingkup respon terbagi atas, Pengertian respon, macam-macam respon, dan teori stimulus-respon. 1. Pengertian Respon Dalam Kamus lengkap Psikologi disebutkan bahwa “Respon adalah sebarang proses otot atau kelenjar yang dimunculkan oleh suatu perangsang; atau berarti satu jawaban, khususnya satu jawaban bagi pertanyaan tes atau satu kuisioner, atau bisa juga berarti sebarang tingkah laku, baik yang jelas kelihatan atau yang lahiriah maupun yang tersembunyi atau tersamar.30 Respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan (reaction).31 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “respon adalah tanggapan, reaksi, atau jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.”32 Dalam Kamus Besar Ilmu pengetahuan disebutkan bahwa “Respon adalah reaksi psikologia-metabolik terhadap tibanya suatu rangsangan, ada yang bersifat otonomis seperti refleks dan reaksi emosional langsung, adapula yang bersifat terkendali.”33
30
J.P.Chaplin, Kamus lengkap psikologi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet ke-9, h. 432 31 M. John Echils, dan Shadily Hassan, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2003, Cet. Ke 27, h. 481 32 Pusat Bahasa Depdiknas, kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3, h. 585 33 D. Save Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengjkajian dan kebudayaan Nusantara, 1997), Cet ke-1, h. 964
16
17
Pengertian di kamus Besar Bahasa Indonesia, menurut Poerwadarminta, Respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi, dan jawaban.34 Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi. Dan menurut Ahmad Subandi, mengemukakan respon dengan istilah umpan balik (feed back) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi.35 Sementara itu, Agus Sujanto mengemukakan bahwa yang disebut tanggapan adalah “gambaran pengamatan yang tinggal di kesadaran kita sesudah mengamati.”36 Secara umum tanggapan dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat (yang tertinggal) dari pengamatan. Jadi pengertian tanggapan adalah ingatan dari pengamatan. Menurut Abu Ahmadi, tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan dalam mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang waktu pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti hanya kesannya saja. Peristiwa itu disebut sebagai “tanggapan”.37 Respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Komunikasi menampakkan jalinan sistem yang utuh dan signifikan, sehingga proses komunikasi hanya akan berjalanan secara efektif dan efisien apabila unsur-unsur di dalamnya terhadap keteraturan. Dalam hubungan ini, berkaitan dengan model proses komunikasi yang ditampilkan oleh Philip Kotler dalam bukunya, Marketing Management, yang 34
Poerwadarminta, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), Cet ke-2,
h. 43 35
Ahmad Subandi, “Psikologi Sosial”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet ke-11, h. 50 Agus Sujanto, “Psikologi Umum”, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), Cet ke-11, h.31 37 Abu Ahmadi, “Psikologi Belajar”, (Jakarta: Reneke Cipta, 1992), Cet ke-III, h. 64 36
18
berdasarkan paradigma Harold D. Lasswell Who Says what in Which Channel To Whom With What Effect? (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). 38
2. Macam-macam Respon Subjektifitas manusia berada secara bebas dalam bidang stimulus yang mereka terima maupun yang mereka hasilkan. Titik berat perspektif ini pada teori belajar yang memandang bahwa perilaku manusia seperti suatu rangkaian Stimulus – Respon (S – R). Setiap orang dapat memodifikasi stimulus yang mereka terima (pesan dimodifikasi oleh stimulus yang diterimanya). Perilaku manusia pertama-tama dilukiskan sebagai sesuatu yang sederhana ini segera dimodifikasi dengan memperbesar tekanan pada organisme (O). Perilaku manusia dari notasi itu ditulis dalam S – O – R. Ketika Ilmuwan menjelaskan bahwa organisme sangat aktif sebagai penangkap stimulus. Dalam hal ini (O) menunjukkan adanya pemrosesan mental atau penyaringan konsep yang terjadi dalam organisme manusia.39 Respon dapat berarti efek atau tanggapan, yang berasal dari perkembangan penelitian efek komunikasi massa. Menurut Steven M. Chafee, ada tiga pendekatan dalam melihat efek media massa, pendekatan yang pertama yaitu kecenderungan melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun media itu sendiri, sedangkan pendekatan yang kedua adalah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa, baik itu dalam hal penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku, 38
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi, (Bandung: PT.RosdaKarya, 1999), Cet ke
39
Walgito, Psikologi Sosial: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi, 2002), Cet ke-1, h. 13
12
19
atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga menuju satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa, seperti individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa.40 Dalam hal ini, perubahan kognitif, afektif, dan behavioral disebut juga sebagai respon kognitif, respon afektif, dan respon konatif (behavioral), Berikut ini adalah penjelasan dari jenis-jenis respon tersebut: 1) Respon Kognatif, adalah respon yang berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas.41 Atau terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipercayai, atau dipersepsi khalayak. Hal ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. 2) Respon Afektif, adalah respon yang berkaitan dengan perasaan, timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Hal ini berkaitan dengan emosi, sikap, atau nilai. 3) Respon Konatif (behavioral), adalah respon yang merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaaan berperilaku.42 Sejak manusia lahir, sejak itulah manusia langsung menerima stimulus, sekaligus dituntun untuk menjawab dan mengatasi semua pengaruh. Manusia dalam pertumbuhannya menjawab dan mengatasi semua pengaruh dari dirinya, untuk
mengembangkan
40
fungsi
alat
inderanya
sesuai
fungsinya,
terus
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet ke-21, h. 218 41 Prof. Onong Uchjana effendi, Ilmu Toeri, dan Filsafat Komunikasi, h. 318 42 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi komunikasi, h. 219
20
memperhatikan, menggali segala sesuatu disekitarnya, Allah SWT telah mengisyaratkan bahwa manusia harus berusaha menggunakan alat inderanya dalam menggali lingkungan sekitar serta aspek eksternal (yang mempengaruhi dari luar diri manusia) seperti dikatakan Bimo Walgito “Alat indera itu penghubung antara individu dengan dunia luarnya.”43 Seseorang yang melakukan tanggapan satu waktu menerima bersama-sama stimulus. Supaya stimulus dapat disadari oleh individu, stimulus harus cukup kuat, apabila stimulus tidak cukup kuat bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, stimulus tidak akan ditanggapi atau disadari oleh individu yang bersangkutan, dengna demikian ada batas kekuatan yang minimal dari stimulus, agar stimulus dapat memindahkan kesadaran pada indivudu. Batas kekuatan minimal stimulus yang dapat menimbulkan kesadaran pada individu tersebut ambang stimulus. Kurang dari kekuatan tersebut individu tidak akan menyadarinya.44
3. Teori Stimulus - Respons Pada pasca Perang dunia I, ketakutan terhadap propaganda telah mendramatisasikan efek media massa. Harold Laswell membuat disertasinya tentang teknik-teknik propaganda analisis menganalisa teknik-teknik propaganda pada perang Dunia I. The Institude for Propoganda Analysis menganalisa teknikteknik propaganda yang dipergunakan oleh pendeta radio Father Coughlin. Pada saat yang sama, behaviorisme dan psikologi instink sedang popular di kalangan
43 44
Bimo Walgito, Pengantar psikologi Umum, (YogY: UGM, 1996), h. 53 Elizabet B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 185
21
ilmuwan. Dalam hubungan dengan media massa, keduanya melahirkan apa yang disebut Melvin De Fleur (1975) sebagai “Instinctive S – R theory”.45 Model stimulus – respons (S - R) adalah yang semula berasal dari psikologi, yang muncul antara tahun 1930 dan 1940. Model komunikasi paling dasar menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses “aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Jadi model S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat non verbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon.46 Kemudian, teori stimulus-respon ini dikembangakan oleh Paul Lazarfeld pada tahun 1940, yang mengajukan gagasan mengenai komunikasi dua tahap (two step flow) dan konsep pemuka pendapat (opinion leaders). Ini merupakan aliran kedua yang beranggapan bahwa proses pengaruh dari media massa tidak terjadi secara
langsung,
melainkan
melalui
perantaraan
hubungan
komunikasi
anatarpribadi. Pemuka pendapat memperoleh informasi dari media, dan kemudian dapat merekomendasikan dan mengkonfirmasi perubahan sikap dan perilaku di sekitarnya.47 Dalam bentuk eksperimen, penelitian dengan model ini dilakukan Hovland. Model ini juga sering disebut “bullet theory” (teori peluru) karena komunikasi dianggap secara pasif menerima pesan-pesan komunikasi. Bila kita menggunakan komunikator yang tepat, pesan yang baik, atau media yang benar. Komunikasi dapat diarahkan sekehendak kita, Karena behaviorisme amat
45
Werner J. Severin-James W. Tankard, Jr, Teori Komunikasi, (Jakarta: PT.Kencana, 2005), Cet ke-5, h.127 46 Dedy Mulyana, “Ilmu Komunikasi”, 47 S. Djuarsa, Teori Komunikasi, (Jakarata: Universitas Terbuka, 2005), Cet ke-9, h. 5.165.20
22
mempengaruhi model ini, DeFleur menyebutnya sebagai “the mechanistic” S-R theory”.48 Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response, ini semula berasal dari psikologi. Kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku. Kognisi, afeksi dan konasi. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapakan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur unsur-unsur dalam model ini adalah Pesan (Stimulus, S), Komunikan (Organism, O), dan Efek (Respon, R). Dalam proses komunikasi berkenaan dengan sikap adalah asfek “how” bukan ‘what” dan “why”. Dalam hal ini how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan
48
Jalaludin rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung, PT. Remeja Rosdakarya, 2002), Cet ke-12, h. 62
23
inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolah dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.49 Teori S-O-R adalah salah satu aliran yang mewarnai teori-teori yang terdapat dalam komunikasi massa. Aliran ini beranggapan bahwa media massa memiliki efek langsung yang dapat mempengaruhi individu sebagai audience (penonton atau pendengar)50 Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap stimulti tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah pesan (stimulus), seorang penerima/receiver (organisme), dan efek (respon)51
B. Televisi, Iklan dan Masyarakat 1.
Hubungan Televisi Dengan Masyarakat Sejarah televisi belum terlalu lama di dunia. Demonstrasi pertama siaran
televisi dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris 70 tahun lalu. Dengan berbagai percobaan, siaran komersial televisi berkembang setelah Perang Dunia II. Di negara kita, televisi diperkenalkan tahun 1962. masuknya televisi ke Indonesia (tepatnya ke Jakarta) pada waktu itu berhubungan erat dengan peristiwa olah raga Asia ke-4 (The 4th Asian Games) di mana Indonesia mendapat giliran menjadi tuan rumah. Peresmian televisi bersama dengan dibukanya peristiwa olahraga itu
49
Onong Uchana Effendi, Ilmu, Teori, dan Fisafat Komunikasi, ( Bandung: PT. Citra Adytia Bakti, 2003), Cet ke-3, h. 254-256 50 S. Djuarsa Sendjaja, Teori Komunikasi, Cet ke-9, h. 520 51 Ibiid., h. 514
24
oleh Presiden Soekarno tanggal 24 Agustus 1962. Tujuan utama pengadaan televisi ialah untuk kegiatan kejuaraan dan pertandingan selama pesta olah raga berlangsung.52 Usulan untuk memperkenalkan televisi muncul jauh di tahun 1953, dari sebuah bagian di Departemen Penerangan, didorong oleh perusahaan-perusahan AS, Inggris, Jerman, Jepang, yang berlomba-lomba menjual hardwarenya. Menjelang Asian Games ke-4 di Jakarta pada 1962, Soekarno dan Kabinet akhirnya yakin akan perlunya televisi, dengan alasan reputasi internasional Indonesia tergantung pada Pekan Olahraga yang disiarkan, terutama ke Jepang (yang telah memiliki televisi sejak awal 1950-an). Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asia Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asean Games IV. Tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T). Satu tahun sebelum SK Menpen tersebut, sebenarnya telah ada ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960, yang dalam Bab I lampiran A dinyatakan pentingnya pembangunan siaran televisi untuk kepentingan pendidikan nasional (Dirjen RTF, 1995:88) Pada 32 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan agenda utama: (1) membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang); (2)
52
Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Isi Media Televisi, h. vi
25
membangun dua pemancar; 100 watt dan Kw dengan towewr 80 meter; dan (3) mempersiapkan software (program) serta tenaga.53 Televisi adalah salah satu media komunikasi massa, yang semakin memanjakan khalayak, karena televisi memiliki sifat audiovisual. Banyak yang mengatakan media televisi sebagai salah satu pioneer dalam penyebaran informasi dan dengan menggunakan perangkat satelit, kini menjadi media informasi yang terus berkembang pesat.54 Perkembangan pesat komunikasi massa dewasa ini dikarenakan bergantungnya manusia dengan keberadaan media massa. Televisi adalah generasi baru media elektronik yang dapat menyampaikan pesan-pesan audio dan visual secara serentak. Pesan visual yang disampaikan televisi dapat berupa gambar diam ataupun gambar hidup. Yang terakhir ini, bila disajikan secara kreatif dalam tata warna yang tepat, dan diiringi oleh pesan aural yang sesuai, akan dapat menyuguhkan realita yang ada. Oleh karena itu, televisi berhasil memikat lebih banyak khalayak daripada media massa lainnya. Televisi memiliki beberapa sifat yang sama dengan radio. Pertama, televisi dapat mencapai khalayak yang besar sekali, dan mereka itu, tetap dapat mengambil manfaat, sekalipun tidak bisa membaca. Kedua, televisi dapat dipakai untuk mengajarkan banyak subjek dengan baik. Akan tetapi, pengajaran itu akan lebih efektif bila diikuti dengan diskusi dan aktivitas lain. Ketiga, Televisi, sama seperti radio, dapat bersifat otoritatif dan bersahabat. Seperti media massa lainnya, televisi dapat dipakai untuk memberi tahu rakyat tentang berbagai hal yang menyangkut pembangunan nasional, membantu
53
Muhamad Mufid, Komunikasi Dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta: PT. Prenada Media, 2005), Cet ke-1, h. 47-48 54 Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa: Sebuah Analisis Isi Media Televisi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), h. x
26
rakyat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan mendidik rakyat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan sosial maupun ekonomi.55 Seiring perkembangan zaman, televisi bukan lagi sebagai ajang pendidikan dan dakwah. Akan tetapi, lebih banyak mempertontonkan tayangan yang mengumbar nafsu. Banyak tayangan yang tidak lagi mencerminkan jati diri bangsa dan adat ketimuran yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Satu misal adegan film dengan menampilkan adegan kasar (beringas) atau sinetron dengan halusinasi berlebih yang membuat masyarakat kita menjadi pengkhayal ulung. Ditambah dengan pose telanjang dan adegan panas yang bikin jantung deg-degan serta seabrek acara vulgar lainnya. 56 Sebagai primadona media, televisi memberikan imbas media yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat. Bahkan kehadirannya yang masif, dengan berbau kapitalistiknya yang kental, langsung tidak langsung berpengaruh pada perilaku dan pola pikir masyarakat Indonesia. Apalagi dalam deretan media informasi, media ini memiliki daya penetrasi jauh lebih besar daripada media lain. Tanpa kemampuan untuk mengambil jarak bagi munculnya sifat kritis, televisi memiliki kemampuan untuk membius, membohongi, dan melarikan masyarakat pemirsanya dari kenyataan-kenyataan kehidupan sekelilingnya. Televisi memiliki kemampuan manipulatif untuk menghibur, jauh dibanding media-media lainnya. Apalagi, jika media televisi tersebut dibangun dan
55
Amri Jahi, Komunikasi Massa dan Pebangunan Perdesaan Di Negara-negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Gramedia, 1988), h. 140 56 www. faqih Zamanih.net
27
ditumbuhkan oleh orientasi laba secara ekonomi, tanpa regulasi yang jelas, serta tanpa lembaga kontrol yang memadai.57 Media massa sering dituduh sebagai mesin yang memproduksi budaya popular, konsumerisme, hidup mudah dan mewah tanpa memandang realitas kultural dan ekonomi yang masih terbelakang. Hal ini tidak saja pada porsi iklan yang menjanjikan dan menjual mimpi, tetapi juga menu yang disajikan oleh stasiun-stasiun TV, utamanya TV swasta nasional, meskipun menarik dan agaknya cukup bagi kita menikmati acara-acara yang bagus dan lengkap, seperti mempresentasikan berbagai problem sosial, politik, ekonomi, dan hiburan lewat kaca yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Melihat tayangan – tayangan iklan di TV, cenderung memanipulasi seks sebagai suatu daya tarik. Padahal, kita sebetulnya bisa membuat iklan–iklan TV yang tetap menarik tanpa memanipulasi seks. Coba saja lihat dalam iklan apa pun.,unsur seksnya selalu ada. Bahkan terkadang sangat tidak relevan dengan iklan yang disampaikan. Karena seks terlalu di obral secara murahan, beberapa pelanggaran seks nantinya akan di anggap sangat lumrah dan wajar. Jadi, akan terjadi suatu proses untuk melumrahkan seks. Di sini kemudian ada faktor peranan para pemasang iklan. Repotnya, iklan adalah jantungnya TV. TV itu tidak bisa hidup tanpa iklan. Karena itu, iklan secara tidak langsung mempengaruhi jenis program yng akan ditayangkan. Mereka baru mensponsori suau program, apabila program itu mereka asumsikan menarik. Mungkin banyak yang beranggapan, program-program yang bersifat
57
Sunardian Wirodono, Matikan TV-Mu, Cet ke-1, h.viii-ix
28
edukatif tidak banyak menyaring iklan karena tidak akan banyak menjaring penonton.58 Iklan adalah berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan. Atau juga dapat bermakna sebagai pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang dan jasa yang dijual dipasang di dalam media massa, seperti surat kabar dan majalah. Iklan adalah penyampaian pesan untuk mempersuasi khalayak sasaran tertentu.59 Pada mulanya iklan televisi merupakan subkajian studi masyarakat dan komunikasi massa, kemudian bersentuhan dengan studi media massa dan sosiologi media serta konstruksi sosial. Di saat iklan memasuki era iklan televisi, pesan-pesan iklan menjadi semakin hidup, bergairah, dan memenuhi sasaran secara lebih efektif bila dibandingkan dengan iklan melalui medium lainnya. Sebagaimana diketahui, iklan televisi adalah wacana publik dalam ruang sosiologis yang telah menghidupkan diskusi-diskusi tanpa henti di kalangan anggota masyarakat. Sekilas wacana iklan televisi ini menunjukkan adanya kekuatan media (khususnya televisi) dalam mengkonstruksi realitas sosial di masyarakat. Iklan televisi adalah sebuah aktivitas di dalam dunia komunikasi, karenanya cara kerja iklan juga menggunakan prinsip komunikasi. Iklan televisi adalah media untuk mengkomunikasikan individu (masyarakat pemirsa) dengan materi produk yang diiklankan. Dan untuk membangkitkan citra produk yang diiklankan, maka digunakan simbol-simbol untuk membangunkan citra, maka digunakan simbol-simbol untuk membangun citra, makna serta kesadaran 58
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 228-232 Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan (Yogyakarta: PT. Ombak, 2008), Cet ke-1, h.xviii 59
29
terhadap sebuah realitas sosial. Simbol-simbol yang dimaksud adalah simbolsimbol yang menjadi acuan di masyarakat atau dengan kata lain adalah simbolsimbol yang dimodernkan oleh masyarakat. Dengan realitas sosial iklan televisi, penciptaan realitas dilakukan bersama-sama antara pencipta iklan dan media televisi. Dengan kata lain individu tidak sendirian menciptakan realitas, namun penciptaaan itu dibantu oleh kekuaatan media, bahkan tanpa media televisi sekalipun realitas itu tidak ada. Dengan demikian, realitas iklan televisi hanya ada dalam media televisi, baru kemudian terjadi proses decoding dan recoding oleh pemirsa saat dan setelah ia menonton televisi. Proses ini berlangsung di dalam kognisi pemirsa dan membentuk theater of mind di dalam pikiran mereka.60 Iklan memang tidak berusaha meningkatkan kualitas individu atau masyarakat, karena iklan hanya menonjolkan nilai-nilai matererial. Meskipun pengaruhnya tidak kalah dari institusi-institusi lainnya, iklan tidak punya tujuan maupun tanggung jawab sosial. Di sinilah iklan sering dikritik. Disamping itu, iklan juga tidak selamnya peduli terhadap soal benar atau salah. Iklan hanya berurusan dengan soal bagaimana mempengaruhi nilai-nilai perilaku orang-orang sebagai konsumen, serta mendorong mereka untuk melakukan konsumsi.61
Televisi dan Ideologi Budaya Massa Budaya massa ini merupakan suatu fenomena kultur yang tak terpisahkan dengan masyarakat urban perkotaan yang pada dewasa ini berkembang pesat dan
60
Burhan Bungin, Imaji Media Massa, (Yogyakarta: PT. Jendela, 2001), Cet ke-1, h. 39-
42 61
Rivers, L. William – Jay W. Jensen, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: PT. Prenada Media, 2004), Cet Ke-2, h. 339-340
30
penuh dengan nuansa kontroversi. Budaya ini pun mempunyai kaitan yang tak terpisahkan dengan industrisasi, urbanisasi, komunikasi massa. Sedemikian erat hubungan antara komponen tersebut sehingga sulit budaya massa tumbuh dalam suatu masyarakat yang tidak didukung oleh komponen-komponen. Jary dan Jary dalam Collins Distionary of Sociology (1991), memberi batasan bahwa budaya massa (massa culture) adalah produk-produk budaya yang relatif terstandarisasi dan homogen, baik berupa barang-barang maupun jasa, dan pengalaman-pengalaman kultural, yang berasosiasi kepadanya, yang dirancang untuk merangsang kelompok terbesar dari populasi masyarakat.62 Perkembangan komunikasi massa media TV cukup membawa pengaruh besar dalam kehidupan sistem komunikasi massa internasional, khususnya terhadap sistem komunikasi massa media cetak dan elektronik. Tanpa kendali kultural dan spiritual, kita boleh khawatir perkembangan teknologi media informasi akan menyebabkan umat manusia cenderung hanyut dalam interaksi yang bermuara pada konflik politik, sosial, dan ekonomi. Media merupakan sarana informasi paling efisien dalam masyarakat modern. Ia bertindak sebagai jalur sosialisasi, penyebar semangat, dan mampu menempatkan diri sebagai penyampaian sebuah tatanan nilai dan perilaku sebagaimana diharapkan masyarakat. Media TV melahirkan istilah baru yang dalam pola peradaban manusia disebut sebagai mass culture (kebudayaan massa). Manusia cenderung menjadi konsumen budaya massa melalui “kotak ajaib” yang menghasilkan suara dan gambar (audio dan video).
