BAB 4 PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISA
4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Data Komponen PT. Marino Pelita Indonesia memproduksi sepatu militer dalam 2 jenis yaitu jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian). Pembuatan sepatu militer melibatkan cukup banyak komponen penyusun yang secara garis besar dapat digolongkan menjadi 8 jenis bahan yaitu kulit, kain drill, kain keras, leather coat, hak kayu, karet sol, mata ayam, dan tali sepatu. Beberapa bahan tersebut dirinci lagi menurut bagian-bagiannya. Agar tidak menimbulkan kerancuan, maka yang ditampilkan di sini adalah untuk sebuah sepatu saja (bukan sepasang) karena untuk sepatu pasangannya memiliki kesamaan dengan uraian tersebut. Tabel 4.1 Komponen Penyusun Sebuah Sepatu Nama Komponen Kulit bagian tumit Kulit bagian jari Kulit bagian samping kiri Kulit bagian samping kanan Kulit bagian atas Kulit bagian belakang Kulit bagian depan kiri Kulit bagian depan kanan Kulit bagian depan dalam Kulit bagian alas Kain drill bagian tumit
Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
42
Tabel 4.1 Komponen Penyusun Sebuah Sepatu (lanjutan) Nama Komponen Kain drill bagian jari Kain drill bagian samping kiri Kain drill bagian samping kanan Kain drill bagian atas Kain drill bagian depan dalam Kain keras bagian jari Kain keras bagian tumit Leather coat bagian alas Kayu pengisi sol bagian tumit Karet sol Mata ayam Tali sepatu
Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 PDL : 16, PDH : 10 1
PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian Sumber : PT. Marino Pelita Indonesia
4.1.2 Data Urutan Operasi Perakitan Hal yang mutlak diperlukan untuk melakukan kegiatan penyeimbangan lini yaitu adanya data urut-urutan operasi perakitan serta waktu prosesnya sehingga dapat diketahui precedence constraints yang tidak boleh dilanggar serta alokasi waktu untuk tiap-tiap task. Operasi untuk merakit sepatu jenis PDL dan PDH adalah sama, namun ada perbedaan waktu di beberapa task di mana jenis PDH memerlukan waktu lebih sedikit mengingat bentuk produknya juga lebih kecil dibandingkan PDL untuk ukuran yang sama. Hal ini mengakibatkan total waktu proses untuk kedua jenis produk juga berbeda. Untuk melakukan line balancing, waktu proses ini tidak bisa langsung digunakan melainkan harus diolah terlebih dahulu dengan menggunakan penyesuaian dan kelonggaran sehingga didapatkan waktu baku.
43
Tabel 4.2 Urutan Operasi Perakitan Sebuah Sepatu Task No
Precedence Activity
Deskripsi Operasi
1
-
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
8
-
9
1
10
2, 9
11
3, 10
12
4, 11
13
12
14
13
15
5, 14
16
6, 15
Menyatukan kulit bagian tumit dan kain drill bagian tumit menjadi subassembly 1. Menyatukan kulit bagian samping kiri dan kain drill bagian samping kiri menjadi subassembly 2. Menyatukan kulit bagian samping kanan dan kain drill bagian samping kanan menjadi subassembly 3. Menyatukan kulit bagian atas dan kain drill bagian atas menjadi subassembly 4. Menyatukan kulit bagian depan dalam dan kain drill bagian depan dalam menjadi subassembly 5. Menyatukan kulit bagian jari dan kain drill bagian jari menjadi subassembly 6. Menyatukan kulit bagian alas dan leather coat bagian alas menjadi subassembly 7. Mengisikan kayu ke sol karet menjadi subassembly 8. Menyatukan subassembly 1 dan kulit bagian belakang menjadi assembly 1. Menyatukan subassembly 2 dan assembly 1 menjadi assembly 2. Menyatukan subassembly 3 dan assembly 2 menjadi assembly 3. Menyatukan subassembly 4 dan assembly 3 menjadi assembly 4. Menyatukan assembly 4 dan kulit bagian depan kiri menjadi assembly 5. Menyatukan assembly 5 dan kulit bagian depan kanan menjadi assembly 6. Menyatukan subassembly 5 dan assembly 6 menjadi assembly 7. Menyatukan subassembly 6 dan assembly 7 menjadi assembly 8.
Waktu Proses Untuk PDL 50”
Waktu Proses Untuk PDH 50”
1’10”
1’
1’10”
1’
45”
45”
1’
50”
55”
55”
4’25”
4’25”
10”
10”
30”
30”
1’25”
1’15”
1’25”
1’15”
50”
50”
1’15”
1’05”
1’15”
1’05”
1’05”
55”
1’30”
1’30”
44
Tabel 4.2 Urutan Operasi Perakitan Sebuah Sepatu (lanjutan) Task No
Precedence Activity
Deskripsi Operasi
Waktu Proses Untuk PDL 2’
Waktu Proses Untuk PDH 1’15”
17
16
18
17
19
18
20
7, 19
21
20
Memasang mata ayam ke assembly 8 menjadi assembly 9. Menyisipkan kain keras bagian tumit ke assembly 9 menjadi assembly 10. Menyisipkan kain keras bagian jari ke assembly 10 menjadi assembly 11. Menyatukan subassembly 7 dan assembly 11 menjadi assembly 12. Menghaluskan bagian alas assembly 12.
35”
35”
40”
40”
7’15”
7’15”
1’
1’
22
21
Memberikan lem pada alas assembly 12.
3’20”
3’20”
23
8, 22
Menyatukan subassembly 8 dan assembly 12 menjadi assembly 13. Merapikan assembly 13.
9’30”
9’30”
24
23
1’40”
1’40”
25
24
Memasang tali sepatu ke assembly 13 menjadi produk akhir sepatu. Menyemir sepatu.
1’25”
1’
26
25
1’10”
1’
PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian Sumber : PT. Marino Pelita Indonesia
4.1.3 Data Kapasitas Produksi Harian Untuk 1 Lini Untuk menentukan Cycle Time (CT) teoritis yang nantinya akan digunakan dalam perhitungan line balancing, diperlukan data kapasitas produksi harian per lini. Adapun kapasitas produksi per hari untuk 1 lini produksi di PT. Marino Pelita Indonesia adalah 35 pasang sepatu. Jumlah ini sama baik untuk sepatu jenis PDL
45
maupun PDH. 1 lini produksi tersebut dipecah menjadi dua bagian yaitu lini kiri dan kanan yang masing-masing akan mengerjakan operasi perakitan untuk sebuah sepatu.
4.2 Pengolahan Data 4.2.1 Assembly Chart Untuk Produk Sepatu Karena pembahasan dalam skripsi ini akan dititikberatkan pada lini perakitan, maka dibuatlah Assembly Chart (AC) sehingga dari sini dapat dilihat sekilas bagaimana urut-urutan komponen dirakit hingga menjadi produk jadi yang dihasilkan PT. Marino Pelita Indonesia yaitu sepatu militer. Menurut Apple (1990, p137-139), AC adalah gambaran grafis dari urut-urutan aliran komponen dan rakitan bagian ke dalam rakitan suatu produk. Akan terlihat bahwa AC menunjukkan cara yang mudah dipahami tentang : -
Komponen-komponen yang membentuk produk.
-
Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama.
-
Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan bagian.
-
Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan.
-
Keterkaitan antara komponen dengan rakitan bagian.
-
Gambaran menyeluruh dari proses rakitan.
-
Urutan waktu komponen bergabung bersama.
-
Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan.
46
Nama Objek : Sepatu Militer Dipetakan Oleh : Priscilla Selly Tanggal Dipetakan : 19 April 2007 KT DT
Kulit bagian tumit
Assembly Chart
Sekarang Usulan
SA 1
Kain drill bagian tumit A1 Kulit bagian belakang
KB Kulit bagian samping kiri KSKI
SA 2 A2
Kain drill bagian samping kiri DSKI Kulit bagian samping kanan SA 3
KSKA
A3
Kain drill bagian samping kanan DSKA KAT
Kulit bagian atas
SA 4 A4
Kain drill bagian atas DAT Kulit bagian depan kiri
A5
KDKI Kulit bagian depan kanan KDKA
A6 Kulit bagian depan dalam
KDD
SA 5 A7
Kain drill bagian depan dalam DDD Kulit bagian jari KJ
SA 6 A8
Kain drill bagian jari DJ MA
Mata ayam A9 Kain keras bagian tumit
KET
A 10 Kain keras bagian jari
KEJ
A 11 Kulit bagian alas
KAL LC KY KS TS
SA 7 A 12
Leather coat Kayu hak sol
SA 8
Karet sol Tali sepatu
Gambar 4.1 Assembly Chart Sebuah Sepatu
A 13
A 14
47
4.2.2 Penyeimbangan Lini Perakitan Untuk Produk Sepatu Jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan) 4.2.2.1 Struktur Produk Untuk memperlihatkan rangkaian struktur semua komponen yang digunakan untuk memproduksi sepatu militer jenis PDL maka dibuatlah struktur produk yang berupa suatu jaringan untuk menggambarkan hubungan induk (parent product) hingga ke komponen-komponennya. Struktur produk didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufakturing. Struktur produk tipikal akan menunjukkan bahan baku yang dikonversi ke dalam komponen-komponen fabrikasi, kemudian
komponen-komponen
itu
bergabung
bersama
untuk
membuat
subassemblies, kemudian subassemblies bergabung bersama membuat assemblies, dan seterusnya sampai produk akhir. Struktur produk sering ditampilkan dalam bentuk gambar. (Gaspersz, 2001, p148). Cara memetakan struktur produk yang digunakan dalam skripsi ini adalah secara explosion, artinya urutan dimulai dari induk (produk akhir) pada level nol sampai komponen pada level paling bawah. Untuk struktur produk sepatu PDL terdapat 16 level keseluruhan yaitu dari level 0 sampai level 15. Masing-masing komponen mempunyai kuantitas yang sama yaitu 1 buah, kecuali untuk komponen mata ayam, berkode MA dengan nomor 35, kuantitasnya adalah 16 buah.
48
Struktur Produk
Nama Objek : Sepatu Militer PDL Dipetakan Oleh : Priscilla Selly Tanggal Dipetakan : 19 April 2007 Cara Pemetaan : Explosion
Sekarang Usulan
Sepatu
….0
1
1
SA8
1
1 37
A10
1 1
1
1 28
9
A5
1 1
21
1 18
A1 1 17
14
SA1 15
1
KT
KB
1 25
1 22
1 19
1
KSKI 16
DT
1
26
DAT
1 23
1
34
DJ
….8
1
….9
20
1
….12
1
DSKA DSKI
1
….6
….11
KAT
KSKA
SA2
16
1
24
SA3
….4
….10
SA4
A2 13
DDD
KDKI
A3 12
31
LC
1
27
A4 11
1
KDD
1
40
….7
1
KJ
1 30
KDKA 1
10
1 33
….3
….5
SA6
SA5
KS
1
32
29
A6
1
1
43
KET MA
A7 8
KAL
….2
1
35
A8 7
39
36
A9 6
1
1
KY
SA7
KEJ
1
5
1 42
38
A11 4
1
41
A12 3
….1
TS
1
2
1
44
A13
….13
1
….14 ….15
Gambar 4.2 Struktur Produk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Kode-kode yang tercantum dalam struktur produk di atas akan diuraikan artinya pada Bill Of Material.
