BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1
Landasan Teori 4.1.1 Teori Sepeda Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), sepeda adalah kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai setang, tempat duduk dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untuk menjalankannya. Seperti yang ditulis “Ensiklopedia Columbia”, nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Perancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda. Yang pasti, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat "primitif". Ada yang bilang tanpa engkol, pedal tongkat kemudi (setang). Ada juga yang bilang sudah mengenal engkol dan setang, tapi konstruksinya dari kayu. Adalah seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von Sauerbronn membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Baru pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran Skotlandia, membuatkan "mesin" khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti yang dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan engkol, lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun sudah "berani" menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang sederhana). Sedangkan “ensiklopedia Britannica.com” mencatat upaya penyempurnaan penemu Perancis, Ernest Michaux pada 1855, dengan membuat pemberat engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin sempurna setelah orang Perancis lainnya, Pierre Lallement (1865) memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya (sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga yang memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda belakang. Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi pembuatan baja berlubang ditemukan. Namun, faktor keamanan dan kenyamanan tetap belum terpecahkan. Karena teknologi suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan, goyangan dan guncangan sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu pendek untuk mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Tren sepeda roda dua kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda pertama di Coventry, Inggris pada 1885. Pabrik yang didirikan James Starley ini makin menemukan momentum setelah tahun 1888 John
11
12
Dunlop menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun tak lagi berguncang. Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti-ganti, rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi makin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai menjadikan sepeda sebagai alat transportasi mereka, dengan Amerika dan Eropa sebagai pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil dan sepeda motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya dikenal sangat fanatik. Jenis-jenis sepeda kini sudah semakin beragam. Setiap jenisnya memiliki fungsi dan kelebihannya masing-masing, sehingga konsumen kini dengan mudah dapat memilih sepeda jenis apa yang mereka butuhkan. Beberapa jenis sepeda yang kini berkembang di pasaran antara lain : 1. City Bike Dibuat untuk penggunaan jarak dekat dalam kota. Umumnya sepeda jenis ini memiliki boncengan pada bgian belakang dan keranjang pada bagian depannya. 2. Hybrid Bike Merupakan perpaduan antara stabilnya sepeda gunung dan ringannya sepeda balap. Sepeda jenis ini sangat nyaman digunakan untuk commuting, yaitu perjalanan dari suatu lokasi ke lokasi tempat kita bekerja. 3. Folding Bike Efisien untuk penggunaan jarak dekat maupun jauh, karena sepeda jenis ini dapat dengan mudah dilipat dan disimpan dalam mobil pribadi maupun angkutan umum. 4. BMX Bike Sepeda jenis ini sengaja dirancang sebagai alat untuk atraksi, sehingga akan terasa kurang nyaman ketika mengendarainya untuk keperluan sehari-hari. 5. Mountain Bike Sepeda jenis ini memiliki peruntukan di daerah pegunungan dan area offroad. Walaupun kini sepeda ini dapat digunakan untuk commuting. Sepeda ini memiliki beberapa tipe sesuai medannya diantaranya Competitive XC, XC Trail, All Mountain, Downhill dan Dirt Jumper. 6. Road Bike Merupakan sepeda yang di peruntukan untuk kompetisi balap, dengan berat yang sangat ringan total berat sepeda bisa mencapai 5kg. Sama seperti MTB, sepeda ini memiliki beberapa tipe bergantung terhadap kebutuhannya diantaranya Competitive Road, Endurance Road, TT (time trial) dan Commuter. 7. Fixed Gear Fixed gear adalah jenis sepeda yang di gunakan pada kompetisi Track cycling yang biasanya di lakukan di sebuah Velodrome (sebuah lintasan balap yang berbentuk oval tanpa ujung). Seiring dengan
13
berkembangnya jaman, sepeda fixed tidak hanya digunakan di lintasan Velodrome tapi sudah mulai merambah ke lintasan jalan raya, sebagai alat transportasi harian. 4.1.2