62
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 168-169
31
Daya tarik televisi sedemikian besar, sehingga pola-pola kehidupan rutinitas manusia sebelum muncul televisi (dan juga muncul televisi swasta), akhirnya berubah total sama sekali. Jam menonton TV yang ketika TVRI hanya ditonton saat malam hari, menjadi berubah begitu TV swasta mengumbar jam tayangan dari pagi sampai dini hari. Media televisi menjadi pantauan baru (news religius) bagi kehidupan manusia.TV menjadi sebuah kebutuhan bagi manuasia sehari-hari. Ibaratnya, tidak menonton TV sama saja artinya merelakan diri untuk tertinggal informasi. Tidaklah berlebihan bila TV kemudian menjadi sasaran untuk mencapai tujuan63 Kehadiran TV merupakan tanda dari perubahan peradaban suatu ujung garis continum budaya ke ujung garis continum yang lain. Pada saat TV mulai menggantikan institusi keluarga, teman, dan komunitas sebagai titik pusat peradaban, maka titik interaksi dan pembentukan nilai terpusat pada TV. Peran orang tua bergeser pada saat remote control berada di tangan seorang penonton yang kemudian mengendalikan serangkaian nilai dengan cara menghadirkan “suatu” yang dipilih dalam proses konsumsi waktu luang.64 Cultural Studies, terutama Cultural studies feminis, menurut kritikus berkebangsaan Belanda len Ang, mesti memutuskan hubungan dengan ideologi budaya massa. Dia melihat kesenangan sebagai konsep kunci dalam politik budaya feminis yang ditransformasikan. Cultural studies feminis harus berjuang keras melawan ‘paternalisme ideology budaya massa (yang di situ) kaum perempuan dilihat sebagai korban pasif dari pesan-pesan opera sabun yang memberdayakan kesenangan-kesenangan (mereka) sama sekali dikesampingkan’. 63
Priyo Soemandoyo, Wacana gender Dan Layar Televisi, Cet ke -1, h. 18-19 Prof. Dr. Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, (Yogyakarta: PT. Pustaka Belajar, 2006), Cet ke-1, h.54 64
32
Kesenangan seharusnya tidak dikutuk sebagai kendala bagi tujuan feminis membebaskan kaum perempuan. Pertanyaan yang diajukan Ang adalah: bisakah kesenangan, melalui identifikasi dengan perempuan cengeng atau perempuan yang secara emosional masokitis dalam opera sabun, punya makna bagi perempuan yang sikap politiknya relatif independent?’ Jawabannya adalah ya: fantasi dan fiksi, dengan penjelasan demikian: “Fiksi dan fantasi adalah sumber kesenangan sebab ia menempatkan ‘realitas’ dalam selingan, sebab ia membangun solusi-solusi imajiner bagi kontradiksi-kontradiksi nyata yang dalam kesederhanaannya yang fiksionalitasnya yang sederhana keluarlah kompleksitas hubungan sosial yang membosankan berkenaan dengan dominasi dan subordinasi”. 65
Tentu saja bukan berarti bahwa representasi perempuan tidak perlu dipersoalkan lagi. Representasi perempuan masih bisa dikutuk karena bersikap reaksioner dalam politik budaya tanpa henti. Namun, untuk merasakan kesenangan dari representasi itu sama sekali merupakan persoalan yang berbeda: perlu kiranya menegaskan secara langsung bahwa kita juga terikat untuk mengambil posisi dan solusi ini dalam relasi kita dengan orang-orang serta temanteman yang kita cintai, pekerjaan kita, cita-cita politik kita, dan seterusnya. Selanjutnya, fiksi dan fantasi berfungsi karena membuat kehidupan saat ini menyenangkan, atau setidaknya enak dijalani, namun ini sama sekali tidak meniadakan kesadaran atau aktivitas politik yang radikal. Fiksi dan fantasi tidak selamanya membawa konsekunsi bahwa feminis pasti tidak gigih dalam upaya
65
John Storey, Pengantar Komprehensif Teori dan metode Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, (Yogyakarta: PT. Jalasutra, 1997), Cet ke-1, h.29-31
33
menghasilkan fantasi-fantasi baru dan memperjuangkan kedudukan mereka, melainkan bararti bahwa sejauh menyangkut konsumsi budaya, tidak ada standar baku untuk mengukur progresivitas sebuah fantasi. Yang sifatnya personal boleh jadi bersifat politik, namun yang personal dan yang politik tidak senantiasa jalan bergandengan. Kebudayaan popular banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti pementasan mega bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh dan semacamnya. Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya menempatkan unsur popular sebagai unsur utamanya.66 Dan budaya itu akan memperoleh kekuatan manakala media massa digunakan sebagai jalan pintas penyebaran pengaruh di masyarakat. Di masyarakat, dapat disaksikan bahwa teknologi media, telekomunikasi dan informasi yang lebih popular dengan nama teknologi telematika, sebagai teknologi pencipta hiper-realitas (hyper-reality), telah menjadi terutama televisi, komputer, dan internet mengambil alih beberapa fungsi sosial manusia (masyarakat). Setiap saat kita semua menyaksikan, perkembangan teknologi telemetika mampu menciptakan relaitas baru di masyarakat, dimana realitas itu tidak sekedar sebuah ruang yang merefleksikan kehidupan masyarakat nyata dan peta analog atau simulasi-simulasi dari suatu masyarakat tertentu yang hidup dalam media dan
66
Burhan Bungin, PORNOMEDIA, (Jakarta: PT. Kencana, 2003), Cet ke-1, h. 119
34
alam pikiran manusia, akan tetapi sebuah ruang dimana manusia bisa hidup di dalamnya.67 Di sisi lain ketika penemuan teknologi informasi berkembang dalam skala massal, maka teknologi itu telah merubah bentuk masyarakat, dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat global. Sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi, transportasi serta teknologi yang begitu cepat dan begitu besar mempengaruhi peradaban umat manusia, sehingga dunia dijuluki oleh Marshall McLuhan sebagai global village, yaitu sebuah desa yang besar, dimana masyarakat saling kenal dan saling menyapa satu dengan yang lainnya. Masyarakat global itu juga dimaksud sebagai sebuah kehidupan yang memungkinkan komunitas manusia menghasilkan budaya-budaya bersama, menghasilkan produk-produk industri bersama, menciptakan pasar bersama, memelihara keamanan bersama, menciptakan mata uang bersama, melakukan pertahanan militer bersama dan bahkan menciptakan peperangan dalam skala global di semua lini. Teknologi secara fungsional telah menguasai masyarakat, bahkan pada fungsi yang substansial, seperti mengatur beberapa sistem norma di masyarakat, umpamanya: Sistem lalu lintas di jalan raya, sistem komunikasi, seni pertunjukan dan sebagainya. Di dalam dunia media informasi, sistem teknologi juga telah menguasai jalan pikiran masyarakat, seperti yang diistilahkan dengan teater of mind. Bahwa siaran-siaran media informasi secara tidak sengaja telah meninggalkan kesan siaran di dalam pikiran pemirsanya. Adapun suatu saat media
67
Ibiid., h. 3
35
informasi itu dimatikan, kesan itu akan selalu hidup dalam pikiran pemirsa dan membentuk panggung-panggung realitas di dalam pikiran mereka. Perkembangan teknologi berdampak pada teknologi informasi yang membuat media massa menjadi sebuah aspek sangat penting dalam kehidupan masyarakat modern, tidak saja mendorong perkembangan sebuah lingkungan yang strategis dan memasuki wilayah global. Begitu pula yang dialami oleh pornomedia yang telah dapat diakses dari berbagi sisi kehidupan masyarakat. Dari sini kemudian pertarungan dimulai antara masyarakat yang pro pornomedia dan masyarakat yang menolak pornomedia. Namun di sisi jalan sana kapitalis tertawa, karena karya-karya mereka mendapat perhatian begitu besar dari masyarakat dan ini adalah industri uang yang tanpa batas. 68 Keberadaan iklan dalam konteks sistem komunikasi, dengan demikian dapat dipahami berfungsi sebagai media yang menjembatani interaksi antara produsen dan konsumen. Melalui iklan, kelompok-kelompok pemasar komoditas meng-interprestasikan dan menyosialisasikan komoditas, dan memproyaksikan dalam lingkup pasar global. Dengan demikian, iklan dalam media massa telah mengajari masyarakat konsumen secara bersama-sama dan universal, untuk terus bergerak melewati batas kebutuhan yang real dalam kehidupannya dan menuju dunia unreal yang terus bergerak semakin jauh, mendekati cakrawala.69
68 69
197
Burhan Bungin, PORNOMEDIA, (Jakarta: PT. Kencana, 2003), Cet ke-1, h. xiii-xv Kasiyan, “Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan”, Cet ke-1, h.196-
36
4. Pengaruh Iklan Televisi Terhadap Masyarakat Iklan dan hubungan masyarakat, ciri-ciri utama, jumlahnya sangat besar dan secara jelas didorong oleh kepentingan pengirim, bukannya kepentingan penerima. Meskipun iklan selalu direncanakan dengan sengaja, namun sasarannya bisa beraneka ragam. Kebanyakan iklan termasuk dalam klasifikasi model ‘pertunjuk-perhatian’ (display-attention) dan orientasi khalayaknya biasanya memiliki tingkat keterlibatan yang rendah.70
Iklan adalah suatu unsur penting dalam budaya karena ia merefleksikan dan berusaha mengubah gaya hidup kita. Iklan bukan hanya menawarkan barang, namun juga seksualitas, keindahan, kemudahan, kemodernan, kebahagian, kesuksesan, status, dan kemewahan, yang semuanya ini pada dasarnya sekedar harapan, mimpi, atau khayalan.
Karena kaum pria masih diasosiasikan sebagai produsen, pembawa penghasilan, dan lebih sering berada di luar rumah, sementara kaum wanita diasosiasikan sebagai pembelanja, konsumen, dan lebih sering tinggal dalam rumah, iklan-iklan yang ditayangkan lewat televisi swasta terutama ditunjukan kepada kaum wanita.
Kita tidak mungkin menghilangkan pengaruh negatif iklan itu sama sekali. Apa yang dapat kita lakukan adalah memikirkan kembali prioritas-prioritas kita. Kita harus secara sadar dan rasional mempertimbangkan, apakah kita betul-betul membutuhkan
70
barang
atau
jasa
yang
diiklankan
itu
atau
sekedar
Burhan Bungin, Imaji Media Massa, (Yogyakarta: PT. Jendela, 2001), Cet ke-1, h. 264
37
menginginkannya. Sering kita ingin memperoleh suatu barang atau jasa bukan karena kita membutuhkannya, tetapi sekadar simbol status agar kita kelihatan lebih keren di mata orang lain. Yang lebih hakiki lagi, apakah kita sebagai wanita bertujuan untuk menarik lawan jenis kita, atau adakah kecantikan yang lebih berharga daripada itu, yang justru lebih penting dan harus kita pelihara.71
Faktor kemajuan teknologi komunikasi dan informasi memang sangat berpengaruh terhadap perkembangan ponogarfi di seluruh dunia. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi berwujud TV global, radio global, penyebaran VCD, laser disk dan kemudian jaringan internet sejabat yang sudah memiliki sifat media massa (cyberspace). Fenomena komunikasi sejagat itu dikenal pula dengan sebutan desa sejagat (global village).
Sementara itu perkembangan komunikasi suatu bangsa sangat dipengarhi oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi tersebut. Hal itu tampak pada perilaku komunikasi sosial suatu bangsa, misalnya Indonesia. Dahulu pergaulan bebas antara perempuan dan laki-laki adalah tabu. Kemudian muncul pergerakan politik emansipasi wanita (woman’s lib). Lantas, pergaulan bebas tidak lagi dianggap tabu. Hingga tahun 1960-an sensor film masih agak ketat. Film-film Indonesia masih mengharamkan cium-ciuman dan cara berpakaian yang “serba minim”.
Seiring dengan awal kehadiran gelombang ketiga dalam abad komunikasi umat manusia menurut Alfin Toffler dan Haedy Toffler, kebebasan perfilman dan kebebasan media cetak terutama majalah-majalah hiburan mulai meningkat cukup 71
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 162-163
38
pesat. Kebebasan itu jelas berkorelasi dengan globalisasi komunikasi dan informasi Indonesia sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari negaranegara lain yang sudah lama menghalalkan pornografi.
Sejak kira-kira tahun 1980-an hingga penghujung Gelombang Ketiga saat ini pornografi pun mulai berkembang cukup pesat di Indonesia terutama lewat jaringan internet, laser disk dan VCD. Dalam bulan Juni 1999 tiba-tiba fenomena komunikasi haram itu seakan-akan melakukan unjuk keberanian lewat bebearapa majalah hiburan dengan dalih “seni fotografi” sebagai alat penyamaran. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang diikuti penyebaran pornografi ke seluruh dunia ternyata tak mudah dielakkan oleh bangsa Indonesia.
Sementara itu pula, persaingan yang kian sengit di bidang media massa, berakibat munculnya penerbitan media cetak yang memuliakan sensasi untuk bertahan hidup. Salah satu “sensasi” yang paling mampu memukau perhatian khalayak adalah pornografi.
Secara etimonologis asal kata ‘porno’ adalah porne (Yunani Kuno), artinya wanita penghibur (harlot). Sedang kata ‘grafi’ asal katanya garafos (Latin), artinya gambar. Dengan demikian pornografi berarti gambar perempuan penghibur yang sedang “berpose menghibur”. Menurut beberapa yurisprudensi arti ponografi adalah semua gambar, tulisan, benda, gerak gerik tubuh manusia yang membangkitkan birahi orang-orang dewasa yang normal. Jika ditafsirkan menurut bahasa komunikasi, ponografi berari semua jenis komunikasi (penyampaian pesan antar manusia) yang membangkitkan nafsu birahi orang dewasa yang normal. Sedangkan menurut bunyi pasal 533 KUH-Pidana adalah
39
tulisan, benda atau gambar yang “mampu membangkitkan nafsu birahi pemuda”. Pembuat
undang-undang
hukum
Pidana
Hindia
Belanda
itu
agaknya
mengesampingkan orang dewasa yang normal. Mesti UU Media Massa atau UU Pers baru memuat penjelasan rinci tentang difinisi pornografi agar tidak terjadi kamuflase ponografi dengan memakai sebutan “seni fotografi”.
Masyarakat yang masih memuliakan nilai-nilai budaya tradisional dan nilai-nilai agama kini memperoleh tantangan baru akibat merebaknya pornografi. Meningkatnya kepedulian terhadap pemberantasan ponografi adalah pilihan terbaik untuk penyelematan generasi muda dari kerusakan moral yang jusru sedang dirusak oleh peredaran obat-obat terlarang. Bagaimana caranya mengaktifkan lembaga-lembaga pengawas media di samping lembaga-lembaga agama, organisasi-organisasi mahasiswa dan lain-lain. Dalam UU media massa kelak perlu dibuat penjelasan rinci tentang arti pornografi meskipun sudah ada yurispridensi mengenai pornografi. Hal itu perlu agar pemahaman masyarakat tentang arti pornografi tidak disesatkan oleh arti “seni fotografi”. Agar seni fotografi tidak dijadikan alat kamuflase pornografi.
Di samping itu ada juga pendapat, bahwa soal kualitas moral itu soal “relatif” atau “khilafiah”. Meskipun agama sudah menentukan batas aurat wanita tapi masih saja ada pendapat yang menganggap moral itu soal relatif. Mana yang disebut bermoral, mana yang tidak, tergantung dari sudut mana orang menilainya.
40
Jadi masyarakat bisa disesatkan oleh “khilafiah” mengenai kualitas moral. (sumber: Harian Pedoman Rakyat).72
Dahulu pemakaian seksual yang eksplisit tidak pernah terpikirkan, namun sekarang ini merupakan bagian dari pemandangan di periklanan. Apakah dan dalam kondisi bagaimana periklanan menjadi efektif, tetap merupakan isu yang belum diteliti. Kesulitannya adalah, pada kenyataannya daya tarik seksual dalam periklanan ada dua bentuk: nuditas (tubuh yang telanjang) dan omongan yang tidak senonoh. Tidaklah pasti bentuk mana yang lebih efektif.
Sesungguhnya, daya tarik seksual mempunyai beberapa peran yang potensial. Pertama, materi seksual dalam periklanan bertindak sebagai daya tarik untuk pengambilan perhatian yang juga mempertahankan perhatian etrsebut untuk waktu yang lebih lama, seringkali dengan mempertunjukkan model yang menarik dalam pose yang merangsang, Ini disebut “peran kekuatan untuk menghentikan” dari seks. Agak diragukan bahwa iklan di majalah untuk iklan celana jeans merupakan iklan yang banyak menarik perhatian.
Peran potensial kedua adalah untuk “meningkatan ingatan” terhadap pesan. Riset menunjukkan bahwa iklan yang berisi daya tarik seksual atau simbolisme akan meningkatkan ingatan hanya apabila hal itu cocok dengan kategori produk sesuai dengan pelaksanaan kreatif iklan. Daya tarik seksual mengahsilkan ingatan yang lebih baik bila pelaksanaan periklanan mempunyai hubungan yang tepat yang produk yang diiklankan.
