BAB 4 TEORI TABRAKAN
Sebelum penjelasan rinci proses tabrakan terjadi, akan dijelaskan terlebih dahulu penjelasan singkat untuk memperlihatkan gambaran kejadian. Proses tabrakan objek ekstraterestrial dengan bumi dimulai ketika penabrak memasuki lapisan atmosfer teratas yang paling renggang. Ketika itu, penabrak bergerak dengan kecepatan 11 – 72 km s-1. Ketika penabrak melintas melalui lapisan atmosfer, ia diganggu dan diperlambat. Penabrak dapat terganggu sepenuhnya sehingga tidak diberi kesempatan untuk membentuk kawah di bumi. Objek yang lebih besar dengan kerapatan yang besar mampu bertahan dengan momentum yang cukup melewati atmosfer sehingga sampai di permukaan bumi, membentuk kawah dan berbagai proses yang mempengaruhi area lokal, regional dan bahkan global. Dalam tugas akhir ini dianggap penabrak jatuh di permukaan laut yang dapat menyebabkan gelombang tsunami. Pembentukan gelombang tsunami akibat jatuhnya asteroid akan dijelaskan dari telaah makalah yang ditulis oleh peneliti tektonik dari California, Ward dan Asphaug tahun 1999-2002. Proses pertama yang mereka lakukan adalah menghubungkan kedalaman serta diameter kawah dengan kerapatan asteroid, radius dan kecepatan tabrakannya. Kemudian dengan teori tsunami diilustrasikan bagaimana pembentukan kawah pada permukaan laut berevolusi menjadi persamaan gelombang vertikal.
4.1 Memasuki Atmosfer Proses memasuki lapisan atmosfer telah banyak diketahui dan dijelaskan oleh banyak penulis (Chyba et al. 1993; Ivanov et al. 1997; Krinov 1966; Melosh 1981; Passey dan Melosh 1980; Svetsov et al. 1995; Korycansky et al. 2000, 2002; Korycansky dan Zahnle 2003, 2004; Bland dan Artemieva 2003) dan telah dipahami memiliki proses yang rumit, mengandung interaksi atmosfer dan
22
fragmen penabrak dalam medan gravitasi bumi. Jadi kelengkungan ruang waktu benar-benar dipakai dalam menentukan proses masuknya asteroid ke lapisan atmosfer. Namun, untuk mempersingkat proses perhitungan maka diambil penyederhanaan yang diyakini masih dapat mewakili kejadian sebenarnya. Proses yang disusun Collins et al. (2005) ini dipakai untuk asteroid yang berdiameter kurang dari 1 km karena untuk massa yang lebih besar dari massa perpindahan atmosfer tidak akan berpengaruh terlalu signifikan. Percepatan yang dialami oleh penabrak akibat gravitasi bumi diabaikan, jadi dianggap kecepatan terminal telah tercapai. Kurvatur Bumi juga diabaikan. Atmosfer diasumsi eksponensial dengan kerapatan
ρ ( z ) = ρ0e− z / K
(4.1)
Dengan z adalah ketinggian diatas permukaan, K adalah skala puncak, diambil 8 km untuk bumi, dan (ρ0) adalah kerapatan permukaan atmosfer, diambil sebanding dengan 1 kg/m3. Penurunan kecepatan Pada tahap awal, kecepatan asteroid mengalami penurunan karena perlawanan atmosfer. Nilai aproksimasi kecepatan bergantung dengan ketinggian z dibuat oleh Collins sebagai ⎧ 3ρ ( z ) C D K ⎫ v ( z ) = v0 exp ⎨ ⎬ ⎩ 4 ρi d sin θ ⎭
(4.2)
Dengan v0 adalah kecepatan asteroid sebelum memasuki lapisan atmosfer, CD adalah koefisien geser atmosfer, sebanding dengan 2,
ρi adalah kerapatan
penabrak, K adalah skala puncak yang diambil sebanding dengan 8 dan sudut datang θ. Berkurangnya ukuran
23
Saat penabrak mencoba menembus atmosfer, kerapatan atmosfer dan tekanan di depan penabrak meningkat. Semakin lama, kekuatan penabrak akan dilampaui sehingga mulailah pemecahan. Kekuatan yang dihasilkan penabrak pada saat tekanan atmosfer meningkat diberikan dalam persamaan log Yi = 2,107 + 0, 0624 ρi
(4.3)
Dengan ρi adalah kerapatan penabrak dalam kg m-3. Persamaan ini dipakai hanya untuk rentang kerapatan 1.000 hingga 8.000 kg m-3. Menggunakan estimasi kekuatan dan membandingkan dengan tekanan, dapat dihitung ketinggian penabrak mengalami pemecahan z* dengan menyelesaikan persamaan Yi = ρ ( z *) v 2 ( z *)
(4.4)
Pendekatan analitik dilakukan untuk mendapatkan solusi persamaan diatas agar menghasilkan nilai z* sebagai berikut
⎡ ⎛ Y ⎞ ⎤ z* ≈ − K ⎢ln ⎜ i 2 ⎟ + 1,308 − 0,314 I f − 1,303 1 − I f ⎥ ⎣ ⎝ ρ 0 vi ⎠ ⎦
(4.5)
Dengan If adalah
I f = 4, 07
CD KYi ρi d 0 vi 2 sin θ
(4.6)
Pada beberapa kasus, penabrak mencapai permukaan bumi tanpa adanya pemecahan, pada kasus ini If > 1 sehingga
persamaan (4.5) tidak berlaku.