49
4.2.2.2 Bill Of Material (BOM) Untuk menjelaskan gambar struktur produk di atas maka dibuatlah Bill Of Material (BOM) sehingga dapat diketahui arti kode singkatan yang digunakan. BOM adalah suatu daftar komponen, deskripsi, dan jumlah yang dibutuhkan untuk membuat suatu unit produksi. (Heizer dan Render, 2005, p579). Tabel 4.3 Bill Of Material (BOM) Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) No Komponen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Level
Deskripsi
Kode
Jumlah
1 .2 ..3 …4 ….5 …..6 ……7 …….8 ……..9 ………10 ……….11 ………..12 …………13 ………….14 …………..15 …………..15 ………….14 …………13 ………….14 ………….14
A13 A12 A11 A10 A9 A8 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 SA1 KT DT KB SA2 KSKI DSKI
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
21 22
………..12 …………13
SA3 KSKA
1 1
Each Each
23
…………13
DSKA
1
Each
24 25
……….11 ………..12
Assembly 13 Assembly 12 Assembly 11 Assembly 10 Assembly 9 Assembly 8 Assembly 7 Assembly 6 Assembly 5 Assembly 4 Assembly 3 Assembly 2 Assembly 1 Subassembly 1 Kulit bagian tumit Kain drill bagian tumit Kulit bagian belakang Subassembly 2 Kulit bagian samping kiri Kain drill bagian samping kiri Subassembly 3 Kulit bagian samping kanan Kain drill bagian samping kanan Subassembly 4 Kulit bagian atas
BOM UOM Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each
SA4 KAT
1 1
Each Each
50
Tabel 4.3 Bill Of Material (BOM) Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) No Komponen 26 27 28 29 30 31
Level ………..12 ………10 ……..9 …….8 ……..9 ……..9
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
……7 …….8 …….8 …..6 ….5 …4 ..3 …4 …4 .2 ..3
43 44
..3 1
Deskripsi
Kode
Jumlah
Kain drill bagian atas Kulit bagian depan kiri Kulit bagian depan kanan Subassembly 5 Kulit bagian depan dalam Kain drill bagian depan dalam Subassembly 6 Kulit bagian jari Kain drill bagian jari Mata ayam Kain keras bagian tumit Kain keras bagian jari Subassembly 7 Kulit bagian alas Leather coat bagian alas Subassembly 8 Kayu pengisi sol bagian tumit Karet sol Tali sepatu
DAT KDKI KDKA SA5 KDD DDD
1 1 1 1 1 1
BOM UOM Each Each Each Each Each Each
SA6 KJ DJ MA KET KEJ SA7 KAL LC SA8 KY
1 1 1 16 1 1 1 1 1 1 1
Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each
KS TS
1 1
Each Each
4.2.2.3 Evaluasi Kinerja Lini Perakitan 4.2.2.3.1 Perhitungan Penyesuaian Dengan Metode Objektif Dalam praktek operasi perakitan yang sebenarnya di lapangan, terkadang ada halhal yang mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu lamanya waktu penyelesaian pekerjaan. Agar waktu tersebut menjadi wajar, maka harus dinormalkan dengan melakukan penyesuaian. Metode penyesuaian yang
51
digunakan dalam skripsi ini adalah metode objektif. Penyesuaian dilakukan berdasarkan kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan operator. Tabel 4.4 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 1-6, 9-16 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Konstan dan dekat 5 Peralatan : Perlu kontrol dan penanganan 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
K
4
P B-1
2 2 9 1.09
Keterangan : Task 1-6 dan 9-16 mempunyai nilai penyesuaian yang sama karena pada dasarnya kegiatan pada task-task ini adalah sama yaitu menjahit. Anggota badan yang aktif dipakai untuk kegiatan menjahit adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Mesin jahit dijalankan dengan menginjak dinamo di bawah kaki. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan konstan dan dekat karena operator harus teliti agar alur jahitannya rapi sehingga pandangan ke objek harus secara konstan dan cermat. Peralatan yang digunakan adalah mesin jahit di mana kontrol untuk menjalankannya perlu ditangani oleh operator. Berat beban kulit dan kain drill yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg.
52
Masing-masing nilai penyesuaian untuk seluruh keadaan tersebut dijumlahkan, lalu dibagi dengan 100, dan ditambahkan dengan 1. Dengan demikian diperoleh suatu angka yang akan menjadi nilai P2 yang akan digunakan untuk proses perhitungan penyesuaian selanjutnya. Tabel 4.5 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 7, 18-20 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J N B-1
2 0 2 5 1.05
Keterangan : Task 7 dan 18-20 merupakan kegiatan proses open sehingga diberikan nilai penyesuaian yang sama untuk keempatnya. Anggota badan yang aktif dipakai untuk proses open adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan yang digunakan adalah peralatan manual seperti cetakan sepatu dari kayu serta lem sehingga mudah ditangani. Berat beban kulit, kain drill, kain keras, dan leather coat yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg.
53
Tabel 4.6 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 8 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J N B-1
2 0 2 5 1.05
Keterangan : Task 8 merupakan kegiatan mengisikan potongan kayu ke bagian tumit dari sol karet. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Tidak ada peralatan khusus yang digunakan sehingga dianggap mudah ditangani. Berat beban kayu dan karet yang membentuk sol sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.7 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 17 No 1 2 3 4
Keadaan Anggota terpakai : Lengan bawah, pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian Koordinasi mata dengan tangan : Konstan dan dekat
Lambang C
Penyesuaian 2
F
0
H
0
K
4
54
Tabel 4.7 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 17 (lanjutan) No Keadaan 5 Peralatan : Dengan sedikit kontrol 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang O B-1
Penyesuaian 1 2 9 1.09
Task 17 merupakan kegiatan memasang mata ayam ke badan sepatu. Anggota badan yang aktif dipakai adalah lengan bawah, pergelangan tangan, dan jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan konstan dan dekat ke objek karena operator harus memperhatikan jarak pelubangan dan pemasangan mata ayam agar teratur dan rapi. Peralatan yang digunakan adalah alat pelubang yang sekaligus dapat memasang mata ayam sehingga harus ditangani dengan sedikit kontrol dari operator. Berat beban kulit dan kain drill yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.8 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 21 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J N B-1
2 0 2 5 1.05
55
Keterangan : Task 21 merupakan kegiatan menghaluskan alas badan sepatu dengan menggunakan amplas. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan yang digunakan mudah ditangani. Berat beban kulit, kain drill, kain keras, dan leather coat yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.9 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 22 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah 6 Berat beban (kg) : 0.45 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J N B-1
2 0 2 5 1.05
Keterangan : Task 22 merupakan kegiatan memberikan lem pada bagian alas badan sepatu. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan
56
yang digunakan mudah ditangani. Berat beban kulit, kain drill, kain keras, dan leather coat yang membentuk badan sepatu paling maksimal adalah 0.45 kg. Tabel 4.10 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 24 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dengan sedikit kontrol 6 Berat beban (kg) : 0.90 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J O B-2
2 1 5 9 1.09
Keterangan : Task 24 merupakan kegiatan merapikan sepatu dengan menggunakan alat untuk finishing. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan yang digunakan adalah alat yang dapat menghasilkan panas untuk merapikan sepatu (misalnya membersihkan benang-benang yang tercerabut, merapikan potongan kulit yang sedikit melebihi pola, dan sebagainya) sehingga memerlukan sedikit kontrol operator. Berat beban sepatu paling maksimal adalah 0.90 kg.
57
Tabel 4.11 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 25 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah 6 Berat beban (kg) : 0.90 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J N B-2
2 0 5 8 1.08
Task 25 merupakan kegiatan memasang tali sepatu. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Tidak ada peralatan khusus yang digunakan sehingga dianggap mudah ditangani operator. Berat beban sepatu paling maksimal adalah 0.90 kg. Tabel 4.12 Perhitungan Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Task 26 No 1 2
Keadaan Anggota terpakai : Pergelangan tangan dan jari Pedal kaki : Tanpa pedal, atau 1 pedal dengan sumbu di bawah kaki 3 Penggunaan tangan : Kedua tangan saling bantu atau bergantian 4 Koordinasi mata dengan tangan : Cukup dekat 5 Peralatan : Dapat ditangani dengan mudah 6 Berat beban (kg) : 0.90 (tangan) Jumlah P2 = (1 + (Jumlah/100)) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p147-148
Lambang B F
Penyesuaian 1 0
H
0
J N B-2
2 0 5 8 1.08
58
Keterangan : Task 26 merupakan kegiatan menyemir sepatu agar mengkilap. Anggota badan yang aktif dipakai adalah pergelangan tangan sampai ke jari. Tidak ada pedal kaki yang digunakan. Tangan kiri dan kanan saling membantu dalam melakukan pekerjaan. Koordinasi mata dan tangan cukup dekat ke objek. Peralatan mudah ditangani operator. Berat beban sepatu paling maksimal adalah 0.90 kg. Faktor penyesuaian P1 (kecepatan kerja) untuk seluruh task diberikan nilai yang sama yaitu P1 = 1 (operator bekerja secara normal atau wajar). Nilai ini diberikan dengan alasan operator cukup berpengalaman pada saat bekerja, melaksanakannya tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya. Di samping itu, para operator di PT. Marino Pelita Indonesia terlihat mampu saling menyesuaikan ritme kerja masing-masing dengan ritme kerja rekannya sehingga mereka bekerja dengan irama kecepatan yang kompak dan wajar, tidak ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Setelah nilai penyesuaian P1 dan P2 ditentukan maka di bawah ini akan diringkas mengenai perhitungan faktor penyesuaian secara keseluruhan. Tabel 4.13 Faktor Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Seluruh Task No 1 2 3
Task ke 1-9, 9-16 7, 18-20 8
P1 1 1 1
P2 1.09 1.05 1.05
Penyesuaian Total (P = P1 x P2) 1 x 1.09 = 1.09 1 x 1.05 = 1.05 1 x 1.05 = 1.05
59
Tabel 4.13 Faktor Penyesuaian dengan Metode Objektif untuk Seluruh Task (lanjutan) No 4 5 6 7 8 9
Task ke 17 21 22 24 25 26
P1 1 1 1 1 1 1
P2 1.09 1.05 1.05 1.09 1.08 1.08
Penyesuaian Total (P = P1 x P2) 1 x 1.09 = 1.09 1 x 1.05 = 1.05 1 x 1.05 = 1.05 1 x 1.09 = 1.09 1 x 1.08 = 1.08 1 x 1.08 = 1.08
Untuk task 23, operasi secara penuh dilakukan oleh mesin sehingga waktu kerjanya langsung dianggap sebagai waktu normal (tidak perlu ditambahkan faktor penyesuaian). Nilai penyesuaian yang diperoleh untuk semua task berlaku untuk produk PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian) sehingga pada pembahasan produk PDH tidak perlu lagi dilakukan perhitungan penyesuaian.
4.2.2.3.2 Perhitungan Kelonggaran Untuk mendapatkan waktu baku, perlu ditambahkan suatu persentase kelonggaran terhadap waktu normal. Hal ini dilakukan untuk memberikan semacam toleransi waktu bagi operator karena cara manusia bekerja dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti sikap kerja, gerakan kerja, keadaan lingkungan tempat kerja, dsb. Kelonggaran ini mutlak perlu karena jika tidak diberikan maka para operator tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.
60
Tabel 4.14 Perhitungan Kelonggaran Berdasarkan Faktor-faktor yang Berpengaruh Faktor A. Tenaga yang Dikeluarkan 1. Dapat diabaikan B. Sikap Kerja 1. Duduk C. Gerakan Kerja 1. Normal D. Kelelahan Mata 2. Pandangan yang hampir terus menerus E. Keadaan Temperatur Tempat Kerja 5. Tinggi F. Keadaan Atmosfer 2. Cukup G. Keadaan Lingkungan yang Baik 5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas H. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi 2. Wanita Total Kelonggaran (k) Sumber : Teknik Tata Cara Kerja, Sutalaksana, p151-153
Kelonggaran (%) 1.0 0 0 6.0 5.0 0.5
0.5 2.0 15.0
Keterangan : A. Tenaga yang dikeluarkan : Dapat diabaikan. Operator bekerja di meja, duduk, di mana pekerjaan cenderung lebih menuntut ketrampilan tangan daripada pengeluaran tenaga fisik. B. Sikap kerja : Duduk Operator bekerja sambil duduk di mana posisi kerja tidak mengikat. Operator dapat memilih posisi kerja yang nyaman sambil tetap memperhatikan batasanbatasannya agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. C. Gerakan kerja : Normal
61
Tidak ada ketentuan-ketentuan khusus yang membatasi gerakan anggota badan. Anggota badan yang paling banyak bergerak adalah tangan. D. Kelelahan mata : Pandangan yang hampir terus-menerus Operator harus melihat komponen-komponen yang sedang dirakit secara cermat dan teliti agar tidak terjadi banyak kesalahan. Pencahayaan di area produksi kurang memadai. E. Keadaan temperatur tempat kerja : Tinggi Temperatur cukup panas yaitu 28-30 ºC. F. Keadaan atmosfer : Cukup Ventilasi untuk siklus udara kurang memadai karena tidak adanya cukup jendela untuk mengakses area luar sehingga ruang lantai produksi mengeluarkan bau lembab yang agak mengganggu jika terhirup dalam waktu lama. Ditambah lagi adanya bahan-bahan seperti leather coat dan karet juga kadang menimbulkan bau kurang sedap jika masih dalam lembaran-lembaran besar. G. Keadaan lingkungan yang baik : Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas Kondisi lingkungan kerja di perusahaan belum dapat dikatakan ergonomis. Dalam kondisi kerja yang cukup memprihatinkan, para pekerja akan cepat mengalami lelah fisik dan cenderung banyak membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaannya. H. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi : Wanita
62
Operator perakitan terdiri dari pria dan wanita sehingga untuk kelonggaran dipakai faktor untuk wanita karena memerlukan persentase kelonggaran yang lebih besar daripada pria sehingga pria tinggal mengikuti besarnya kelonggaran untuk faktor ini. Nilai kelonggaran berlaku untuk produk PDL (Pakaian Dinas Lapangan) dan PDH (Pakaian Dinas Harian) sehingga pada pembahasan produk PDH tidak perlu lagi dilakukan perhitungan kelonggaran.