72
h. 207-211
Abdul. Muis, Komunikasi Islami, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet ke-1,
41
Peran ketiga yang dijalankan oleh isi seksual dalam periklanan adalah untuk
membangkitkan
tanggapan
emosional
seperti
perasaan
arousal
(merangsang) atau bahkan nafsu. Reaksi-reaksi ini dapat meningkatkan pengaruh persuasif iklan, dengan kebalikannya, bisa menimbulkan perasaan negatif seperti rasa jijik, rasa malu, atau perasaan tidak senang. Apakah isu seksual menimbulkan reaksi positif dan negatif tergantung pada ketepatan atau relevansi isi seksualitas pada materi yang diiklankan. Iklan yang berisi daya tarik seksual akan efektif bila hal ini relavan dengan pesan penjualan dalam iklan. Tetapi, bila digunakan dengan benar, dapat menimbulkan perhatian, meningkatkan ingatan, dan menciptakan asosiasi yang menyenangkan dengan produk yang diiklankan.73
Agar sebuah iklan komersial memiliki kemampuan mengkostruksi gender atau kelas sosial di masyarakat, maka lebih dulu produk itu dikonstruksi sebagai barang yang mampu memberi konstribusi pembentukan kelas eksklusif di masyarakat. Karena itulah produk komersial tertentu harus dikonstruksi sebagai bagian dari kelas atas atau kelas eksklusif. Penggunaan media televisi dalam konteks ini dilatar belakangi oleh maksud semacam itu. Selain karena televisi memiliki kemampuan optimal untuk secara luas dan akurat mengkonstruksi image masyarakat, televisi juga menjadi bagian dari masyarakat, televisi juga menjadi bagian dari masyarakat ekslusif, modern urbanis, dan kosmopolitan.
Televisi telah muncul sebagai fenomena perubahan sosial, yang banyak didominasi oleh ide-ide materi Marx. Ide-ide itu dituangkan ke dalam instrumen-
73
Terence a. Shimp, Perikalanan Promosi Dana Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Cet ke-5, h. 480-483
42
instrumen kapitalis sehingga akhirnya perilaku masyarakat menjadi bagian dari masyarakat kapitalis yang konsumtif serta dari sistem produksi itu sendiri.74
Sebagai media informasi, iklan menempatkan diri sebagai bagian penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi kapitalis. Karenanya iklan selalu dilihat sebagian bagian dari media kapitalis, dalam arti iklan adalah bagian tak terpisahkan dari rangkaian kegiatan perusahaan yang tidak lain adalah milik kapitalis. Demikian pula kehadiran iklan semata-mata untuk menyampaikan pesan kapitalis.
Ketika televisi menjadi institusi kapitalis yang menjual jasa informasi, maka iklan televisi komersial adalah bagian produk dalam kategori komersial. Iklan televisi adalah sumber pendapatan utama bagi sebuah perusahaan pertelevisian. Televisi menggantungkan hidupnya untuk mengait sebanyakbanyaknya sumber dari periklanan atau cara yang dapat diiklankan. Sebaliknya, dunia periklanan melihat televisi adalah media yang paling ideal untuk penyampaian ide-ide iklan karena televisi adalah media yang memiliki kemampuan maksimal. Televisi adalah media audio-visual yang murah dan dimiliki secara umum atau mudah dijangkau oleh mayoritas masyarakat dari berbagai golongan. Dengan kata lain, televisi adalah media massa yang merakyat dengan kemampuan publikasi yang maksinal sehingga televisi juga disebut sebagai saluran budaya massa.
74
Burhan Bungin, Imaji Media Massa, (Yogyakarta: PT. Jendela, 2001), Cet ke-1, h. 25
43
Melihat dua sisi kebutuhan ini, maka periklanan dan pertelevisian adalah dua bidang yang sulit dipisahkan. Kedua bidang ini memiliki hubungan simbiosis yang saling menguntungkan.75
Di antara media informasi yang ada, televisi tampaknya adalah pihak yang paling banyak memproleh sorotan dan protes. Banyak alasan, mengapa televisi menjadi bulan-bulanan agenda publik, khususnya yang menyangkut isi siaran. Sebab, pada bangsa-bangsa yang tengah berkembang, televisi dan radio merupakan sumber informasi dan hiburan yang utama.
Isu tentang dampak siaran televisi swasta terus saja menggelinding. Agaknya, agenda ini sudah merupakan bagian dari kesadaran kolektif masyarakat, pemerintah, termasuk kalangan
media sendiri. Ini bisa dipahami, mengingat
hingga sekarang UU tentang penyiaran masih saja belum tuntas. Padahal, kehadirannya sudah semakin mendesak, mengingat gelombang protes masyarakat terhadap tayangan film-film televisi asing, juga akan mempengaruhi makin tingginya tingkat kompetisi di bidang hiburan, pemberitaan, dan iklan.
Budaya televisi di Indonesia memang masih relatif baru. Berbagai ketegangan yang akan muncul ke depan tampaknya masih belum hendak berhenti. Namun, kita optimis semua pihak tengah menuju proses pematangnya. Pemerintah, pihak penyelenggara siaran, dan pemirsa akan ditantang untuk terwujudnya proyek besar demokratisasi dalam industri televisi ini, terutama bagi perwujudan sebuah televisi yang khas Indonesia76
75 76
Burhan Bungin, Imaji Media Massa, (Yogyakarta: PT. Jendela, 2001), Cet ke-1, h. 79 Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 42-45
44
Ada beberapa sisi negatif yang ditimbulkan oleh tayangan iklan yang berlebihan, yaitu:
1) Konteks aqidah. Seperti kita ketahui bahwa pakar periklanan Indonesia adalah murid kesayangan pakar periklanan Barat atau Eropa sehingga tidak heran banyak poin-poin etika periklanan tidak memotret kehidupan dan budaya Indonesia akan dampak negatifnya. Karena itulah banyak kita temukan tanyangan iklan yang secara tidak langsung menjadi media pendangkalan aqidah dan Islam anak-anak kita. Karena hampir semua iklan mutu produk makanan dan benda mati lainnya diilustrasikan dengan keindahan tubuh telanjang wanita cantik dan istilah-istilah yang berbau pornografi. 2) Konteks akhlak. Secara langsung banyak tanyangan iklan yang madlorotnya (sisi negatifnya) lebih besar ketimbang maslahatnya. Contoh paling gampang adalah iklan rokok yang bombastis di setiap sudut kehidupan anak muda, resikonya banyak anak di bawah umur sudah menjadi perokok berat. Dan masih banyak iklan produk yang sasarannya anak muda dan telah berhasil membentuk karakter dan prilaku tunas muda Indonesia 'modern' yang tidak memiliki jati diri dan sepi dari nilai-nilai ahlakulkarimah. Dan hal ini sudah banyak kita temukan bukti seorang anak bisa menjadi pembunuh atau pencuri hanya karena melihat tanyangan iklan/film yang membangkitkan amarah dan mendorong anak untuk berbuat nekat. Karena iklan sekarang bukan hanya di TV dan tepi jalan saja, tapi telah masuk ke sekolah dan kamar rumah. Sungguh bahaya
45
3) Konteks sosial. Secara langsung banyak iklan yang sebenarnya dapat membuat tatanan sosial menjadi bias dan rusak, seperti orang menjadi malas memperbaiki hidupannya dengan bekerja karena terbuai iklan. Karena hampir semua sisi kehidupannya merasa sudah "terselesaikan" dengan konsep iklan yang begitu mudah dan ramah bukan? Mulai dari persoalan yang ringan sampai yang berat sekalipun dapat diselesaikan setelah kita melihat iklan dalam waktu sekejap. Sehingga banyak orang meganggap ringan dan mudah semua persoalan hidupnya, malas berusaha dan bekerja. 4) Konteks religuitas. Agama-pun bisa menjadi mangsa iklan. Berapa banyak orang meninggalkan kewajibannya sebagai Muslim hanya karena tertarik melihat iklan yang menurutnya sangat menguntungkan dan menjanjikan perbaikan hidup dan Negara? Bahkan lebih tragisnya banyak orang meninggalkan Sholat hanya karena mencari iklan lowongan kerja yang belum tentu dapat atau cocok dan karena menanti atau menonton tayangan sepak bola dengan iklannya yang luar biasa?77
Berbagai permasalahan muncul dalam citraan tentang media televisi. Televisi, misalnya, agak diabaikan peran strategisnya dalam membimbing dan memimpin berkembangnya kualitas sumber daya manusia. Citra yang lebih menonjol adalah adanya pengeksploitasian, tercemin pada posisi masyarakat yang lebih sebagai objek, dengan menafikan peran sertanya sebagai subjek. Perspektif ataupun dimensi atis tidak pernah menjadi unsur yang dipertimbangkan dalam berbagai lini bisnisnya. 77
http://hidayatullah.com
46
Berbagai bentuk materi siaran, apalagi yang berjenis hiburan seperti sinetron, kuis, infortainment, atau reality show sering lepas dari norma-norma kepatutan sebuah karya kreatif, yang semestinya juga harus bertanggung jawab pada tumbuhnya eksplorasi masyarakat.
Munculnya berbagai kritik dan keluhan sebagai masyarakat mengenai kualitas tayangan program televisi Indonesia menunjukkan hal itu dengan jelas. Misal, banyak sinetron yang bukan saja rendah kualitas teknis dan penyampiannya, tetapi juga rendah dalam kualitas tematiknya, setting sosial, serta miskin dalam pedalaman materi. Apalagi, rendahnya kreativitas pihak produsen itu bergabung dengan rendahnya sensabilitas pihak pengelolah televisi. Kedua hal tersebut menjadi factor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya kreativitas pekerja kreatif.78
Membebaskan masyarakat dari tekanan total pasar karena karakter pasar global bisa sangat kasar dan tentu tidak berkeperimanusiaan. Kekerasan bukan hanya bisa terjadi pada tayangan program cara televisi, melainkan juga dari materi-materi tayangan televisi yang penuh dengan cermin tipu daya memberikan berbagai realitas simbolik yang mempesona.
Media televisi, dibandingkan media lainnya, mempunyai kekuatan luar biasa dalam melakukan produksi dan reproduksi citra. Seluruh isi media sebagai realitas telah dikonstruksi. Media televisi pada dasarnya menyusun realitas hingga membentuk sebuah cerita baru. Dan keluarlah kemudian jargon, siapa yang menguasai media maka menguasai dunia. 78
Sunardian Wirodono, Matikan TV-Mu!, Cet ke-1, h. ix
47
Proses konstruksi citra ini berlangsung melalui suatu interaksi sosial yang dialektis. Ada tiga jenis realitas yang dimunculkan media, yakni realitas subjektif (subjective reality), realitas simbolik (symbolic reality), dan realiatas objektif (objective reality). Namun, realitas simbolik yang hampir menguasai model citra adalah hal yang paling dominant dan memiliki kekuatan media yang terbesar. Iklan–iklan yang ditayangkan di media memanfaatkan kekuatan ini.
Jika perilaku industri periklanan juga tidak mendapatkan pengawasan yang memadai maka ia akan punya potensi menjalin persekongkolan diam-diam dengan media. Iklan yang dibuat kemudian bukan hanya untuk membujuk, melainkan memang menyesatkan masyarakat. Awalnya konsumen hanyalah objek penderita bagi
sebuah
iklan.
Selanjutnya,
ia
akan
berperan
aktif
menentukan
keberpihakannya pada dogma iklan tertentu. Sejak itulah, inisiatif kritis sematamata akan tergantung pada pemberi intruksi. Daya kritis konsumen pada akhirnya akan hilang karena akumulasi teror teks, warna, dan foto, yang semuanya di konstruksikan untuk memberikan efek instruktif. Kerjasama media televisi dan media periklanan mempunyai peran yang sangat besar bagi tumbuhnya masyarakat. 79 Di sisi lain ketika penemuan teknologi informasi berkembang dalam skala massal, maka teknologi itu telah berubah bentuk masyarakat, dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat global. Sebuah dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi, transportasi serta teknologi yang begitu cepat dan begitu besar mempengaruhi peradaban umat manusia, sehingga dunia dijuluki
79
Sunardian Wirodono, Matikan TV-Mu!, Cet ke-1, h. 104-106
48
sebagai the big village, yaitu sebuah desa yang besar, dimana masyarakat saling kenal dan saling menyapa satu dengan yang lainnya. Masyarakat global itu juga dimaksud sebagai sebuah kehidupan yang memungkinkan komunitas manusia menghasilkan budaya-budaya bersama, menghasilkan produk-produk industri bersama, menciptakan pasar bersama, memelihara keamanan bersama, menciptakan mata uang bersama, melakukan pertahanan militer bersama dan bahkan menciptakan peperangan dalam skala global di semua lini.80 Syarat pertama sebuah iklan adalah ngapusi alias menipu, begitu petuah Emha Ainun Nadjib, Kini ribuan iklan prodk barang dan jasa begitu hegemonis, di alam sadar masyarakat konsumen. Begitu dominannya iklan di semua lini hingga nyaris tidak tersisa ribuan ruang bagi konsumen untuk melihat secara cerdas terhadap iklna tersebut, dari sisi persuasi, apalagi subtansi. Data milik AC Nielsen Media Research menyebutkan, pada 2007, tiga jenis iklan yang royal mengerojok konsumen adalah iklan produk seluler (lebih dari Rp. 2 triliun), iklan sepeda motor (Rp. 1,9 triliun), dan iklan rokok (Rp. 1,6 triliun). Selain iklan sepeda motor dan iklan rokok yang sarat dengan masalah, kini yang sedang menjadai sorotan publik adalah iklan tarif telepon seluler. Pasalnya, manakalah tingkat kegandrungan masyarakat terhadap dunia komunikasi seluler begitu tinggi, operator seluler jusru menyerimpung konsumen dengan iklan dan promosi yang tidak mencerdaskan (membodohi), bahkan ngapusi. Bagaimana tidak membodohi plus ngapulasi jika semua operator seluler meklaim tarifnya paling murah atau paling hemat.
80
Burhan Bungin, PORNOMEDIA, Cet ke-1, h. xiii
49
Anehnya, pemerintah belum/tidak melakukan langkah konkreat untuk menertibkan fenomena “perang” iklan tarif seluler ini. Pemerintah via Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi hanya berceloteh bahwa pihaknya akan membuat kode etik iklan tariff seluler. Kelihatannya sebuah celotah manias (solutif): membuat kode etik! Padahal, jika miste Dirjen Postel ini paham terhadap regulasi yang ada, kode etik yang diusulkan sudah basi alias tidak berlaku lagi. Mengapa? Pertama, Dewan Periklanan Indonesia relah membuat buku panduan yang bertajuk Etika Pariwara Indonesia (Tata Krama dan tata cara Periklanan Inonesia), yang amat komprehensif. Buku panduan ini merupakan “kitab suci” bagi sektor periklanan, termasuk iklan seluler. Dari sisi bahasa, Tata Krama Periklanan ini menandaskan bahwa iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif, seperti “paling”, “nomor satu”, “top” atau kata-kata berawalan “ter”, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang ahrus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. Kedua, relevan dengan masalah kode etik tersebut, secara tegas UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tegas menyebutkan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang menggunakan kata-kata yang berlebihan (Pasal 9 Ayat 1). UUPK juga menggariskan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan sautu barang dengan hara atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud melaksanakan sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan (Pasal 11). Sanksi terhadap pelanggaran tersebut bukan hanya
50
perdata, tapi juga pidana, meliputi pidana denda Rp. 500 Juta hingga Rp. 2 Miliar, dan atau pidana penjara dua sampai lima tahun.81 Salah satu sumber acuan nilai dalam iklan televisi adalah masyarakatnya. Sebagaimana diketahui, setiap masyarakat memiliki nilai acuan yang mengatur perilaku warganya. Bagi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat kelas menengah di perkotaan, nilai acuan yang lebih dominan mempengaruhi masyarakat, bersumber dari perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat sedang berkembang, khususnya kelas menengah identik dengan gagasan modern. Gagasan Kemodernan itu identik dengan kebaratan, artinya selama perubahan itu datangnya dari Barat, maka perubahan itu diterima karena dianggap modern.
Ketika sebuah iklan ditayangkan, maka harapan terbesar dari penciptaan iklan atau produsen pemilik produk yang diiklankan itu, agar pemirsa atau konsumen memperoleh acuan dari nilai dan citra produk yang ada dalam iklan itu. Iklan televisi sebagai produk masyarakat dieksternalisasikan oleh pemirsa ke dalam dunia sosiokultural. Eksternalisasi itu terjadi secara dini karena adanya kedekatan antara televisi dan pemirsanya. Dapat dipastikan, setiap orang dari kelas menengah menikmati televisi setiap saat, karena umumnya dalam rumah keluarga modern, justru individu semakin menggantungkan dirinya terhadap televisi sebagai sumber informasi, hiburan dan sebagainya.
Dengan demikian iklan televisi begitu penting dalam kehidupan sosiokultural pemirsa, karena tanpa disadari pemirsa berupaya menyesuaikan 81
Tulus Abadi, Anggota Penggurus Harian Yayasan lembaga Konsumen Indonesia, Koran Tempo, Kamis, 17 April 2008, Edisi No. 2454 Tahun VIII, h. A10
51
dirinya dengan apa yang dilihatnya pada iklan televisi, sehingga iklan televisi berfungsi sebagai acuan-acuan nilai pemirsa televisi.82
C. Perempuan 1. Perempuan di Media Massa Media massa merupakan sarana informasi paling efektif dalam masyarakat modern. Ia menyediakan jalur sosialisasi, penyebar informasi, tatanan nilai dan pola perilaku yang diharapkan masyarakat. Pandangan masyarakat terhadap media massa saat ini adalah seolah-olah manusia berperan, berkarya, berpengaruh dan menentukan di dalam realitas masyarakat media adalah kaum pria. Perempuan dalam media akhirnya cuma dijadikan sebagai penghias belaka, bukan merupakan penentu. Yatim, D (1993) sendiri sampai sekarang tetap berpegang bahwa media massa adalah kerajaan laki-laki dan bercorak patriakal. Kekuatan pesan berprespektif gender yang disampaikan media, sedikit banyak terkait juga dengan corak patriakal ini. Tampilan di layar televisi pun seringkali bernada sama. “Jika fakta menunjukkan bahwa media massa dimiliki oleh suatu elit pria, maka tidak heran bila representasi perempuan mengalami distorsi, baik dalam bentuk ketidak-akuratan representasi tersebut, mau pun dalam ketidaktampakan (invisibilitas) sumbangsih”
Sebenarnya, media mampu memberikan alternatif untuk mengoreksi dan menggugat representasi simbolik perempuan sebagai objek kepentingan tertentu. Salah satu jalan menurut Yatim (1993) melalui peningkatan jumlah perempuan praktisi di dalam media, yang dengan gagasan dan sikapnya mampu 82
187
Burhan Bungin, Imaji Media Massa, (Yogyakarta: PT. Jendela, 2001), Cet ke-1, h. 185-
52
merepresentasi sikap ini dengan menempatkan perempuan tidak lagi sebagai objek, namun berperan aktif sebagai subjek.83 Harus diakui, posisi perempuan dalam kebudayaan tidaklah sebaik posisi laki-laki. Hampir dalam semua kebudayaan di dunia, perempuan menempati posisi di belakang. Dikotomi pembagaian kerja perempuan di wilayah domestik, dan laki-laki di wilayah publik secara empirik menenggelamnkan perempuan ke dalam urusan-urusan domestik. Padahal justru peran di sektor publik memungkinkan perempuan bisa berkembang lebih luas lagi.84 Terlepas dari kenyataan bahwa perempuan adalah bagian dari sebuah masyarakat (patriaki), penggambaran perempuan dalam berita televisi seringkali tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Ibarat sebuah bingkai jendela, TV adalah media dimana semua informasi dan perubahan apa pun dalam masyarakat, bisa terkuak dengan lebih transparan. Perubahan-perubahan, pandangan umum, serta tata sosial bisa tampil di jendela tersebut. Dalam bahasa Piliang (1998): Media menyampaikan informasi fakta tentang bencana, kriminal, kekerasan, dalam sebuah tontonan, menjadi sebuah hiburan (entertainment). Tak terkecuali di dalamnya, pemberitaan tentang itu sendiri. Tubuh wanita (Piliang, 1998) telah dimuati modal biologis. Erotisasi tubuh wanita dalam media adalah dengan mengambil fragmen-fragemen tubuh tersebut sebagai penanda dengan berbagai posisi dan pose, serta dengan berbagai asumsi ‘makna’.
