BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1. Alasan Pemilihan Judul “Dimensi fenomenal ilmu adalah Masyarakat, Proses, dan Produk” (Wibisono, 2007: 1).Dimensi masyarakat dalam ilmu adalah komunitas ilmiah yang menggeluti keilmuan itu sekaligus masyarakat umum yang menjadi konteks dalam penerapan ilmu. Dimensi proses di dalam ilmu berkaitan dengan cara ilmu itu berkembang dan dikembangkan oleh ilmuwan melalui tahapan-tahapan hipotesis dan teoritis. Adapun dimensi produk adalah teknologi dan pengaruh output-output ilmu (traktat, hukum, ataupengetahuan biasa) yang digunakan oleh masyarakat luas. Ilmu tidak dapat dilepaskan begitu saja dari masyarakatnya yang menjadi basis aktivitas ilmu. Sejalan dengan hal ini, Joseph Ben-David(1975: 203) mengatakan bahwa sosiologi ilmu berkaitan dengan struktur sosial dan proses dari aktivitas ilmu. Jujun Suriasumantri (1990: 235) menggambarkan bagaimana aktivitas ilmu dapat dekat dengan sosialitas manusia yaitu: “Pertama, Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuan; Kedua, Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan; Ketiga, Ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan
1
2
kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial.” Sehubungan dengan hal itu Wilardjo (1983: 243) mengutip sebuah kalimat yang digunakan Geothe untuk menyindir ilmuwan yang melepaskan diri dari tanggung jawab sosial, yakni sebagai berikut: “(Ilmuwan, pen.) „melacurkan‟ hati nurani kemasyarakatannya kepada iblis Mephistopheles modern dengan cara memasang sikap netral dan tak pedulian, tak mau mengakui bahwa mereka mengemban tugas-tugas dan tanggungjawab terhadap masyarakat.” Begitu juga Wilardjo mengutip komentar Einstein terhadap peristiwa pengeboman nuklir pada perang dunia kedua, sebagai berikut: “Kita telah muncul (sebagai pemenang, pen.) dari suatu peperangan yang telah memaksa kita menerima standar etika musuh yang begitu merendahkan martabat manusia. Tetapi sebaliknya daripada merasa terbebaskan dari standar musuh itu sehingga leluasa memulihkan kekudusan jiwa manusia dan keamanan rakyat yang tak bertempur, pada hakekatnya kita justru mengambil alih standar yang rendah itu menjadi standar kita sendiri (Wilardjo, 1982: 243).” Kalimat-kalimat yang digunakan oleh Wibisono, Suriasumantri maupun Wilardjo tersebut setidaknya memberikan penegasan bahwa secara konkrit masyarakat sangat terlibat dalam aktivitas ilmu itu. Bahkan Sindung Tjahyadi (2007: 151) pernah memetakan hubungan antara ilmu dengan masyarakat adalah sebagai berikut: “Hubungan anatara ilmu dan masyarakat secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu sudut pandang internal dan eksternal. Sudut pandang internal menekankan pada pengkayaan tubuh pengetahuan ilmiah untuk pengembangan ilmu itu sendiri, tanpa adanya pemikiran untuk kemungkinan penerapan lebih jauh. Sudut pandang eksternal menekankan pada pengkajian efek-efek teknologis dari pengetahuan ilmiah yang dihasilkan ilmu-ilmu murni.”
3
Sementara dengan sudut pandang lain, para filsuf sudah banyak yang mengkhawatirkan mengenai perkembangan ilmu yang berbasis teknologi yang kian pesat. Masyarakat saat ini dibangun berdasarkan asumsi-asumsi dari sains dan teknologi, sehingga peradaban manusia saat ini adalah peradaban yang saintisme dan teknosentrisme. Kehidupan manusia menjadi sangat bergantung kepada keberadaan sains dan teknologi. Hal ini lantas tidak jarang justru menjadikan sains dan teknologi seakan seperti kosmos tersendiri yang berhadapan-hadapan dengan kehidupan manusia dan siap memangsa manusia. Frederick Ferre (1995: 54) dalam hal ini mengatakan bahwa: “Pengaruh dari dunia teknik merembet kepada aspek mental dan menjadi karekter tersendiri dari kehidupan zaman modern ini. Hal itu terletak pada kombinasi unik dari kecerdasan saintis dan kecerdasan teknis, dimana keduanya “menciptakan” fenomena teknologi dunia modern yang teorinya berbasis pada cara keterampilan terapan, dan “memberikan makna” bagi fenomena tersebut dengan penjelasan masing-masing kategori. Fenomena teknologi ini membutuhkan kritik filosofis yang hatihati terhdap kedua aspeknya, teoritis dan praktis.” Semua ini seakan bertolak belakang dengan esai yang pernah diterbitkan oleh Hans Siegfried pada tahun 1990 yang berjudul “Autonomy and Quantum Physic: Nietzsche, Heidegger, and Heissenberg”, di mana esai tersebut berusaha menyelamatkan fisika dari ketakutan-ketakutan para filsuf terhadap perkembangan
sains
terutama
ilmu
fisika.