4.2.2.3.3 Perhitungan Waktu Baku Untuk mendapatkan waktu baku untuk penyelesaian suatu operasi kerja, waktu proses harus ditambahkan dengan penyesuaian yang telah dihitung sebelumnya sehingga diperoleh waktu normal. Selanjutnya, waktu normal harus ditambahkan dengan kelonggaran yang juga telah dihitung sebelumnya sehingga diperoleh waktu baku. Contoh perhitungan waktu baku untuk task 1 dan 2 adalah sebagai berikut : •
Task no 1 Waktu proses = 50 detik / 60 = 0.83 menit Wn = Waktu proses (menit) x Penyesuaian = 0.83 x 1.09 = 0.90 menit Wb= Wn x
= 0.90 x
100% 100% − % kelonggaran
100% = 1.06 menit 100% − 15%
63
•
Task no 2 Waktu proses = 1 menit + (10 detik / 60) = 1.17 menit Wn = Waktu proses (menit) x Penyesuaian = 1.17 x 1.09 = 1.28 menit Wb= Wn x
= 1.28 x
100% 100% − % kelonggaran 100% = 1.51 menit 100% − 15%
Keterangan : Untuk selanjutnya, Wb akan disebut dengan istilah Ti. Hasil perhitungan waktu baku selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.15 Perhitungan Waktu Baku Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Task Waktu no proses 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
50” 1’10” 1’10” 45” 1’ 55” 4’25” 10” 30” 1’25” 1’25” 50” 1’15” 1’15”
Waktu proses (menit) 0.83 1.17 1.17 0.75 1.00 0.92 4.42 0.17 0.50 1.42 1.42 0.83 1.25 1.25
Penyesuaian
Kelonggaran
Waktu Normal (Wn)
Waktu Baku (Wb)
1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.05 1.05 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09
15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 %
0.90 1.28 1.28 0.82 1.09 1.00 4.64 0.18 0.55 1.55 1.55 0.90 1.36 1.36
1.06 1.51 1.51 0.96 1.28 1.18 5.46 0.21 0.65 1.82 1.82 1.06 1.60 1.60
64
Tabel 4.15 Perhitungan Waktu Baku Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Task Waktu no proses 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Total
1’05” 1’30” 2’ 35” 40” 7’15” 1’ 3’20” 9’30” 1’40” 1’25” 1’10”
Waktu proses (menit) 1.08 1.50 2.00 0.58 0.67 7.25 1.00 3.33 9.50 1.67 1.42 1.17 48.27
Penyesuaian
Kelonggaran
Waktu Normal (Wn)
Waktu Baku (Wb)
1.09 1.09 1.09 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.09 1.08 1.08
15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 %
1.18 1.64 2.18 0.61 0.70 7.61 1.05 3.50 9.50 1.82 1.53 1.26
1.39 1.93 2.56 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
4.2.2.4 Precedence Diagram Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Dengan membuat diagram ini maka dapat diketahui hubungan saling ketergantungan di mana ada beberapa task yang tidak dapat dikerjakan jika task pendahulunya belum diselesaikan. Precedence diagram menggunakan beberapa tanda spesifik yang masing-masing memiliki arti dan manfaat yang berbeda. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya berguna untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini,
65
operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi yang ada pada ujung panah. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi, yaitu waktu baku yang diperoleh dengan mengolah waktu proses dengan menggunakan penyesuaian dan kelonggaran. Waktu baku tersebut dinyatakan dalam satuan menit. Precedence diagram untuk produk PDL terdiri dari 26 buah lingkaran sesuai banyaknya jenis kegiatan untuk merakitnya.
1.06
0.65
1
9 1.82 10
1.51 2
1.82 11
1.51 3
1.06
1.60
1.60
12
13
14
0.96 4
1.39 15
1.28 5
1.93
2.56
0.72
0.82
16
17
18
19
1.18 6
8.95
1.24
20
21
4.12 22
5.46 7
11.18 2.14 23
24
1.80 1.48 25
0.21 8
Diagram 4.1 Precedence Diagram Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan)
26
66
4.2.2.5 Lini Perakitan Lama Lini perakitan lama di PT. Marino Pelita Indonesia terdiri dari 12 Work Station (WS) yang mencakup 26 task dengan total waktu 60.05 menit untuk produk jenis PDL. Yang akan dihitung untuk masing-masing WS adalah Station Time (STi) yang merupakan total waktu operasi (Ti) pada suatu WS, Idle Time (IT) yang merupakan lamanya waktu menganggur di suatu WS, serta Station Efficiency (SE) yang merupakan ukuran efisiensi di suatu WS. Contoh perhitungan untuk WS I dan V adalah sebagai berikut : •
WS I n
∑ Ti = 1.06 + 1.51 + 1.51 + 0.96 + 1.28 + 1.18 = 7.50 menit
STi =
i =1
IT = CT – STi = 11.87 – 7.50 = 4.37 menit SE = •
7.50 STi × 100% = × 100% = 63.18% 11.87 CT
WS V n
STi =
∑ Ti = 0.72 + 0.82 = 1.54 menit i =1
IT = CT – STi = 11.87 – 1.54 = 10.33 menit SE =
1.54 STi × 100% = × 100% = 12.97% 11.87 CT
Hasil perhitungan untuk WS selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
67
Tabel 4.16 Lini Perakitan Lama untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
1 2 3 4 5 6 9 10 11 12 13 14 15 16 17 7 18 19 20 21 8 22 23 24 25 26
1.06 1.51 1.51 0.96 1.28 1.18 0.65 1.82 1.82 1.06 1.60 1.60 1.39 1.93 2.56 5.46 0.72 0.82 8.95 1.24 0.21 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
II
III IV V VI VII VIII IX X XI XII Total
7.50
Idle Time (IT) 4.37
Station Efficiency (SE) 63.18 %
11.87 (CT)
0
100 %
2.56 5.46 1.54
9.31 6.41 10.33
21.57 % 46.00 % 12.97 %
8.95 1.24 0.21 4.12 11.18 2.14 3.28
2.92 10.63 11.66 7.75 0.69 9.73 8.59
75.40 % 10.45 % 1.77 % 34.71 % 94.19 % 18.03 % 27.63 %
60.05
82.39
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
60.05 × 100% = 42.16% 12 × 11.87
68
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(12 × 11.87) − 60.05 × 100% = 57.84% (12 × 11.87)
(4.37 2 + 0 2 + ... + 8.59 2 ) = 740.0485 = 27.20
i =1
4.2.2.6 Line Balancing Sebelum melakukan perhitungan metode line balancing, terlebih dahulu akan dihitung cycle time (CT) dan banyaknya stasiun kerja minimal (kmin) untuk 1 lini perakitan. Jam kerja efektif per hari di PT. Marino Pelita Indonesia adalah 8 jam (jam 07.0016.00, dipotong istirahat selama 1 jam), namum jam kerja efektif untuk lini perakitan hanya ± 7 jam. Sisanya digunakan untuk mengeluarkan bahan-bahan dari storage, menunggu output lini fabrikasi yang akan menjadi input lini perakitan, set up mesin molding sebelum mulai dioperasikan, inspeksi, Quality Control, packing untuk output lini perakitan, mengangkut produk jadi ke warehouse, dan antisipasi jika terjadi halhal yang menyebabkan terjadinya gangguan minor pada proses produksi (misalnya breakdown ringan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat). Dengan demikian jam kerja efektif per hari untuk lini perakitan hanya ± 87,5 % dari total jam kerja efektif per hari. Kapasitas produksi per hari untuk 1 lini produksi adalah 35 pasang sepatu. Jumlah ini sama baik untuk sepatu jenis PDL maupun PDH.
69
Dari keterangan di atas dapat dihitung CT dan kmin untuk usulan lini perakitan yang baru sebagai berikut : CT = (jam kerja efektif per hari x 60 menit) / kapasitas produksi per hari =
7 × 60 = 12menit 35 n
∑ Ti kmin =
i =1
CT
=
60.05 = 5.004 ≈ 6 WS 12
Dari hasil tersebut maka alokasi task di tiap WS lini perakitan usulan tidak boleh melebihi 12 menit. Banyaknya stasiun kerja tidak boleh kurang dari 6 buah WS.
4.2.2.6.1 Aturan Largest Candidate Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus diurutkan waktu operasi mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Untuk jenis PDL, waktu terbesar terdapat pada task 23 yaitu sebesar 11.18 menit sehingga diletakkan pada urutan pertama. Demikian seterusnya hingga terakhir adalah task 8 dengan waktu terkecil yaitu 0.21 menit. Untuk menugaskan task-task ke dalam WS, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel pengurutan waktu operasi dapat dilihat task mana yang memiliki waktu terbesar. Periksa apakah task tersebut memenuhi precedence constraints. Jika ya, tugaskan. Jika tidak, telusuri lagi dari atas, task manakah yang dapat ditugaskan. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi.
70
Tabel 4.17 Pengurutan Waktu Operasi (Ti) Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Task no 23 20 7 22 17 24 16 10 11
Ti 11.18 8.95 5.46 4.12 2.56 2.14 1.93 1.82 1.82
Rank 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Task no 25 13 14 2 3 26 15 5 21
Ti 1.80 1.60 1.60 1.51 1.51 1.48 1.39 1.28 1.24
Rank 19 20 21 22 23 24 25 26
Task no 6 1 12 4 19 18 9 8
Ti 1.18 1.06 1.06 0.96 0.82 0.72 0.65 0.21
Setelah dilakukan pengurutan waktu operasi, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.93 + 2.56 + 0.72 + 0.82 = 6.03 menit i =1
IT = CT – STi = 12.00 – 6.03 = 5.97 menit SE = •
STi 6.03 × 100% = × 100% = 50.25% CT 12.00
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 12.00 – 10.19 = 1.81 menit
71
SE =
10.19 STi × 100% = × 100% = 84.92% 12.00 CT
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.18 Line Balancing Dengan Aturan Largest Candidate Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I
II
III
IV V VI VII
Total
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 2 3 5 6 1 4 9 10 11 12 13 14 15 8 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
5.46 1.51 1.51 1.28 1.18 1.06 0.96 0.65 1.82 1.82 1.06 1.60 1.60 1.39 0.21 1.93 2.56 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
12.00 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
11.11
0.89
92.58 %
6.03
5.97
50.25 %
10.19
1.81
84.92 %
4.12 11.18 5.42
7.88 0.82 6.58
34.33 % 93.17 % 45.17 %
60.05
23.95
72
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
60.05 × 100% = 71.49% 7 × 12.00
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 12.00) − 60.05 × 100% = 28.51% (7 × 12.00)
(0 2 + 0.89 2 + ... + 6.58 2 ) = 145.7723 = 12.07
i =1
4.2.2.6.2 Metode Ranked Positional Weights (RPW) atau Metode Helgesson – Birnie Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus diurutkan bobot posisi mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Bobot posisi diperoleh dengan menjumlahkan waktu operasi untuk suatu task dengan waktu operasi task-task yang mengikutinya. Untuk jenis PDL, bobot posisi terbesar terdapat pada task 1 yaitu sebesar 47.94 sehingga diletakkan pada urutan pertama. Demikian seterusnya hingga terakhir adalah task 26 dengan bobot terkecil yaitu 1.48. Untuk menugaskan task-task ke dalam WS, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel pengurutan bobot posisi dapat dilihat task mana yang memiliki bobot terbesar. Periksa apakah task tersebut memenuhi precedence constraints. Jika ya, tugaskan. Jika tidak, telusuri lagi dari atas, task manakah yang
73
dapat ditugaskan. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Tabel 4.19 Pengurutan Bobot Posisi Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Task no 1 2 9 10 3 11 4 12 13 14 5 15 6
Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bobot Posisi 47.94 47.74 46.88 46.23 45.92 44.41 43.55 42.59 41.53 39.93 39.61 38.33 38.12
Rank 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Task no 16 7 17 18 19 20 21 22 8 23 24 25 26
Bobot Posisi 36.94 36.37 35.01 32.45 31.73 30.91 21.96 20.72 16.81 16.60 5.42 3.28 1.48
Setelah dilakukan pengurutan bobot posisi, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS IV dan VII adalah sebagai berikut : •
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 11.99 – 10.19 = 1.80 menit SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 84.99% CT 11.99
74
•
WS VII n
STi =
∑ Ti = 2.14 + 1.80 + 1.48 = 5.42 menit i =1
IT = CT – STi = 11.99 – 5.42 = 6.57 menit SE =
STi 5.42 × 100% = × 100% = 45.20% CT 11.99
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.20 Line Balancing Dengan Metode Ranked Positional Weights Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I
II
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
1 2 9 10 3 11 4 12 13 14 5 15 6 16 17 18 19 8
1.06 1.51 0.65 1.82 1.51 1.82 0.96 1.06 1.60 1.60 1.28 1.39 1.18 1.93 2.56 0.72 0.82 0.21
11.99 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
11.69
0.30
97.50 %
75
Tabel 4.20 Line Balancing Dengan Metode Ranked Positional Weights Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Work Station (WS) III IV
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 20 21 22 23 24 25 26
5.46 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
V VI VII
Total
5.46 10.19
Idle Time (IT) 6.53 1.80
Station Efficiency (SE) 45.54 % 84.99 %
4.12 11.18 5.42
7.87 0.81 6.57
34.36 % 93.24 % 45.20 %
60.05
23.88
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
60.05 × 100% = 71.55% 7 × 11.99
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 11.99) − 60.05 × 100% = 28.45% (7 × 11.99)
(0 2 + 0.30 2 + ... + 6.57 2 ) = 151.7288 = 12.32
i =1
4.2.2.6.3 Metode Kilbridge – Wester Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, task-task pada precedence diagram harus dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam kolom-kolom. Apabila ada task yang dapat ditempatkan pada lebih dari 1 kolom maka diletakkan
76
pada semua kolom yang mungkin. Untuk tiap kolom, prioritaskan task dengan waktu operasi terbesar. Sebagai misal, untuk produk PDL, kolom I ditempati task 1-8, namun yang mendapat prioritas utama untuk ditugaskan adalah task 7 karena memiliki waktu terbesar yaitu 5.46 menit. Penugasan ke dalam WS dimulai dari kolom paling kiri. Tugaskan task dengan cara tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi.