83 84
Priyo Soemandoyo, Wacana Gender Dan Layar Televisi, Cet ke-1, h. 52-53 Priyo Soemandoyo, Wacana Gender Dan Layar Televisi, Cet ke-1, h. 57
53
Tubuh wanita ditelanjangi sebagai objek fetish yaitu objek yang selalu dipuja karena dianggap memiliki kekuatan pesona tertentu. Objek akhirnya tergantung darimana kita mengacanya. Sebagai objek yang sering ditampilkan, tidak bisa dipungkiri, bahwa pemberitaan tentang perempuan dalam media massa, masih cenderung menempatkan perempuan sebagai bahan ejekan, tertawaan, bahkan pelecehan. Perempuan tidak diberitakan sebagaimana layaknya, kecuali sebagai bumbu masak penyedap “hidangan” media massa bersangkutan (Ridjal, dkk, 1993). Ekaploitasi tubuh perempuan dalam produk media massa pun semakin terasakan. Semua berita yang menarik, sensasi, selalu berkonotasi dengan perempuan. Urusan pemberitaan berkaitan dengan seks, pelacur, pelecehan, perkosaan, penyelewengan, permasalahan rumahtangga, selalu berkonotasi negatif terhadap sosok perempuan. Citra perempuan diberitakan dengan kacamata tersebut, menjadi semakin dibendakan. Tentang pemberitaan perempuan, Assarirohy, N (1998) dalam Bainar (1998) memiliki beberapa pandangan: Eksploitasi terhadap perempuan juga semakin menggila, terutama melalui media massa. Semua berita menarik, sensasi, dikonotasikan dengan perempuan. Citra perempuan diberitakan dengan jelek demi kegiatan kapitalistik. Semua iklan yang ditayangkan selalu dianggap menarik jika memunculkan sosok perempuan. Kegiatan seks semakin memojokkan perempuan, pelacur punya konotasi perempuan, penyelewengan juga perempuan. Perempuan semakin dipojokkan dan semaikn dibendakan, Untuk itu perlu langkah sistematis untuk mengembalikan perempuan pada posisi kemanusiaannya. Seringnya terjadi kondisi buruk yang dihadapi kaum perempuan, kurangnya pemahaman masyarakat tentang perspektif gender, serta kurangnya media massa menjalankan fungsi sosialnya dalam kaidah etis dalam memberikan
54
informasi kegiatan-kegiatan berbasis gender, setidaknya merupakan hal-hal yang perlu mendapat perhatian utama.85 Bagi banyak orang, wanita adalah objek sekaligus subjek. Bagaimana wanita berada pada posisi subjek atau pun objek adalah sesuatu yang unik. Hal yang tak terbantahkan adalah bahwa berada pada posisi apapun, akan banyak ditentukan oleh bagaimana dirinya mengantisipasi perubahan sosial ekonomi dan politik yang sedang terjadi. Mungkin ini yang disebut sebagai sebuah perjuangan besar feminisme perempuan.
Perjuangan
untuk
menemukan
kesadaran
terhadap
kondisi
ketertindasan, eksploitasi terhadap kaum perempuan dalam masyarakat, dunia kerja dan keluarga, serta sebuah gerakan tindakan oleh laki-laki dan perempuan untuk mengubahnya. 86 Tidak bisa dipungkiri partisipasi perempuan dalam pembangunan kini kian terasa. Dari sejak R.A. Kartini merintis perjuangan emansipasi bahkan hingga kini ketika suara-suara perempuan kian diperhitungkan dalam politik dan dunia usaha. Tidak sedikit para akademisi, politisi, jurnalis, dan pengusaha perempuan yang kini bersuara di tingkat nasional.87 Jauh sebelum televisi swasta meramaikan pertelevisian nasional, kajian sosio-psikologi telah sampai pada penemuan bahwa bagi sebagian orang, televisi merupakan salah satu sumber informasi normatif maupun sosial, bahkan merupakan sumber inspirasi tentang bagaimana memecahkan suatu masalah atau mengambil keputusan. Perilaku semacam ini normal, karena kebutuhan orang 85
Priyo Soemandoyo, Wacana Gender Dan Layar Televisi, Cet ke-1, h.114-115 Priyo Soemandoyo, Wacana Gender Dan Layar Televisi, Cet ke-1, h. 143 87 Idi Subandi Ibrahim – Hanif Suranto, Idi Subandy Ibrahim- Hanif Suratno, Wanita Dan Media Konstruksi Ideologi Gender Dalam Ruang Publik Orde Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998), Cet ke-1, h. v 86
55
mendapatkan penerimaan sosial mendorong mereka menemukan dan mengadopsi segala kualitas yang diperkirakan dapat memenuhi maksud tersebut. Alangkah bijaksana bila melalui televisi, perempuan mendapat pelajaran tentang peningkatan kualitas pikir dan jiwa, adanya pengaruh dari tepat tidaknya strategi dan pengambilan keputusan dalam menghasilkan sukses atau sebaiknya, apresiasi terhadap proses dan bukan pada hasil, dan sebagainya. Seperti halnya kaum pendidik dan kaum perempuan, televisi terbukti memiliki kekuasaa normatif di samping kekuasaan informasionalnya untuk menyumbangkan gagasan tentang apa yang benar dan salah, apa yang baik dan buruk, bahkan apa yang selayaknya diinginkan dan diupayakan. Dengan kekuataan seperti ini, artinya bukan hanya perempuan yang menentukan tegak runtuhnya suatu bangsa, demikian pula televisi. Akan lebih efektif jika upaya memberdayakan kapasitas televisi sebagai media informasi edukatif ditingkatkan, karena institusi pertelevisian yang berpengaruh atasnya lebih mudah didekati. Dengan kata lain, lebih mudah mengontrol “barang dagangan” penjual daripada mengharap konsumen “teliti sebelum membeli”. Khalayak mayoritas dengan segala keterbatasannya, masih perlu sedikit waktu lagi untuk bisa besikap kritis seperti itu. Tetapi untuk sementara ini, yang mereka perlukan adalah perlindungan.88 Pembicaraan masalah intervensi televisi dalam kehidupan masyarakat intensitasnya semakin meningkat. Salah satu aspek yang sering di bicarakan adalah moralitas televisi dalam mengeksploitasi kalau tak mau menggunakan kata memperlakukan perempuan dalam siarannya. Dalam pembicaraan yang demikian,
88
Ibiid., h. 241-243
56
tanpa ampun televisi dikecam atau dikritik habis-habisan sebagai biang pelecehan martabat perempuan. Tulisan ini mencoban memahami hubungan antara televisi dan perempuan sebagai sebuah fenomena sosiologis bukan fenomena etis. Dengan demikian diharapkan kita akan dapat lebih jernih dalam memahami problematik hubungan dua sosok sosial ini. Institusi televisi dan perempuan kini menjadi dua sosok sosial dalam masyarakat yang sangat sulit dipisahkan. Tanpa kehadiran perempuan boleh dikatakan siaran televisi menjadi hambar, tidak menarik. Perempuanlah yang membuat tayangan televisi selalu menarik dan marak. Begitu juga karena perempuan, televisi bisa menjadi besar dan pemilik kapital memperoleh keuntungan. Sebaliknya, televisi juga berperan penting mengangkat moralitas perempuan. Tingginya frekuensi liputan televisi terhadap seorang perempuan bisa membuat dia menjadi terkenal atau populer. Televisi juga mengangkat kesejahteraan
perempuan.
Sejumlah
perempuan
memperoleh
pekerjaan,
penghasilan dan kepuasan hidup melalui televisi. Ada juga pendapat bahwa harkat dan martabat kaum perempuan juga terangkat oleh liputan atau tayangan yang baik dan positif (simpati dan empatik) dari televisi. Salah satu yang tidak boleh dilupakan adalah, karena liputan yang tidak tepat tentang perempuan, televisi sering dikritik dan dibenci masyarakat. Atau sebaliknya, kareba televisi masalah perempuan direndahkan martabatnya menjadi sosok biologis semata.89
89
Idi Subandy Ibrahim- Hanif Suratno, Wanita Dan Media Konstruksi Ideologi Gender
Dalam Ruang Publik Orde Baru, h. 236
57
Singkat saja, “wajah” perempuan di media massa memperlihatkan streotip yang merugikan: perempuan pasif, bergantung pada pria, didominasi, menerima keputusan yang dibuat oleh pria dan terutama melihat dirinya sebagai simbol seks. Sejarah tubuh perempuan di dalam ekonomi politik kapitalisme Yasraf Amir Piliang (1998), adalah sejarah pemenjaraan sebagai tanda atau fragmenfragmen tanda. Kapitalisme membebaskan tubuh perempuan dari tanda-tanda dan identitas
tradisionalnya
(tabu,
etiket,
adapt,
moral,
spiritual)
dan
memenjarakannya sebagai bagian dari ekonomi politik kapitalisme. Fungsi tubuh telah bergeser dari fungsi organis/biologis/reproduktif kea rah fungsi ekonomi politik, khususnya fungsi tanda. Ekonomi kapitalisme mutakhir telah berubah kearah pengguna tubuh dan hasrat sebagai titik sentral komoditi, yang disebut ekonomi libido. Tubuh menjadi bagian dari semiotika komoditi kapitalisme, yang diperjualbelikan tanda, makna, dan hasratnya. Tubuh perempuan dimuati dengan modal simbolik ketimbang sekadar modal biologis. Erotisasi tubuh perempuan di dalam media adalah dengan mengambil fragmen-fragmen tubuh tersebut sebagai penanda dengan berbagai posisi dan pose serta dengan berbagai asumsi makna. Tubuh perempuan di telanjangi melalui ribuan varian sikap, gaya, penampilan, dan kepribadian mengkonstruksi dan menaturalisasikan tubuhnya secara sosial dan cultural sebagai objek fetish, yaitu objek yang dipuja sekaligus dilecehkan, karena dianggap mempunyai kekuatan pesona (rangsangan, hasrat, citra) tertentu. Yasraf Amir Piliang mengidentikkan eksploitasi tubuh perempuan di dalam ekonomi libido dengan eksploitasi kaum pekerja di dalam kapitalisme. Perempuan dieksploitasi nilai tanda (sign value) atau nilai libidonya sebagai
58
ekivalensi nilai tukar komoditi. Di dalam sistem kapitalisme sekarang ini nilai tubuh perempuan dikembangkan ke dua arah: sebagai nilai guna (erotica) dan nilai tukar (tubuh sebagi tanda). Media pada dasarnya adalah cermin dan refleksi dari masyarakat secara umum. Karena itu, media bukanlah saluran yang bebas, media juga subjek yang mengkostruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihaknya.90 Posisi perempuan dalam hubungannya dengan televisi adalah perempuan juga subjek yang sering tampil di televisi. Sebagai subjek perempuan menjadi sosok yang aktif dan kreatif bergaya, berakting di layar kaca. Dengan kearifan dan kreativitasnya selain dapat meraih penghasilan yang popular di masyarakat adalah paling sering tampil di televisi. Sebagai subjek televisi, perempuan yang dimaksud termasuk penyanyi dan pemusik yang tampil di laya kaca. Satu hal yang perlu pula dicatat banyak juga perempuan
yang
berada
di
belakang
layar
sebagai
produser,
yang
menyelenggarakan atau menyutradarai berbagai acara televisi. Pada posisi demikian perempuan punya kedudukan yang aktif, sebab punya kekuasaan mengorganisasi orang, peralatan maupun ide untuk suatu tayangan televisi. Hal yang sering menjadi buah bibir orang tentang hubungan televisi dengan perempuan adalah kaum perempuan merupakan objek tontonan televisi nasional. Berbeda dengan pandangan sebelumnya perempuan dipandang sebagai kaum yang aktif dan kreatif, maka di sini perempuan dianggap sebagai objek sehingga pemodal dapat meraih keuntungan yang lebih banyak.
90
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet ke-4,
h.38-39
59
Perempuan pada posisi demikian, lebih dilihat sebagai sosok yang bersifat biologis semata, yakni kecantikan wajahnya, keindahan rambutnya, kemolekan dan kesensualan tuuhnya, kemerduan suaranya dan unsure sejenis lainnya. Sebab, unsur-unsur perempuan yang terakhir inilah yang dianggap sebagai komoditas yang amat laku. Perempuan dalam kondisi demikian bisa berupa bintang iklan, bintang sinetron atau musik dan lain-lain. Kebanyakan iklan yang menampilkan perempuan sebagai citra maupun metode persuasinya lebih cenderung menampilkan sosok biologinya mereka, baik kecantikan, keindahan rambut, keindahan tubuh, maupun kemerduan suara. Sosok non biologis, seperti daya intelektual, keterampilan, keahlian dan profesionalitas perempuan jarang sekali ditontonkan.91 Perempuan sebagai objek atau subjek dalam gambaran media dapat dilihat dari image seperti apa yang ditampilkan oleh media yang bersangkutan. Kalau hanya mengeksploitasi tubuh perempuan untuk kepentingan perdagangan, jelas noda hitam untuk posisi perempuan di media cetak tersebut. Umumnya ini banyak ditemui di majalah ataupun tabloid yang bersifat hiburan. Mungkin tidak menyambung dengan materi tulisan ataupun produk iklan, yang penting memakai model perempuan yang seksi. Dalam hal ini hukum pasar yang berlaku, karena memang itu yang mau dijual oleh media tersebut. Adapun artikel atau publik yang ada selalu mengacu pada tampilan gambar yang utama, bukan pada pesan yang ingin disampaikan dari deretan aksara. Sementara bagi media cetak yang lebih fokus pada kajian ataupun
91
Idi Subandy Ibrahim - Hanif Suratno, Wanita Dan Media Konstruksi Ideologi Gender Dalam Ruang Publik Orde Baru, h. 238-239
60
informasi ilmu, keberadaan iklan yang membidik kaum perempuan. Hanya semua dikemas dengan lebih sopan dan tidak vulgar. Fenomena publikasi perempuan pada media massa sudah pada tahap yang mengkhawatirkan, karena dampak yang ditimbulkannya sangat besar. Kalau diperhatikan bersama, publikasi kaum perempuan pada media massa perannya hanya sebagai objek yang akan memberikan keuntungan bagi pemilik modal dan sangat besar kerugiannya bagi penerus generasi bangsa. Namun belakangan ini, setelah adanya era reformasi, maka publikasi perempuan di media massa menambah deretan permasalahan yang menimpa bangsa ini. Bukan saja isu pembangunan ekonomi yang melemah, tetapi berbagai tayangan dari media massa (media elektronik dan media cetak) yang telah mendorong adanya berbagai krisis akhlak moral bagi anak bangsa Indonesia. Berbagai kemasan publikasi perempuan di media massa secara terperinci tersaji mulai dengan sederhana hingga yang paling vulgar, namun berbagai kritikan rasanya sudah terlalu banyak disampaikan, tapi kelihatannya dengan keuntungan yang menggiurkan, munculnya publikasi perempuan di media massa makin tumbuh subur di bumi pertiwi ini. Belakangan ini kita sama-sama ketahui, bahwa telah diterbitkannya majalah playboy yang dari induknya bercita-cita vulgar alias porno. Tetap terbit walaupun mendapatkan berbagai kritikan pedas sekalipun.92
Istilah pornografi, dalam Kamus besar Bahas Indonesia diberikan pemaknaan, yakni sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan
92
2006).
Meutia Hatta Swasono, Seminar Sehari Perempuan dan Media Massa, P2KM, (Jakarta,
61
lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi, atau bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
Senada
dengan
rumusan-rumusan
tersebut,
maka
kaum
feminis
merumuskan pornografi sebagai barang-barang yang melukiskan dan mendorong penghinaan seksual, bukan merupakan realitas yang dianggap biasa, dan akhirnya masyarakat dapat menerimanya. Fenomena pornografi dengan demikan, praksisi kerjanya mirip dengan apa yang ada dalam paradigma iklan yang bersifat hegemonik. Artinya, bukankah iklan yang paling efektif, adalah iklan yang tidak menyatakan secara terbuka, menasehati atau memaksa konsumen untuk membeli produknya.93
Perbincangan mengenai perempuan dan pornografi tidak bisa dipisahkan dari sistem yang memungkinkan berkembangnya pornografi dan eksploitasi perempuan di dalamnya. Salah satu sistem yang didalamya perempuan (tubuh, tanda, hasratnya) dieksploitasi dalam rangka memproduksi pornografi adalah sistem (budaya) kapitalisme. Dengan kecenderungannya menjadikan perempuan sebagai objek komoditi dan pornografi disebabkan interen ideologi patriaki di dalamnya sistem budaya kapitalisme telah mengangkat ke permukan setidaktidaknya tiga persoalan yang menyangkut eksistensi perempuan di dalam wacana komoditi kapitalisme, khususnya pornografi sebagai komoditi.
Di dalam sistem budaya kapitalisme, tubuh dengan berbagai potensi tanda, citra, simulasi, dan artificenya menjadi elemen sentral ekonomi politik, disebabkan tubuh (estetika, gairah, sensualitas, erotisme) merupakan raison d 93
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 256-257
62
‘etre setiap produksi komoditi. Tubuh itu sendiri terutama tubuh perempuan menjadi komodii sekaligus metakomoditi, yaitu komoditi yang digunakan untuk menjual (mengkomunikasikan) komoditi-komoditi lainnya (mode, sales girl), lewat potensi fisik, tanda, dan libidonya.
Tubuh perempuan di dalam budaya kapitalisme tidak saja dieksplorasi nilai guna (use value) pekerja, protitusi, pelayan; akan tetapi juga nilai tukarnya (exchange value) gadis model, gadis peraga, dan kini juga nilai tandanya (sign value) pornografi. Tubuh, dengan demikian, menjadi urat nadi ekonomi yang dimilikinya. Di dalam sistem budaya kapitalisme, tubuh menjadi bagian dari politik tubuh (body politics), setidak-tidaknya pada tingkat politik.94
Persoalannya sekarang bagaimana secara sosiologis dan rasional ilmiah persoalan seksualitas yang mengarah pada porno ini dirumuskan dan disepakati oleh masyarakat, Berbagai kepentingan dengan berbagai konsep ditawarkan untuk memenangkan kepentingan mereka. Karena itu perlu sebuah pemahaman tentang apa itu porno, bagaimana hubungannya dengan persoalan norma seksual di masyarakat, bagaimana perubahan yang terjadi di sekitar konsep ini dari masa ke masa, serta bagaimana seks da porno menjadi komoditas kapitalis dan politik di masyarakat Indonesia.95 Menurut Pendapat Ashadi Siregar, media massa dibayangkan sebagai tumpukan kertas Koran, majalah, televisi, radio dan atau hal yang berkaitan denagn siaran dan komunikasi. Ia juga berpikir bahwa seperti halnya universitas, kehidupan di media massa semestinya jauh dari sikap berkompetensi, sikap saling 94
Yasraf Amir Piliang, Dunia Yag Dilipat, (Yogyakarta: PT. Jalasutra, 2004), Cet ke-1,h.