Teori Sepeda Fixed Gear Ketika membicarakan sepeda fixed gear, atau yang lebih umum dikenal dengan panggilan sayangnya, “Fixie”, seringkali kita menjumpai adanya miskonsepsi yang cukup umum (khususnya di Indonesia), namun cukup mengganggu para penggiat fixed gear. Banyak orang, apabila ditanya mengenai definisi sepeda fixed gear akan memberikan jawaban sebagai berikut: “Fixie itu sepeda yang tidak menggunakan rem. Modelnya sepeda balap, menggunakan warna-warna yang di mix-andmatch sehingga terlihat kreatif dan menarik.” Kurang lebih seperti itu. Bahkan banyak orang yang menggunakan fixie atau merasa menggunakan fixie pun memiliki pengertian yang kurang tepat ini. Sebenarnya fixed gear awal mulanya lebih dikenal dengan Fixed Wheel, berkaitan erat dengan single speed bicycle. Gear bicycle atau Fixed Wheel bicycle, kemudian di kenal di Amerika dengan istilah Fixie. Sebuah alat transportasi sepeda tanpa menggunakan Free Wheel. Sproket (gear belakang) tanpa free wheel langsung menancap pada fixed Hub. Ketika roda belakang berputar maka pedal akan berputar searah dengan putaran roda belakang. Hal tersebut memungkinkan pengendara sepeda fixie dapat menghentikan laju sepeda tanpa menggunkan Rem. Lebih jelasnya, inti sepeda ini ada pada komponen drivetrain. Drivetrain sendiri sebenarnya adalah gabungan berbagai komponen yang saling terhubung dan merupakan dasar sistem penggerak sepeda, yang terdiri dari pedal, lengan crank(crankarm), gir depan(chainring), gir belakang (cog), dan tentunya rantai (chain). Gabungan komponen di bagian pedal dikenal sebagai “Crank” atau “Crankset”, yaitu pedal, crankarm, dan chainring. Lalu rantai akan melingkari chainring dan mengikatnya dengan cog yang terhubung dengan roda belakang. Sistemnya adalah ketika pedal diinjak, crankarm akan mengikutinya, memutar chainring yang tertempel, yang kemudian menarik rantai yang juga otomatis mengajak cog untuk berputar, dan karena ia menempel pada roda belakang, berputarlah roda itu dan meluncurlah kita. Simple mechanism, yang kurang lebih tidak pernah berubah sejak diciptakannya sistem ini. Kesederhanaan sistem ini membawa sebuah kendala. Keterikatan semua komponen drivetrain ini adalah yang membuat logika “memutar pedal maka roda belakang pun berputar” bisa berjalan. Dengan logika yang sama, artinya selama roda belakang berputar, pedal pun akan berputar. Hal ini terjadi karena semua komponen drivetrain ini terikat mati satu sama lain, tanpa ada pergerakan bebas. Alhasil, gir belakang yang hanya berputar mengikuti putaran rantai atau roda dikenal sebagai “Fixed
14
Gear.” Pedal diputar ke depan, roda belakang berputar ke depan. Pedal diputar ke belakang, roda berputar ke belakang. Dan demikian juga sebaliknya. Karena relasi antara kaki, crank, rantai, dan roda belakang yang menjadi satu kesatuan ini, maka untuk mengatur laju kecepatan perputaran roda pun bisa dikendalikan oleh otot kaki kita sendiri. Bahkan untuk menghentikan sepeda secara total pun bisa dilakukan dengan sepeda fixed gear tanpa menggunakan bantuan rem pada umumnya. Jadi penggunaan rem pada sepeda fixed gear menjadi sebuah pilihan optional, apakah pengendara ingin lebih aman dengan memasang rem atau cukup percaya diri dengan kemampuannya menghentikan sepeda dengan kekuatan kaki semata. Mekanisme ini berbeda dengan rem torpedo yang akan dijelaskan setelah ini. Seperti yang dikemukakan dalam buku “FIXED : Global Fixed Gear Bike Culture”, fixed gear adalah jenis sepeda yang di gunakan pada kompetisi Track cycling yang biasanya di lakukan di sebuah Velodrome (sebuah lintasan balap yang berbentuk oval tanpa ujung). Seiring dengan berkembangnya zaman, sepeda fixed gear tidak hanya digunakan di lintasan Velodrome tapi sudah mulai merambah ke lintasan jalan raya, sebagai alat transportasi harian. Hal ini pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, tepatnya di kota New York. Dalam catatan sejarah, sepeda fixie atau fixed gear digunakan oleh pengantar pos / surat kabar / majalah, Karena kondisi kota New York sangat padat, mereka sering terlambat ketika mengantar paket mereka. Akhirnya mereka memilih sepeda fixed gear atau fixie sebagai alternatif dan hasilnya sangat memuaskan karena pengiriman yang lebih cepat. Namun kini, fixed gear telah menjelma menjadi tren dan life style di berbagai negara di dunia. 4.1.3
Teori Perilaku Konsumen Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya. Tiga Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Konsumen 1. Konsumen Individu Pilihan merek dipengaruhi oleh ; (1). Kebutuhan konsumen, (2). Persepsi atas karakteristik merek, dan (3). Sikap kearah pilihan. Sebagai tambahan, pilihan merek dipengaruhi oleh demografi konsumen, gaya hidup, dan karakteristik personalia. 2. Pengaruh Lingkungan
15
Lingkungan pembelian konsumen ditunjukkan oleh (1). Budaya (Norma kemasyarakatan, pengaruh kedaerahan atau kesukuan), (2). Kelas sosial (keluasan grup sosial ekonomi atas harta milik konsumen), (3). Grup tata muka (teman, anggota keluarga, dan grup referensi) dan (4). Faktor menentukan yang situasional (situasi dimana produk dibeli seperti keluarga yang menggunakan mobil dan kalangan usaha). 