1.06
0.65
1
9 1.82 10
1.51
1.51
2
2
1.82 11
1.51
1.51
3
3
1.51 3
0.96
0.96
0.96
4
4
4
1.06
1.60
1.60
12
13
14
0.96 4
1.39 15
1.28 5
1.28
1.28
1.28
1.28
5
5
5
5
1.18
1.18
1.18
6
6
6
5.46
5.46
7
7
0.21
0.21
1.18 6
1.18
1.18
1.18
6
6
6
5.46
7
7
7
0.21 8
I
II
III
0.21 8 IV
5
6
5.46
8
1.28
5
1.18
5.46
8
1.28
5.46
5.46
7
7
5.46 7
1.93
2.56
0.72
0.82
16
17
18
19
5.46
5.46
5.46
5.46
7
7
7
7
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
8
8
8
8
8
8
8
8
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
8.95
1.24
20
21
0.21 8 XIII
4.12 22
0.21
0.21
8
8
XIV
XV
11.18
2.14
1.80
1.48
23
24
25
26
XVI
XVII XVIII XIX
Diagram 4.2 Pembagian Task ke Dalam Kolom Menurut Metode Kilbridge – Wester Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan)
77
Tabel 4.21 Pengelompokan Task Berdasarkan Kolom Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Kolom I II III IV V VI VII VIII IX X
Task no 7, 2, 3, 5, 6, 1, 4, 8 7, 2, 3, 5, 6, 4, 9, 8 7, 10, 3, 5, 6, 4, 8 7, 11, 5, 6, 4, 8 7, 5, 6, 12, 8 7, 13, 5, 6, 8 7, 14, 5, 6, 8 7, 15, 6, 8 7, 16, 8 7, 17, 8
Kolom XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX
Task no 7, 18, 8 7, 19, 8 20, 8 21, 8 22, 8 23 24 25 26
Setelah dilakukan pengelompokan task ke dalam kolom, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.93 + 2.56 + 0.72 + 0.82 = 6.03 menit i =1
IT = CT – STi = 12.00 – 6.03 = 5.97 menit SE = •
STi 6.03 × 100% = × 100% = 50.25% CT 12.00
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 12.00 – 10.19 = 1.81 menit
78
SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 84.92% CT 12.00
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.22 Line Balancing Dengan Metode Kilbridge – Wester Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I
II
III
IV V VI VII
Total
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 2 3 5 6 1 4 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
5.46 1.51 1.51 1.28 1.18 1.06 0.96 0.21 0.65 1.82 1.82 1.06 1.60 1.60 1.39 1.93 2.56 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
12.00 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
11.11
0.89
92.58 %
6.03
5.97
50.25 %
10.19
1.81
84.92 %
4.12 11.18 5.42
7.88 0.82 6.58
34.33 % 93.17 % 45.17 %
60.05
23.95
79
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
60.05 × 100% = 71.49% 7 × 12.00
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 12.00) − 60.05 × 100% = 28.51% (7 × 12.00)
(0 2 + 0.89 2 + ... + 6.58 2 ) = 145.7723 = 12.07
i =1
4.2.2.6.4 Metode Moodie – Young Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus dibuat suatu matriks kegiatan pendahulu (P) dan pengikut (F) di mana banyaknya kolom untuk masing-masing kegiatan P atau F disesuaikan dengan precedence diagram. Untuk produk PDL hanya ada 2 percabangan task sehingga kolom P dan F dibagi menjadi 2. Apabila tidak ada task pendahulu maupun pengikut maka disimbolkan dengan angka nol, sebaliknya jika ada maka disimbolkan dengan nomor task yang bersangkutan. Untuk penugasan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel matriks P dan F, pilih yang nilai P-nya nol semua. Jika ada lebih dari 1 task yang nilai P-nya nol semua maka pilih task dengan waktu terbesar. Lanjutkan task yang telah dipilih ke task pengikutnya. Apabila ada task pengikut yang salah satu task pendahulunya belum ditugaskan maka kembali menelusuri task yang nilai P-nya nol
80
semua. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Tabel 4.23 Matriks Kegiatan Pendahulu dan Pengikut Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Task no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Matriks Kegiatan Pendahulu (P) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 9 3 10 4 11 12 0 13 0 5 14 6 15 16 0 17 0 18 0 7 19 20 0 21 0 8 22 23 0 24 0 25 0
Ti 1.06 1.51 1.51 0.96 1.28 1.18 5.46 0.21 0.65 1.82 1.82 1.06 1.60 1.60 1.39 1.93 2.56 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48
Matriks Kegiatan Pengikut (F) 9 0 10 0 11 0 12 0 15 0 16 0 20 0 23 0 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0 17 0 18 0 19 0 20 0 21 0 22 0 23 0 24 0 25 0 26 0 0 0
Setelah dilakukan pembuatan matriks kegiatan pendahulu dan pengikut, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time
81
(IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.93 + 2.56 + 0.72 + 0.82 = 6.03 menit i =1
IT = CT – STi = 12.00 – 6.03 = 5.97 menit SE = •
STi 6.03 × 100% = × 100% = 50.25% CT 12.00
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 12.00 – 10.19 = 1.81 menit SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 84.92% CT 12.00
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.24 Line Balancing Dengan Metode Moodie – Young Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 2 3 5 6 1
5.46 1.51 1.51 1.28 1.18 1.06
12.00 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
82
Tabel 4.24 Line Balancing Dengan Metode Moodie – Young Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Work Station (WS) II
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
9 10 11 4 12 13 14 15 8 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
0.65 1.82 1.82 0.96 1.06 1.60 1.60 1.39 0.21 1.93 2.56 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
III
IV V VI VII
Total
11.11
Idle Time (IT) 0.89
Station Efficiency (SE) 92.58 %
6.03
5.97
50.25 %
10.19
1.81
84.92 %
4.12 11.18 5.42
7.88 0.82 6.58
34.33 % 93.17 % 45.17 %
60.05
23.95
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
60.05 × 100% = 71.49% 7 × 12.00
k
∑ STi i =1
(k × CT )
× 100% =
(7 × 12.00) − 60.05 × 100% = 28.51% (7 × 12.00)
83
•
k
SI =
∑ (CT − STi)
2
=
(0 2 + 0.89 2 + ... + 6.58 2 ) = 145.7723 = 12.07
i =1
4.2.2.6.5 Metode Region Approach Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, task-task pada precedence diagram harus dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam region-region. Usahakan untuk menempatkan task ke ujung paling kanan sebisa mungkin. Task yang berada pada region paling kiri mendapat prioritas utama untuk ditugaskan, lalu dilanjutkan ke kanan. Apabila ada region yang berisi lebih dari 1 task, prioritaskan task dengan waktu operasi terbesar. Sebagai misal, untuk produk PDL, region II ditempati task 2 dan 9, yang mendapat prioritas utama untuk ditugaskan adalah task 2 karena memiliki waktu yang lebih besar yaitu 1.51 menit, sementara task 9 waktunya hanya 0.65 menit. Tugaskan task dengan cara tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Dengan demikian metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu pada task yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar, serta memperhatikan besarnya waktu operasi sehingga task dengan waktu lama mendapat prioritas penugasan dibandingkan task yang waktunya lebih sebentar dalam region yang sama selama precedence constraint masih terpenuhi. Untuk produk PDL, precedence diagram-nya dibagi ke dalam 19 region.
84
1 .06
0 .6 5
1
9 1 .8 2 1 .5 1
10
2
1 .8 2 11 1 .5 1 3
1 .0 6
1 .6 0
1 .6 0
12
13
14
0 .9 6 4
1 .3 9 15 1 .2 8 5
1 .9 3
2 .5 6
0 .7 2
0 .8 2
16
17
18
19
1 .1 8 6
8 .9 5
1 .2 4
4 .1 2
20
21
22
5 .4 6 7
1 1 .1 8
2 .1 4
1 .8 0
1 .4 8
23
24
25
26
0 .2 1 8 I
II
III
IV
V
VI
V II
V III
IX
X
XI
X II
X III
X IV
XV
XVI
X V II X V III
X IX
Diagram 4.3 Pembagian Task ke Dalam Region Menurut Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Tabel 4.25 Pengelompokan Task Berdasarkan Region Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Region I II III IV V VI VII VIII
Task no 1 2 9 10 3 11 4 12 13 14 5 15 6
Ti 1.06 1.51 0.65 1.82 1.51 1.82 0.96 1.06 1.60 1.60 1.28 1.39 1.18
Region IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX
Task no 16 17 18 7 19 20 21 22 8 23 24 25 26
Ti 1.93 2.56 0.72 5.46 0.82 8.95 1.24 4.12 0.21 11.18 2.14 1.80 1.48
85
Setelah dilakukan pengelompokan task ke dalam region, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS IV dan VII adalah sebagai berikut : •
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 11.99 – 10.19 = 1.80 menit SE = •
STi 10.19 × 100% = × 100% = 84.99% CT 11.99
WS VII n
STi =
∑ Ti = 2.14 + 1.80 + 1.48 = 5.42 menit i =1
IT = CT – STi = 11.99 – 5.42 = 6.57 menit SE =
STi 5.42 × 100% = × 100% = 45.20% CT 11.99
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.26 Line Balancing Dengan Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Work Station (WS) I
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
1 2 9 10 3
1.06 1.51 0.65 1.82 1.51
11.99 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
86
Tabel 4.26 Line Balancing Dengan Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDL (lanjutan) Work Station (WS)
Task no
Ti (menit)
11 4 12 13 14 5 15 6 16 17 18 19 8 7 20 21 22 23 24 25 26
1.82 0.96 1.06 1.60 1.60 1.28 1.39 1.18 1.93 2.56 0.72 0.82 0.21 5.46 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.80 1.48 60.05
II
III IV V VI VII
Total
STi (menit)
Idle Time (IT)
Station Efficiency (SE)
11.69
0.30
97.50 %
5.46 10.19
6.53 1.80
45.54 % 84.99 %
4.12 11.18 5.42
7.87 0.81 6.57
34.36 % 93.24 % 45.20 %
60.05
23.88
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
60.05 × 100% = 71.55% 7 × 11.99
k
∑ STi i =1
(k × CT )
× 100% =
(7 × 11.99) − 60.05 × 100% = 28.45% (7 × 11.99)
87
•
k
SI =
∑ (CT − STi)
2
=
(0 2 + 0.30 2 + ... + 6.57 2 ) = 151.7288 = 12.32
i =1
4.2.2.7 Pemilihan Hasil Metode Line Balancing Dari 5 metode yang digunakan dalam line balancing untuk produk sepatu jenis PDL (Pakaian Dinas Lapangan), ternyata hanya menghasilkan 2 macam pemecahan. Aturan Largest Candidate, metode Kilbridge – Wester, dan Moodie – Young memberikan hasil yang sama (selanjutnya akan disebut hasil I). Metode Ranked Positional Weights dan Region Approach memberikan hasil yang sama (selanjutnya akan disebut hasil II). Hasil-hasil tersebut akan dirangkum sebagai berikut : Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Metode Line Balancing Untuk Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Hasil Hasil I Hasil II
Jumlah Work Station (WS) 7 7
Cycle Time (menit) 12.00 (WS I) 11.99 (WS I)
Line Efficiency 71.49 % 71.55 %
Balance Delay 28.51 % 28.45 %
Total Idle Time (menit) 23.95 23.88
Smoothness Index 12.07 12.32
Kedua hasil tersebut memberikan jumlah Work Station (WS) yang sama yaitu sebanyak 7 WS. Nilai Line Efficiency (LE) dan Balance Delay (BD) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan karena Cycle Time (CT) hanya berbeda 0.01 menit atau 0.6 detik di mana CT untuk kedua hasil juga sama-sama terletak pada WS I sebagai WS dengan waktu terlama. Hasil II memberikan LE lebih tinggi hanya sebesar 0.06 % sehingga ukuran-ukuran ini kurang bisa dijadikan patokan pemilihan hasil. Total Idle Time (IT) juga tidak banyak berbeda. Hasil I mempunyai IT lebih
88
besar sebanyak 0.07 menit atau 4.2 detik. Smoothness Index (SI) hasil I lebih baik daripada hasil II dengan selisih 0.25. Hal ini disebabkan waktu-waktu idle hasil I terdistribusi lebih merata ke WS-WS yang ada walaupun sebenarnya total IT-nya lebih besar dari hasil II. Sebaliknya hasil II mempunyai SI lebih buruk daripada hasil I karena IT di WS III lebih besar dari hasil I dengan perbedaan cukup banyak, apalagi setelah dikuadratkan. Dengan demikian kelancaran relatif hasil I lebih baik dibandingkan hasil II. Tabel 4.28 Ringkasan Hasil Alokasi Task Untuk Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan) Hasil Hasil I Hasil II
WS I 1-3, 5-7 1-4, 9-13
WS II 4, 8-15 5-6, 8, 14-19
WS III 16-19 7
WS IV 20-21 20-21
WS V 22 22
WS VI 23 23
WS VII 24-26 24-26
WS = Work Station
Di samping melihat ukuran-ukuran yang nilainya telah dirangkum di atas, untuk menentukan hasil mana yang akan dipilih, sebaiknya juga dilihat alokasi task untuk tiap WS. Perbedaan alokasi task pada hasil I dan II terletak pada WS I, II, III, sedangkan untuk WS IV – VII adalah sama. Pada hasil I, task 16 ditugaskan pada WS III, padahal task ini dikerjakan dengan bantuan mesin jahit sehingga jika hasil ini diterapkan maka kurang menguntungkan bagi perusahaan karena pada lini perakitan lama, perusahaan hanya mempunyai 2 WS jahit. Jika pada WS III masih ada task jahit artinya perusahaan harus menambah 1 mesin jahit lagi sehingga total ada 3 mesin jahit untuk lini tersebut. Meskipun mesin jahit adalah mesin skala kecil yang masih memungkinkan untuk ditambah (tidak seperti mesin molding yang merupakan
89
mesin berat yang tidak memungkinkan untuk ditambah kecuali jika perusahaan ingin memperbesar kapasitas produksi atau menambah jumlah lini), tapi demi alasan ekonomis hal ini sedapat mungkin dihindari kecuali jika tidak ada alternatif lain. Hasil II memberikan alokasi task yang lebih baik yaitu proses-proses jahit ditugaskan pada WS I dan II saja seperti pada lini perakitan lama. Dengan melihat ukuran-ukuran LE, BD, SI, total IT yang tidak menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok untuk kedua hasil tersebut, maka yang dijadikan dasar pemilihan hasil adalah alokasi task seperti yang telah diuraikan di atas. Dengan demikian hasil yang dipilih adalah hasil II sebagai pemecahan dari metode Ranked Positional Weights dan Region Approach.