95
Burhan Bungin, PORNOMEDIA, ( Jakarta: PT: Kencana, 2003), Cet ke-1, h.xiii
339-340
63
jegal, dan sikap akumulatif. Melalui media setiap orang bebas mengutarakan pendapatnya, bebas mengemukakan ide, atau hal-hal yang olehnya dianggap penting dan perlu. Bagi banyak orang, perempuan adalah objek dan sekaligus subjek. Pembahasan mengenai apa dan siapa perempuan tidak pernah habis-habisnya. Di dalam kediriannya, perempuan mengaktualisasikan pikiran, kehendak-kehendak, dan tujuan hidupnya. Perempuan pada saat itu adalah subjek. Di saat lain, karena wujud fisik yang dimilikinya, dia menjadi “sasaran tembak” dari anggota masyarakat di mana dia berada. Perempuan menjadi keterbatasan gerak dan dia berfungsi tak lebih dari sebagai pemenuh kebutuhan ekomoni, sosial dan rohani dari anggota masyarakat. Perempuan pada saat itu adalah objek. Bagimana perempuan berada pada posisi subjek ataupun objek adalah sesuatu yang unik. Hal yang tidak terbantahkan adalah bahwa posisi tersebut banyak ditentukan oleh bagaimana dirinya mengantisipasi perubahan sosial ekonomi dan politik yang sedang terjadi. Perempuan menjadi bahan perbincangan karena ia sekaligus adalah subjek dan objek. Semakin aktif ia memainkan peran gandanya, makin tampak peran subjek-objek yang dibawakannya. Peran subjek-objek tersebut tampaknya tidak terlepas dari persepsi masyarakat mengenai apa dan bagaimana seharusnya perempuan bersikap. Persepsi masyarakat tersebut antara lain di ulas oleh sejumlah pemerhati masalah perempuan antara lain Simone deBeauvoir.96 Perkembangan kebudayaan sejauh ini nampaknya belum beranjak dari fenomena kekerasan seksual. Bahkan dengan kemajuan teknologi media massa 96
Melek Media Ala AG. Eka Wenats Waryanta, Konsumtivisme dan Hedonisme Media Massa, 2006
64
sikap itu semakin membengkak sekalipun dilakukan dengan teknik rekayasa tertentu, yaitu mengekspos tubuh perempuan sebagai objek seks secara terbuka seperti dalam film, fotografi, maupun iklan-iklan. Sejauh
media
massa
hanya
membangun
citra
estetik
semu
demi
komersialisasi, itu sama halnya dengan sengaja memperkukuh konstruksi budaya patriaki atas perilaku seksualitas yang negatif. Namun, apakah media massa dalam hal ini harus bertanggung jawab sebagai agen utama pengorbaresivitas seperti itu tentu saja masih perlu diteliti lebih jauh lagi. Subjektivitas manusia secara psikologi harus sama-sama diperhitungkan. Pandangan bahwa kekerasan seksual adalah kompensasi psikolois mungkin sangat menarik untuk diamati. Bahwa pada hakikatnya daya seksual perempuan jauh lebih kuat dan tahan daripada laki-laki. Di sini jadinya laki-laki itu inferior. Tapi karena kadung kesan patriaki telah tertanam di bawah sadarnya bahwa laki-laki itu superior, maka dengan berbagai cara termasuk menggunakan alat bantu semacam alkohol, pil, atau jamu kuat, rangsangan pornografi, dan lain-lain, ia berusaha mengatasi daya seksualitas perempuan. Munculnya tindakan perkosaaan bisa saja adalah bagian dari kompensasi tersebut.97 Secara global struktur muatan pemberitaan media massa pada umunnya belum secara seimbang merespon kepentingan perempuan. Pemberitaan media massa umumnya memberitakan ruang publik laki-laki. Mulai dari persoalan negara, politik, militer, olah raga, pemerintahan lokal, sampai dengan berbagai wacana publik laki-laki lainnya. Namun ketika ada pemberitaan masalah perempuan, sorotan menjadi domestik, seperti keterampilan rumah tangga, 97
Idi Subandi Ibrahim – Hanif Suranto, Wanita Dan Media Konstruksi Ideologi Gender Dalam Ruang Publik Orde Baru, h. 54-55
65
kosmetika, dan kecantikan, terkecuali ketika ada tokoh publik perempuan, baru kemudian menjadi berita utama, itu pun terkesan tidak menjadi agenda setting media pada hari itu, karena berita utama tersebut tidak diikuti oleh pemberitaan hari itu. Model pemberitaan media massa yang didominasi publik laki-laki, menunjukkan media massa merekonstruksi realitas dalam kehidupan sosial dimana laki-laki lebih banyak mendominasi ruang kehidupan di masyarakat, terutama menyangkut ruang publik. Media massa setiap saat menurunkan berita yang secara tidak langsung memberi makna bahwa publik laki-laki adalah identik dengan kekuasaan laki-laki terhadap publik perempuan dan ruang publik perempuan adalah konsumsi laki-laki, atau dengan kata lain, publik permpuan di media massa adalah bagian dari kerelaan kekuasaan laki-laki.98
2. Hubungan Perempuan dan Iklan Iklan merupakan bagian dari kegiatan pemasaran. Pemasaran intinya menciptakan pasar. Pasar adalah kelompok orang yang memiliki Need, Want dan Buy yang sama. Dengan meningkatnya demand di pasar, tentunya meningkatnya supply juga. Supply meningkat, produksi meningkat cost per unit jadi lebih murah. Meningkatnya produksi, meningkat pula tenaga kerja, yang pada gilirannya meningkatkan daya beli. Iklan merupakan perangkat yang ampuh untuk menciptakan Need, Want, dan Buy, melalui materi iklan yang impactfull maupun melalui reach, grequency serta continuity di media yang efektif dan efisien.
98
Burhan Bungin, PORNOGRAFI, Cet ke-1, h.138
66
Iklan sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa tidak hanya bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli barang atau jasa, tetapi juga turut mendedahkan nilai tertentu yang secara terpendam terdapat di dalamnya. Oleh karena itulah, iklan yang sehari-hari kita temukan di berbagai media massa cetak maupun elektronik dapat dikatakan bersifat simbolik. Artinya, iklan dapat menjadi simbol sejauh imaji yang ditampilkannya membentuk dan merefleksikan nilai hakiki. Karena keindahannya, tidak bisa dimungkiri perempuan sering ditampilkan dalam iklan, meskipun terkadang kehadirannya terasa agak diada-adakan. Menurut Nanik Ismiani (1997), karena keindahannya pula, untuk iklan sebuah produk yang bobot kehadiran tokohnya sama-antara pria dan perempuanbiasanya perempuanlah yang dipilih. Kriterianya antara lain karena keindahannya, perempuan sering menjadi sumber inspirasi, termasuk dalam melahirkan sebuah produk. Pengiklan dan perusahaan periklanan berpandangan bahwa penggunaan sosok perempuan dalam ilustrasi iklan merupakan satu tuntutan estetika untuk memperebutkan perhatian konsumen. Di kalangan pekerja kreatif fenomena tersebut ditanggapi dengan memunculkan beberapa alasan tentang dipilihnya perempuan sebagai bintang iklan yang menjadi juru bicara bagi keberadaan sebuah produk. Menurut catatan Gunawan Alif (1994), banyak produk yang ditujukan pada khalayak sasaran perempuan, baik pria maupun perempuan pada dasarnya menyukai perempuan yang anggun, santun, dan cantik. Sedangkan sebagian pria menyukai penampilan perempuan yang seksi. Di sisi lain, Okky Asokawati, mantan peragawati kondang mengakui, perempuan dan iklan memang
67
tidak bisa dipisahkan. Ia juga tak menyangsikan perempuan memiliki kekuatan dalam membantu menjual produk yang diiklankan. Karena itulah, keberadaan perempuan dalam iklan selalu menyertai produk paling bersahaja hingga sedan mewah. Tampilnya perempuan sebagai obyek dalam iklan dan media massa merupakan akibat dari posisi wanita yang dianggap rendah dalam sistem yang dianut masyarakat. Budaya kita menganut sistem patriarkhat. Artinya, perempuan ditempatkan dalam dunia yang sifatnya pribadi, yang dengan sendirinya dikecualikan dari dunia pria yang sifatnya terbuka.99 Sejak awalnya, kegiatan jurnalistik (baik cetak ataupun elektronik) selalu didominasi pria. Beberapa pakar menyebut jurnalistik ini sebagai jurnalistik maskulin yang menggunakan pandangan dan subjektivitas pria untuk meneropong wanita. Pantaslah bila sampul majalah-majalah umum, bahkan majalah khusus pria di Indonesia, sering dihiasi dengan gambar wanita. Banyak produk atau jasa yang diiklankan seperti mobil, motor, dan celana jeans dalam majalah dan surat kabar juga dihiasi dengan sosok wanita cantik yang berpenampilan seronok, direduksi sebatas makhluk biologis semata. Menurut perkiraan, 90% periklanan memanfaatkan wanita sebagai model iklannya. Bila tokoh pria muncul dalam iklan, tokoh itu digambarkan agresif, pemberani, jantan, mandiri, kuat, tegar, berkuasa, pintar, dan rasional. Namun ketika tokoh wanita yang muncul, sosok wanita itu lebih sering dianggap lemah, emosional, bodoh, dan dikaitkan dalam hubungannya dengan pria atau untuk menyenangkan pria. Begitulah, sebuah iklan produk kecantikan bagi wanita
99
http://www.kompas.com
68
(bedak, krim kulit, deodoran, sampo, pasta gigi, sabun mandi, dan sebagainya.) Dalam TV swasta melukiskan bahwa setelah wanita tersebut memakai produk yang diiklankan, pria-pria melirik, menghampiri, dan semakin lengket kepadanya. Melalui iklannya, televisi leluasa untuk memperteguh pandangan, kepercayaan, sikap, dan norma-norma kaum wanita yang sudah ada. Kepercayaan itu antara lain pentingnya wanita menjadi cantik secara fisik (bugar, ayu, ramping, muda, dan sebagainya). Tidak mengherankan bila iklan sabun tertentu menggunakan artis-artis yang terkenal dan cantik untuk memancing pemirsa agar memakai sabun tersebut untuk kelihatan cantik. Sementara pemirsa wanita sebenarnya membeli ilusi (untuk menjadi cantik seperti bintang iklan yang bersangkutan), mereka menjadi mangsa kaum kapitalis (transnasional) bermodal besar.Yang sebenarnya terjadi, produk tidak disesuaikan dengan kebutuhan wanita, melalui iklan, disesuaikan dengan produk. Iklan tidak sekedar menjual barang, ia juga menginformasikan, membujuk, menawarkan status, membangun citra, bahkan menjual mimpi. Pendeknya iklan merekayasa kebutuhan dan menciptakan ketergantungan psikologis. Sang kapitalis merayu kaum wanita agar membelanjakan uang mereka, baik untuk kepentingan mereka sendiri ataupun untuk kepentingan keluarga mereka. Yang untung tertentu saja perusahaan yang barang atau jasanya diiklankan. Mudah diduga bahwa kaum wanita umumnya lebih sering menonton televisi daripada kaum pria. Acara-acara yang mereka saksikan terutama adalah soap opera, telenovela, sinetron, film lepas, dan acara bincang-bincang (talk show). Kaum wanita yang potansial menjadi sasaran iklan ini adalah mereka yang berusia remaja hingga usia dewasa (15-40 tahun). Para sponsor dan produser iklan
69
menyadari akan kenyataan ini dan memutuskan program-program yang cocok bagi mereka. Jadi, program-program dibuat terutama untuk mementingkan kebutuhan pihak sponsor, bukan untuk kepentingan pemirsa. Sponsor hanya mau membayar iklan yang ditayangkan TV bila iklannya itu ditonton banyak pemirsa.100 Bagian terbesar dari reproduksi sosial iklan televisi semacam ini jusru terjadi pada realitas kehidupan perempuan. Sebagaimana dijelaskan oleh Fine dan Leopold, bahwa posisi perempuan dalam iklan adalah bagian dari upaya kapitalisme dalam memperkukuh citra produk, sedangkan di sisi lain justru perempuan merupakan konsumen dari produk itu sendiri. Jadi reproduksi sosial iklan televisi justru menempatkan perempuan sebagai bagian yang banyak direproduksi oleh iklan televisi. Dalam kenyataannya, iklan televisi justru menyentuh dunia perempuan, walaupun justru sasaran konsumen adalah perempuan itu sendiri.101
3. Iklan Perempuan dalam Pandangan Islam Istilah iklan secara etimonologi, berasal dari beberapa istilah asing, di antaranya ‘ilan’ dari bahasa Arab, ‘advertere’ dari bahasa Latin, yang berarti berlari menuju ke depan, advertentie dari bahasa Belanda, dan ‘advertising’ dari bahasa Inggris. Istilah iklan juga mempunyai kesamaan makna dengan istilah ‘rekrame’ yang berasal dari bahasa Perancis ‘reclamare’ yang berarti meneriakkan sesuatu secara berulang-ulang. Atau menurut W. H. Van Baarle dan Hollander lewat buku yang berjudul Reclamekunde, merupakan kekuatan yang 100 101
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 156-160 Burhan Bungin, Imaji Media Massa, (Yogyakarta: PT. Jendela, 2001), Cet ke-1, h. 149
70
menarik (Bahasa Belanda ‘klerfkracht’), yang ditujukan kepada kelompok pembeli tertentu, dilakukan oleh produsen atau pedagang untuk mempengaruhi penjualan barang-barang atau jasa. Atau juga pengertian yang diberikan oleh Berkhouver, yakni sebagai setiap pertnyataan yang secara sadar ditujukan kepaa publik dalam bentuk apa pun, yang dilakukan oleh peserta lalu lintas perniagaan, untuk memperbesar penjualan barang-barang atau jasa. Dalam khazanah bahasa Indonesia, istilah iklan pertama kali diperkenalkan oleh Soedardjo tahun 1951, untuk menggantikan istilah advertentie (bahasa Belanda) atau advertising (Bahasa Inggris), agar sesuai dengan semangat pengguna bahasa nasional Indonesia.102 Terkait dengan pemahaman arti iklan dalam akumulasinya dengan pemaknaan komunikasi massa tersebut, fungsi iklan lebih bersifat persuasif, yakni berfungsi menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima dengan tujuan memperngaruhi agar menghubungkan representament dengan objek tertentu. Namun, sejalan dengn perkembangan zaman, serta perubahan yang terjadi dalam organisasi produksi sistem ekonomi kapitalisme, maka gaya, isi, dan fungsi iklan juga senantiasa mengalami perubahan. Pada awalnya, iklan menggunkan pendekatan pendekatan yang berorientasi pada produk dalam penyajiannya. Artinya, iklan untuk suatu produk barang atau jasa yang ada, selalu ada korelasinya yang dekat dengan substansi nilai guna produk tertentu yang diiklankannya, mulai dari segi fungsi, harga, maupun kualitasnya. Perkembangan selanjutnya menunjukkan, bahwa iklan mulai bergeser gaya atau tipologi dan isinya, yakni lebih kearah fungsi pendefinisian konsumen sebagai bagian integral dari makna sosia budaya. Akhirnya iklan kemudian mulai
102
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 147-148
71
menekankan pada penciptaan simbol produk dan citra nilai makna bagi konsumen. Steward Bronfield dalam buku Writing for Film and Television (1986), menyatakan bahwa iklan kini tidak hanya menyajikan sebuah fungsi (use value), tetapi juga menekanka janji atas nilai. Nilai-nilai yang dijanjikan dalam iklan, seringkali berwujud asosiasi-asosiasi citra yang sebagian besar terkait dengan motif-motif sosiogenis alamiah manusia.103 Fenomena periklanan sebagai bagian dari bentuk ekspresi behasa simbolik dalam kebudayaan manusia, secara histories sebenarnya merupakan realitas budaya, yang jejaknya sudah dikenal sangat tua, yakni sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Pada zaman di awal keberadaanya, wujud iklan hadir dalam bentuk pesan berantai yang dilaksanakan melalui komunikasi verbal disebut juga ‘the word of mouth’. Pesan berantai itu, disampaikan untuk membantu kelancaran jual beli dalam masyakat yang pada waktu itu mayoritasnya masih belum mengenal huruf, dan pedagang juga masih menggunakan sistem tukar menukar barang secara langsung (barter).104 Fungsi utama iklan di media cetak adalah sebagai wahana penyampaian pesan dan sekaligus sebagai media penghibur, sehingga memuaskan perasaan keindahan audiencenya. Sebagi bagian dari karya seni rupa, keberadaan iklan baik dimedia cetak maupun elektronik, di samping mempunyai asfek isi atau pesan yang hendak disampaikan, juga mempunyai asfek bentuk atau wujud fisiknya. Jika iklan yang
103 104
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 152-153 Ibiid., h. 144
72
dimaksud menggunakan mdia massa elektronik, maka bentuk atau wujud lahiriahnya dapat berupa audio atau penggabungan antara audio-visual.105 Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis: "Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan." Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampakdampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya106 Termasuk dalam deretan fitnah zaman sekarang adalah eksploitasi kaum wanita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa wanita itu adalah salah satu fitnah yang terbesar. Beliau bersabda: “Berhati-hatilah dari 105 106
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan, Cet ke-1 h. 159-162 http://bugis-makassar.blogspot.com/2008/01/kedudukan perempuan dalam islam
73
godaan dunia dan waspadai-lah rayuan kaum wanita, sebab fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil adalah fitnah wanita.” (HR. Muslim) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut wanita sebagai fitnah (sumber godaan). Dan rasul juga telah mengabarkan bahwa bani Israil tersesat karena fitnah (godaan) wanita. Pada zaman sekarang ini eksploitasi kaum wanita banyak tersebar di mana-mana. Mayoritas kaum hawa itu berani bersolek dan menampakkan lekuk tubuh mereka di pasar dan di jalan-jalan. Memamerkan segala macam asesoris dan perhiasannya. Barangsiapa yang Allah kehendaki terkena godaan, maka ia akan menyorotkan matanya atau melirikkan pandangannya kepada mereka (kaum wanita itu). Hingga dikhawatirkan ia akan terkena godaan daya tarik wanita itu dan terpedaya lantas timbul syahwat terlarang yang mendorongnya berbuat apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berzina! Atau pengantar kepada zina (seperti berdua-duan tanpa mahram, berpacaran dan lain-lain). Memang, wanita adalah godaan yang paling besar. Termasuk di antaranya eksploitasi kaum wanita melalui film-film. Ini merupakan musibah dan malapetaka besar. Demikian pula foto-foto mereka di majalah, koran-koran dan sampul barangbarang tertentu. Mereka sengaja memilih wanita-wanita cantik agar menarik minat orang, khususnya para pemuda. Dan yang lebih berbahaya lagi adalah munculnya foto-foto mereka dalam keadaan bugil atau setengah bugil yang diproduksi dengan kamera-kamera canggih dan ditebar dengan parabola. Nas`alullah al’afiyah was salaamah.
74
Tidak diragukan lagi hal itu termasuk bencana terbesar pada zaman sekarang ini. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh. Barangsiapa mensucikan dirinya, pandangannya tidak akan tertuju kepada perkara haram itu. Dan tidak akan menuruti kehendak syahwat dalam hatinya kepada wanita-wanita itu. Barangsiapa dipelihara dan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya Dia akan menjauhkannya dari fitnah tersebut. Dan niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki kebaikan bagi diri mereka. (Dikutip dari: Malapetaka Akhir Zaman Dan Cara Mengatasinya, Karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin)107 Sebenarnya televisi adalah teknologi yang bebas nilai. Tergantung siapa yang menggunakannya. Kalau yang menggunakannya Hitler untuk kampanye idealisme facisme-nya, atau para gembong penjahat tak bermoral yang melancarkan usahanya, maka TV itu adalah kejahatan dan kemaksiatan. Hukum Televisi Dalam Islam, Tidak diragukan, bahwa keberadaan televisi dewasa ini hukumnya haram. Meskipun sebenarnya televisi, demikian juga radio, alat perekam, atau alat semacamnya merupakan bagian-bagian dari nikmat Allah Suhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrohim ayat 34: “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya.” Sebagaimana kita ketahui, pendengaran, penglihatan ataupun lidah adalah karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai nikmat untuk hamba-hamba-Nya. Akan tetapi, kebanyakan nikmat ini menjadi adzab atas orang yang memilikinya.