3. Marketing strategy Merupakan variabel dimana pemasar mengendalikan usahanya dalam memberitahu dan mempengaruhi konsumen. Variabel-variabelnya adalah (1). Barang, (2). Harga, (3). Periklanan dan (4). Distribusi yang mendorong konsumen dalam proses pengambilan keputusan. Pemasar harus mengumpulkan informasi dari konsumen untuk evaluasi kesempatan utama pemasaran dalam pengembangan pemasaran. Kebutuhan ini digambarkan dengan garis panah dua arah antara strategi pemasaran dan keputusan konsumen dalam gambar diatas, penelitian pemasaran memberikan informasi kepada organisasi pemasaran mengenai kebutuhan konsumen, persepsi tentang karakteristik merek, dan sikap terhadap pilihan merek. Strategi pemasaran kemudian dikembangkan dan diarahkan kepada konsumen. Ketika konsumen telah mengambil keputusan kemudian evaluasi pembelian masa lalu, digambarkan sebagai umpan balik kepada konsumen individu. Selama evaluasi, konsumen akan belajar dari pengalaman dan pola pengumpulan informasi mungkin berubah, evaluasi merek, dan pemilihan merek. Pengalamn konsumsi secara langsung akan berpengaruh apakah konsumen akan membeli merek yang sama lagi. Panah umpan balik mengarah kembali kepada organisasi pemasaran. Pemasar akan mengiikuti rensponsi konsumen dalam bentuk saham pasar dan data penjualan. Tetapi informasi ini tidak menceritakan kepada pemasar tentang mengapa konsumen membeli atau informasi tentang kekuatan dan kelemahan dari merek pemasar secara relatif terhadap saingan. Karena itu penelitian pemasaran diperlukan pada tahap ini untuk menentukan reaksi konsumen terhadap merek dan kecenderungan pembelian dimasa yang akan datang. Informasi ini mengarahkan pada manajemen untuk merumuskan kembali strategi pemasaran kearah pemenuhan kebutuhan konsumen yang lebih baik. Proses Pengambilan Keputusan Tipologi pengambilan keputusan konsumen : 1. Keluasan pengambilan keputusan ( the extent of decision making) Menggambarkan proses yang berkesinambungan dari pengambilan keputusan menuju kebiasan. Keputusan dibuat berdasarkan proses kognitif dari penyelidikan informasi dan evaluasi pilihan merek. Disisi lain, sangat sedikit atau tidak ada keputusan yang mungkin
16
terjadi bila konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan pembelian secara menetap. 2. Dimensi atau proses yang tidak terputus dari keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi ke yang rendah. Keterlibatan kepentingan pembelian yang tinggi adalah penting bagi konsumen. Pembelian berhubungan secara erat dengan kepentingan dan image konsumen itu sendiri. Beberapa resiko yang dihadapi konsumen adalah resiko keuangan , sosial, psikologi. Dalam beberapa kasus, untuk mempertimbangkan pilihan produk secara hatihati diperlukan waktu dan energi khusus dari konsumen. Keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah dimana tidak begitu penting bagi konsumen, resiko finansial, sosial, dan psikologi tidak begitu besar. Dalam hal ini mungkin tidak bernilai waktu bagi konsumen, usaha untuk pencarian informasi tentang merek dan untuk mempertimbangkan pilihan yang luas. Dengan demikian, keterlibatan kepentingan pembelian yang rendah umumnya memerlukan proses keputusan yang terbatas “a limited process of decision making”. Pengambilan keputusan vs kebiasaan dan keterlibatan kepentingan yang rendah vs keterlibatan kepentingan yang tinggi menghasilkan empat tipe proses pembelian konsumen. Empat Tipe Proses Pembelian Konsumen • Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Contoh pengambilan untuk membeli sistem fotografi elektronik seperti Mavica atau keputusan untuk membeli mobil. Dalam kasus seperti ini, konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu seperti kemudahan dibawa dan resolusi untuk sistem kamera elektronik, dan untuk mobil adalah hemat, daya tahan tinggi, dan peralatan. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran. • Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Contoh pembelian sepatu karet basket merek Nike atau sereal Kellogg,s Nutrific. Dalam setiap kasus disini pembelian adalah penting untuk konsumen, sepatu basket karena keterlibatan kepentingan dalam olah raga, makanan sereal untuk orang dewasa karena kebutuhan nutrisi. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama.
17
Dua tipe yang lain dari proses pembelian konsumen dimana konsumen tidak terlibat atau keterlibatan kepentingan yang rendah dengan barangnya adalah tipe pengambilan keputusan terbatas dan proses inertia. • Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Konsumen membeli barang mencobacoba untuk membandingkan terhadap makanan snack yang biasanya dikonsumsi. Pencarian informasi dan evaluasi terhadap pilihan merek lebih terbatas dibanding pada proses pengambilan keputusan yang komplek. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Keputusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Keterlibatan kepentingan yang rendah, konsumen cenderung akan berganti merek apabila sudah bosan mencari variasi lain sebagai perilaku pencari variasi akan melakukan apabila resikonya minimal. Catatan proses pengambilan keputusan adalah lebih kepada kekhasan konsumen daripada kekhasan barang. Karena itu tingkat keterlibatan kepentingan dan pengambilan keputusan tergantung lebih kepada sikap konsumen terhadap produk daripada karakteristik produk itu sendiri. Seorang konsumen mungkin terlibat kepentingan memilih produk makanan sereal dewasa karena nilai nutrisinya, konsumen lain mungkin lebih menekankan kepada kecantikan dan menggeser merek dalam mencari variasi. • Proses “Inertia“. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “kesetiaan merek hanya menggambarkan kenyamanan yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut”. 4.1.4
Teori Brand Berbagai bidang memandang brand dari sudut pandangnya masing-masing, antara lain: bisnis dan keuangan, marketing, advertising, sales, promotion, public relation, komunikasi, desain grafis, semiotik, psikologi, statistik, antropologi, sosiologi, dan lain-lain. Karena itu makna brand menjadi sangat luas Di masyarakat umum, brand secara populer dianggap sama dengan logo, merek, atau nama enitas. Semua bersifat fisik semata. Padahal sebenarnya brand lebih merupakan rangkuman pengalaman dan asosiasi terhadap sebuah enititas, jadi jauh lebih dalam dari sekedar fisik saja. Sedangkan sesungguhnya branding adalah kegiatan membangun