4.2.3 Penyeimbangan Lini Perakitan Untuk Produk Sepatu Jenis PDH (Pakaian Dinas Harian) 4.2.3.1 Struktur Produk Seperti produk jenis PDL, untuk pembahasan produk jenis PDH ini pun akan diawali dengan pembuatan struktur produk yang ditampilkan dalam bentuk gambar. Secara garis besar struktur produk PDH adalah sama dengan PDL, yaitu terdiri dari 16 level keseluruhan yaitu dari level 0 sampai level 15. Perbedaan terletak pada kuantitas komponen nomor 35, dengan kode MA yaitu mata ayam. Untuk PDH, kuantitasnya lebih sedikit daripada PDL yaitu hanya 10 buah. Jenis-jenis material penyusun produk PDH pun sama dengan PDL.
90
Struktur Produk
Nama Objek : Sepatu Militer PDH Dipetakan Oleh : Priscilla Selly Tanggal Dipetakan : 19 April 2007 Cara Pemetaan : Explosion
Sekarang Usulan
Sepatu 1
….0 44
1
A13 2
41
1
A12 3
38
1
1 37
A10 5
A9 6
A8 7
A7 8 9
1 28
A5 10
A4 11
13
21
14
1 17
SA1 15
1
KT
KB
1 25
SA3
1 18
A1
1 22 1
KSKI 16
DT
KET
….5
10
….6 ….7
34
1
….8
DJ 1
….9
DDD
….10 ….11
1
26
DAT
1 23 20
1
….12
1
DSKA DSKI
1
….4
1
KAT
KSKA
SA2 1 19
31
SA4
A2
1
LC
1
24
1 1
12
1
KDKI
A3
….3
1 1
KJ
KDD
27
1
1 33
SA5 1 30
KDKA
40
1
KS
SA6
29
1
A6
1
43
MA 32
1
KAL
1
KY
….2
1
35
1
39
1
36
1
1 42
SA7
KEJ
….1
1
SA8
A11 4
1
TS
….13
1
….14 ….15
Gambar 4.3 Struktur Produk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Kode-kode yang tercantum dalam struktur produk di atas akan diuraikan artinya pada Bill Of Material.
91
4.2.3.2 Bill Of Material (BOM) Kode-kode yang tercantum pada struktur produk akan diuraikan artinya dalam Bill Of Material (BOM). Unsur-unsur yang terdapat pada struktur produk dijabarkan dalam bentuk daftar tabel sehingga dapat lebih jelas. Tabel 4.29 Bill Of Material (BOM) Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) No Komponen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Level
Deskripsi
Kode
Jumlah
1 .2 ..3 …4 ….5 …..6 ……7 …….8 ……..9 ………10 ……….11 ………..12 …………13 ………….14 …………..15 …………..15 ………….14 …………13 ………….14 ………….14
A13 A12 A11 A10 A9 A8 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 SA1 KT DT KB SA2 KSKI DSKI
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
21 22
………..12 …………13
SA3 KSKA
1 1
Each Each
23
…………13
DSKA
1
Each
24 25 26
……….11 ………..12 ………..12
Assembly 13 Assembly 12 Assembly 11 Assembly 10 Assembly 9 Assembly 8 Assembly 7 Assembly 6 Assembly 5 Assembly 4 Assembly 3 Assembly 2 Assembly 1 Subassembly 1 Kulit bagian tumit Kain drill bagian tumit Kulit bagian belakang Subassembly 2 Kulit bagian samping kiri Kain drill bagian samping kiri Subassembly 3 Kulit bagian samping kanan Kain drill bagian samping kanan Subassembly 4 Kulit bagian atas Kain drill bagian atas
BOM UOM Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each
SA4 KAT DAT
1 1 1
Each Each Each
92
Tabel 4.29 Bill Of Material (BOM) Sebuah Sepatu PDH (lanjutan) No Komponen 27 28 29 30 31
Level ………10 ……..9 …….8 ……..9 ……..9
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
……7 …….8 …….8 …..6 ….5 …4 ..3 …4 …4 .2 ..3
43 44
..3 1
Deskripsi
Kode
Jumlah
Kulit bagian depan kiri Kulit bagian depan kanan Subassembly 5 Kulit bagian depan dalam Kain drill bagian depan dalam Subassembly 6 Kulit bagian jari Kain drill bagian jari Mata ayam Kain keras bagian tumit Kain keras bagian jari Subassembly 7 Kulit bagian alas Leather coat bagian alas Subassembly 8 Kayu pengisi sol bagian tumit Karet sol Tali sepatu
KDKI KDKA SA5 KDD DDD
1 1 1 1 1
BOM UOM Each Each Each Each Each
SA6 KJ DJ MA KET KEJ SA7 KAL LC SA8 KY
1 1 1 10 1 1 1 1 1 1 1
Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each Each
KS TS
1 1
Each Each
4.2.3.3 Perhitungan Waktu Baku Waktu proses keseluruhan untuk produk PDH lebih singkat daripada PDL. Sebelum dipakai untuk perhitungan keseimbangan lini, data waktu proses terlebih dahulu akan diolah dengan menggunakan penyesuaian dan kelonggaran yang telah dihitung sebelumnya pada bagian PDL agar diperoleh waktu normal dan akhirnya waktu baku untuk tiap-tiap task. Contoh perhitungan waktu baku untuk task 15 dan 17 adalah sebagai berikut :
93
•
Task no 15 Waktu proses = 55 detik / 60 = 0.92 menit Wn = Waktu proses (menit) x Penyesuaian = 0.92 x 1.09 = 1.00 menit Wb= Wn x
= 1.00 x •
100% 100% − % kelonggaran 100% = 1.18 menit 100% − 15%
Task no 17 Waktu proses = 1 menit + (15 detik / 60) = 1.25 menit Wn = Waktu proses (menit) x Penyesuaian = 1.25 x 1.09 = 1.36 menit Wb= Wn x
= 1.36 x
100% 100% − % kelonggaran 100% = 1.60 menit 100% − 15%
Hasil perhitungan waktu baku selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.30 Perhitungan Waktu Baku Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Task Waktu no proses 1 2 3
50” 1’ 1’
Waktu proses (menit) 0.83 1.00 1.00
Penyesuaian
Kelonggaran
Waktu Normal (Wn)
Waktu Baku (Wb)
1.09 1.09 1.09
15 % 15 % 15 %
0.90 1.09 1.09
1.06 1.28 1.28
94
Tabel 4.30 Perhitungan Waktu Baku Untuk Sebuah Sepatu PDH (lanjutan) Task Waktu no proses 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Total
45” 50” 55” 4’25” 10” 30” 1’15” 1’15” 50” 1’05” 1’05” 55” 1’30” 1’15” 35” 40” 7’15” 1’ 3’20” 9’30” 1’40” 1’ 1’
Waktu proses (menit) 0.75 0.83 0.92 4.42 0.17 0.50 1.25 1.25 0.83 1.08 1.08 0.92 1.50 1.25 0.58 0.67 7.25 1.00 3.33 9.50 1.67 1.00 1.00 45.58
Penyesuaian
Kelonggaran
Waktu Normal (Wn)
Waktu Baku (Wb)
1.09 1.09 1.09 1.05 1.05 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.09 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.09 1.08 1.08
15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 % 15 %
0.82 0.90 1.00 4.64 0.18 0.55 1.36 1.36 0.90 1.18 1.18 1.00 1.64 1.36 0.61 0.70 7.61 1.05 3.50 9.50 1.82 1.08 1.08
0.96 1.06 1.18 5.46 0.21 0.65 1.60 1.60 1.06 1.39 1.39 1.18 1.93 1.60 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
4.2.3.4 Precedence Diagram Bentuk precedence diagram untuk produk PDH sama persis dengan PDL karena urutan kegiatan operasi perakitannya juga sama. Yang membedakan adalah waktu untuk beberapa task lebih singkat daripada PDL.
95
1.06
0.65
1
9 1.60 10
1.28 2
1.60 11
1.28 3
1.06
1.39
1.39
12
13
14
0.96 4
1.18 15
1.06 5
1.93
1.60
0.72
0.82
16
17
18
19
1.18 6
8.95
1.24
20
21
4.12 22
5.46 7
11.18 2.14 23
24
1.27 1.27 25
26
0.21 8
Diagram 4.4 Precedence Diagram Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian)
4.2.3.5 Lini Perakitan Lama Sama seperti produk PDL, lini perakitan lama di PT. Marino Pelita Indonesia untuk produk PDH terdiri dari 12 Work Station (WS) yang mencakup 26 task di mana alokasi task di tiap WS juga sama. Yang berbeda adalah total waktunya yaitu 56.60 menit untuk produk jenis PDH. Yang akan dihitung untuk masing-masing WS adalah Station Time (STi) yang merupakan total waktu operasi (Ti) pada suatu WS, Idle Time (IT) yang merupakan lamanya waktu menganggur di suatu WS, serta Station
96
Efficiency (SE) yang merupakan ukuran efisiensi di suatu WS. Contoh perhitungan untuk WS I dan V adalah sebagai berikut : •
WS I n
∑ Ti = 1.06 + 1.28 + 1.28 + 0.96 + 1.06 + 1.18 = 6.82 menit
STi =
i =1
IT = CT – STi = 11.18 – 6.82 = 4.36 menit SE = •
STi 6.82 × 100% = × 100% = 61.00% CT 11.18
WS V n
STi =
∑ Ti = 0.72 + 0.82 = 1.54 menit i =1
IT = CT – STi = 11.18 – 1.54 = 9.64 menit SE =
STi 1.54 × 100% = × 100% = 13.77% CT 11.18
Hasil perhitungan untuk WS selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.31 Lini Perakitan Lama Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Work Station (WS) I
II
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
1 2 3 4 5 6 9 10 11 12 13
1.06 1.28 1.28 0.96 1.06 1.18 0.65 1.60 1.60 1.06 1.39
6.82
Idle Time (IT) 4.36
Station Efficiency (SE) 61.00 %
10.80
0.38
96.60 %
97
Tabel 4.31 Lini Perakitan Lama Untuk Sebuah Sepatu PDH (lanjutan) Work Station (WS)
Task no
Ti (menit)
14 15 16 17 7 18 19 20 21 8 22 23 24 25 26
1.39 1.18 1.93 1.60 5.46 0.72 0.82 8.95 1.24 0.21 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
III IV V VI VII VIII IX X XI XII Total
STi (menit)
Idle Time (IT)
Station Efficiency (SE)
1.60 5.46 1.54
9.58 5.72 9.64
14.31 % 48.84 % 13.77 %
8.95 1.24 0.21 4.12 11.18 (CT) 2.14 2.54
2.23 9.94 10.97 7.06 0 9.04 8.64
80.05 % 11.09 % 1.88 % 36.85 % 100 % 19.14 % 22.72 %
56.60
77.56
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi) i =1
56.60 × 100% = 42.19% 12 × 11.18
2
=
× 100% =
(12 × 11.18) − 56.60 × 100% = 57.81% (12 × 11.18)
(4.36 2 + 0.38 2 + ... + 8.64 2 ) = 666.9106 = 25.82
98
4.2.3.6 Line Balancing Sebelum melakukan perhitungan metode line balancing, terlebih dahulu akan dihitung cycle time (CT) dan banyaknya stasiun kerja minimal (kmin) untuk 1 lini perakitan. CT = (jam kerja efektif per hari x 60 menit) / kapasitas produksi per hari =
7 × 60 = 12menit 35 n
∑ Ti kmin =
i =1
CT
=
56.60 = 4.72 ≈ 5 WS 12
Dari hasil tersebut maka alokasi task di tiap WS lini perakitan usulan tidak boleh melebihi 12 menit. Banyaknya stasiun kerja tidak boleh kurang dari 5 buah WS.