107
www.mediamuslim.info
75
Sebab mereka tidak menggunakannya dijalan yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara itu, televisi, radio, alat perekam dan sejenisnya dikatakan sebagai nikmat, kapan hal itu terjadi ? Jawabnya, pada saat mempunyai nilai manfaat untuk umat. Televisi dewasa ini, 99% banyak menayangkan nilai-nilai atau fahamfaham kefasikan, perbuatan dosa, nyayian haram, ataupun perbutaan yang mengumbar hawa nafsu, dan lain-lain sejenisnya. Hanya 1 % tayangan televisi yang dapat diambil manfaatnya. Jadi kesimpulan hukum televisi itu dilihat dari penayangan yang dominan. Jika telah terdapat Daulah Islamiyah, dan dapat menerapkan kurikulum ilmiah yang berfaedah bagi umat, maka berkaitan dengan televisi untuk saat itu; saya tidak hanya mengatakan boleh (jaiz) tetapi wajib hukumnya. [Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi I/VI/1422H-2002M]. 108 Namun
bila
yang
menggunakannya
orang-orang
bermoral
yang
menyiarkan hal-hal yang bermanfaat, mininal tidak ada unsur maksiat, syirik, dosa dan fitnah, maka TV itu menjadi media kebaikan. Dalam kenyataannya, selama ini nyaris belum kita temukan TV yang isinya 100% maksiat dan dosa, sebagaimana tidak yang isinya 100% kebaikan semua. Nilai-nilai keburukan dan kebaikan saling berebut tempat di dalam setiap stasiun TV. Kesuksesan masingmasing sangat ditentukan oleh orang yang mendukungnya di dalam tiap stasiun TV. Kalau orang-orang di dalam sebuah stasiun TV lebih banyak dan lebih dominan dari kalangan yang baik-baik, maka acara yang buruk dan merusak
108
almanhaj.or.id
76
biasanya sangat minimal. Sebaliknya, kalau didominasi oleh para pendosa, isinya pun akan didominasi oleh maksiat dan kemungkaran. Tinggal bagaimana posisi kita sekarang ini, apakah kita akan tinggalkan semua stasiun TVyang berbau maksiat begitu saja, lalu mendirikan TV Islam sendiri? Ataukah kita masih berpikir untuk melakukan 'Islamisasi' dari dalam tubuh? Idealnya, umat Islam memang harus punya TV sendiri, bahkan bukan hanya satu buah, minimal 10 buah stasiun. Mengingat luas wilayah negeri ini dan jumlah umat Islam terbesar di dunia ada di negeri ini. Tapi jangankan sepuluh, satu pun kita tidak punya. Cita-cita yang ideal memang harus selalu didengungkan, namun selama belum terwujd bukan berarti kita berpangku tangan diam saja. Semua upaya ke arah penguasaan teknologi pertelevisian harus dimiliki oleh umat Islam. Dan salah satu tempat pelatihan yang paling utama adalah bekerja pada stasin televisi, baik sebagai redaksi, teknisi, kru atau bagian lainnya. Mengapa kita tidak berpikir untuk meningkatkan kuantitas program yang baik dan bermanfaat? Atau meningkatkan kualitas program yang sudah ada sehingga menjadi lebih baik. Berdasarkan sebuah kaidah: Malaa yudraku kulluhu la yutraku julluhu (sesuatu yang tidak bisa didapat semuanya, tidak harus ditinggalkan semua).109 Saat ini hampir disetiap penyiaran (TV) di Indonesia memiliki program acara Islam yang sifatnya rutin atau tidak rutin (regular-non regular) meski porsinya cukup jauh dari tayangan-tayangan program lainnya, namun paling tidak hal ini cukup memuaskan dalam hal pemenuhan kebutuhan khalayak terhadap televisi yang berfungsi sebagai media informasi dan pendidkan.
109
http:/MTA-on line.com
77
Televisi dapat dikaitkan sangat efektif untuk kepentingan dakwah, karena kemampuannya dapat menjangkau daerah yang cukup luas dengan melalui sebuah gambar sekaligus narasinya. Dakwah melalui televisi dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dalam ceramah, sandiwara, maupun, drama. Dengan melalui televisi seorang pemirsa dapat mengikuti dakwah seakan ia berada langsung dihadapan dai, Seakan ia dapat mengadakan komunikasi langsung dengannya untuk menarik dakwah melalui televisi, apalagi jika dai-dai besar mampu menyajikan dakwahnya dalam suatu program yang sederhana dan dimengerti oleh berbagai kalangan masyarakat.110 Tidak di ragukan lagi, keterjebakan kaum wanita dalam kodrat mereka selama ini yang telah mereka pelajari dalam sosialisasi awal mereka dalam keluarga dan lingkungan mereka diperteguh oleh media massa, termasuk iklan. Mereka terjebak dalam lingkaran setan, Aspirasi-aspirasi mereka dikontrol dan dibatasi oleh gagasan yang mereka peroleh dari media massa. Dalam memandang dan memperlakukan wanita, iklan bersikap paradoks. Di satu pihak, iklan TV mempromosikan kemajuan-kemajuan dan presentasipresentasi wanita, misalya dengan memunculkan wanita lainnya sebagai tokoh wanita karir dalam iklan juga dalam melemparkan mereka kembali kepada keterbelakangan, dengan tetap menonjolkan keutamaan wanita sebagai makhluk yang selalu ingin menarik perhatian lawan jenisnya. Pesan-pesan iklan TV sedemikian halus sehingga para pemirsa wanita sendiri tidak menyadari bahwa mereka digiring ke dalam suatu ideologi tertentu,
110
Darmansastro, Televisi Sebagai Media Pendidikan, PT. Duta Wacana University Press, Yogyakarta: 1994
78
yang sesungguhnya bertentangan dengan nilai-nilai agama mereka tentang identitas dan peran mereka. Islam mengajarkan sebagaimana tertuang dalam banyak ayat Al-Qur’an (misalnya, Al A’raaf:26, Al Hujuraat:13) dan hadis Nabi, bahwa wanita adalah makhluk Allah yang kualitasnya, seperti juga pria, bukan terletak pada fisiknya ataupun kemampuannya untuk memuaskan pria, melainkan pada ketakwaaannya. Dalam ayat-ayat yang memerintahkan wanita untuk menutup aurat (An-Nuur:31, Al Ahzab:59), Allah memandang wanita sebagai manusia yang harus diperlakukan secara serius. Secara implisit kedua ayat itu mengisyaratkan bahwa nilai mereka bukan terletak pada penampilan fisik mereka, melainkan kepada kata-kata, gagasan-hahasan, dan kebajikan-kebajikan mereka. Mereka bukan semata-mata objek seks bagi laki-laki, bukan pajangan yang harus dinikmati laki-laki, dan bukan pula budak laki-laki yang harus selalu tunduk pada kemauan dan menyesuaikan diri dengan selera laki-laki. Dengan kata lain, menurut Islam, kecantikan batiniah jauh lebih berharga daripada kecantikan fisik. Usia tua juga bukanlah suatu keburukan. Hal itu justru sering menunjukkan kearifan.111 Kedudukan perempuan dalam pandangan ajaran Islam tidak sebagaimana diduga atau dipraktekkan sementara masyarakat. Ajaran Islam pada hakikatnya memberikan perhatian yang sangat besar serta kedudukan terhormat kepada perempuan. Muhammad Al-Ghazali, salah seorang ulama besar Islam kontemporer berkebangsaan Mesir, menulis: "Kalau kita mengembalikan pandangan ke masa sebelum seribu tahun, maka kita akan menemukan perempuan menikmati keistimewaan dalam bidang materi dan sosial yang tidak dikenal oleh
111
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, “Bercinta dengan Televisi”, h. 160-161
79
perempuan-perempuan di kelima benua. Keadaan mereka ketika itu lebih baik dibandingkan dengan keadaan perempuan-perempuan Barat dewasa ini, asal saja kebebasan dalam berpakaian serta pergaulan tidak dijadikan bahan perbandingan." Kalau kita kembali menelaah keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam membenarkan mereka aktif dalam berbagai aktivitas. Para wanita boleh bekerja dalam berbagai bidang, di dalam ataupun di luar rumahnya, baik secara mandiri atau bersama orang lain, dengan lembaga pemerintah maupun swasta, selama pekerjaan tersebut dilakukannya dalam suasana terhormat, sopan, serta selama mereka dapat memelihara agamanya, serta dapat pula menghindari dampakdampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya112 Membangun etika komunikasi dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari pandangan dunia yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis. Dasar yang menjadi pandangan dunia Muslim, menurut kedua sumber tadi, ialah tauhid. Pandangan tauhid akan memberikan landasan normatif bagi praktis media. Dengan demikian, menurut Mowlana (1990:70),” akan memberikan bimbingan asasi dalam menetapkan batas-batas legitimasi politik, sosial, dan kultural oleh satu sistem komunikasi.” Segmen pasar memberi peluang terhadap pembentukan televisi Islami. Lagi pula, konglomerasi kelas menengah-santri kota-sudah tumbuh bersamaan dengan makin mantapya hasil pembangunan kita. Pemerintah punperlu mendorong kemungkinan pembentukan televisi Islami, mengingat potensi utama terhadap gempuran infiltrasi budaya asing cukup kokoh. Dengan demikian,
112
http://bugis-makassar.blogspot.com/2008/01/kedudukan perempuan dalam islam
80
sesunggunya televisi Islami mampu menjadi counter-culture, atau resistensi kultural terhadap proses sekularisme yang semakin merembes dalam alam kesadaran umat. Masalah sekarang, bagaimana umat mampu menyiapkan sumber daya manusia untuk mengisi profesionalisme dalam era revolusi komunikasi media elektronik ini dengan tetapa berpegang dalam acuan etika normatif etika Islam. Maka, simaklah peringatan Al-Qur’an ini: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula.” (Q.S.16:125).113 Terlepas dari sisi mudharatnya kelebihan yang dimiliki televisi hendaknya dapat diperlakukan untuk perluasan dakwah islam, karena bisa dilihat dari sisi dakwah televisi jauh lebih efektif daripada jenis media lainnya dalam menyampaikan pesan-pesan moral. Media berarti segala bentuk yang membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.114
113 114
Deddy Mulyana – Idi Subandy Ibrahim, Bercinta dengan Televisi, h. 113-118 Abdul Karim Zaedan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah II, (Jakarta, Media Dakwah, 1984)
81
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Profil Wilayah Penelitian Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama mempunyai luas 332,50 Ha. Sedangkan untuk batas wilayah, sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Palmerah Barat Kelurahan Palmerah, sebelah Timur berbatasan dengan Kali Grogol Jakarta Pusat, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Limo Kelurahan Grogol Selatan, Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Raya Kebayoran. Jarak dari pusat pemerintahan propinsi DKI Jakarta 8 km, Jarak dari pusat pemerintahan Kotamadya adalah 10 km, da Jarak dari Kecamatan adalah 6 km. Adapun datadata lain yang diberikan oleh Kelurahan Grogol Utara adalah sebagai berikut:
1. Data Kependudukan Penduduk Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jumlah Rukun Warga (RW) yaitu 16, Jumlah Rukun Tetangga (RT) yaitu 165, Jumlah Kepala Keluarga (KK) yaitu 6.802 KK, dan jumlah Penduduk Tetap 34.427 jiwa, menurut jenis kelamin: Berdasarkan Warga Negara Indonesia (WNI): a. Laki-laki sebanyak 19.183 orang b. Perempuan sebanyak 15.209 orang Berdasarkan Warga Negara Asing (WNA):
82
a. Laki-laki sebanyak 24 orang b. Perempuan 11 orang Adapun jumlah penduduk Musiman 196 orang menurut jenis kelamin: 81 a. Laki-laki sebanyak 89 orang b. Perempuan sebanyak 107 orang Adapun jumlah penduduk Mobilitas (perputaran Penduduk) a. Kelahiran sebanyak 69 jiwa b. Kematian sebanyak 66 orang c. Perpindahan sebanyak 92 orang d. Kedatangan sebanyak 111 orang Adapun jumlah penduduk menurut Agama: a. Islam sebanyak 31.926 orang b. Khatolik sebanyak 1.110 orang c. Protestan sebanyak 974 orang d. Budha sebanyak 609 orang e. Hindu sebanyak 89 orang Sedangkan jumlah penduduk menurut usia adalah: a. 0-5 tahun sebanyak 3.661 orang b. 06-10 tahun sebanyak 7.437 orang c. 11-17 tahun sebanyak 6.422 orang d. 18-24 tahun sebanyak 6.422 orang e. 25-10 tahun sebanyak 5.397 orang f. 31-40 tahun sebanyak 3.115 orang g. 41-50 tahun sebanyak 1.012 orang
83
h. 51-60 tahun sebanyak 781 orang i. 61-70 tahun sebanyak 401 orang j. 70 tahun keatas sebayak 94 orang Sedangkan jumlah penduduk menurut status perkawinan adalah: a. Belum kawin sebanyak 17.814 orang b. Sudah kawin sebanyak 16.187 orang c. Janda sebayak 219 orang d. Duda sebanyak 207 orang Sedangkan jumlah penduduk penyandang cacat adalah: a. Tuna Netra sebanyak 9 orang b. Tuna Rungu sebanyak 6 orang c. Tuna Grahita sebanyak 0 orang d. Tuna Daksa sebanyak 0 orang e. Tuna Wisma (Penyandang Sosial) sebanyak 0 orang115
2. Data Pendidikan Penduduk Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama menurut tingkat pendidikan adalah: a. SD sebanyak 1.867 orang b. SLTP sebanyak 6.489 orang c. SLTA sebanyak 536 orang d. Akademi sebanyak 91 orang e. S1 sebanyak 78 orang 115
tahun 2007
Buku Monografi Kelurahan Grogol Utara, Data Bulan Juli Sampai dengan Desember
84
f. S2 sebanyak 82 orang g. S3 sebanyak 43 orang 3. Data Mata Pencarian Masyarakat Warga Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama menurut bermata pencarian adalah: a. Tani sebanyak 0 orang b. Nelayan sebanyak 0 orang c. Buruh sebanyak 2.241 orang d. Pedagang sebanyak 3.673 orang e. Karyawan Swasta sebanyak 7.886 orang f. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 2.109 orang g. Pensiunan sebanyak 389 orang h. Swasta lainnya sebanyak 1.119 orang i. Lain-lain (Jasa) sebanyak 16.613 orang116
4. Data Berbagai Bidang Pembangunan Dalam bidang pembangunan sarana keagamaan: Masjid sebanyak 11 buah, Musholah sebanyak 37 buah, Gereja sebanyak 0 buah, Kuil Kelenteng 0 buah, Pura Vihara sebanyak 1 buah, Majelis Ta’lim sebanyak 35 buah, Pondok Pesanten sebanyak 1 buah (di RW. 05) Pemilik H. Dahroni Hariji, Podok Pesantern ”Mutaalimin” jumlah santri 40-30 orang. Dalam bidang pembangunan sarana pendidikan: Sarana Pendidikan Umum Negeri Yaitu: Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 0 buah, Sekolah Dasar (SD)
116
Ibiid.,
85
sebanyak 17 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 2 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 0 buah. dan Sarana Pendidikan Umum Swasta yaitu: Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 11 buah, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 7 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 1 buah, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 0 buah. Dalam bidang sarana kesehatan: Rumah Sakit sebanyak 0 buah, Rumah bersalin sebanyak 1 buah, Puskesmas sebanyak 2 buah, Pos Kesehatan sebanyak 0 buah, Badan Kesehatan Ibu Anak (BKIA) sebanyak 0 buah, Apotik sebanyak 4 buah, Praktek Dokter Umum sebanyak 3 buah, Praktek Dokter Gigi sebanyaj 3 buah,
Praktek Dokter ahli Penyakit Kulit dan Kelamin sebanyak 1 buah,
Posyandu sebanyak 23 buah, dan Klinik Keluarga Berencana sebanyak 7 buah. Dalam bidang sarana kebersihan: Dipo Sampah (TPS) sebanyak 6 buah, Truk Sampah sebanyak 0 buah, Gerobak Sampah sebanyak 16 buah, dan Petugas Kebersihan sebanyak 4 buah. Dalam bidang sarana olahraga: Lapangan Sepak Bola sebanyak 0 buah, Lapangan Bulu Tangkis sebanyak 17 buah, Lapangan Tennis sebanyak 2 buah, Lapangan Basket sebanyak 1 buah, Lapangan Voli sebanyak 3 buah, Tenis Meja sebanyak 28 buah, dan Sanggar Senam/Fitness sebanyak 1 buah. Dalam bidang sarana keamanan: Pos Polisi sebanyak 1 buah, Pos Hansip sebanyak 34 buah, Pos Kamling sebanyak 34 buah, dan Anggota Hansip 90 Orang. Dalam bidang sarana ekonomi: Bank Milik Swasta sebanyak11 buah, Koperasi Serba Usaha sebanyak1 buah, Waserda sebanyak 1 buah, dan SPBU
86
sebanyak 4 buah. Sekretariat Partai Politik sebanyk 2 buah. Dan Sarana Sosial Panti Pijat Tuna Netra sebanyak 3 buah. Dalam bidang sarana perdagangan dan Industri: Pertokoan sebanyak 5 buah, showroom sebanyak 2 buah,Toko sebanyak 36 buah, kios sebanyak 41 buah, warung sebanyak 146 buah, lokasi Kaki lima sebanyak 2 buah, industri besar sebanyak 5 buah, industri menengah sebanyak 18 buah, dan industri kecil sebanyak 49 buah. Dalam bidang sarana perhubungan: Jalan protokol 14 km, jalan lingkungan 19 km, gang/jalan setapak 47 km, dan jembatan 6 buah. Dalam bidang sarana angkutan: Mikrolet, Taksi, bajaj, dan ojek motor. Dalam bidang sarana komunikasi: telepon umum sebanyak 48 buah, kantor pos/pos pembantu sebanyak 1 buah, dan wartel sebanyak 52 buah. Dalam bidang sarana penanggulangan bencana kebakaran dan bencana alam: pos pemadam kebakaran 1 buah. Penduduk Kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama terdapat 16 Rukun warga (RW) dan untuk rw 07 yang menjadi tempat penelitian ini dilakukan, mempunyai 9 Ruku tetangga (RT), yaitu RT 01 mempunyai 10 KK, RT 02 mempuyai 39 KK, RT 03 mempunyai 48 KK, RT 04 mempuyai 41 KK, RT 05 mempuyai 42 KK, RT 06 mempuyai 50 KK, RT 07 mempuyai 35 KK, RT 08 mempuyai 40 KK, dan RT 10 mempuyai 38 KK. Adapun kegiatan yang rutin dilakukan oleh RW 07 adalah: a. Posyandu, penimbangan balita, lansia dan ibu hamil b. Arisan c. Pengajian rumahan
87
d. Majelis Taklim e. Marawis f. Futsal g. Bersepeda (Bike Community) Sedangkan warga yang ada di RW 07 adalah: a. Sebagian asli pribumi b. Pendatang yang telah lama tinggsl di wilayah RW 07 c. Kos karyawan/karyawati d. Komplek PLN (Perusahan Listrik Negara) Rukun warga 07 mempunyai 9 RT yang secara ekonomi bisa dikategorikan sebagai kelas menangah, namun hal ini tidak menjadi perbedaan. Perhatian wara yang lebih terhadap maslah keagamaan seperti adanya majelis taklim, pengajian bulanan dan beberapa yang dilakukan di beberapa rumah warga membuat kerukunan di rw 07 tercipta, karena acara-acara tersebut diikuti warga dari berbagai kalangan. Lokasi RW 07 cukup strategis karena berada di pusat kota, dekat dengan kawasan perkantoran, dan juga stadion utama Gelora Bung Karno, menjadikan tempat ini banyak terdapat yang di huni karyawan/karyawati dan juga atlet. Di sini juga terdapat fasilitas pendidikan dari jenjang Taman kanakkanak sampai SLTP, seperti: a. Taman Kanak-kanak sebanyak 2 buah (TK Umum dan TK Islam) b. SD Negeri sebanyak 1 buah c. SLTP swasta sebanyak 1 buah117
117
tahun 2007
Buku Monografi Kelurahan Grogol Utara, Data Bulan Juli Sampai dengan Desember
88
B. Profil Sabun Lux 1) Sejarah Berdirinya Unilever
PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh Tn.A.H. Van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam tambahan No. 3. Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934.
Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia. Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui
oleh
Menteri
Kehakiman
dengan
keputusan
No.
C2-
1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan dalam Tambahan No.39 Berita Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998.