18
sebuah brand. Membuat identitas, termasuk logo, merupakan salah satu kegiatan branding. Menurut Interbrand, kata brand sendiri berasal dari bahasa skandinavia kuno, “brandr”, yang artinya “membakar”. Istilah ini mengacu pada aktivitas para peternak yang mengecap hewan ternaknya dengan besi panas untuk membedakan antara hewan yang satu dengan yang lainnya. sampai saat ini, walaupun mungkin pemahaman dasarnya sama, namun memang tidak ada satu definisi yang tunggal tentang brand. Menurut Bennet, definisi brand adalah “a name, term, symbol or any other feature that identifies one seller’s good service as distinc from those of other seller”. Maksudnya adalah brand merupakan nama, tanda, simbol, atau ciri-ciri lainnya yang memperkenalkan barang atau jasa dari suatu penjual sebagai pembeda dirinya dengan penjual-penjual lainnya. Menurut Alina Wheeler dalam buku “Designing Brand Identity”, Brand adalah jumlah semua dari aset fungsional (yang terlihat) dan emosional (yang dirasakan) yang mampu membedakan satu perusahaan atau organisasi dengan kompetitornya. Brand merupakan persepsi, pengalaman, harapan terhadap sebuah produk. jasa, pengalaman personal maupun organisasi; merupakan gabungan dari beberapa atribut, baik secara nyata maupun tidak nyata, disimbolisasikan dalam merek dagang, dan apabila di kelola dengan baik, akan menciptakan nilai dan pengaruh. Makna brand dapat berubah sesuai dengan konteksnya. Kadang brand menjadi sama dengan nama perusahaan, pengalaman perusahaan dan harapan konsumen. Setiap brand memiliki fungsi fisik (yang terlihat) yang memberikan keunikan tersendiri pada produk dan jasa yang di tawarkannya. setiap brand juga memiliki aspek emosional yang berkaitan dengan karakter dan jiwa yang diwujudkan dalam bentuk brand identity, periklanan dan konsumen yang menggunakan brand tersebut. setiap brand yang kuat pasti akan dapat membedakan dirinya dari yang lain, menjadi pilihan dan memiliki hubungan emosional yang kuat dengan target audiensnya. 4.1.5
Teori Logo Seperti yang dikemukakan John Stones dalam bukunya “No Rules! Logos: Radical Design Solution that Break The Rules”, selama ini logo selalu dibuat dengan peraturan sebagai berikut yaitu simpel, konstan, mudah di kenali, dapat beradaptasi dalam berbagai ukuran, berbeda dan mempunyai keterbacaan yang cukup. Logo seperti ini biasanya selalu memiliki image yang terpadu dalam produk, stationery atau sign system dan mengikat mereka pada perusahaan yang mempunyai logo tersebut. Bahkan sekarang, misi dasar logo perusahaan menjadi bergeser dan memiliki fungsi sebagi ‘peghibur’. Dunia kini telah berubah. Teknologi sudah semakin maju. Pemahaman desainer dan orang pemasaran terhadap branding semakin memikat, begitu juga dengan konsumennya. Sementara logo yang
19
‘klasik’ terus di desain dan tetap dapat menjadi efektif, ekspolrasi pendekatan alternatif dalam menjangkau konsumen pun menjadi tinggi. Sekarang pun tidak hanya perusahaan besar yang berani mengambil langkah besar dalam hal branding, di dunia yang jenuh dengan keberadaan marketing, individual dan perusahaan kecil pun ikut berkompetisi dalam mem-branding-kan diri mereka. Mereka memiliki logo, walaupun mereka mencari logo untuk mereka pakai dari website atau software yang dapat menghasilkan logo instan. Logo sekarang ini dapat muncul dimanapun, tidak hanya dalam bentuk stationery atau hanya sebagai ideogram dalam packaging sabun. Konsekuensinya, batasan antara branding dan logo menjadi buram. Secara ‘tradisional’ logo selalu di lihat sebagai sebuah esensi visual dari sebuah brand, sebagai sumber dari asal branding tersebut, tapi hal ini menjadi semakin tidak jelas. Packaging sekarang dapat berfungsi sebagai billboard advertising kecil dari pada menjadi sesuatu yang hanya di ‘stample’ dengan logo sebagai segel jaminan. Dan sebagai brand yang terus berkembang dan sekarang harus berkompetisi dalam lingkungan yang sudah jenuh. Memperoleh apresiasi dalam melakukan yang semua perusahaan melakukannya yaitu dalam hal ini adalah logo, menjadi sangat sulit. Sehingga desainer, orang marketing tertantang dalam membuat sebuah brand experience secara berbeda. Pendekatan dalam membuat desain logo pun semakin tidak biasa. Desain logo untuk layar komputer mulai mengurai asumsi kardinal, bahwa logo harus tetap dan simpel saat pondasi branding mulai membakar dan menggerakkan darah muda. Desainer menyadari, bahwa logo dapat menjadi fluid, dinamis dan berubah. Fleksibilitas dalam logo telah menjadi sebuah kelaziman. Dalam era media yang selalu berubah, logo tidak harus menjadi konstan. Logo dapat di bentuk melalui simbol yang berbeda, bermain dalam warna, taste, proses atau suara dan tetap dapat berkomunikasi dengan klien yang modern yang membutuhkan brand yang berbeda. Fleksibilitas dalam desain logo atau brand architecture adalah satu hal, mengubah logo keseluran logo adalah hal yang berbeda. Biasanya logo keluar dalam bentuk yang tetap konsisten walaupun bentuknya bermain. Rebranding dapat selalu menjadi perdebatan, wilayah yang dicakup tidak hanya mengambil uang - uang yang banyak untuk desainernya, tapi juga mencakup masyarakat yang peduli dengan brand tersebut. Baik secara sejarahnya, warisan, keamanan, kemudahan atau apapun. Tapi kesungguhan dan totalitas dari logi sudah berbeda dan tidak seperti dulu lagi. Program branding atau identity yang sekarang cakupannya semakin kecil, berbeda dengan konteks brand yang bersejarah seperti CBS saat dibuat. Sekarang ini image yang berlebihan membuat jenuh market subkultur, karena mereka tetap mencari sesuatu yang baru untuk berikutnya. Audiens universal tidak lagi eksis, dengan memfungsikan demografis terget dan logo atau identitas tidak perlu lagi