Persamaan tersebut hanya berlaku jika If < 1, yaitu ketika penabrak mengalami pemecahan karena kekuatannya tidak cukup lagi menahan tekanan atmosfer. Setelah proses pemecahan, diameter penabrak akan berkurang menjadi
24
2
d ( z ) = d0
⎛ 2K ⎞ ⎛ ⎧ z * −z ⎫ ⎞ 1+ ⎜ ⎬ − 1⎟ ⎟ ⎜ exp ⎨ ⎝ l ⎠ ⎝ ⎩ 2K ⎭ ⎠
2
(4.7)
Dengan rentang skala dispersi l diberikan dari persamaan
l = d 0 sin θ
ρi C D ρ ( z *)
(4.8)
4.2 Tsunami Tabrakan Tsunami dalam arti harfiahnya adalah gelombang di pelabuhan, terjadi karena gangguan impulsif pada air laut yang dapat mencapai ketinggian yang tidak biasa (puluhan hingga ratusan cm dari permukaan laut normal). Dari kamus besar bahasa Indonesia, Tsunami disebabkan oleh gempa, letusan gunung berapi dan longsoran yang terjadi di dasar laut. Jatuhnya benda kecil tata surya belum dianggap sebagai penyebab tsunami. Penyebab terjadinya sebuah gelombang tsunami ialah adanya gangguan pada permukaan laut. Karena gempa dan perubahan di dasar laut mempengaruhi permukaan laut di atasnya, maka terciptalah gelombang tsunami. Pengaruh di luar laut, seperti angin juga dapat menciptakan gelombang, meskipun tidak setara dengan gelombang tsunami. Besarnya amplitudo bergantung pada besarnya gangguan, angin mengganggu permukaan lebih kecil dibandingkan dengan letusan gunung bawah laut. Gempa pun memiliki skala tersendiri dalam mengukur tingkat kekuatan gempa. Asteroid yang juga dapat mengganggu permukaan laut, sudah seharusnya dianggap sebagai salah satu penyebab gelombang tsunami, dan mungkin yang terbesar kekuatannya. Teori Tsunami Tabrakan
Steven N. Ward dan Erik Asphaug (1999) membuat makalah mengenai teori tsunami akibat tabrakan asteroid. Proses pertama yang mereka lakukan adalah
25
menghubungkan kedalaman serta diameter kawah dengan kerapatan asteroid, radius dan kecepatannya. Kemudian dengan teori tsunami diilustrasikan bagaimana pembentukan kawah pada permukaan laut berevolusi menjadi persamaan gelombang vertikal. u surf z (r, t) = ∫
∞
0
kdk F ( k, R C , R D ) J 0 ( kr ) cos ( ω ( k ) t ) 2π
dengan F ( k, R C , R D ) = ∫ dr0 u impact ( r0 ) J n ( kr0 ) z
(4.9)
r0
=
4πR 2D DC ⎡ J 2 ( kR D ) − k ( R D2 − R C2 ) J1 ( kR D ) 2R D ⎤ 2 2 ⎦ R Ck ⎣
J0 adalah Polinomial Cilindris Bessel, radius dalam dan luar masing-masing adalah RC dan RD. Jika R D = 2R C , seluruh air pada daerah kawah akan berkontribusi terhadap tsunami. Kontribusi ke tsunami RC
Air dilontarkan ke atas RC = RD
u z impact ( r ) = 0
r > RD
R D = 2 RC
DC
Gambar 4-1 Cross section kawah tabrakan tanpa bibir dan dengan bibir (Ward & Asphaug, 1999) Besar amplitudo maksimal adalah sama dengan bilangan gelombang dari puncak pertamanya , kmax = 2π ( 2.11RC ) . Hal ini disebabkan oleh sifat dispersif tsunami, amplitudo akan berkurang pada puncak selanjutnya. Panjang gelombang berkaitan erat dengan diameter dari kawah tabrakan. Amplitudo puncak tsunami bergerak dengan kecepatan grup sebesar ⎛1 ⎞ u ( kmax , hT ) = c ( kmax ) ⎜ + kmax hT sinh ( 2kmax hT ) ⎟ ⎝2 ⎠
(4.10)