Siegfried
mengelaborasi
pandangan-pandangan Nietzsche, Heidegger dan Heissenberg terhadap perkembangan keilmuan fisika. Namun pada akhir esainya, sejalan dengan gagasan Heissenberg bahwa sains atau fisika, terutama fisika modern, merupakan salah satu alternatif bagi manusia untuk memahami realitas dan menghidupkan kembali wacana Nietzsche „Long Live Physics!‟. Dalam
4
kacamata filsafat keberpihakan Siegfried tidak dapat mewakili hakikat keseluruhan keilmuan fisika, karena paradigma yang diusung Heisenberg itu sejatinya merupakan kutub lain, yakni fisika kuantum, dari dua kutub fisika yang sedang berperang, bilamana meminjam kalimat judul dari buku Mendel Sach (1988): Einstein versus Bohr: The Continuing Controversies in Physics. (fisika relativitas versus fisika kuantum). Sebagaimana dikatakan oleh Tjahyadi (2014: 18): “Paradigma-paradigma utama dalam Ilmu Kealaman (Fisika) secara sederhana dapat dipilah menjadi tiga, yakni Fisika Klasik, Mekanika Kuantum, dan Teori Relativitas. Ketiganya merupakan paradigma yang secara konseptual saling terkait dan saling mengandaikan.” Klasifikasi tersebut mendudukkan Paradigma Einstein ke dalam tempat utama dalam peta paradigma ilmu fisika,sekaligus sebagai sebuah aliran paradigma baru dalam ilmu fisika. Teori Relativitas sebagai paradigma baru yang berhasil menggeser paradigma-paradigma sebelumnya menjadi paradigma utama fisika saat ini. Sementara fisika klasik merupakan bagian dari sejarah masa lalu, yang kemudian prinsip dasarnya, mekanika, diteruskan oleh mekanika kuantum. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa hukum-hukum fisika klasik masih senantiasa dipelajari dan digunakan sebagai bahan ajar ilmu fisika. Bangunan teoritis fisika yang diusung Albert Einstein itu malah memainkan peran yang lebih fenomenal dibanding fisika mekanikaklasik maupun kuantum dalam pemahaman semua lapisan masyarakat. Pandangan Einstein bersentuhan dengan ilmu-ilmu lain, termasuk filsafat. Gaung kemegahan teorinya, menyiratkan pemikiran filosofis yang mendalam,
5
bahkan ditegaskan oleh Joko Siswanto (1986: 8) bahwa “pendekatan ilmiahfilsafati yang dilakukan Einstein telah menghasilkan kesimpulan yang lebih nyata dibandingkan pendekatan spekulatif metafisika”. Oleh karena itulahuntuk membalas esai Sigfried di atas, perlu mengambil paradigma yang berbeda, yaitu teori relativitas. Sach (1988: 238) melihat, pandangan Einstein tentang alam semesta adalah deterministik, tunggal, dan objektif (realisme) dalam teorinya relativitas.
Berbeda
dengan
pandangan
mekanika
yang oleh
Sach
dikategorikan sebagai non-deterministik, plural, dan subjektif (positivisme logis). Keduanya merupakan sudut pandangan yang berbeda secara radikal. Einstein menegaskan hukum alam itu satu dan tetap dalam skala yang sebesar alam semesta. Gejala-gejala fisik yang dapat diukur adalah relatif terhadap berbagai peristiwa serempak yang memungkinkan dipertimbangkan oleh pengamat. Sebagaimana kata Lincoln Barnett (1991: 32),“Einstein percaya kerinduan manusia akan pengetahuan realitas fisik adalah mungkin. Pada akhirnya Einstein melihat bukan di dalam atom, melainkan ke bintang dan ke luar menuju kedalaman yang luas teranyut oleh ruang dan waktu”. Einstein mampu membuka tabir perhatian akal manusia akan realitas fisik yang selama ini terpaku pada objek-objek terbatas. Logika yang muncul kemudian adalah adanya poros hukum alam yang dalam tingkat yang lebih besar. Ini merupakan pandangan yang holistik terhadap realitas alam semesta dan berlawanan dengan pandangan mekanika kuantum yang reduksionistik.