20
‘disiram’ dan menjadi generalisasi trademark untuk konsumsi secara besar-besaran. Menargetkan konsumen yang lebih muda sekarang ini semakin sulit. Saat akhir 1980 a dan awal 1990an, identitas korporat adalah sesuatu yang fashionable. Anak muda sekarang lebih cenderung menyerap apapun informasi yang ada, walaupun datangnya dari pihak kedua atau ke tiga. Mereka dapat dengan mudah ‘membaca’ adbuster dan cenderung melibatkan diri dengan non korporat ID, sehingga penerimaan identitas yang dulu sangat selektif menjadi bergeser. Strategi kreatif yang tadinya rumit, sampai implementasi yang menjadi lebih mudah di dukung oleh teknologi terkini yang membuka pintu lebar untuk desainer bereksperimen. Logo yang ‘berani’ biasanya dibuat untuk organisasi seperti galeri seni, konsultan hubungan masyarakat, musik dan untuk para desainernya sendiri, dimana kreatifitas di prioritaskan di banding sesuatu yang konvensional dan kemudahan aplikasi. Karena oraganisasi seperti ini, khususnya organisasi kecil, lebih terus terang dan eksperimental. Mungkin saja kedepannya mereka dapat menjadi pelopor dan mengarahkan trend. Walaupun terkadang, apa yang dianggap cocok untuk galeri seni, bisa saja cocok untuk sebuah bank. Tapi pemikiran seperti itu mudah di patahkan. Misalnya pemakaian warna pastel, kehalusan pada rebrand British Bank Abbey oleh Wolf Ollins di tahun 2003, seringkali salah persepsi dan di kira institusi budaya. Walaupun pada akhirnya cukup mengejutkan pengabat brand, saat tidak ‘selamat’ dari perubahan kepemilikan brand pada tahun 2005, tapi brandingnya memperlihatkan bahwa peraturan dapat di langgar dalam pembuatan identitas berbagai oraganisasi dan perusahaan apapun. Dulu, identitas korporat adalah sesuatu yang selalu mengontrol dan mengedepankan konsistensi. Karena terlalu banyak mengontrol, orang banyak yang mlupakan kontennya. Bermain aman dan mudah dengan klien sudah tidak bisa di aplikasikan lagi. Mungkin saja perbedaan ‘tiket emas’ klien dan olahan brand consultant adalah respon yang di dapat saat memperlihatkan seberapa besar taruhan yang di kedepankan saat melanggar peraturan dengan desain logo. Ini adalah salah satu penyebab frustasi para desainer saat menggunakan pendekatan dalam mendesain logo kepada klien. Klien biasanya ingin bermain di area aman, mengesampingkan dan membuang beberapa atau semua logo yang tidak familiar atau tidak biasa ke tempat sampah. Walaupun ada juga klien yang menyerahkan semuanya pada desainer dan memberi kebebasan pada desainer untuk melakukan bidangnya yang ia kuasai. Pendekatan logo dan branding secara tradisional tentu masih berlaku dan di pakai hingga detik ini, tapi pendekatan yang berbeda juga sedang mengalami proses kesempurnaan, walaupun sedikit riskan, karena inovasi baru ini suatu hari bisa jadi akan menjadi ketinggalan jaman dan akan memiliki tanggal kadaluarsa, yang nantinya akan berakibat harus
21
mengganti logo tersebut. Tapi jika identitas ini berhasil, tentunya akan membuat perbedaan besar di pasar. Namun hal ini tentunya akan bergantung bagaimana desainer, klien dan konsumen memberikan seberapa besar apresiasi mereka terhadap treatment baru dalam eksekusi visual sebuah logo. Apalagi nantinya, teknologi akan semakin canggih, sehingga rasanya sulit menolak kebenaran tentang cara baru dalam membuat logo. Namun tentunya tidak sembarangan menciptakan logo yang keluar dari jalur yang sudah ada selama ini. logo tersebut bisa jadi tidak berarti dan bahkan melanggar peraturan jika prosesnya tidak benar-benar matang. Contoh logo-logo yang melanggar peraturan misalnya seperti, keterbacaan yang sulit, melanggar ekspektasi tentang apa yang seharusnya cocok untuk sebuah perusahaan, yang fluid dan berubahubah, konsistensi yang berubah tidak seperti logo klasik, menghindari simplifikasi, tidak memudahkan reproduksi atau kemampuan untuk bekerja pada ukuran yang besar maupun yang kecil juga logo yang sepertinya terlihat seperti kesalahan dari perusahaan. Logo-logo dengan treatment baru ini, walaupun bisa jadi bukan masterpiece atau karya yang terbaik, tapi menunjukkan cara pendekatan yang unik dan berbeda. Mengeksplorasi jalan-jalan baru dan bermaksud untuk mengikutsertakan dan melibatkan orang di dalamnya. Dalam buku ini, dijelaskan 6 cara atau peraturan mendasar saat kita akan menapaki cara baru dalam membuat logo. Peraturan pertama adalah pada logo konvensional yang mengatakan bahwa salah satu tugas pertama logo untuk dapat segera dimengerti dan mudah dibaca, tanpa harus merepotkan konsumen saat pertama kali melihat logo tersebut. Logo tersebut, bagaimanapun akan menuntut konsumen agar mengerti logo tersebut. Yang kedua adalah logo