4.2.3.6.1 Aturan Largest Candidate Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus diurutkan waktu operasi mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Untuk jenis PDH, waktu terbesar terdapat pada task 23 yaitu sebesar 11.18 menit sehingga diletakkan pada urutan pertama. Demikian seterusnya hingga terakhir adalah task 8 dengan waktu terkecil yaitu 0.21 menit. Waktu terbesar dan terkecil adalah sama dengan PDL, tetapi urutan waktu yang lainnya terdapat sedikit perbedaan. Cara penugasan task-task ke dalam WS sama dengan yang telah diuraikan pada pembahasan produk PDL.
99
Tabel 4.32 Pengurutan Waktu Operasi (Ti) Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Rank 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Task no 23 20 7 22 24 16 10 11 17
Ti 11.18 8.95 5.46 4.12 2.14 1.93 1.60 1.60 1.60
Rank 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Task no 13 14 2 3 25 26 21 6 15
Ti 1.39 1.39 1.28 1.28 1.27 1.27 1.24 1.18 1.18
Rank 19 20 21 22 23 24 25 26
Task no 1 5 12 4 19 18 9 8
Ti 1.06 1.06 1.06 0.96 0.82 0.72 0.65 0.21
Setelah dilakukan pengurutan waktu operasi, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.60 + 0.72 + 0.82 = 3.14 menit i =1
IT = CT – STi = 11.97 – 3.14 = 8.83 menit SE = •
STi 3.14 × 100% = × 100% = 26.23% CT 11.97
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 11.97 – 10.19 = 1.78 menit
100
SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 85.13% CT 11.97
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.33 Line Balancing Dengan Aturan Largest Candidate Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Work Station (WS) I
II
III
IV V VI VII
Total
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 2 3 6 1 5 9 10 11 4 12 13 14 15 16 8 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
5.46 1.28 1.28 1.18 1.06 1.06 0.65 1.60 1.60 0.96 1.06 1.39 1.39 1.18 1.93 0.21 1.60 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
11.97 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
11.32
0.65
94.57 %
3.14
8.83
26.23 %
10.19
1.78
85.13 %
4.12 11.18 4.68
7.85 0.79 7.29
34.42 % 93.40 % 39.10 %
56.60
27.19
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) :
101
k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
56.60 × 100% = 67.55% 7 × 11.97
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 11.97) − 56.60 × 100% = 32.45% (7 × 11.97)
(0 2 + 0.65 2 + ... + 7.29 2 ) = 196.9505 = 14.03
i =1
4.2.3.6.2 Metode Ranked Positional Weights (RPW) atau Metode Helgesson – Birnie Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus diurutkan bobot posisi mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Bobot posisi diperoleh dengan menjumlahkan waktu operasi untuk suatu task dengan waktu operasi task-task yang mengikutinya. Untuk jenis PDH, bobot posisi terbesar terdapat pada task 1 yaitu sebesar 45.17 sehingga diletakkan pada urutan pertama. Demikian seterusnya hingga terakhir adalah task 26 dengan bobot terkecil yaitu 1.27. Untuk menugaskan task-task ke dalam WS, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, dari tabel pengurutan bobot posisi dapat dilihat task mana yang memiliki bobot terbesar. Periksa apakah task tersebut memenuhi precedence constraints. Jika ya, tugaskan. Jika tidak, telusuri lagi dari atas, task manakah yang dapat ditugaskan. Lakukan prosedur tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi.
102
Tabel 4.34 Pengurutan Bobot Posisi untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Rank
Task no
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
1 2 9 10 3 11 4 12 13 14 5 6 15
Bobot Posisi 45.17 44.74 44.11 43.46 43.14 41.86 41.22 40.26 39.20 37.81 37.48 36.42 36.42
Rank
Task no
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
7 16 17 18 19 20 21 22 8 23 24 25 26
Bobot Posisi 35.63 35.24 33.31 31.71 30.99 30.17 21.22 19.98 16.07 15.86 4.68 2.54 1.27
Setelah dilakukan pengurutan bobot posisi, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan STi, IT, SE yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.60 + 0.72 + 0.82 = 3.14 menit i =1
IT = CT – STi = 11.94 – 3.14 = 8.80 menit SE = •
STi 3.14 × 100% = × 100% = 26.30% CT 11.94
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
103
IT = CT – STi = 11.94 – 10.19 = 1.75 menit SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 85.34% CT 11.94
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.35 Line Balancing Dengan Metode Ranked Positional Weights Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Work Station (WS) I
II
III
IV V VI VII
Total
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
1 2 9 10 3 11 4 12 13 5 14 6 15 7 16 8 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1.06 1.28 0.65 1.60 1.28 1.60 0.96 1.06 1.39 1.06 1.39 1.18 1.18 5.46 1.93 0.21 1.60 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
11.94 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
11.35
0.59
95.06 %
3.14
8.80
26.30 %
10.19
1.75
85.34 %
4.12 11.18 4.68
7.82 0.76 7.26
34.51 % 93.63 % 39.20 %
56.60
26.98
104
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
56.60 × 100% = 67.72% 7 × 11.94
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 11.94) − 56.60 × 100% = 32.28% (7 × 11.94)
(0 2 + 0.59 2 + ... + 7.26 2 ) = 195.2882 = 13.97
i =1
4.2.3.6.3 Metode Kilbridge – Wester Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, task-task pada precedence diagram harus dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam kolom-kolom. Apabila ada task yang dapat ditempatkan pada lebih dari 1 kolom maka diletakkan pada semua kolom yang mungkin. Untuk tiap kolom, prioritaskan task dengan waktu operasi terbesar. Sebagai misal, untuk produk PDH, kolom I ditempati task 1-8, namun yang mendapat prioritas utama untuk ditugaskan adalah task 7 karena memiliki waktu terbesar yaitu 5.46 menit. Penugasan ke dalam WS dimulai dari kolom paling kiri. Tugaskan task dengan cara tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Seperti produk PDL, precedence diagram untuk produk PDH juga dibagi ke dalam 19 kolom.
105
1.06
0.65
1
9 1.60 10
1.28
1.28
2
2
1.60 11
1.28
1.28
3
3
1.28 3
0.96
0.96
0.96
4
4
4
1.06
1.39
1.39
12
13
14
0.96 4
1.18 15
1.06 5
1.06
1.06
1.06
1.06
5
5
5
5
1.18
1.18
1.18
6
6
6
5.46
5.46
7
7
0.21
0.21
1.18 6
1.18
6
6
6
6
7
7
7
8
8
I
II
III
8 IV
5
1.18
5.46
8
5
1.18
5.46
0.21
1.06
1.18
5.46
0.21
1.06
5.46
5.46
7
7
5.46 7
1.93
1.60
0.72
0.82
16
17
18
19
5.46
5.46
5.46
5.46
7
7
7
7
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
0.21
8
8
8
8
8
8
8
8
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
V
8.95
1.24
20
21
0.21 8 XIII
4.12 22
0.21
0.21
8
8
XIV
XV
11.18
2.14
1.27
1.27
23
24
25
26
XVI
XVII XVIII
XIX
Diagram 4.5 Pembagian Task ke Dalam Kolom Menurut Metode Kilbridge – Wester Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Tabel 4.36 Pengelompokan Task Berdasarkan Kolom Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Kolom I II III IV V VI VII VIII IX X
Task no 7, 2, 3, 6, 1, 5, 4, 8 7, 2, 3, 6, 5, 4, 9, 8 7, 10, 3, 6, 5, 4, 8 7, 11, 6, 5, 4, 8 7, 6, 5, 12, 8 7, 13, 6, 5, 8 7, 14, 6, 5, 8 7, 6, 15, 8 7, 16, 8 7, 17, 8
Kolom XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX
Task no 7, 18, 8 7, 19, 8 20, 8 21, 8 22, 8 23 24 25 26
106
Setelah dilakukan pengelompokan task ke dalam kolom, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.60 + 0.72 + 0.82 = 3.14 menit i =1
IT = CT – STi = 11.76 – 3.14 = 8.62 menit SE = •
STi 3.14 × 100% = × 100% = 26.70% CT 11.76
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 11.76 – 10.19 = 1.57 menit SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 86.65% CT 11.76
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.37 Line Balancing Dengan Metode Kilbridge – Wester Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Work Station (WS) I
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 2 3 6 1
5.46 1.28 1.28 1.18 1.06
11.53
Idle Time (IT) 0.23
Station Efficiency (SE) 98.04 %
107
Tabel 4.37 Line Balancing Dengan Metode Kilbridge – Wester Untuk Sebuah Sepatu PDH (lanjutan) Work Station (WS)
Task no
Ti (menit)
5 8 4 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1.06 0.21 0.96 0.65 1.60 1.60 1.06 1.39 1.39 1.18 1.93 1.60 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
II
III
IV V VI VII
Total
STi (menit)
Idle Time (IT)
Station Efficiency (SE)
11.76 (CT)
0
100 %
3.14
8.62
26.70 %
10.19
1.57
86.65 %
4.12 11.18 4.68
7.64 0.58 7.08
35.03 % 95.07 % 39.80 %
56.60
25.72
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
56.60 × 100% = 68.76% 7 × 11.76
k
∑ STi i =1
(k × CT )
× 100% =
(7 × 11.76) − 56.60 × 100% = 31.24% (7 × 11.76)
108
•
k
SI =
∑ (CT − STi)
2
=
(0.23 2 + 0 2 + ... + 7.08 2 ) = 185.6546 = 13.63
i =1
4.2.3.6.4 Metode Moodie – Young Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, terlebih dahulu harus dibuat suatu matriks kegiatan pendahulu (P) dan pengikut (F) di mana banyaknya kolom untuk masing-masing kegiatan P atau F disesuaikan dengan precedence diagram. Untuk produk PDH juga sama seperti PDL yaitu hanya ada 2 percabangan task sehingga kolom P dan F dibagi menjadi 2. Cara penugasan task-task ke dalam WS sama dengan yang telah diuraikan pada pembahasan produk PDL. Tabel 4.38 Matriks Kegiatan Pendahulu dan Pengikut Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Task no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Matriks Kegiatan Pendahulu (P) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 9 3 10 4 11 12 0 13 0 5 14
Ti 1.06 1.28 1.28 0.96 1.06 1.18 5.46 0.21 0.65 1.60 1.60 1.06 1.39 1.39 1.18
Matriks Kegiatan Pengikut (F) 9 0 10 0 11 0 12 0 15 0 16 0 20 0 23 0 10 0 11 0 12 0 13 0 14 0 15 0 16 0
109
Tabel 4.38 Matriks Kegiatan Pendahulu dan Pengikut Untuk Sebuah Sepatu PDH (lanjutan) Task no 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Matriks Kegiatan Pendahulu (P) 6 15 16 0 17 0 18 0 7 19 20 0 21 0 8 22 23 0 24 0 25 0
Ti 1.93 1.60 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27
Matriks Kegiatan Pengikut (F) 17 0 18 0 19 0 20 0 21 0 22 0 23 0 24 0 25 0 26 0 0 0
Setelah dilakukan pembuatan matriks kegiatan pendahulu dan pengikut, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 1.60 + 0.72 + 0.82 = 3.14 menit i =1
IT = CT – STi = 11.97 – 3.14 = 8.83 menit SE = •
STi 3.14 × 100% = × 100% = 26.23% CT 11.97
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
110
IT = CT – STi = 11.97 – 10.19 = 1.78 menit SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 85.13% CT 11.97
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.39 Line Balancing Dengan Metode Moodie – Young Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Work Station (WS) I
II
III
IV V VI VII
Total
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
7 2 3 6 1 9 5 10 11 4 12 13 14 15 16 8 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
5.46 1.28 1.28 1.18 1.06 0.65 1.06 1.60 1.60 0.96 1.06 1.39 1.39 1.18 1.93 0.21 1.60 0.72 0.82 8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
11.97 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
11.32
0.65
94.57 %
3.14
8.83
26.23 %
10.19
1.78
85.13 %
4.12 11.18 4.68
7.85 0.79 7.29
34.42 % 93.40 % 39.10 %
56.60
27.19
111
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
56.60 × 100% = 67.55% 7 × 11.97
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 11.97) − 56.60 × 100% = 32.45% (7 × 11.97)
(0 2 + 0.65 2 + ... + 7.29 2 ) = 196.9505 = 14.03
i =1
4.2.3.6.5 Metode Region Approach Sebelum melakukan penyeimbangan lini dengan metode ini, task-task pada precedence diagram harus dikelompokkan terlebih dahulu ke dalam region-region. Usahakan untuk menempatkan task ke ujung paling kanan sebisa mungkin. Task yang berada pada region paling kiri mendapat prioritas utama untuk ditugaskan, lalu dilanjutkan ke kanan. Apabila ada region yang berisi lebih dari 1 task, prioritaskan task dengan waktu operasi terbesar. Sebagai misal, untuk produk PDH, region II ditempati task 2 dan 9, yang mendapat prioritas utama untuk ditugaskan adalah task 2 karena memiliki waktu yang lebih besar yaitu 1.28 menit, sementara task 9 waktunya hanya 0.65 menit. Tugaskan task dengan cara tersebut sampai Station Time (STi) sama dengan atau mendekati Cycle Time (CT) teoritis, tapi tidak boleh melebihi. Dengan demikian metode ini berusaha membebankan terlebih dahulu pada task yang memiliki tanggung jawab keterdahuluan yang besar, serta memperhatikan
112
besarnya waktu operasi sehingga task dengan waktu lama mendapat prioritas penugasan dibandingkan task yang waktunya lebih sebentar dalam region yang sama selama precedence constraint masih terpenuhi. Seperti pada produk PDL, untuk produk PDH precedence diagram-nya juga dibagi ke dalam 19 region.