6
Sebenarnya perbedaan tiap-tiap hukum fisika ini tidak boleh dipahami secara benar-benar kontradiksi, karena baik hukum fisika makanika maupun hukum fisika relativitas saling mengandaikan serta tidak dapat dipisahkan. Ketika Einstein mengadakan eksperimen tentang pengandaian dua arloji, beberapa mekanisme pengujiannya tunduk dalam hukum mekanika, seperti hukum kelembaman, hukum gerak lurus beraturan dan sebagainya. Matematika merupakan alat ukur keduanya, yang tetap dan tidak bersinggungan ketika diterapkan ke dalam dua paradigma fisika ini. Secara sederhana,“Teori Relativitas Einstein hanya menambahkan pertimbangan kecepatan cahaya, mengubah konsepsi tentang ruang dan waktu, serta mengubah konsepsi tentang materi, massa dan gravitasi (Siswanto, 1986: 52).” Tentu saja apa yang dibuka oleh Einstein dalam lorong-lorong disiplin akademis ilmu fisika ini mendatangkan konsekuensi besar terhadap perkembangan teknologi. Ketika Einstein pertama kali menggagas teori ini pada tahun 1905 (Toretti, 1999: 249) hingga masa kini telah terjadi revolusi besar dalam teknologi. Realisasi dari harapan energi nuklir pasca perang dunia Ijuga terwujud salah satunya berkat andil besar teori relativitas Einstein. Teori relativitas belum berhenti berkembang karena belum juga mampu difalsifikasi oleh teori lain. Perkembangan fisika kedepan tentu akan berbasis kepada teori relativitas disamping fisika kuatum. Hal ini juga berarti bahwa perkembangan teknologi sebagai realisasi ilmu juga akan berbasis pada teori
7
relativitas. Oleh sebab itu diperlukan sebuah telaah akademis terhadap pengaruh teori relativitas Einstein ditengah masyarakat, yakni kajian sosiologi ilmu dalam teori relativitas, sebagai usaha untuk mewujudkan semangat melihat realitas ilmu sebagai sebuah aktivitas sosial yang dekat dengan masyarakat.Serta menampik kekhawatiran bahwa ilmu maupun teknologi seakan menjadi kosmos tersendiri yang berlawanan dengan alam kehidupan manusia. Salah satu cara untuk mengetahui realitas ilmu demikian itu, adalah dengan mengamati aktivitas internal ilmu dari komunitas ilmiahnya. Ini merupakan salah satu bagian dari disiplin sosiologi ilmu, yaitu sosiologi internal ilmu. Bagian ini mempelajari apa saja yang berkaitan dengan aktivitas intelektual dari komunitas ilmiah di dalam ilmu itu tanpa penghayatan lebih jauh terkait pengaruh ilmu bagi realitas eksternalnya. Secara
sederhana,
penelitian
ini
akan
berusaha
menjelaskan:
pertama,Sosiologi ilmu sebagai suatu alat analisis untuk mengupas suatu teori dari suatu ilmu; kedua, mengupas asumsi filosofis atau konsep dasar dari Teori Relativitas Einstein yang telah mendobrak paradigma fisika sebelumnya; dan ketiga, mendeskripsikan Teori Relativitas Einstein yang dikaji dalam sosiologi ilmu, dalam hal ini aktivitas komunitas ilmiahnya. 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana Sosiologi Ilmu menjadi suatu alat analisis untuk mengupas suatu teori dari suatu ilmu?
8
b. Bagaimana asumsi filosofis atau konsep dasar dari Teori Relativitas Einstein yang telah mendobrak paradigma fisika klasik? c. Bagaimana Teori Relativitas Einstein dikaji dengan sosiologi ilmu? 3. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran penulis di Perpustakaan Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Fakultas Filsafat UGM, Perpustakaan Fakultas MIPA UGM, dan beberapa pepustakaan online seperti Jstor dan jurnal online lainnya belum ditemukan penelitian yang sama persis dengan penelitian ini. Oleh sebab itu penulis dapat menegaskan bahwa penelitian ini merupakan penelitian asli yang dilakukan penulis sendiri. Adapun beberapa karya tulis lain yang berhasil ditemukan oleh penulis yang berhubungan dengan objek material dan objek formal penelitian ini adalah sebagai berikut: a. “Teori Relativitas Albert Einstein” oleh Joko Siswanto yang merupakan skripsi
Ilmu
Filsafat
UGM
tahun
1986.
Skripsi
ini
telah
mendeskripsikan teori relativitas Einstein secara filosofis. Secara keseluruhan, menurut pendapat peneliti,
tulisan tersebut lebih
mengarah kepada penyelidikan atas asumsi-asumsi dibalik epistemologi teori relativitas Einstein. b. Dr. Einstein dan Alam Semesta karya Lincoln Barnett tahun 1991. Barnett telah mencoba mendeskripsikan ulang buku Einstein tahun 1952 yang berjudul Relativity dengan gaya bahasanya sediri serta memperkayanya dengan problem-problem aktual.
9
c. “Perkembangan Kosmologi dari Aristoteles sampai Einstein” karya Moh. Abdul Rofiqi yang merupakan tesis Ilmu Fisika UGM tahun 2009. Abdul telah berusaha meneliti secara kualitatif gagasan kosmologi Aristoteles, Eudoxus, Nicolas Copenicus, Tycho Brahe, Johannes Kepler, Galileo Galilei, Isaac Newton, Immanuel Kant, dan Albert Einstein. d. Einstein versus Bohr: The Continuing Controversies in Physics karya Mendel Sach tahun 1988. Sach telah mencoba mendeskripsikan teori Einstein dalam alur sejarah teori-teori fisika yang menginspirasi kemunculan teori Einstein tersebut, dan diakhiri dengan pertentangan paradigma reduksionisme ala Bohr dengan holisme ala Einstein. e. “Kajian Kontekstual Waktu dalam Teori Relativitas Khusus”karya Akwal Sadida yang merupakan skripsi Ilmu Fisika UGM tahun 2014. Akwal telah mencoba mengulas konsep ruang waktu dalam teori relativitas Einstein. f. “Singularitas Ruang Waktu Bermetrik Kerr, Kerr-Newman, dan De Sitter dalm Teori Relativitas Umum”karya Leni Lumiyanti yang merupakan Tesis Ilmu Fisika UGM tahun 2014. Leni telah mencoba mengulas singularitas ruangwaktu dalam teori relativitas umum dengan tiga jenis metrik Kerr, Kerr-Newman, dan De Sitter dan dengan persamaan geodesik. g. “Aljabar Ruang Waktu: Suatu Sudut Pandang Aljabar Geometris bagi Relativitas Khusus”karya Iqbal Limahatul yang merupakan tesis Ilmu
10
Fisika UGM tahun 2006. Karya Iqbal ini telah berusaha mengelaborasi konsep aljabar geometris, aljabar ruangwaktu, dan konsep ruang Minkowski dalam teori relativitas khusus. h. “Teori Relativitas Umum dalam Kontinuum Ruang-Waktu Dua Dimensi dan Penerapannya pada Persoalan Paradoks Kembar” karya Sutopo yang merupakan tesis Ilmu Fisika UGM tahun 1993. i. “Peran Intelektualitas di tengah Hubungan Negara dan Masyarakat dalam Pandangan Pierre Bourdieu: Suatu Telaah Sosiologi Ilmu”karya Maulana Kautsar R. yang merupakan skripsi Ilmu Filsafat UGM tahun 2013. Skripsi ini telah meneliti tentang pandangan Bourdieu tentang intelektualitas kolektif dalam suatu negara dan masyarakat dengan tinjauan sosiologi ilmu. j. “Kuasa dan Ilmu Menurut Anthony Giddens: Suatu Tinjauan Sosiologi Ilmu”karya Samsul Maarif yang merupakan skripsi Ilmu Filsafat UGM tahun 2003. Skripsi ini telah menelaah hubungan kekuasaan dengan ilmu dalam pemikiran Giddens menggunakan analisis sosial ilmiah. k. “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka di bawah Orde Baru: Sebuah Studi Sosiologi”karya Agus Wahyudi yang merupakan tesis Sosiologi UGM tahun 1997. Agus telah berusaha menerapkan suatu perspektif teoritis umum dari sosiologi pengetahuan kepada fenomena „Pancasila sebagai Ideologi Terbuka‟ yang muncul di bawah Orde Baru.