ketika disajikan, harus mencerminkan dan mengadopsi kualitas dari organisasi atau perusahaan mereka. Namun seseorang dari desain grafis pada umumnya, menyatakan bahwa menggunakan ikon bidang usaha sebagai logo, untuk bidang usaha tertentu dapat dengan mudah menjadi basi dan hanyut ke dalam klise. Oleh ekspektasi yang mempesona, logo tersebut akan kembali melibatkan konsumen dengan perusahaan tersebut. Yang ketiga adalah sebuah identity umumnya diharapkan akan kekal, solid dan abadi. Sebuah brand sering menempatkan berbagai upaya yang cukup besar saat memastikan identitas mereka tetap sama dan tidak terdilusi atau diubah dengan cara apapun. Tetapi pendekatan yang lebih terbuka dan santai bisa menjadi sama atau bahkan lebih efektif. Peraturan yang ke empat adalah ketika sebuah kesederhanaan seringkali tidak dipandang sebagai sebuah kebajikan, khususnya dalam hal logo. Dalam hal ini, logo pada umumnya memiliki hal itu, harus sesingkat mungkin, dan cukup mudah untuk mereproduksi dan menggunakan ukuran yang berbeda tanpa kesulitan. Tapi uniknya, logo
22
yang rumit dapat menjadi sangat memikat karena berbeda dibandingkan logo pada umumnya. Berikutnya adalah jika terjadi di mana Anda tidak ingin membuat kesalahan, dalam hal ejaan atau lainnya, itu adalah hal yang terjadi dalam logo Anda. Tetapi sesuatu yang tampaknya salah juga bisa menjadi cara yang tepat untuk menarik perhatian klien dan konsumen. Yang terkahir adalah logo yang tidak konvensional, dalam segala bentuk dan ukurannya, menunjukkan berapa banyak cara lain dalam mengeksplorasi sebuah logo agar keluar di kesusilaan logo itu sendiri. 4.1.6
Teori Tipografi Tipografi dalam identitas visual dibagi menjadi 2 kategori, yaitu tipografi pada logo (logotype) dan tipografi yang digunakan dalam media-media aplikasi logo (corporate typeface/brand font). Keduanya memiliki fungsi yang bertolak belakang, sehingga karakteristik huruf yang dipakai pada keduanya pun berbeda. Pada logotype, keunikan menjadi hal yang paling utama dalam sebuah logo, maka jenis huruf yang digunakan harus berbeda. Biasanya jenis huruf pada letter marks dirancang secara khusus atau menggunakan jenis huruf yang sudah ada namun dimodifikasi. Sedangakan corporate typeface banyak menggunakan jenis huruf yang mudah dikenal atau familiar, sudah beredar di pasaran, tetapi tidak sedikit perusahaan besar yang merancang sendiri typeface-nya, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan kepribadian identitasnya. Corporate typeface juga harus mempunyai fungsi tipografi pada umumnya yaitu sebagai penyimpan informasi yang secara readibility harus baik. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam tipografi menurut Danton Sihombing dalam buku “Tipografi Dalam Desain Grafis” adalah: 1. Legibility, yaitu huruf yang dipilih jelas bentuknya 2. Readibility, kemudahan untuk dibaca 3. Visibility, mudah terlihat 4. Clarity, memperlihatkan kejelasan
4.1.7
Teori Warna Dalam buku “Color Harmony Logos” dikatakan bahwa warna memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah pembentukan identitas. Sebagai bagian dari elemen logo, warna memegang peran sebagai sarana untuk lebih mempertegas dan memperkuat kesan atau tujuan dari logo tersebut. Dalam perencanaan corporate identity, warna mempunyai fungsi untuk memperkuat aspek identitas. Lebih lanjut dikatakan oleh Henry Dreyfuss, bahwa warna digunakan dalam simbolsimbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut. Sebagai contoh adalah penggunaan warna merah pada segitiga pengaman, warna-warna yang digunakan untuk traffic light merah untuk berhenti, kuning untuk bersiap-siap dan hijau untuk jalan. Dari contoh
23
tersebut ternyata pengaruh warna mampu memberikan impresi yang cepat dan kuat. Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda. Warna juga merupakan cerminan aura seorang manusia. Menurut para pengamat aura manusia, aura mereka akan berubah-ubah sesuai dengan apa yang mereka pikirkan. Seperti pada situasi dimana manusia sedang berpikir kreatif, aura mereka akan berwarna orange kemerahan. 4.1.8
Teori Layout Menurut Iwan Wirya, layout atau tata letak merupakan ramuan dari semua unsur grafis, meliputi warna, bentuk, merek illustrasi dan tipografi menjadi satu kesatuan baru yang disusun dan ditempatkan secara utuh dan terpadu. Menurut Frank F. Jefkin ada beberapa patokan dasar dalam merancang sebuah layout: • The Law of Unity Semua elemen dalam sebuah layout harus dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu kesatuan komposisi yang baik dan enak dilihat. • The Law of Variety Untuk menghindarkan kesan monoton, sebuah layout harus dibuat bervariasi dalam beberapa hal. • The Law of Balance Dalam sebuah layout titik dan garis tengah keseimbangan tidaklah terletak di tengah-tengah, tetapi merupakan ruang yang dibagi daerah layout menjadi kira-kira sepertiga atau dua per tiga bagian. • The Law of Rhythm Dalam sebuah layout, mata pembaca sebaiknya bergerak secara wajar, jadi sebaiknya dimulai sesuai dengan urutan yang ada. • The Law of Harmony Bagian dari suatu layout sebaiknya dirancang secara harmonis dan tidak meninggalkan kesan monoton. • The Law of Scale Perpaduan antara warna gelap dan terang akan menghasilkan sesuatu yang kontras. Hal ini dapat dipakai untuk memberi tekanan pada bagian-bagian tertentu dalam layout.