26
Yang akan tiba pada jarak r dengan waktu tmax = r / u ( kmax , hT ) dan frekuensinya adalah
ωmax = [ gkmax tanh(kmax hT )]
1/ 2
(4.11)
Dispersi tsunami gelombang yang panjang lebih cepat daripada gelombang yang
pendek. Untuk kedalaman kawah di laut hT = 4km, dari persamaan diatas diprediksi kecepatan grupnya untuk panjang gelombang 20,10 dan 5 km adalah 413, 238 dan 159 km/jam dengan periode 123, 81, dan 57 s. Pada daerah yang luas, persamaan rambat gelombang tsunami menjadi u zsurf (r , t ) = ∫
∞
0
k 2π 3 r
dkF (k , RC , RD ) cos(kr − ω (k )t − π 4)
(4.12)
Dapat dilihat dari persamaan tersebut, amplitudo tsunami berkurang akibat penyebaran secara geometris pada bumi yang datar. Dispersi ini dapat dilihat pada bagian 1
r . Jika RD lebih kecil atau sebanding dengan hT, efek kombinasi dari
peyebaran geometrik dan dispersi frekuensi dapat memotong amplitudo tsunami sebesar 1/r. Energi Tsunami yang dihasilkan adalah beberapa fraksi dari energi kinetik ET
dari si penabrak yang menghasilkan tsunami. Besarnya fraksi atau faktor konversi energi dapat konstan atau fungsi dari sifat fisik penabrak. Ward & Asphaug mengambil faktor konversi energinya konstan, sebesar 15%. ET = ε EI = (1/ 2)ερ I ( 4π 3) RI3VI3
(4.13)
Hubungan radius dengan kedalaman kawah (Ward&Asphaug) adalah DC = qRα C dengan q dan α bergantung pada sifat dari penabrak atau materinya. Diameter kawah menurut Schmidt dan Holsapple (1982) adalah
27
β
d
S −H c
1/ 3
⎡⎛ 1 ⎞ VI2 ⎤ ⎛ ρ I ⎞ = 2 RI ⎢⎜ ⎥ ⎜ ⎟ ⎟ ⎣⎝ 3.22 ⎠ gRI ⎦ ⎝ ρT ⎠
⎧ CT ⎫ ⎨ ⎬ ⎩1.24 ⎭
(4.14)
Eksperimen pada lab membatasi β = 0.22, α = 1.27, dan CT = 1.88. Kedalaman kawah memiliki hubungan dengan diameter kawah sebagai berikut DC = dC 3 = QRI3/ 4 ;
Q = ( 8ερ IVI2 9 ρW g )
1/ 4
(4.15)
Tinggi maksimum Tsunami dapat diaproksimasi sebagai berikut, 1/ 2 + ( χ1 −1/ 2 ) e − χ 2RC / h
u
max z
⎡ ⎤ 1 (r , RI ) = DC ⎢ ⎥ ⎣1 + r / RC ⎦
(4.16)
Parameter χ1 = 1.075 dan χ 2 = 0.035 didapat dengan fitting least square dari perhitungan. Untuk tabrakan pada lautan yang dangkal persamaan diatas dibatasi menjadi 1/ 2 + ( χ1 −1/ 2 ) e − χ 2RC / h
⎡ ⎤ 1 u zmax (r , RI ) = min( DC , h) ⎢ ⎥ ⎣1 + r / RC ⎦
(4.17)
4.3 Efek Gempa Untuk menghitung kekuatan gempa yang dihasilkan tabrakan, diasumsikan fraksi dari energi kinetik yang dikonversikan menjadi energi gempa adalah dalam rentang 10-5 - 10-3 (Schultz dan Gault 1975). Dan dengan hubungan energi dan kekuatan gempa dari Gutenberg-Richter, kekuatan gempa M adalah M = 0, 67 log E − 5,87
(4.18)
Dengan E adalah energi kinetik dari penabrak dalam satuan Joule.
28
Didefinisikan intensitas getaran I untuk memperkirakan besarnya pengaruh pada jarak tertentu dari pusat tabrakan/gempa (Skala Intensitas Mercalli), yang dapat dilihat pada tabel 4-1. Skala intensitas ini telah sering dipakai untuk mengevaluasi efek yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Table 4-1 Hubungan kekuatan gempa dan skala intensitas Marcelli. No.
Kekuatan Intensitas Deskripsi Richter
Mercalli
1.