1.06
0.65
1
9 1.60 1.28
10
2
1.60 11 1.28 3
1.06
1.39
1.39
12
13
14
0.96 4
1.18 15 1.06 5
1.93
1.60
0.72
0.82
16
17
18
19
1.18 6
8.95
1.24
4.12
20
21
22
5.46 7
11.18 2.14 23
24
1.27
1.27
25
26
0.21 8 I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI XVII XVIII XIX
Diagram 4.6 Pembagian Task ke Dalam Region Menurut Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian)
113
Tabel 4.40 Pengelompokan Task Berdasarkan Region Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Task no 1 2 9 10 3 11 4 12 13 14 5 6 15
Region I II III IV V VI VII VIII
Ti 1.06 1.28 0.65 1.60 1.28 1.60 0.96 1.06 1.39 1.39 1.06 1.18 1.18
Region IX X XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX
Task no 16 17 18 7 19 20 21 22 8 23 24 25 26
Ti 1.93 1.60 0.72 5.46 0.82 8.95 1.24 4.12 0.21 11.18 2.14 1.27 1.27
Setelah dilakukan pengelompokan task ke dalam region, barulah line balancing dapat dilaksanakan. Contoh perhitungan Station Time (STi), Idle Time (IT), Station Efficiency (SE) yang diperoleh setelah line balancing dilakukan untuk WS III dan IV adalah sebagai berikut : •
WS III n
STi =
∑ Ti = 5.46 menit i =1
IT = CT – STi = 11.94 – 5.46 = 6.48 menit SE =
STi 5.46 × 100% = × 100% = 45.73% CT 11.94
114
•
WS IV n
STi =
∑ Ti = 8.95 + 1.24 = 10.19 menit i =1
IT = CT – STi = 11.94 – 10.19 = 1.75 menit SE =
STi 10.19 × 100% = × 100% = 85.34% CT 11.94
Hasil line balancing selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.41 Line Balancing Dengan Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Work Station (WS) I
II
III
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
1 2 9 10 3 11 4 12 13 5 14 6 15 16 17 18 19 8 7
1.06 1.28 0.65 1.60 1.28 1.60 0.96 1.06 1.39 1.06 1.39 1.18 1.18 1.93 1.60 0.72 0.82 0.21 5.46
11.94 (CT)
Idle Time (IT) 0
Station Efficiency (SE) 100 %
9.03
2.91
75.63 %
5.46
6.48
45.73 %
115
Tabel 4.41 Line Balancing Dengan Metode Region Approach Untuk Sebuah Sepatu PDH (lanjutan) Work Station (WS) IV
Task no
Ti (menit)
STi (menit)
20 21 22 23 24 25 26
8.95 1.24 4.12 11.18 2.14 1.27 1.27 56.60
V VI VII
Total
10.19
Idle Time (IT) 1.75
Station Efficiency (SE) 85.34 %
4.12 11.18 4.68
7.82 0.76 7.26
34.51 % 93.63 % 39.20 %
56.60
26.98
Perhitungan Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), Smoothness Index (SI) : k
•
∑ STi LE =
i =1
(k × CT )
× 100% =
( k × CT ) −
•
BD =
•
SI =
56.60 × 100% = 67.72% 7 × 11.94
k
∑ STi i =1
(k × CT ) k
∑ (CT − STi)
2
=
× 100% =
(7 × 11.94) − 56.60 × 100% = 32.28% (7 × 11.94)
(0 2 + 2.912 + ... + 7.26 2 ) = 167.9586 = 12.96
i =1
4.2.3.7 Pemilihan Hasil Metode Line Balancing Dari 5 metode yang digunakan dalam line balancing untuk produk sepatu jenis PDH (Pakaian Dinas Harian), ternyata menghasilkan 4 macam pemecahan. Aturan Largest Candidate dan metode Moodie – Young memberikan hasil I. Metode Ranked Positional Weights memberikan hasil II. Metode Kibridge – Wester memberikan hasil
116
III. Metode Region Approach memberikan hasil IV. Hasil-hasil tersebut akan dirangkum sebagai berikut : Tabel 4.42 Ringkasan Hasil Metode Line Balancing Untuk Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Hasil Hasil I Hasil II Hasil III Hasil IV
Jumlah Work Station (WS) 7 7 7 7
Cycle Time (menit) 11.97 (WS I) 11.94 (WS I) 11.76 (WS II) 11.94 (WS I)
Line Efficiency 67.55 % 67.72 % 68.76 % 67.72 %
Balance Delay 32.45 % 32.28 % 31.24 % 32.28 %
Total Idle Time (menit) 27.19 26.98 25.72 26.98
Smoothness Index 14.03 13.97 13.63 12.96
Keempat hasil tersebut memberikan jumlah Work Station (WS) yang sama yaitu sebanyak 7 WS. Dari ukuran-ukuran di atas, langsung terlihat bahwa hasil I adalah yang terburuk untuk semua ukuran sehingga jika dilihat dari aspek nilai-nilai ukuran tersebut, maka hasil I dapat dikeluarkan dari pertimbangan perbandingan hasil. Hasil II dan IV mempunyai nilai yang mirip, hanya saja nilai Smoothness Index (SI) hasil IV lebih baik dari hasil II sehingga hasil IV lah yang selanjutnya akan dibandingkan dengan hasil III. Hasil III memberikan nilai paling baik dibandingkan semua hasil, kecuali untuk nilai SI. Nilai Line Efficiency (LE) adalah yang tertinggi yaitu sebesar 68.76 %, dengan selisih 1.04 % dari hasil IV. Hal ini disebabkan hasil III mempunyai Cycle Time (CT) terkecil daripada hasil IV dengan selisih 0.18 menit atau 10.8 detik. Berbeda dengan hasil-hasil lain di mana CT terletak pada WS I, CT pada hasil III terletak pada WS II sebagai WS dengan waktu terlama. Karena nilai LE dan Balance Delay (BD) selalu berpasangan, maka secara otomatis nilai BD hasil III adalah yang
117
terbaik pula. Hasil III mempunyai total Idle Time (IT) terkecil, tetapi IT pada WS III untuk hasil III lebih besar dibandingkan IT pada WS III untuk hasil IV dengan selisih cukup banyak, apalagi setelah dikuadratkan. Oleh karena itu SI hasil III lebih buruk daripada hasil IV. Tabel 4.43 Ringkasan Hasil Alokasi Task Untuk Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Hasil Hasil I Hasil II Hasil III Hasil IV
WS I 1-3, 5-7, 9 1-5, 9-13 1-3, 5-8 1-5, 9-13
WS II 4, 8, 10-16 6-8, 14-16 4, 9-16 6, 8, 14-19
WS III 17-19 17-19 17-19 7
WS IV 20-21 20-21 20-21 20-21
WS V 22 22 22 22
WS VI 23 23 23 23
WS VII 24-26 24-26 24-26 24-26
WS = Work Station
Selain ditinjau dari nilai-nilai ukuran di atas, pemilihan hasil juga ditentukan oleh tinjauan alokasi task untuk tiap-tiap WS. Dalam hal ini harus diperhatikan pula alokasi task untuk lini perakitan usulan untuk produk PDL (Pakaian Dinas Lapangan). Dari hasil metode line balancing untuk produk PDL dan PDH, semuanya memberikan hasil pembagian lini ke dalam 7 WS. Hal ini tentunya akan memudahkan implementasinya, apalagi alokasi task untuk WS IV – VII adalah sama. Untuk itu akan dicari hasil pemecahan yang memberikan alokasi task yang sedapat mungkin sama untuk kedua produk agar operator yang ditugaskan pada masingmasing WS tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri untuk produksi jenis yang berbeda. Jika terdapat perbedaan mencolok dalam alokasi task untuk kedua produk ini maka akan menyulitkan perusahaan dan penerapannya menjadi tidak feasible.
118
Dalam penyusunan skripsi ini, pemilihan hasil metode line balancing untuk kedua produk (PDL dan PDH) dilakukan secara bersamaan agar dapat dibandingkan mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing hasil serta kemudahan implementasinya. Pada bagian pembahasan PDL telah disebutkan bahwa hasil metode line balancing yang dipilih untuk produk PDL adalah hasil II di mana WS III berisi task 7. Untuk produk PDH, alokasi task untuk hasil I – IV hanya berbeda pada WS I, II, III, sedangkan pada WS IV – VII tidak ada perbedaan. Namun hasil I, II, III mengalokasikan task 17, 18, 19 pada WS III, dan hanya hasil IV yang mengalokasikan task 7 pada WS III. Apabila terjadi perbedaan task yang signifikan seperti ini maka operator yang menangani WS III akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan dengan task yang biasa dikerjakannya pada lini perakitan PDL. Operator harus mengganti kerutinan kerjanya secara total serta menyesuaikan diri dengan jenis task dan waktu operasi yang baru. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka diputuskan untuk memilih hasil IV sebagai pemecahan dari metode Region Approach. Meskipun dari segi nilai Line Efficiency (LE), Balance Delay (BD), dan total Idle Time (IT) lebih buruk dari hasil III, tetapi hasil IV unggul dalam nilai Smoothness Index (SI) serta kemudahan implementasi ditinjau dari alokasi task di masing-masing WS. Setelah dilakukan pemilihan hasil metode yang dirasa paling feasible untuk diimplementasikan bagi masing-masing jenis produk (PDL dan PDH), maka langkah selanjutnya adalah membandingkannya dengan lini lama dan melihat apakah konsep
119
pembaruan tersebut dapat benar-benar memberikan perbaikan bagi lini perakitan perusahaan.
4.3 Analisa Hasil 4.3.1 Analisa Perbandingan Performance Lini Perakitan Lama dan Usulan Hasil line balancing yang telah dipilih sebelumnya akan dibandingkan dengan lini perakitan lama. Untuk memudahkan, di bawah ini disajikan gambar susunan Work Station (WS) pada lini lama dan usulan. Lini lama hanya terdiri dari satu gambar karena alokasi task untuk produk PDL maupun PDH adalah sama. Sedangkan lini usulan terdiri dari 2 gambar karena terdapat sedikit perbedaan untuk alokasi task untuk PDL dan PDH. I 1,2,3, 4,5,6
II 9,10,11,12, 13,14,15,16
III 17 V 18,19
VI 20
VII 21
IX 22
X 23
XI 24
XII 25,26
IV 7
VIII 8
Gambar 4.4 Susunan Work Station Pada Lini Perakitan Lama I 1,2,3,4.9, 10,11,12,13
II 5,6,8,14,15, 16,17,18,19 IV 20,21
V 22
VI 23
VII 24,25,26
III 7
Gambar 4.5 Susunan Work Station Pada Lini Perakitan Usulan Untuk Sebuah Sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan)
120
I 1,2,3,4.5,9, 10,11,12,13
II 6,8,14,15, 16,17,18,19 IV 20,21
V 22
VI 23
VII 24,25,26
III 7
Gambar 4.6 Susunan Work Station Pada Lini Perakitan Usulan Untuk Sebuah Sepatu PDH (Pakaian Dinas Harian) Ukuran-ukuran yang akan dijadikan patokan untuk membandingkan performance lini lama dan usulan akan dirangkum dalam tabel berikut dan disertai dengan penjelasan masing-masing. Tabel 4.44 Performance Lini Perakitan Lama dan Usulan Lini Perakitan Lama PDL Lama PDH Usulan PDL Usulan PDH
Jumlah Work Station 12 12 7 7
WS Terlama WS II WS X WS I WS I
Cycle Time (menit) 11.87 11.18 11.99 11.94
Total Idle Time (menit) 82.39 77.56 23.88 26.98
Line Efficiency
Balance Delay
Smoothness Index
42.16 % 42.19 % 71.55 % 67.72 %
57.84 % 57.81 % 28.45 % 32.28 %
27.20 25.82 12.32 12.96
PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian
1. Jumlah Work Station (WS) Lini perakitan lama terdiri dari 12 WS dengan susunan task yang sama persis untuk produk PDL dan PDH. Terbentuknya WS yang begitu banyak disebabkan perusahaan menerapkan spesialisasi task. Task yang berbeda jenis (dalam cara pengerjaan maupun alat bantu) dikelompokkan dalam WS yang berbeda. Walaupun hal ini akan memudahkan operator dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi
121
menyebabkan jumlah WS membengkak dan efisiensi menurun. Pada lini perakitan usulan yang terbentuk dengan menerapkan metode line balancing, ternyata jumlah WS dapat dirampingkan menjadi 7 WS saja karena ada beberapa task yang dapat digabungkan ke dalam 1 WS tanpa melebihi cycle time teoritis dan precedence constraint. Dengan demikian efisiensi lini perakitannya meningkat. Tapi tentunya ada konsekuensi yang harus dihadapi perusahaan yang berkaitan dengan pudarnya batasbatas spesialisasi task yang tegas seperti pada lini perakitan lama. Permasalahan ini akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikutnya.