24
4.2
Strategi Komunikasi 4.2.1 Strategi Kreatif 4.2.1.1 Fakta Kunci • Monster bike merupakan pelopor toko fixed gear di Indonesia, dan salah satu toko terbesar dan terlengkap di Indonesia. • Visual yang dipresentasikan melalui logo belum mempresentasikan nilai-nilai yang terkandung dalam brand Monster Bike. • Konsumen tidak aware terhadap visual identitas Monster Bike. • Citra Monster Bike yang mulai turun di mata konsumen. • Monster Bike tidak maksimal dalam melakukan brand communication, sehingga akan berdampak buruk untuk kelangsungan brand ini dalam jangka panjang. • Kompetitor terdekat Monster Bike sudah merestorasi brand mereka dengan visual dan komunikasi yang baik, hal ini dapat mengurangi eksistensi Monster Bike kedepannya nanti. • Namun, kompetitor – kompetitor terdekat Monster Bike tidak memfokuskan brand mereka pada fixed gear. • Pada pertengahan 2010-pertengahan 2011, dalam 1 hari Monster dapat membangun sedikitnya 10 sepeda, kini angka tersebut sudah turun hingga 1 sampai 5 sepeda. • Fixed gear memang awalnya berkembang sebagai tren, namun karena tren di Indonesia mudah naik dan mudah turun, kini fixed gear justru menjadi bagian dari lifestyle warga Jakarta. • Banyaknya pengendara fixed gear yang mulai pudar tidak membuat para produsen dan distributor mungurangi pasokan stok barang mereka. • Pengendara fixed gear yang masih eksis hingga sekarang, merupakan pengendara yang benar-benar mencintai fixed gear, dan enggan pindah ke sepeda jenis lainnya. • Sepeda fixed gear yang tetap eksis hingga sekarang umumnya memiliki spesifikasi sepeda yang baik dan sesuai standar, tidak seperti yang terjadi pada saat tren ini mencapai puncaknya. • Para pengendara fixed gear umumnya berubah menjadi ekstrim, sedikit ugal -ugalan, dan tidak teratur ketika berkendara di jalan raya dengan sepedanya, apalagi jika mereka sedang melakukan Critical Mass(bersepeda beramairamai). • Fixed gear cukup mendominasi di jalanan ibu kota dibandingkan dengan sepeda lainnya. Hal ini dikuatkan ketika Car Free Day dilaksanakan.
25
4.2.1.2 Masalah yang Dikomunikasikan Visual yang ada belum mempresentasikan nilai-nilai dari brand Monster Bike, tidak visible bagi konsumen, dalam artian ketika konsumen belum hafal identitas Monster Bike, serta komunikasi yang belum berjalan maksimal, dan ancaman dari beberapa kompetitor yang sudah mulai merebut konsumen Monster Bike. Tentunya ini berbahaya bagi kelangsungan brand dan bisnis Monster Bike. 4.2.1.3 Objektif Menciptakan identitas baru yang sesuai dengan nilai-nilai brand Monster Bike, dengan tujuan memperbaiki brand image di mata konsumen, menjaga eksistensi Monster Bike di masyarakat Jakarta khususnya, menjaga brand loyalty yang telah terbentuk selama ini, dan tentunya menciptakan konsumen-konsumen baru. Semua hal diatas tentunya bertujuan untuk kelangsungan brand dan bisnis dari Monster Bike itu sendiri. 4.2.1.4 Target Konsumen Target Konsumen Primer a. Geografis • Kota besar di Indonesia dengan target utama DKI Jakarta dan sekitarnya. b. Demografis • Gender : Laki-laki • Usia : 17 – 30 tahun • Pekerjaan : Pelajar SMA, Mahasiswa, karyawan, staff, manager, professional, eksekutif muda, dan selebritis. • Kelas sosial : B – A+ (menengah keatas) c. Psikografis • Personality : Mandiri, percaya diri, ekstrovert, berani, energik, bersemangat, idealis, optimis, progressive, memiliki gengsi yang cukup tinggi, arogan, dan detail. •
Behavior : Urban, bergaya hidup modern, konsumtif, menyukai eksistensi sosial, suka berolahraga senang berkelompok atau bergabung dengan suatu komunitas, senang mengikuti tren yang akan dan sedang berlangsung, dan senang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi.
26
Target Konsumen Sekunder a. Geografis • Kota besar lainnya di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, Bali, dan Balikpapan. b. Demografis • Gender : Laki – laki dan wanita • Usia : 10 – 15 tahun, 30 – 40 tahun. • Pekerjaan : Pelajar SD – SMP, karyawan, staff, professional, manager, dan selebriti. • Kelas sosial : B – A+ c. Psikografis • Personality : Percaya diri, ekstrovert, berani, energik, bersemangat, idealis(khusus untuk usia 30-40 tahun), progressive, dan emosi dan mental yang belum stabil (khusus untuk umur 10-15 tahun). • Behavior : Urban, bergaya hidup modern, konsumtif, menyukai eksistensi sosial, cenderung manja(khusus umur 10-15 tahun), senang berkelompok atau bergabung dengan suatu komunitas, mudah terbawa tren yang sedang berlangsung(khusus untuk umur 10-15 tahun), dan senang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi. 4.2.1.5 Positioning Fixed Passion. Fixed Passion merupakan gambaran dari brand Monster Bike dalam memposisikan diri mereka di dalam fixed gear culture dan lifestyle di Jakarta. Passion yang kuat dan konsisten dalam menekuni Fixed gear menjadi kekuatan Monster Bike untuk tetap terus bertahan dalam bisnis ini. Hal ini menjadi suatu kekuatan yang sulit untuk disaingi oleh kompetitor lainnya, ketika para kompetitor tidak menempatkan brand mereka khusus pada bidang fixed gear. Umumnya mereka cenderung mencampurkan fixed gear dengan sepeda lain atau bahkan dengan bisnis lain. Fakta ini menunjukan pada suatu kesimpulan, Fixed Gear Passion merupakan positioning yang menjanjikan dalam bisnis ini. 4.2.1.6 Unique Selling Preposition Unstoppable fixed gear solutions. Monster Bike sebagai fixed gear expertise merupakan solusi tanpa batas bagi fixed gear rider di Jakarta pada khususnya.