11
Sementara untuk tulisan ilmiah yang mengangkat secara khusus mengenai kajian sosiologi ilmu atas teori relativitas Einstein, ditengarai belum ada. 4. Faedah yang Diharapkan a. Bagi Akademisi, Penulis berharap penelitian ini mampu menjadi bahan penelitian-penelitian selanjutnya dalam tema-tema filsafat, khususnya sosiologi ilmu. Serta mampu memperkaya khazanah keilmuan filsafat dalam dunia disiplin akademis Indonesia. b. Bagi Penulis, penelitian ini diharapkan mampu menghidupkan tradisi produktif dalam berkarya di bidang filsafat demi berpartisipasi dalam proses perkembangan generasi ilmuwan bangsa Indonesia. c. Bagi kalangan umum, penulis berharap bahwa penelitian ini dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang realitas sosial dalam setiap keilmuan manusia, sehingga masyarakat tidak perlu menganggap bahwa realitas ilmu itu jauh dari kehidupan praktis dan interaktif sosial masyarakat. B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan Sosiologi Ilmu sebagai analisis suatu teori. 2. Menjelaskan kembali konsep-konsep dasar dari teori Relativitas Albert Einstein, menguraikan kembali realitas fisik alam semesta dalam pandangan Einstein, serta memaparkan metodologi Einstein dalam merumuskan teori relativitas.
12
3. Menggambarkan aktivitas komunitas ilmiah dalam merespon keberadaan teori Relativitas Einstein. C. Tinjauan Pustaka “Albert Einstein lahir di kota Ulm, Jerman, pada tanggal 14 Maret 1879. Ayahnya bernama Hermann Einstein dan ibunya bernama Pauline Koch, keduanya berbangsa Yahudi” (Siswanto, 1996: 18). Einstein merupakan sebuah fenomena di abad ke dua puluh dan dua puluh satu ini. Einstein merupakan seorang ilmuwan yang jenius yang pengaruhnya tidak sekedar dalam ilmu yang digelutinya itu sendiri, melainkan filsafat dan agama. Kekuatan pemikirannya dalam menyajikan penyangkalan atas epistemologi Newton yang kokoh dalam 200 tahun sebelumnya bukan sekedar kritik yang cepat hilang gaungnya, Einstein menyajikan dalam bangunan epistemologi tandingan yang lebih kokoh karena hingga kini belum berhasil difalsifikasi. Hal tersebut senada dengan A. F. Chalmers (1983: 51) bahwa “Einstein dapat memenuhi tuntutan itu. Teori relativitasnya dapat menerangkan fenomena yang memfalsifikasi teori Newton, ia pun dapat mengungguli teori Newton dalam bidang-bidang di mana teori Newton sebelumnya sangat berhasil.” Walaupun
pemikirannya
merupakan
warisan
dari
ilmuwan-ilmuwan
sebelumnya, namun sepanjang sejarah belum pernah ada ilmuwan yang berhasil meramu pemikiran ilmuwan-ilmuwan itu untuk menjadikan tiang-tiang bangunan teoritis fisika yang sistematis, komprehensif, dan holistik. Siswanto (1986: 8) mengatakan bahwa: “Teori relativitas adalah teori fisika, tetapi mempunyai perspektif filosofis. Secara mendasar konsep kosmologi Einstein tentang ruang, waktu dan materi,
13
telah mengubah pandangan filsafat. Dengan demikian filsafat ditantang untuk merefleksikan diri kembali, ternyata pendekatan ilmiah-filsafati yang dilakukan Einstein telah menghasilkan kesimpulan yang lebih nyata dibandingkan pendekatan spekulatif metafisika.” “Prinsip filosofi yang penting dari relativitas ini, terletak pada hukumhukumnya tentang alam semesta. Einstein percaya bahwa hukum alam yang berlaku di bumi berlaku pula pada hukum-hukum alam semesta” (Barnett, 1991: 34). Kalimat Barnett tersebut menggambarkan cita-cita Einstein sebagai ilmuwan untuk memecahkan problem dualismedan atau heterogenisme paradigma yang dihadapi oleh keilmuan fisika, dengan membuat teori yang komprehensif tentang realitas alam semesta. “Einstein menerimanya (kecepatan cahaya) sebagai wahyu hukum alam semesta” (Barnett, 1991: 34), sehingga dapat menggelitik kesimpulan yang dicita-citakannya, yakni “hukum alam selalu sama untuk semua sistem gerak yang seragam” (Barnett, 1991: 39). “Teori Relativitas, atau secara sederhana, relativitas terdiri dari dua prinsip hukum yang berbeda, yang di kemukakan oleh Albert Einstein di tahun 1905 dan 1915” (Torretti, 1999: 249), yaitu teori relativitas