0–1
-
Tidak terasa
2.
1–2
I
Tidak terasa kecuali pada kondisi tertentu yang telah diatur
3.
2–3
I – II
Dirasakan hanya oleh orang yang sedang diam atau istirahat, khususnya yang berada di lantai atas suatu bangunan
4.
3–4
III – IV
Dirasakan dalam ruangan dan beberapa di luar. Jendela, pintu terganggu. Terdengar suara retakan dari tembok. Memiliki sensasi seperti truk yang berat menabrak gedung.
5.
4–5
IV – V
Dirasakan oleh nyaris seluruh orang. Jendela rusak. Objek yang tidak stabil terbalik. Jam bandul berhenti
6.
5–6
VI – VII
Kerusakan yang ringan untuk bangunan dengan disain
dan
kerusakan
konstruksi untuk
yang
struktur
bagus.
standar
Sedikit
bangunan.
Kerusakan berat untuk bangunan yang memiliki struktur rentan atau buruk. 7.
6–7
VII – VIII
Sedikit kerusakan untuk konstruksi dan desain bangunan yang baik. Kerusakan berat untuk bangunan standar, runtuh parsial. Kerusakan yang parah untuk bangunan yang buruk. Mebel yang berat terbalik.
8.
7–8
IX – X
Kepanikan. Kerusakan berat untuk bangunan
29
dengan konstruksi yang bagus. Pipa saluran air terdorong keluar dari struktur bangunan. Kerusakan parah pada bangunan standar, dengan runtuh parsial. Pondasi bangunan bergeser. Retakan di lantai terlihat. 9.
8–9
X – XI
Kebanyakan bangunan batu dan struktur kerangka bangunann hancur bersama pondasinya. Struktur bangunan
dari
kayu
dan
jembatan
hancur.
Kerusakan serius pada bendungan, tanggul dan tambak.
Longsor
besar.
Air
terlempar
dari
kanal,sungai, danau dan sebagainya. Lumpur dan pasir bergeser horisontal pada daratan yang datar. Rel bengkok sedikit. 10.
9+
XII
Seperti
X.
Kerusakan
total.
Batuan
besar
berpindahan. Jarak pandang dan tingkatannya terdistorsi. Benda-benda terlempar ke udara.
Singkatan dalam angka romawi tersebut mewakili efek gempa urut dari yang terkecil hingga dapat menghancurkan dan menerbangkan objek ke udara. Dengan mendefinisikan istilah kekuatan efektif gempa Meff sebagai gempa yang dirasakan pada jarak tertentu rkm dari pusat gempa, dapat dihitung besarnya dibandingkan dengan kekuatan gempa sebenarnya M. Untuk rkm < 60 km M eff = M − 0, 0238rkm
(4.19)
Untuk 60 ≤ rkm < 700km M eff = M − 0, 0048rkm − 1,1644
(4.20)
Dan untuk rkm ≥ 700km
30
M eff = M − 1, 66 log Δ − 6,399 ; Δ = r R⊕
(4.21)
Simbol Δ adalah sudut episentral dari titik tabrakan ke jarak r, dengan R⊕ adalah jari-jari bumi.
Gambar 4-2 Kekuatan efektif gempa sebagai fungsi jarak dari tiga tabrakan hipotetis di Los Angeles. Garis tegas pada gambar 4-2 memperlihatkan tabrakan sebuah asteroid batuan dengan diameter 18 km. Garis putus-putus adalah asteroid batuan 1,75km. Garis titik-titik dari asteroid besi 40m. Garis vertikal adalah empat jarak dari pusat gempa yang merepresentasikan jarak dari LA ke empat kota besar AS. (Collins et al., 2005) Tsunami Aceh
Sebagai perbandingan antara tsunami akibat gempa dengan tabrakan asteroid, akan dipakai data tsunami akibat gempa yang terjadi di Aceh pada tahun 2004. Gempa bumi besar terjadi pada hari minggu, 26 Desember 2004 diikuti oleh tsunami hebat. Badan Meteorologi dan Geofisika menentukan pusat gempa
31
berasal dari 2,9 LU – 95,6 BT, kedalaman 20 km, kekuatan 6.8 Skala Richter (body wave). Tsunami ditimbulkan oleh gempa utama melanda P. Nias, Banda Aceh, P. Weh, Bireun, Lhok Seumawe serta sebagian pantai Timur Aceh. Tsunami juga melanda daerah pantai Negara-negara lain diantaranya : Malaysia, Thailand, Myanmar, Srilangka, India, Somalia, Maldives, Tanzania, Bangladesh, Seychelles, Maladewa, Cocos Island, Maritius, dan Reunion (data USGS).
32