27
4.2.1.7 Key Message Visual dan komunikasi dari Monster Bike akan menggambarkan identitas Monster Bike sebagai Fixed Gear Experties di Indonesia, dengan tujuan mengarahkan pola pikir audience ketika mereka berpikir fixed gear, maka Monster Bike akan menjadi hal pertama yang muncul dipikiran mereka. 4.2.1.8 Big Idea Passionately Fixed Gear Lifestyle dan culture fixed gear kini menunjukan fakta bahwa konsumen kini memiliki minat serius terhadap fixed gear. Hal ini sejalan dengan brand kami, yang bertahan dalam fixed gear culture karena passion dan fokus kami yang kuat dalam bidang fixed gear. Passion dalam arti sederhana berarti sebuah semangat yang besar disertai emosi yang kuat, sebuah hasrat yang membara atau burning desire, sebuah determinasi untuk memujudkan sesuatu tujuan. Hal ini menjadikan pondasi kami untuk menekuni dan mendalami fixed gear semakin dalam sehingga menjadikan Monster Bike semakin expert dalam hal fixed gear, lifestyle dan culture itu sendiri. 4.2.1.9 Benefit 4.2.1.9.1 Emotional Benefit • Monster Bike merupakan hal pertama yang muncul dibenak konsumen ketika mereka mendengar kata Fixed Gear. • Konsumen memiliki kepercayaan yang tinggi kepada Monster Bike. • Konsumen merasa nyaman ketika berbelanja ataupun sekedar berkunjung dengan konsep baru yang Monster Bike tawarkan. • Experience dari brand Monster Bike kepada konsumen membuat kesan yang sulit dilupakan oleh konsumen. 4.2.1.9.2 Rational Benefit • Konsumen akan mendapatkan servis maksimal dari Monster Bike. • Konsumen akan mendapatkan sparepart yang mereka butuhkan di Monster Bike. • Konsumen akan mendapat pengehtahuan dan saran tentang sepeda mereka melalui sharing dengan staff terkait di Monster Bike. 4.2.1.10 Keyword • Fixed Gear
28
• Expert • Freedom • Fast • Modern • Street Art • Urban 4.2.2
Strategi Desain 4.2.2.1 Tone & Manner • Modern Experimental • Evolve • Brave • Spirit • Urban • Freedom • Dynamic 4.2.2.2 Approach Dunia kini telah berubah. Teknologi sudah semakin maju. Pemahaman desainer dan marketing terhadap branding semakin memikat, begitu juga dengan konsumennya. Sementara logo yang ‘klasik’ terus di desain dan tetap dapat menjadi efektif, ekspolrasi pendekatan alternatif dalam menjangkau konsumen pun menjadi semakin tinggi. Fleksibilitas dalam desain logo atau brand architecture adalah satu hal, mengubah logo keseluran logo adalah hal yang berbeda. Biasanya logo keluar dalam bentuk yang tetap konsisten walaupun bentuknya bermain. Logo bisa fleksibel selama pesan itu konsisten dan mudah dikenali oleh khalayak yang diinginkan. Flexibility logo menjadi sebuah treatment baru untuk sebuah identitas. Logo dengan treatment baru ini, walaupun bisa jadi bukan masterpiece atau karya yang terbaik, tapi menunjukkan cara pendekatan yang unik dan berbeda. Treatment ini ternyata sesuai dengan Monster Bike. Fakta tentang life style konsumen dan fixed gear itu sendiri menjadi sebuah argumen yang kuat untuk menciptakan sebuah identitas yang fleksibel. Jadi, secara keseluruhan, desain yang akan dibuat sebagai identitas visual Monster Bike akan diarahkan kepada desain yang modern dan non konvensional . Modern dan non konvesional disini adalah desain yang berbeda dari tren yang berkembang selama ini atau dengan kata lain Out of the Box. Out of the box disini adalah visual yang fleksibel dan dinamis, tidak terlalu terpaku oleh aturan-aturan grafis yang ada selama ini. Namun tentunya pendekatan ini akan
29
selaras dengan spirit baru Monster Bike dan tentunya sesuai dengan sudut pandang objektif fixed gear culture itu sendiri. Tampilan yang berbeda dari biasanya ini bertujuan untuk menciptakan keunikan tersendiri bagi Monster Bike, yang kemudian menciptakan kesan dan pengalaman yang berbeda ketika bersentuhan dengan konsumen. Dengan ini, maka identitas Monster Bike akan lebih mudah dikenal dan diingat oleh konsumen. 4.2.2.3 Strategi Verbal Menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam penyampaian komunikasi visual, menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan target market yaitu nonformal dan santai, namun harus terlihat catchy, serta segala bentuk informasi disampaikan secara singkat dan jelas agar mudah dan dapat langsung dengan cepat dimengerti oleh target market. 4.2.2.4 Strategi Visual Unsur – unsur desain yang dipilih dengan mempertimbangkan karakter dan target market Monster Bike serta pendekatan yang dilakukan yaitu : • Menggunakan style modern experimental. • Menggunakan style evolve logo, seperti yang lazim dilakukan oleh Wolff Olins International Brand Consultant pada London 2012 dan Liverpool 1. • Mengaplikasikan visual style logo dalam berbagai macam media aplikasi, termasuk media komunikasi tematik dan tactical. 4.2.2.5 Pemilihan Items • Identity • Brand Guideline • Promotional Items • Environmetal Graphic Design • Communication template