khusus dan teori relativitas umum. Saat ini teori realtivitas khusus dimanfaatkan dalam penelitian-penelitian laboratorium energi tinggi. Sementara teori relativitas umum digunakan untuk mempelajari fenomena alam semesta yang sebelumnya menggunakan pendekatan hukum garavitasi Newton (Torretti, 1999: 249). “Teori relativitas utamanya berdasarkan pada gagasan tunggal, yaitu prinsip relativitas, yang menyatakan bahwa seluruh hukum alam harus berdiri sendiri dalam penampakan kerangkan acuan. Dengan kata lain, hukum alam harus benar-benar objektif” (Sach, 1988: 169). Robert Toretti (1999: 253) berpendapat bahwa teori relativitas Einstein
14
berdasarkan pada dua gagasan dasar, yaitu: Prinsip Relativitas yang menyatakan bahwa hukum dari perubahan peristiwa dalam sistem fisika tidak bergantung pada kerangkan acuan inersia parsial yang beragam; dan Prinsip Cahaya yang menyatakan bahwa setiap pancaran cahaya dalam suatu kerangka acuan inersia memiliki kecepatan tetap dalam konstanta [c], tidak peduli bagaimana pun pergerakannya. Sementara Sach berpendapat bahwa asumsi dibalik prinsip relativitas tersebut adalah dua hal, yakni: hukum-hukum alam harus berdasarkan tujuan sebagai perwujudan-perwujudan peristiwa atau materi; dan hukum-hukum alam dapat dikomprehensifkan dan diekspresikan dengan kekayaan bahasa yang mampu menggambarkan secara tepat dan mengujinya secara akurat. Oleh sebab itu, Einstein meramu teori relativitasnya secara sederhana namun kaya akan implementasinya. “Teori Relativitas telah merombak konsep dasar ruang, waktu, materi, massa, gerak dan gravitasi; dan itu berarti filsafat ditantang untuk merenungkan kembali hasil-hasil yang telah dicapainya. Ruang-waktu bukan merupakan obyek fisika, melainkan bersama-sama merupakan suatu skema untuk mengatur observasi kita” (Siswanto, 1986: 52). “Peleburan dua kata „ruang‟ dan „waktu‟ menjadi „ruangwaktu‟ tidak lain adalah pengayaan bahasa yang sangat penting untuk mengekspresikan keseleruhan hukum alam secara objektif. Bukan sebuah peleburan dua entitas fisik yang berbeda, melainkan peleburan keluasan fisik dan durasi fisik” (Sach, 1988: 174). Untuk merujuk hal ini, “Minkowski menggunakan kata „dunia‟, yang saat ini lebih dikenal dengan kata „ruangwaktu‟” (Torretti, 1999: 253). Massa dan gravitasi adalah dua hal yang dipahami secara terpisah
15
selama sebelum Einstein mengeluarkan teori relativitasnya. Massa adalah kontingen dari materi, sedangkan gravitasi adalah kontingen dari gaya atau energi. Perombakan terhadap paradigma ini disimbolkan dalam salah satu hukum Einstein yang terkenal, yaitu
. Rumus itu menggambarkan perpaduan
antara massa dan energi yang mengimplikasikan potensi transformasi antara massa ke energi, juga sebaliknya (Einstein, 1952: 43). Namun teori relativitas yang revolusioner ini bukan tanpa tanggapan dari kalangan ilmuwan fisika sesudahnya. Paul Heyl (1926) dari Biro Standar Nasional dari Departeman Tata Niaga Amerika Serikat, dalam esainya, pernah menyatakan bahwa “pertemuan British Association di Toronto tahun 1924 memunculkan opini yang dikeluarkan oleh pimpinannya yang menyatakan bahwa teori relativitas telah menyentuh nilai maksimal di„angka 12‟ dan menjadi mandul”. Walaupun Heyl menyangkal opini tersebut, dengan menyatakan bahwa segala pembuktian ekperimental belakangan menguatkan kesuburan teori relativitas. Selang kurang lebih satu tahun dari terbitan esai Heyl, Profesor matematika dari Universitas Harvard G. Birkhoff melalui jurnal surat kabar berpendapat bahwa konsep ruang waktu empat dimensi Einstein megalami kesulitan ketika diterapkan ke dalam fisika kuantum, sebagaimana di kutip dari artikel The Science News-Letter dengan judul“Beyond Einstein” (1927). Fenomen teori relativitas ini menjadi alasan kenapa penelitian ini akan berusaha untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi gagasan-gagasan para ilmuwan terhadap keberadaan teori relativitas Einstein yang merupakan salah satu bentuk aktivitas komunitas ilmiah berdasarkan data yang terkumpul.