Perusahaan mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan dari Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Pada Rapat Umum Tahunan perusahaan pada tanggal 24 Juni 2003, para pemegang saham menyepakati pemecahan saham, dengan mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per saham. Perubahan ini
89
dibuat di hadapan notaris dengan akta No. 46 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 10 Juli 2003 dan disetujui oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan keputusan No. C-17533 HT.01.04-TH.2003.
Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik.
Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni 2000, yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan keputusan No. C-18482HT.01.04TH.2000. Perusahaan memulai operasi komersialnya pada tahun 1933. Kantor pusat perusahaan terletak di Jakarta dan pabriknya terletak di Cikarang dan Surabaya.118
Perluasan Unilever Indonesia
Pada tanggal 22 November 2000, perusahaan mengadakan perjanjian dengan PT Anugrah Indah Pelangi, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT Anugrah Lever (PT AL) yang bergerak di bidang pembuatan, pengembangan, pemasaran dan penjualan kecap, saus cabe dan saus-saus lain dengan merk dagang 118
Profil Perusahaan Unilever Indonesia.tbk/www.unilever.co.id/Profil Perusahaan
diakses
dari
www.unilever
90
Bango, Parkiet dan Sakura dan merk-merk lain atas dasar lisensi perusahaan kepada PT Al.
Pada tanggal 3 Juli 2002, perusahaan mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barangbarang dengan menggunakan merk dagang Domestos Nomos. Pada tanggal 7 November 2003, Texchem Resources Berhad mengadakan perjanjian jual beli saham dengan Technopia Singapore Pte. Ltd, yang dalam perjanjian tersebut Texchem Resources Berhad sepakat untuk menjual sahamnya di PT Technopia Lever kepada Technopia Singapore Pte. Ltd.
Dalam Rapat Umum Luar Biasa perusahaan pada tanggal 8 Desember 2003, perusahaan menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi ini berlaku pada tanggal penandatanganan perjanjian jual beli saham antara perusahaan dan Unilever Overseas Holdings Limited pada tanggal 21 Januari 2004. Pada tanggal 30 Juli 2004, perusahaan digabung dengan PT KI. Penggabungan tersebut dilakukan dengan menggunakan metoda yang sama dengan metoda pengelompokan saham (pooling of interest). Perusahaan merupakan perusahaan yang menerima penggabungan dan setelah penggabungan tersebut PT KI tidak lagi menjadi badan hukum yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam suratnya No. 740/III/PMA/2004 tertanggal 9 Juli 2004.
91
Pada tahun 2007, PT Unilever Indonesia Tbk. (Unilever) telah menandatangani perjanjian bersyarat dengan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (Ultra) sehubungan dengan pengambilalihan industri minuman sari buah melalui pengalihan merek “Buavita” dan “Gogo” dari Ultra ke Unilever. Perjanjian telah terpenuhi dan Unilever dan Ultra telah menyelesaikan transaksi pada bulan Januari 2008.119
Kronologi Unilever
1920-30
Import oleh van den Bergh, Jurgen and Brothers
1933
Pabrik sabun – Zeepfabrieken NV Lever – Angke, Jakarta
1936
Produksi margarin dan minyak oleh Pabrik van den Bergh NV – Angke, Jakarta
1941
Pabrik komestik – Colibri NV, Surabaya
1942-46 Kendali oleh unilever dihentikan (Perang Dunia II)
1965-66
1967
Di bawah kendali pemerintah
Kendali usaha kembali ke Unilever berdasarkan undang-undang penanaman modal asing
1981
Go public dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta
1982
Pembangunan pabrik Ellida Gibbs di Rungkut, Surabaya 119
Profil Perusahaan Unilever Indonesia.tbk/www.unilever.co.id/Profil Perusahaan
diakses
dari
www.unilever
92
1988
Pemindahan Pabrik Sabun Mandi dari Colibri ke Pabrik Rungkut, Surabaya
1990
Terjun di bisnis teh
1992
Membuka pabrik es krim
1995
Pembangunan pabrik deterjen dan makanan di Cikarang, Bekasi
1996-98
Penggabungan instalasi produksi – Cikarang, Rungkut
1999
Deterjen Cair NSD – Cikarang
2000
Terjun ke bisnis kecap
2001
Membuka pabrik teh – Cikarang
2002
Membuka pusat distribusi sentral Jakarta
2003
Terjun ke bisnis obat nyamuk bakar
2004
Terjun ke bisnis makanan ringan
2005
Membuka pabrik sampo cair – Cikarang
2008
Terjun ke bisnis minuman sari buah120
Visi, Misi, dan Tujuan Unilever
120
Profil Perusahaan Unilever Indonesia.tbk/www.unilever.co.id/Profil Perusahaan
diakses
dari
www.unilever
93
Visi Perusahaan Unilever adalah Memenuhi kebutuhan akan nutrisi, kesehatan dan perawatan pribadi sehari-hari dengan produk-produk yang membuat para pemakainya merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan.
Menjadi Bergairah dengan Vitalitas. Vitalitas adalah inti semua kegiatan kami. Vitalitas terdapat di dalam produk kami, karyawan kami dan nilai-nilai kami. Vitalitas mempunyai arti yang berbeda bagi masing-masing orang. Ada yang menganggapnya sebagai energi, yang lain menganggapnya lebih luas lagi sebagai kondisi badan dan pikiran yang sehat merasakan hidup yang berarti.
Bagaimanapun juga mereka mendefinisikannya, jutaan orang di seluruh dunia menggunakan produk kami setiap hari untuk meningkatkan vitalitas kehidupan mereka baik dengan merasa yakin pada diri mereka karena memiliki rambut yang berkilau dan senyum yang cemerlang, mempunyai rumah yang tetap segar dan bersih, atau dengan menikmati secangkir teh yang nikmat, makanan yang memuaskan dan makanan kecil yang menyehatkan.
Sejak abad 19 ketika William Hesketh Level menyatakan bahwa misi perusahaan adalah “menciptakan tempat tinggal bersama yang bersih; mengurangi beban kerja untuk wanita; meningkatkan kesehatan dan meningkatkan daya tarik pribadi, hidup lebih menyenangkan dan berarti bagi mereka yang menggunakan produk-produk kami,” vitalitas telah menjadi jantung usaha kami.
Vitalitas berarti apa yang harus kami pertahankan: nilai-nilai kami, apa yang membuat kami berbeda, dan bagaimana kami memberi sumbangsih kepada
94
masyarakat. Vitalitas merupakan ikatan bersama yang menghubungkan produkproduk kami dan merupakan inti kami yang tidak ada duanya untuk beroperasi di seluruh dunia.
Misi vitalitas kami mengharuskan kami untuk menumbuhkan usaha kami dengan menangani masalah-masalah kesehatan dan gizi. Kami memusatkan perhatian kami pada sejumlah prioritas yang mencakup gizi anak dan keluarga, kesehatan jantung dan pengendalian berat badan.
Budaya kami juga menggambarkan vitalitas. Menambah vitalitas hidup memerlukan standar tertinggi perilaku terhadap setiap orang yang berhubungan dengan kami; masyarakat yang kami sentuh dan lingkungan yang terpengaruh oleh kami.
Permintaan yang terus meningkat akan lebih banyak vitalitas hidup memberi kami kesempatan besar untuk tumbuh. Cara kami bekerja dan produkproduk yang kami kembangkan dibentuk oleh kecenderungan pelanggan, bersama-sama dengan kebutuhan untuk membantu meningkatkan standar kesehatan dan higiene baik di negara-negara berkembang maupun maju di seluruh dunia.
Tujuan dari Unilever adalah menambah vitalitas dalam kehidupan. Unilever memenuhi kebutuhan nutrisi, kebersihan dan perawatan pribadi seharihari dengan produk-produk yang membantu para konsumen merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati hidup. Akar unilever yang kokoh dalam budaya dan pasar lokal di dunia memberi unilever hubungan yang erat dengan
95
konsumen dan merupakan landasan pertumbuhan unilever di masa depan. Unilever akan menyertakan kekayaan pengetahuan dan kemahian internasioanl kami dalam melayani konsumen lokal, sehingga menjadikan kami Persero multinasional yang benar-benar multi-lokal. Kebersihan jangka panjang kami menuntut komitmen menyeluruh terhadap standar kinerja dan produktivitas yang sangat tinggi, terhadap kerjasama yang efektif dan kesediaan untuk menyerap gagasan baru serta keinginan untuk belajar secara terus menerus. Unilever yakin bahwa keberhasilan memerlukan waktu perilaku korporasi yang berstandar tinggi terhadap setiap pihak yang bekerja dengan kami, komunitas yang kami sentuh, dan lingkungan di mana kami memberikan dampak. Inilah jalan yang kami tempuh untuk mencapai pertumbuhan yang langgeng dan menguntungkan, untuk menciptakan nilai jangka panjang yang berharga bagi para pemegang saham, karyawan dan mitra usaha kami.121
Keunggulan unilever •
Sabun mandi dengan pasar masal pertama yang diluncurkan pada tahun 1924.
•
Jumlah penjualan sebesar 1 miliar euro pada tahun 2005.
•
Dijual di lebih dari 100 negara.
•
Menjadi pemimpin pasar di negara-negara termasuk Arab, Brasil, India, Thailand dan Afrika Selatan.
•
Lux hair merupakan pemimpin pasar di Jepang.
121
Profil Perusahaan Unilever Indonesia.tbk/www.unilever.co.id/Profil Perusahaan
diakses
dari
www.unilever
96
2)
Profil Tentang Lux
Lux telah menciptakan gelombang sejak tahun 1924, tepatnya di US ketika ia meluncurkan sabun kecantikan masal pertama di dunia dengan harga jauh lebih rendah dari sabun impor Perancis. Sejak itu Lux terus berekspansi ke bidang lain, termasuk gel untuk mandi, bath additives, sampo dan conditioner.
Lux merangkul kecantikan dan feminitas pada abad 21. Lux diarahkan ke paradigma feminitas baru. Oleh karena itulah saat ini Lux merayakan kebahagiaan menjadi seorang wanita. Wanita Lux ingin dicintai, dikagumi dan pada saat yang sama mengekspresikan diri mereka dengan cara yang feminin. Lux adalah merek yang berasosiasi kuat dengan kecantikan dan glamour, terdiri dari sabun mandi batangan dan sabun mandi cair.122
Iklan sabun mandi Lux yang sejak kemunculannya memang mencitrakan diri
sebagai
produk
elegant
(lux).
Sehingga
tak
heran
model
yang
dimunculkanpun bukan sembarang model, alias model papan atas dengan bayaran yang sangat tinggi.
Di awal kemunculannya beberapa model produk seperti Ida Iasha, Desy Ratnasari, Nadya Hutagalung, Febi Febiola, Bella Saphira hingga Tamara Blezysnki sudah wara-wiri didepan layar kaca atau menghiasi berbagai media. Sedangkan kontrak terlama dipegang oleh Tamara Blezysnki, terbukti hingga kini 122
Profil Perusahaan Unilever Indonesia.tbk/www.unilever.co.id/Profil Perusahaan
diakses
dari
www.unilever
97
masih disejajarkan dengan model baru/ bintang muda berbakat seperti Dian Sastro, Mariana Renatta & Lunna Maya.
Empat deret artis cantik tersebut yang kini menjadi product image sabun yang memang banyak di gunakan oleh wanita di Indonesia. Dalam iklan terbarunya yang mengusung tema Lux, Play With Beauty menggambarkan bahwa sabun mandi Lux ternyata tidak hanya digunakan di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia. Dengan terlibatnya Aishwara Rai sebagai duta sabun kecantikan dunia ini yang kemudian disusul oleh banyak balon udara yang berisi wanita cantik yang sedang mandi (bermain) dengan sabun.123
Visi, Misi, dan Tujuan Lux
Visi segalanya tentang Lux, dari tampilan dan perasaan, produk dan kemasan hingga wewangian, adalah kebahagiaan akan rasa feminin. Kita semua ingin dimanjakan dan tampak cantik. Itulah sebabnya Lux menawarkan sederetan produk kecantikan yang sangat menarik dengan harga terjangkau, merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan. Sedangkan Misi dari Lux adalah: •
Menjadi yang pertama dan terbaik di kelasnya dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi konsumen
•
Menjadi rekan yang utama bagi pelanggan, konsumen dan komunitas.
•
Menjadi perusahaan terpilih bagi orang-orang dengan kinerja yang tinggi.
123
www.unilever Indonesia.tbk/www.Lux.co.id
98
•
Bertujuan meningkatkan target pertumbuhan yang menguntungkan dan memberikan imbalan di atas rata-rata karyawan dan pemegang saham.
•
Mendapatkan kehormatan karena integritas tinggi, peduli kepada masyarakat dan lingkungan hidup.
99
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS
Respon Masyarakat Patal Senayan Terhadap Bintang Iklan Sabun Lux di Televisi. Pada awal kemunculan iklan sabun, tubuh yang ditampilkan sebagai yang disukai secara universal adalah kulit putih. Kampanye sabun menggunakan fantasi bahwa sabun mempunyai kekuataan untuk merubah tubuh dari yang tidak diinginkan menjadi yang diinginkan, dari hitam menjadi putih. Salah satu iklan sabun yang menggunakan bintang iklan perempuan adalah sabun Lux. Sabun Lux adalah sabun yang sudah ada di tahun 80-an sampai sekarang. Sabun Lux sangat bermanfaat untuk masyarakat khususnya kaum perempuan untuk menjaga kebersihan kulit (cleanse). Di penelitian ini peneliti mencoba untuk meneliti respon masyarakat Patal Senayan mengenai sabun Lux, Adapun pertanyaan-pertanyan yang peneliti sebarkan ke masyarakat melalui angket adalah sebagai berikut: TABEL 1 Semua Masyarakat Mengetahui Sabun Lux NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
54
32,9
2
Setuju
80
48,8
3
Kurang Setuju
24
14,6
100
4
Tidak Setuju Jumlah
6
3,6
164
100 %
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal 98 Senayan menjawab setuju dengan prosentase 48,8%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 3,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan semua masyarakat mengetahui sabun Lux adalah sebanyak 54 responden atau 32,9 %. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan semua masyarakat mengetahui sabun Lux adalah sebanyak 80 responden atau 48,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan semua masyarakat mengetahui sabun Lux adalah sebanyak 24 responden atau 14,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan semua masyarakat mengetahui sabun Lux adalah sebanyak 6 responden atau 3,6%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan semua masyarakat mengetahui sabun Lux, karena sabun lux sudah terkenal dari tahun 80-an hingga sekarang.
101
TABEL 2 Iklan Sabun Lux Di Televisi Hanya Menampilkan Perempuan Cantik NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
46
28,0
2
Setuju
79
48,2
3
Kurang Setuju
31
18,9
4
Tidak Setuju
8
4,9
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 48,2%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 4,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun Lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 46 responden atau 28,0 %. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun Lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 79 responden atau 48,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun Lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 31 responden atau 18,9%.
102
Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun Lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 8 responden atau 4,9%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan Iklan sabun lux di televisi hanya menampilkan perempuan cantik, Karena sabun tersebut memang untuk kecantikan perempuan. Jadi sabun Lux di khususkan untuk kaum perempuan.
TABEL 3 Pria Menjadi Bintang Iklan Sabun Lux NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
14
8,5
2
Setuju
45
27,4
3
Kurang Setuju
65
39,6
4
Tidak Setuju
40
24,4
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab kurang setuju dengan prosentase 39,6%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab sangat setuju dengan prosentase 24,4%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan pria menjadi bintang iklan sabun Lux adalah sebanyak 14 responden atau 8,5 %.
103
Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan pria menjadi bintang iklan sabun Lux adalah sebanyak 45 responden atau 27,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan pria menjadi bintang iklan sabun Lux adalah sebanyak 65 responden atau 39,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan pria menjadi bintang iklan sabun Lux adalah sebanyak 40 responden atau 24,4%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah kurang setuju dengan pria menjadi bintang iklan sabun lux, Karena sabun Lux adalah sabun kecantikan, jika bintang iklannya pria kurang pantas saja dengan kampanye Lux Play White Beaty.
TABEL 4 Iklan Produk Di Televisi Dapat Mempengaruhi Konsumsi Masyarakat NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
38
23,2
2
Setuju
92
56,1
3
Kurang Setuju
26
15,8
4
Tidak Setuju
8
4,9
164
100 %
Jumlah
104
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 56,1%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 4,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan produk di televisi dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat adalah sebanyak 38 responden atau 23,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan produk di televisi dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat adalah sebanyak 92 responden atau 56,1%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan produk di televisi dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat adalah sebanyak 26 responden atau 15,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan produk di televisi dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat adalah sebanyak 8 responden atau 4,9%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan Iklan produk di televisi dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat, Karena kebanyakan iklan di televisi itu menjual produkproduknya untuk mempengaruhi masyarakat, agar masyarakat memakai atau mengkonsumsi produk yang dijadikan sasaran iklan.
105
TABEL 5 Penampilan Perempuan Di Televisi Dapat Menjadi Trend Center (Pusat Perhatian Mode) NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
32
19,5
2
Setuju
80
48,8
3
Kurang Setuju
38
23,2
4
Tidak Setuju
14
8,5
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data di atas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 48,8%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 8,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di televisi dapat menjadi trend center (pusat perhatian mode) adalah sebanyak 32 responden atau 19,5 %. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di televisi dapat menjadi trend center (pusat perhatian mode) adalah sebanyak 80 responden atau 48,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di televisi
106
dapat menjadi trend center (pusat perhatian mode) adalah sebanyak 38 responden atau 23,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di televisi dapat menjadi trend center (pusat perhatian mode) adalah sebanyak 14 responden atau 8,5%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan penampilan perempuan di televisi dapat menjadi trend center (pusat perhatian mode), Karena kebanyakan masyakat khususnya perempuan dalam hal penampilan sering sekali mengikuti trend yang lagi ngetren ditampilkan di televisi TABEL 6 Sabun Lux Dapat Membuat Perempuan Menjadi Lebih Cantik NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
16
9,8
2
Setuju
42
25,6
3
Kurang Setuju
60
36,6
4
Tidak Setuju
46
28,0
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab kurang setuju dengan prosentase 36,6%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab sangat setuju dengan prosentase 9,8%.
107
Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan Sabun Lux Dapat Membuat Perempuan Menjadi Lebih Cantik adalah sebanyak 16 responden atau 9,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan Sabun Lux Dapat Membuat Perempuan Menjadi Lebih Cantik adalah sebanyak 42 responden atau 25,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan Sabun Lux Dapat Membuat Perempuan Menjadi Lebih Cantik adalah sebanyak 60 responden atau 36,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan Sabun Lux Dapat Membuat Perempuan Menjadi Lebih Cantik adalah sebanyak 46 responden atau 28,0%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah kurang setuju dengan Sabun Lux Dapat Membuat Perempuan Menjadi Lebih Cantik, Karena kecantikan itu bukan ditimbulkan dari sebuah sabun, tapi kecantikan itu akan terlihat dari dalam diri (iner beuty) perempuan. TABEL 7 Harga Sabun Lux Sangat Terjangkau NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
26
15,9
2
Setuju
96
58,5
3
Kurang Setuju
36
21,9
4
Tidak Setuju
6
3,6
164
100 %
Jumlah
108
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 58,5%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 3,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan harga sabun lux sangat terjangkau adalah sebanyak 26 responden atau 15,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan harga sabun lux sangat terjangkau adalah sebanyak 96 responden atau 58,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan harga sabun lux sangat terjangkau adalah sebanyak 36 responden atau 21,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan harga sabun lux sangat terjangkau adalah sebanyak 6 responden atau 3,6 %. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan harga sabun Lux sangat terjangkau, Karena dengan harga yang terjangkau sesuai dengan keadaan kantong masyarakat.
109
TABEL 8 Televisi Bisa Menjadi Cemin Kehidupan Perempuan NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
13
7,9
2
Setuju
42
25,6
3
Kurang Setuju
76
43,3
4
Tidak Setuju
33
20,1
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab kurang setuju dengan prosentase 43,3%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 7,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan televisi bisa menjadi cemin kehidupan perempuan adalah sebanyak 13 responden atau 7,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan televisi bisa menjadi cemin kehidupan perempuan adalah sebanyak 42 responden atau 25,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan televisi bisa menjadi cemin kehidupan perempuan adalah sebanyak 76 responden atau 43,3%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan televisi bisa menjadi cemin kehidupan perempuan adalah sebanyak 33 responden atau 20,1%.