16
D. Landasan Teori Pisau analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi ilmu, khususnya sosiologi internal ilmu. Seperti yang sudah dipaparkan BenDavid (1975: 203) di awal, sosiologi ilmu adalah kajian struktur sosial dan proses aktivitas sosial dari suatu ilmu. Ilmu yang dipandang dalam sosiologi ilmu, merupakan sebuah aktivitas intelektual yang hanya memberlakukan disiplin aturannya sendiri. Suatu ilmu akan merupakan rangkaian perwujudan dari aspek terkecil manusia yaitu teknis sampai kepada aspek terbesarnya yaitu sosialitas. C. A. van Peursen (1988: 123) mengutip kalimat dari L. Mumford yang mengatakan bahwa: “dalam diri manusia terdapat suatu perpaduan dari unsur pencipta (teknis, pen.) dan unsur buah ciptaan (artefak, pen.); manusia merupakan seorang makhluk yang lemah, tetapi sekaligus dia dapat dan membuat hal-hal yang hebat.” Sementara sebagai makhluk berdimensi sosial, manusia senantiasa mendambakan keadaan yang mapan bagi dunia sosialnya melalui penyaluran keinginan egonya. John Ziman merangkai rantai ilmu dalam sebuah gambar sebagai berikut:
Vokasi/ Teknis: Proses Psikologis
Aktivitas Riset
Metodis: Proses Filosofis
Aktivitas Publikasi
Pencapaian: Proses Historis
Aktivitas Aplikasi
(Ziman, 1984: 3)
Instrumentis: Proses Ekonomis
Aktivitas Riset
Sosialis: Proses Politis
17
Gambar tersebut mengungkapkan secara tidak langsung bahwa ada dimensidimensi metailmu dalam setiap disiplin ilmu, yaitu dimensi sosiologis, disamping juga yang lebih radikal adalah dimensi filosofis dan historis (Ziman, 1984: 3). Ziman membagi kajian sosiologi ilmu kedalam dua belahan disiplin, satu sisi adalah sosiologi ilmu internal dan sisi yang lain adalah sosiologi ilmu eksternal. Perbedaan antara keduanya terdapat pada cakupan pembahasannya, bukan pada hegemoni penting atau tidaknya. Jika disiplin internal berkaitan dengan taraf aktivitas intelektual filosofis, sosiologis dan psikologis dari para ilmuwan yang bergelut dibidangnya, dimana di luar itu adalah dunia teknologis; maka disiplin eksternal adalah berkaitan dengan efek-efek teknologis dari suatu ilmu murni yang bersentuhan langsung dengan masyarakat umum sebagai sebuah pemecah masalah (Ziman, 1984: 4-5). Pada gambar 13 di atas, sosiologi internal berlangsung dari tahap pertama hingga tahap ketiga, sementara sosiologi eksternal berlangsung dari tahap ketiga hingga tahap kelima. Penelitian ini akan mengkaji teori relativitas Einstein menggunakan perspektif sosiologi ilmu internal. Realitas sosiologis, psikologis dan filosofis dari suatu ilmu menurut Ziman mengandung beberapa aspek yang interkorelatif, yang jika digambarkan akan memenuhi ilustrasi sebagi berikut:
18
(Ziman, 1984: 9) Manusia sebagai subjek maupun, dalam beberapa keilmuan, objek ilmu, tidak dapat dipisahkan dari geliat perkembangan ilmu. Manusia dalam geliat keilmuan tidak dapat dipandang sebagai individu yang terpisah karena, dalam praktiknya, manusia bersama-sama mengadakan komunikasi interaktif yang menghasilkan proses saling memengaruhi. Suatu ilmu akan dikendalikan secara disiplin dengan prinsip logis rasional tertentu, sehingga tidak boleh sembarang manusia memiliki peran dalam perkembangan ilmu. Manusia dalam kualifikasi demikian disebut ilmuwan yang, lazimnya, memiliki komunitas disekelilingnya dan bersama-sama menentukan perkembangan suatu ilmu. Dominique Vinck (2010: 8) dalam bukunyaThe Sociology of Scientific Work: The Fundamental Relationship between Science and Society, mengutip pandangan Robert K. Merton mengenai perkembangan ilmu pengetahuan sebagai sebuah aktivitas komunitas ilmiah, adalah sedikit yang dipengaruhi oleh penemuanpenemuan pengetahuan baru daripada dipengaruhi kecenderungan sosial akan nilai-nilai sosial atau usaha-usaha lain diluar kominitas ilmiah tersebut.
19
Pandangan Robert K. Merton menyatakan bahwa perkembangan aktivitas komunitas ilmiah dalam mengembangakan keilmuannya mirip dengan apa yang digambarkan oleh Max Webber dalam menjelaskan perkembangan praktik kapitalisme, yaitu dipengaruhi oleh nilai-nilai relijius dalam aktivitas tersebut. Pandangan Mertonian juga menyatakan bahwa perkembangan sains tidak lebih dari perkembangan norma-norma behavioral dari kalangan ilmuwan. Vinck (2010: 10) membagi bentuk kumunitas ilmiah ke dalam dua bentuk. Pertama, aktivitas komunitas ilmiah yang dibimbing oleh seorang ahli yang sangat disegani. Ia menentukan arah perkembangan ilmu melalui fatwa-fatwanya. Aktivitas ilmiah pada bentuk ini memiliki kelemahan dalam hal regenerasi. Kedua, aktivitas ilmiah yang dibimbing oleh sebuah organisasi ilmu. Dalam hal ini arah perkembangan ilmu dibimbing oleh kultur intelektual di dalam organisasi tersebut, sehingga melahirkan orang-orang ahli dalam beberapa fase-fase kultur intelektual. Masing-masing dari dua bentuk ini tidak dapat dilepaskan dari konteks dimana mereka menghirup nafas. Jadi pengaruh sosial terhadap keilmuan sangat mungkin, dalam bentuk tuntutan norma-norma sosial. Menurutnya, sebuah komunitas ilmiah yang secara otonom mengembangkan keilmuannya tanpa ada pertimbangan-pertimbangan dari tren sosial, atau hanya mengembangkan keilmuan berdasarkan penggalian-penggelian logis dan ekperimen-eksperimen belaka ternyata tidak memiliki pengaruh dalam perkembangan struktur sosial komunitas tersebut juga sosialitas manusia. Laboratorium bagi Vinck (2010: 237-238) adalah papan cerita pembangunan teoritis dan produksi sains yang digalang oleh para risetor dan merupakan pusat
20
pengembangan sains. Dalam perspektif konstruktivis, laboratorium bukanlah ruang fisik di mana Alam, Faktor Kognisi dan Faktor Sosial saling tumpang tindih. Elemen yang menggerakkan laboratorium bukanlah realitas alam, namun lebih merupakan implementasi suatu format yang telah dijernihkan yang merupakan transformasi dari suatu perspektif tentang realitas alam. Memang, metodologi laborat merupakan otoritas rasional dari suatu disiplin keilmuan. Akan tetapi laboratorium bekerja menyiratkan kepentingan Sosial, Sains dan Realitas Alam yang mekanismenya proporsional, atau tidak saling tumpang tindih. Produk sains itu selalu bersifat, dalam bahasa yang digunakan Vinck, „Sosionatural‟, yaitu tersirat adanya dunia sosial dan dunia alamiah. Ben-David dalam esainya yang berjudul Sociology of Science(1975) mengatakan bahwa evaluasi, kontrol dan pemberian penghargaan dilakukan oleh bisnisman,
akademisi,
komunitas
ilmiah
dan
konferensi-konferensi.
Ia
menginisiasi bentuk pengembangan dunia sains dalam kapasitas global memiliki dua bentuk: pertama, kompetisi dari desentralisasi dan multinasional sistem; kedua, penilaian dalam kaliber transnasional. Model yang kedua ini biasanya berupa hipotesis yang fundamental dalam disiplin sains yang telah diuji dan diakui oleh komunitas ilmiah dibidangnya. Realitas ilmu tidak lain adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Ziman, Vinck dan Ben-David. Artinya, ilmuwan memainkan peran sejauh apa yang dipetakan oleh ketiga tokoh sosiologi ilmu ini. Dan untuk menganalisis dan mensisntesis beberapa pemikiran atau tulisan dari para ilmuwan yang merespon keberadaan Teori Relativitas Einstein ini dapat diperoleh dengan apa yang
21
dikatakan oleh Weibe E. Bijker (1993), dalam esainya berjudul “Do not Despair: There is Life After Contructivism”, bahwa Riset informal program dapat dibedakan menjadi tiga pendekatan: pendekatan sistem, pendekatan jaringan tokoh, dan pendekatan konstruksi sosial. Namun merupakan pekerjaan yang besar untuk mendalami asumsi-asumsi yang melatari respon para ilmuwan serta merambah kompleksitas kemungkinan respon-respon lain yang ada. Akan tetapi paling tidak hal ini dapat disiasati dengan mengklasifikasikan respon-respon tersebut kedalam tiga hal: pertama,masa perumusan teori;kedua,masa pasca selesai publikasi teori; dan ketiga,masa pasca kematian Einstein. E. Metode Penelitian 1. Bahan dan Materi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian pustaka, bahwa data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil penelusuran kepustakaan penulis. Sementara data-data yang ada diklasifikasi dalam dua hal, yaitu data primer dan data sekunder. a. Pustaka Primer. Bahan yang digunakan sebagai pustaka primer adalah buku-buku yang membahas tentang Teori Relativitas Albert Einstein dan Sosiologi Ilmu. Beberapa diantaranya adalah: Siswanto, Joko. “Teori Relativitas Albert Einstein”. 1986. Skripsi Fakultas Filsafat UGM. Siswanto, Joko. Kosmologi Einstein. 1996. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
22
Einstein, Albert. Relativity. 1952. New York: Bonanza Book. Einstein, Albert. Out of My Later Years. 1950. New York: Philosophical Library. Barnett, Lincoln. Dr. Einstein dan Alam Semesta. 1991. Semarang: Effhar Offset. Sach, Mendel. Einstein versus Bohr: The Continuing Controversies in Physics. 1988. La Salle, Illinois: Open Court. Toretti, Robert. The Philosophy of Physics: The Evolution of Modern Philosophy. 1999. New York: Cambridge University Press. Schilpp, Paul A. Albert Einstein Philosopher-Scientist, Vol. I & II. 1959. New York: Harper & Row Publisher. Vinck, Dominique. The Sociology of Scientific Work: The Fundamental Relationship between Science and Society. 2010. Cheltenham, UK: Edward Elgar Publishing. Ziman, John F. R. S. An Introduction to Science Studies: The Philosophical and Social Aspect of Science and Technology. 1984. New York: Cambridge University Press. b. Pustaka Sekunder. Pustaka Sekunder yaitu buku-buku atau artikel-artikel lain yang terkait dengan penelitian ini. 2. Jalan Penelitian Tahap-tahap penelitiannya adalah sebagai berikut:
23
a. Pengumpulan Data: tahap ini digunakan untuk mengumpulkan datadata sebanyak mungkin baik dari jurnal, artikel maupun buku; b. Klasifikasi Data: tahap ini adalah mengklasifikasi data yang akan dipilah menjadi data primer dan sekunder, serta data dalam klasifikasi yang telah ditentukan; c. Pembahasan: tahap ini merupakan penjelasan lebih lanjut, secara deskriptif mengenai subjek kajian dan subjek analisis, serta sintesis; d. Evaluasi Kritis: tahap terkhir ini penulis akan memeparkan pandangan kritis peneliti. 3. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan hermeneutis. Sebagaimana dideskripsikan dalam desertasi Fuad (2013: 5), bahwa pengertian interpretasi”.