110
Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah kurang setuju dengan televisi bisa menjadi cemin kehidupan perempuan, Karena televisi bukanlah cermin yang baik di dalamnya ada sisi yang negatif, Jadi harus pintar-pintar dalam menyaksikan acara-acara di televisi.
TABEL 9 Iklan Sabun Lux Hanya Menampilkan Perempuan-Perempuan Cantik NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
30
18,3
2
Setuju
77
46,9
3
Kurang Setuju
38
23,2
4
Tidak Setuju
19
11,5
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 46,9%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase11,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 30 responden atau 18,3%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 77 responden atau 46,9%.
111
Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 38 responden atau 23,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalah sebanyak 19 responden atau 11,5%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan iklan sabun lux hanya menampilkan perempuanperempuan cantik, Karena sabun Lux ditunjukkan khusus untuk perempuan yang ingin tampil cantik
TABEL 10 Iklan Sabun Lux Mengeksploitasi Perempuan Hanya Untuk Mendapatkan Keuntungan NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
18
11,0
2
Setuju
54
33,0
3
Kurang Setuju
66
40,2
4
Tidak Setuju
26
15,9
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab kurang setuju dengan prosentase 40,2%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 11,0%.
112
Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux mengeksploitasi perempuan hanya untuk mendapatkan keuntungan adalah sebanyak 18 responden atau 11,0%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux mengeksploitasi perempuan hanya untuk mendapatkan keuntungan adalah sebanyak 54 responden atau 33,3%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux mengeksploitasi perempuan hanya untuk mendapatkan keuntungan adalah sebanyak 66 responden atau 40,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux mengeksploitasi perempuan hanya untuk mendapatkan keuntungan adalah sebanyak 26 responden atau 15,9%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah kurang setuju dengan iklan sabun lux mengeksploitasi perempuan hanya untuk mendapatkan keuntungan, Karena perempuan bukan suatu objek iklan yang bisa dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan saja.
113
TABEL 11 Penampilan Perempuan Di Iklan Sabun Lux Terdapat Unsur Penebaran Aurat NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
33
20,1
2
Setuju
60
36,5
3
Kurang Setuju
44
26,8
4
Tidak Setuju
27
16,5
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 36,5%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase16,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di iklan sabun lux terdapat unsur penebaran aurat adalah sebanyak 33 responden atau 20,1%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di iklan sabun lux terdapat unsur penebaran aurat adalah sebanyak 60 responden atau 36,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di iklan sabun lux terdapat unsur penebaran aurat adalah sebanyak 44 responden atau 26,9%.
114
Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan perempuan di iklan sabun lux terdapat unsur penebaran aurat adalah sebanyak 27 responden atau 16,5%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan penampilan perempuan di iklan sabun lux terdapat unsur penebaran aurat, Karena di iklan tersebut para bintangnya menggunakan pakaian yang terbuka yang memperlihatkan aurat.
TABEL 12 Siapa Artis Perempuan Iklan Sabun Lux Yang Anda Sukai NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Dian SastroWardoyo
59
36,0
2
Tamara Blezensky
54
32,0
3
Mariana Renata
23
14,0
4
Luna Maya
28
17,0
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab memilih artis perempuan iklan sabun lux yang disukai Dian SastroWardoyo dengan prosentase 36,0%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab memilih artis perempuan iklan sabun lux yang disukai Mariana Renata dengan prosentase14,0%.
115
Adapun prosentase responden yang menjawab Dian SastroWardoyo dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 59 responden atau 36,0% Adapun prosentase responden yang menjawab Tamara Blezensky dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 54 responden atau 32,0% Adapun prosentase responden yang menjawab Mariana Renata dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 23 responden atau 14,0% Adapun prosentase responden yang menjawab Luna Maya per RT dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 28 responden atau 17,0% Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah memilih Dian SastroWardoyo sebagai artis perempuan iklan sabun lux yang disukai.
TABEL 13 Siapa Artis Perempuan Iklan Sabun Lux Yang Tidak Anda Sukai NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Dian SastroWardoyo
21
12,8
2
Tamara Blezensky
50
30,5
3
Mariana Renata
55
33,5
4
Luna Maya
38
23,2
164
100 %
Jumlah
116
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab memilih artis perempuan iklan sabun lux yang disukai Mariana Renata dengan prosentase 33,5%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab memilih artis perempuan iklan sabun lux yang disukai Dian SastroWardoyo dengan prosentase12,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab Dian SastroWardoyo dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 21 responden atau 12,8% Adapun prosentase responden yang menjawab Tamara Blezensky dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 50 responden atau 30,5% Adapun prosentase responden yang menjawab Mariana Renata dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 55 responden atau 33,5% Adapun prosentase responden yang menjawab Luna Maya per RT dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan artis perempuan iklan sabun lux yang disukai adalah sebanyak 38 responden atau 23,0% Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah memilih Mariana Renata sebagai artis perempuan iklan sabun lux yang tidak disukai.
117
TABEL 14 Iklan Sabun Lux Bertentangan Atau Kurang Memperhatikan Etika, Moral, Dan Agama NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
32
19,5
2
Setuju
59
36,0
3
Kurang Setuju
55
33,5
4
Tidak Setuju
18
11,0
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 36,0%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase11,0%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux bertentangan atau kurang memperhatikan etika, moral, dan agama adalah sebanyak 32 responden atau 19,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux bertentangan atau kurang memperhatikan etika, moral, dan agama adalah sebanyak 59 responden atau 36,0%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux bertentangan atau
118
kurang memperhatikan etika, moral, dan agama adalah sebanyak 55 responden atau 33,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan iklan sabun lux bertentangan atau kurang memperhatikan etika, moral, dan agama adalah sebanyak 18 responden atau 11,0%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan iklan sabun lux bertentangan atau kurang memperhatikan etika, moral, dan agama, Karena iklannya menampilkan perempuan-perempuan yang menebarkan unsur pornografi yang bertentangan dengan norma-norma ketimuran.
TABEL 15 Perempuan Menjadi Ikon Iklan Suatu Produk, Terutama Produk Kecantikan NO
Jawaban
Frekuensi
Prosentase (%)
1
Sangat Setuju
49
29,9
2
Setuju
80
48,8
3
Kurang Setuju
23
14,0
4
Tidak Setuju
12
7,3
164
100 %
Jumlah
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 48,8%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase7,3%.
119
Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan perempuan menjadi ikon iklan suatu produk, terutama produk kecantikan adalah sebanyak 49 responden atau 29,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan perempuan menjadi ikon iklan suatu produk, terutama produk kecantikan adalah sebanyak 80 responden atau 48,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan perempuan menjadi ikon iklan suatu produk, terutama produk kecantikan adalah sebanyak 23 responden atau 14,0%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan perempuan menjadi ikon iklan suatu produk, terutama produk kecantikan adalah sebanyak 12 responden atau 7,3%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan perempuan menjadi ikon iklan suatu produk, terutama produk kecantikan, Karena perempuan merupakan objek yang menarik untuk di jadikan ikon dari suatu produk.
120
TABEL 16 Penampilan Iklan Perempuan Di Televisi Berdampak Positif NO
Jawaban
Frekuensi
1
Sangat Setuju
13
2
Setuju
69
3
Kurang Setuju
60
4
Tidak Setuju
22
Jumlah
164
Prosentase (%) 7,9 42,0 36,6 13,4 100 %
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 42,0%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase7,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak positif adalah sebanyak 13 responden atau 7,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak positif adalah sebanyak 69 responden atau 42,0%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak positif adalah sebanyak 60 responden atau 36,6%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak positif adalah sebanyak 22 responden atau 13,4%.
121
Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak positif, Karena tidak semua iklan sabun Lux selalu berdampak negatif pasti ada sisi positif didalamnya yang ingin disampaikan ke konsumen.
TABEL 17 Penampilan Iklan Perempuan Di Televisi Berdampak Negatif NO
Jawaban
Frekuensi
1
Sangat Setuju
10
2
Setuju
54
3
Kurang Setuju
53
4
Tidak Setuju
47
Jumlah
164
Prosentase (%) 6,1 36,0 32,3 25,6 100 %
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 36,0%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 6,1%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak negatif adalah sebanyak 10 responden atau 6,1%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak negatif adalah sebanyak 54 responden atau 36,0%.
122
Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak negatif adalah sebanyak 53 responden atau 32,3%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak negatif adalah sebanyak 47 responden atau 25,6%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan penampilan iklan perempuan di televisi berdampak negatif, Karena iklan sabun Lux menggunakan perempuan-perempuan cantik yang sensual yang bisa mengumbar sahwat kaum pria.
TABEL 18 Bagaimana Kalau Bintang Iklan Sabun Lux Menggunakan Busana Yang Menutup Aurat NO
Jawaban
Frekuensi
1
Sangat Setuju
49
2
Setuju
61
3
Kurang Setuju
45
4
Tidak Setuju
9
Jumlah
164
Prosentase (%) 29,9 37,2 27,4 5,5 100 %
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 37,2%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 5,5%.
123
Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan bintang iklan sabun lux menggunakan busana yang menutuf aurat adalah sebanyak 49 responden atau 29,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan bintang iklan sabun lux menggunakan busana yang menutup aurat adalah sebanyak 61 responden atau 37,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan bintang iklan sabun lux menggunakan busana yang menutup aurat adalah sebanyak 45 responden atau 27,4%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan bintang iklan sabun lux menggunakan busana yang menutup aurat adalah sebanyak 9 responden atau 5,5%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan bintang iklan sabun lux menggunakan busana yang menutup aurat, Kalau bintang-bintang di iklan sabun Lux menggunakan busana yang sopan bisa merubah image atau citra sabun Lux menjadi lebih baik lagi.
124
TABEL 19 Apakah Sabun Lux Lebih Baik Dari Sabun Yang Lain NO
Jawaban
Frekuensi
1
Sangat Setuju
9
2
Setuju
49
3
Kurang Setuju
82
4
Tidak Setuju
24
Jumlah
164
Prosentase (%) 5,5 29,9 50 14,6 100 %
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 50%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 5,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan sabun lux lebih baik dari sabun yang lain adalah sebanyak 9 responden atau 5,5%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan sabun lux lebih baik dari sabun yang lain adalah sebanyak 49 responden atau 29,9%. Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan sabun lux lebih baik dari sabun yang lain adalah sebanyak 82 responden atau 50%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan sabun lux lebih baik dari sabun yang lain adalah sebanyak 24 responden atau 14,6%.
125
Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah kurang setuju dengan sabun lux lebih baik dari sabun yang lain, Karena ada sabun lain yang hampir sama kualitas dengan sabun Lux.
TABEL 20 Bagaimana Menurut Anda Tentang Versi Kartun Sabun Lux NO
Jawaban
Frekuensi
1
Sangat Setuju
26
2
Setuju
93
3
Kurang Setuju
25
4
Tidak Setuju
20
Jumlah
164
Prosentase (%) 15,8 56,7 15,2 12,2 100 %
Berdasarkan tabel data diatas, terlihat bahwa mayoritas masyarakat Patal Senayan menjawab setuju dengan prosentase 56, 7%. Dan minoritas masyarakat Patal Senayan menjawab tidak setuju dengan prosentase 12,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab sangat setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan versi kartun sabun lux adalah sebanyak 26 responden atau 15,8%. Adapun prosentase responden yang menjawab setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan versi kartun sabun lux adalah sebanyak 93 responden atau 56,7%.
126
Adapun prosentase responden yang menjawab kurang setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan versi kartun sabun lux yang lain adalah sebanyak 25 responden atau 15,2%. Adapun prosentase responden yang menjawab tidak setuju dari data yang didapatkan berkaitan dengan pertanyaan versi kartun sabun lux adalah sebanyak 20 responden atau 12,2%. Dari data tersebut diinterprestasikan bahwa respon masyarakat Patal Senayan adalah setuju dengan versi kartun sabun lux, Karena dengan semakin banyak kreasi atau penampilan baru dari suatu iklan akan semakin menarik untuk di lihat oleh masyarakat, versi kartun sabun Lux merupakan penampilan yang berbeda dari iklan sabun Lux yang sering menggunakan perempuan sebagai tokoh utamanya.
127
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dari analisa penelitian ini, maka respon masyarakat Patal Senayan di RW 07 Terhadap Tayangan Bintang Iklan Sabun Lux Di Televisi dapat di simpulkan sebagai berikut: 1) Perempuan sering dipilih sebagai bintang Iklan adalah sebagai berikut: Melalui iklannya, televisi leluasa untuk memperteguh pandangan, kepercayaan, sikap, dan norma-norma kaum wanita yang sudah ada. Kepercayaan itu antara lain pentingnya wanita menjadi cantik secara fisik. Tidak mengherankan bila iklan sabun tertentu menggunakan artis-artis yang terkenal dan cantik untuk memancing pemirsa agar memakai sabun tersebut untuk kelihatan cantik. Sementara pemirsa wanita sebenarnya membeli ilusi (untuk menjadi cantik seperti bintang iklan yang bersangkutan), mereka menjadi mangsa kaum kapitalis bermodal besar. Yang sebenarnya terjadi, produk tidak disesuaikan dengan kebutuhan wanita, melalui iklan, disesuaikan dengan produk. Iklan tidak sekedar menjual barang, ia juga menginformasikan, membujuk, menawarkan status, membangun citra, bahkan menjual mimpi. Pendeknya iklan merekayasa kebutuhan dan menciptakan ketergantungan psikologis.
128
Selain menjual produk, suatu perusahaan tentunya ingin menarik konsumen sebayak-banyakan dengan menggunakan bintang perempuan sebagai objek produknya. 2) Respon masyarakat Patal Senayan terhadap bintang iklan perempuan sabun Lux adalah sebagai berikut: Pada awalnya kemunculan iklan sabun, tubuh yang ditampilkan sebagai yang disukai secara universal adalah kulit putih. Kampanye sabun menggunakan fantasi bahwa sabun mempunyai kekuataan untuk merubah tubuh dari yang tidak diinginkan menjadi yang diinginkan, dari hitam menjadi putih. Salah satu iklan sabun yang menggunakan bintang iklan perempuan adalah sabun Lux, di penelitian ini saya mencoba untuk meneliti respon masyarakat Patal Senayan mengenai sabun Lux, adapun menghasilkan jawaban-jawaban adalah sebagai berikut: Respon Semua masyarakat mengetahui sabun Lux adalah setuju dengan prosentase sebesar 48,8%. Respon terhadap Iklan sabun lux di televisi hanya menampilkan perempuan cantik adalah setuju dengan prosentase sebesar 48,2%. Respon pria menjadi bintang iklan sabun lux adalah kurang setuju dengan prosentase sebesar 39,6%. Respon Iklan produk di televisi dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat adalah setuju dengan prosentase sebesar 56,1%. Respon penampilan perempuan di televisi dapat menjadi trend center (pusat perhatian mode) adalah setuju dengan prosentase sebesar 48,8%. Respon sabun Lux dapat membuat perempuan menjadi lebih cantik.adalah kurang setuju dengan prosentase sebesar 36,6%. Respon televisi bisa menjadi cemin kehidupan perempuan adalah kurang
129
setuju dengan prosentase sebesar 43,3%. Respon harga sabun lux sangat terjangkau adalah setuju dengan prosentase sebesar 58,5%. Respon iklan sabun Lux hanya menampilkan perempuan-perempuan cantik adalalah setuju dengan prosentase sebesar 46,9%. Respon iklan sabun Lux mengeksploitasi perempuan hanya untuk mendapatkan keuntungan adalah kurang setuju dengan prosentase sebesar 40,2%. Respon penampilan permpuan di iklan sabun lux terdapat unsur penebaran aurat adalah setuju dengan prosentase sebesar 36,5%. Respon artis perempuan iklan sabun Lux yang disukai adalah Dian Sastrowardoyo dengan prosentase sebesar 32,9%. Respon artis perempuan iklan sabun Lux yang tidak disukai adalah Mariana Renata dengan prosentase sebesar 30,5%. Respon iklan sabun lux bertentangan atau kurang memperhatikan etika, moral, dan agama adalah setuju dengan prosentase sebesar 33,5%. Respon perempuan menjadi ikon suatu produk, terutama produk kecantikan adalah setuju dengan prosentase sebesar 48,8%, Respon penampilan iklan perempuan di televisi berdampak positif adalah setuju dengan prosentase sebesar 42,1%, Respon penampilan iklan perempuan di televisi berdampak negatif adalah setuju dengan prosentase sebesar 36,0%,
Respon bintang iklan sabun lux
menggunakan busana yang menutup aurat adalah setuju dengan prosentase sebesar 37,2%, Respon sabun lux lebih baik dari sabun yang lain adalah kurang setuju dengan prosentase sebesar 50%, respon tentang versi kartun sabun Lux adalah setuju dengan prosentase sebesar 56,7%.
B. Saran-saran
130
Arus globalisasi yang semakin padat, membuat kita untuk harus selalu pandai dalam melihat tantangan dan kemajuan informasi terutama melalui media massa khususnya televisi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari, iklan merupakan salah satu faktor pendukung dari sebuah televisi, dan dari iklan tersebut juga terdapat suatu dampak yang dapat mempengaruhi masyarakat. Maka ada beberapa saran yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Hendaknya pihak televisi atau pembuat iklan mengurangi iklan-iklan yang diperankan
perempuan
dengan
suatu
tujuan
untuk
mendapatkan
keuntungan. Jangan jadikan mereka objek iklan atau bahkan sebagai daya tarik dari iklan tersebut, Karena hal tersebut dapat semakin memperburuk citra negatif perempuan di mata masyarakat. Dan hendaknya perempuan sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling indah, dapat menjaga diri dan kehormatannya. Jangan mudah terpancing dengan materi yang berlimpah sehingga mau dijadikan sebagai objek iklan di televisi. 2. Analisis iklan tersebut membawa kita pada kenyataan bahwa sabun mandi telah berkembang jauh dari sekadar kosmetik, yang dalam hal ini membersihkan kulit. Tindakan membersihkan kulit atau mandi bukanlah semata-mata suatu tindakan untuk mencapai kecantikan, karena kecantikan selalu direpresentasi sebagai suatu keadaan yang hipereal. Bersih saja tidak cukup, kita harus benar-benar bersih, berkulit putih saja tidak cukup, kulit harus benar-benar sempurna, dan seterusnya. Sebagai seorang perempuan kita harus mensyukuri pemberian yang diberikan Tuhan kepada kita, kita boleh merubah keadaan tubuh kita menjadi lebih baik
131
atau lebih indah, tapi jangan sampai kelewat batas, yang selalu bergantung pada sesuatu iklan kecantikan. 3. Sudah saatnya masyarakat menyadari terutama remaja, akan pentingnya melek media. Kedatangan media yang tidak dapat dibendung harus dibarengi dengan kesadaran bahwa media massa, yang termasuk didalamnya iklan, artikel, media elektronik, billboard merupakan hasil rekayasa atau konstruksi. Pemaknaan kritis yang didapat dari pembacaan kritis dari iklan sabun, agar masyarakat tidak mudah terperosok ke dalam pembentukan makna suatu iklan. Kemampuan ini penting karena masyarakat terutama remaja, harus sampai pada kesadaran bahwa: 1) Pesan-pesan media merupakan konstruksi (buatan, atas ideologi dan kepentingan tertentu). 2) Pesan-pesan media dibuat dengan memakai bahasa kreatif yang memiliki aturan tersendiri dan membawa kepentingan sendiri. 3) Setiap orang mungkin mendapatkan kesan/makna berbeda dari pesan yang sama dengan cara berbeda pula. 4) Media memiliki nilai dan cara pandangannya sendiri 5) Pesan-pesan media dibuat untuk mendapatkan keuntungan dan atau kekuasaan tertentu.