“Hermeneutis Sementara
secara tujuan
etimologis eksplanasi
adalah
penafsiran
penelitian
adalah
atau untuk
memberikan sintesis pengetahuan atas teori relativitas Einstein. “Dengan menentukan pendapat mana yang memperkaya dan menyeleweng, disusun sintesis yang menyusun semua unsur baik, dan menyisihkan segala unsur yang tidak sesuai (Bakker & Zubair, 1990: 62).” Adapun model penelitiannya adalah menggunakan penelitian historis faktual mengenai tokoh, sebagaimana dikutip dari buku berjudul Metodologi Penelitian Filsafat (Bakker & Zubair, 1990: 61-66) sebagai berikut:
24
a. Interpretasi, yaitu memahami secara mendalam teori Relativitas Einstein dengan penafsiran objektif untuk menemukan makna filosofisnya. b. Koherensi Internal, yaitu memahami teoir Relativitas Einstein dalam belantara teori-teori dan pembuktian-pembuktian fisika yang berkaitan dengan teori Einstein tersebut. c. Holistika, yakni mengadakan penelitian secara menyeluruh atas pandangan-pandangan Einstein mengenai realitas alam, manusia dan Tuhan, sehingga menjadi pemahaman yang lengkap atas pandangan hidup Einstein, berdasarkan buku-buku yang mendukung penelitian. d. Kesinambungan Historis, yaitu menghubungkan teori Relativitas Einstein dengan garis perkembangan historis ilmu fisika sedapat mungkin supaya ditemukan aktvitas sosial secara keseluruhan, fenomena-fenomena khusus dan pandangan pemikiran yang mendasari. e. Deskripsi, yaitu menguraikan secara teratur seluruh teori relativitas Einstein. f. Refleksi, yakni merefleksikan seluruh hasil untuk memperoleh gambaran sosiologi dalam teori Relativitas Einstein. Jadi dari penerapan metode Hermeneutika di dalam karya tulis ini mekanismenya adalah sebagai berikut. Pertama, penulis membaca dan memahami beberapa buku pustaka tersebut. Kedua, penulis menyampaikan secara deskriptif apa yang menjadi objek kajian dari penelitian ini melalui gaya bahasa dan tulisan penulis. Ketiga, menganalisis secara kritis serta
25
menyajikan gambaran sosiologi ilmu dalam teori Relativitas Einstein. Dan yang terakhir, penulis memberikan kesimpulan yang merupakan hasil refleksi subjektif dari penulis untuk menanggapi permasalah yang ada dalam latar belakang penelitian ini. F. Hasil yang Dicapai Hasilnya adalah penjelasan teori relativitas Albert Einstein secara historis yang berpijak dari perkembangan teori-teori dalam fisika; dan penjelasan secara sosiologis yang berpijak dari pandangan-pandangan komunitas ilmiah terhadap keberadaan teori relativitas Einstein, dengan analisis hermeneutis tentang realitas fisik dalam pandangan Einstein serta pemerian metodologi yang Einstein pakai. G. Sistematika Penulisan Bab pertama: Bab ini merupakan Pendahuluan yang memuat Latar Belakang, Rumusan Masalah dan Keaslian Penelitian. Bab kedua: Ada pun teori sosiologi ilmu secara disiplin akademis, dimana merupakan objek formal penelitian ini, akan disajikan di bab ini. Bab ketiga: Bab ini akan mengupas Sejarah Perkembangan Ilmu Fisika melalui perkembangan teori-teorinya dengan perspektif filosofis (revolusi paradigma ilmiah). Selain itu juga akan membahas tentang konsep teori relativitas Einstein, yang terbagi menjadi dua yaitu relativitas khusus dan relativitas umum; serta mengangkat biografi Einstein dengan metodologi dan pandangannya atas realitas fisik. Bab keempat: Bab empat adalah analisis kajian sosiologi ilmu atas teori relativitas dalam batasan-batasan yang telah ditentukan.
26
Bab kelima: Bab ini merupakan bab penutup, yaitu berisi Kesimpulan dan Saran.