2. Work Station (WS) Terlama Total waktu operasi untuk produk PDL dan PDH berbeda dengan selisih 3.45 menit atau 3 menit 27 detik di mana perakitan PDH lebih cepat. Ada beberapa task dalam perakitan PDH yang memerlukan waktu lebih sedikit dibandingkan PDL yaitu pada task 2, 3, 5, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 25, 26. Akibatnya, pada lini lama, Cycle Time (CT) yang merupakan waktu stasiun terlama terjadi pada WS yang berbeda. Untuk PDL, CT terjadi pada WS II yang berisi task 9-16. Untuk PDH, WS II ini mengalami penurunan waktu yang cukup banyak karena task-task yang mengalami penurunan waktu operasi kebanyakan berada di WS II.sehingga CT untuk PDH tidak terjadi pada WS II melainkan berpindah ke WS X. Pada lini usulan, susunan task untuk PDL dan PDH sedikit berbeda tetapi CT untuk keduanya sama-sama terjadi pada WS I. Perbedaan susunan task terletak pada
122
task 5. Untuk PDL, task 5 tidak termasuk WS I sehingga WS I hanya berisi 9 task (task 1-4, 9-13), sementara untuk PDH, WS I berisi 10 task, 9 task sama dengan PDL dan ditambah dengan task 5.
3. Cycle Time (CT) Berdasarkan perhitungan teoritis, CT yang diizinkan untuk lini perakitan PDL maupun PDH adalah 12 menit. Pada prakteknya di lini perakitan lama, CT yang ada tidak melebihi 12 menit sehingga perusahaan dapat menyelesaikan operasi perakitan untuk memenuhi jumlah output yang ditargetkan tanpa harus melebihi jam kerja efektif. Untuk lini perakitan lama PDL, CT adalah sebesar 11.78 menit. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, untuk lini perakitan lama PDH, Station Time (ST) untuk WS II berkurang sehingga CT bergeser ke WS X yaitu sebesar 11.18 menit. Dari hasil metode line balancing diperoleh lini perakitan usulan PDL yang memiliki CT sebesar 11.99 menit. CT ini paling mendekati CT teoritis, sedangkan untuk PDH, CT adalah sebesar 11.94 menit. Di sini terlihat bahwa CT lini usulan mengalami peningkatan dibandingkan lini lama (untuk PDL selisihnya 12,6 detik, untuk PDH selisihnya 45,6 detik). Hal ini disebabkan karena pada dasarnya metodemetode heuristik line balancing berusaha memaksimalkan pemakaian slot ST yang tersedia hingga sama dengan atau mendekati CT teoritis. Oleh karena itu CT untuk lini usulan hanya berselisih sangat sedikit dengan CT teoritis.
123
4. Total Idle Time (IT) Pada lini perakitan lama tampak bahwa status idle sangat buruk yaitu mencapai 1 jam lebih. PDL memiliki total IT sebesar 82.39 menit, PDH sebesar 77.56 menit. Ini adalah salah satu akibat dari pengalokasian task ke WS secara tidak efisien. Station IT yang paling mencolok sama-sama terjadi pada WS VIII karena hanya berisi 1 task (task 8) yang sebetulnya sangat singkat waktu operasinya. Station IT pada WS VIII untuk PDL lebih buruk daripada PDH (PDL = 11.66 menit, PDH = 10.97 menit). Kondisi ini dicoba diperbaiki pada lini usulan. Hasilnya total IT untuk PDL dapat dikurangi sebanyak 58.51 menit atau hampir 1 jam hingga menjadi 23.88 menit saja. Untuk PDH, total IT dapat dikurangi sebanyak 50.58 menit hingga menjadi 26.98 menit saja. Station IT terbesar sama-sama terjadi pada WS V yang hanya berisi 1 task (task 22) tetapi tidak mungkin digabungkan dengan task lain karena terbentur limit waktu dan precedence constraint. Station IT terbesar untuk PDL adalah sebesar 7.87 menit, untuk PDH sebesar 7.82 menit, keduanya tidak terpaut jauh. Penurunan total IT secara drastis ini diharapkan dapat lebih menguntungkan perusahaan karena perusahaan selama ini menggaji beberapa pegawai yang waktu menganggurnya cukup banyak. Di samping itu waktu idle yang terlalu lama dapat mengganggu ritme kerja individu karena adanya selang waktu yang cukup lama antara pengerjaan satu dengan berikutnya.
5. Line Efficiency (LE)
124
Ketidakefisienan lini perakitan lama tercermin dalam nilai LE yang bahkan tidak mencapai 50 %. Nilai LE untuk PDL dan PDH berselisih sangat kecil yaitu PDH lebih baik 0.03 % dibandingkan PDL. Setelah dilakukan perbaikan dengan metode line balancing menghasilkan peningkatan yang cukup baik. Nilai LE untuk PDL meningkat sebanyak 29.39 % yaitu dari 42.16 % menjadi 71.55 %, sementara untuk PDH meningkat sebanyak 25.53 % yaitu dari 42.19 % menjadi 67.72 %. Membicarakan LE tentu tidak terlepas dari Station Efficiency (SE). SE lini lama sangat buruk pada WS VIII di mana untuk PDL nilainya hanya 1.77 % dan untuk PDH sebesar 1.88 %. Nilai SE terendah ini berusaha diperbaiki pada lini usulan sehingga meningkat menjadi 34.36 %, terjadi pada WS V untuk PDL, dan 34.51 %, terjadi pada WS V untuk PDH. Nilai SE terendah yang masih di atas 30 % ini diharapkan dapat membuat performance lini perakitan keseluruhan tidak terlalu buruk seperti pada lini lama. Sebenarnya nilai LE baru ini pun masih cukup jauh dari kondisi sempurna (LE = 100 %) tetapi hal ini wajar jika melihat urut-urutan operasi perakitan untuk produk sepatu di PT. Marino Pelita Indonesia mempunyai precedence constraint yang cukup ketat. Task yang dapat dikerjakan dengan saling mendahului hanyalah task 1-8, sedangkan task 9-26 harus saling menunggu sampai operasi pendahulunya selesai dikerjakan. Hal ini tentunya menyulitkan penggabungan task ke dalam 1 WS meskipun slot ST masih tersisa. Di lain pihak ada pula task dengan waktu operasi cukup lama sehingga jika digabung dengan task lain yang memenuhi precedence
125
constraint akan menyebabkan ST melampaui CT teoritis. Selain itu perlu diingat bahwa metode-metode yang digunakan di sini adalah heuristik yang tidak menjamin dihasilkannya solusi optimal sehingga tidak menutup kemungkinan adanya hasil lain yang optimal dan memberikan nilai LE lebih baik daripada usulan ini.
6. Balance Delay (BD) Nilai BD selalu berpasangan dengan LE sehingga jika efisiensi rendah maka berarti pula delay-nya tinggi. Untuk lini lama, nilai BD bahkan lebih tinggi dari LE yang menyebabkan kinerja lini perakitan tidak efisien dan banyak terjadi delay. Untuk kedua produk, nilai BD tidak terpaut jauh yaitu PDH lebih baik 0.03 % dibandingkan PDL. Nilai BD untuk PDL berkurang sebanyak 29.39 % yaitu dari 57.84 % menjadi 28.45 %, sedangkan untuk PDH berkurang sebanyak 25.53 % yaitu dari 57.81 % menjadi 32.28 %. Besarnya selisih ini sama persis dengan selisih nilai LE, sehingga performance lini perakitan keseluruhan sebenarnya sudah dapat diketahui hanya dengan melihat salah satu nilai LE atau BD saja. Nilai Station Delay juga dapat dihitung dengan cara membagi Station Idle Time dengan CT lalu dikalikan 100 %, atau mengurangkan 100 % dengan nilai SE. Tetapi dalam skripsi ini perhitungan persentase delay di tiap WS tidak ditampilkan karena sudah tercermin dari SE. Yang ditampilkan hanya nilai BD lini keseluruhan untuk memudahkan dalam menilai performance-nya.
126
7. Smoothness Index (SI) SI untuk kondisi perfect balance adalah nol sehingga makin kecil SI berarti kelancaran relatif lini perakitan makin baik. SI pada lini lama menunjukkan nilai yang cukup besar yaitu untuk PDL sebesar 27.20 dan untuk PDH sebesar 25.82. Setelah terbentuk lini usulan, nilai SI untuk PDL dapat dikurangi sebesar 14.88 hingga menjadi 12.32, dan untuk PDH dapat dikurangi sebesar 12.86 hingga menjadi 12.96. Nilai SI lini usulan dapat jauh berkurang dibandingkan lini lama karena selain ITnya berkurang drastis, IT ini juga terdistribusi secara lebih merata di setiap WS, dalam arti tidak ada IT yang terakumulasi berlebihan pada 1 WS sehingga menyebabkan nilai kuadratnya menjadi sangat besar. Dengan menurunnya nilai SI maka diharapkan hasil penyeimbangan lini perakitan untuk PDL maupun PDH akan memiliki kelancaran yang semakin baik.
4.3.2 Perencanaan Kegiatan Untuk Mendukung Implementasi Lini Perakitan Usulan 4.3.2.1 Perencanaan Worker Assignment Untuk Lini Perakitan Usulan Dari hasil metode line balancing diperoleh lini usulan yang lebih ramping daripada lini lama di mana yang tadinya terdiri dari 12 Work Station (WS) dapat dikurangi menjadi 7 WS saja. Sejalan dengan itu perusahaan harus menentukan operator mana saja yang akan tetap dipertahankan dan mana yang tidak diperkerjakan
127
lagi di lini usulan. Hal ini harus dilakukan melalui beberapa pertimbangan cermat. Oleh karena itu pada bagian ini akan diusulkan suatu perencanaan worker assignment yang baru. Tabel 4.45 Worker Assignment Pada Lini Perakitan Lama Work Station I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII
Task 1-6 9-16 17 7 18-19 20 21 8 22 23 24 25-26
Operator O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8 O9 O10 O11 O12
Waktu (PDL) 7.50’ 11.87’ 2.56’ 5.46’ 1.54’ 8.95’ 1.24’ 0.21’ 4.12’ 11.18’ 2.14’ 3.28’
Waktu (PDH) 6.82’ 10.80’ 1.60’ 5.46’ 1.54’ 8.95’ 1.24’ 0.21’ 4.12’ 11.18’ 2.14’ 2.54’
PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian
Tabel 4.46 Perencanaan Worker Assignment Untuk Lini Perakitan Usulan WS I II III IV V VI VII
Task PDL : 1-4, 9-13, PDH : 1-5, 9-13 PDL : 5, 6, 8, 14-19, PDH : 6, 8, 14-19 7 20-21 22 23 24-26
PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian WS = Work Station
Operator O1 O2 O4 O6 O9 O10 O11
Waktu (PDL) 11.99’ 11.69’ 5.46’ 10.19’ 4.12’ 11.18’ 5.42’
Waktu (PDH) 11.94’ 9.03’ 5.46’ 10.19’ 4.12’ 11.18’ 4.68’
128
Keterangan : Operator dengan nomor kode sama adalah orang yang sama. Misal O10 yang menangani WS X pada lini lama adalah sama dengan O10 yang menangani WS VI pada lini usulan. Operator 1 (O1) tetap ditempatkan pada WS I namun pekerjaannya tidak seringan pada lini lama karena biasanya ia hanya menangani 6 task sedangkan pada lini usulan ia harus mengerjakan 9 task untuk PDL dan 10 task untuk PDH. Untuk mengerjakan task 1-5 seharusnya tidak ada masalah karena sama dengan lini lama. Tetapi O1 harus mempelajari cara mengerjakan task 9-13. Hal ini tidak terlalu sulit karena pada intinya task-task ini juga masih merupakan proses penjahitan, hanya bedanya jika task 1-5 adalah melapisi kulit dengan kain, task 9-13 adalah menggabungkan bagianbagian yang akan membentuk badan sepatu. Meskipun kuantitas task untuk perakitan PDH lebih banyak tetapi batas waktu untuk WS I untuk PDL dan PDH hampir sama karena lamanya waktu operasi untuk beberapa task di perakitan PDH lebih sebentar dibandingkan PDL. Operator yang ditugaskan di WS I dituntut cekatan, terampil, rajin, konsisten, mampu memelihara ritme kerja agar teratur, dan bagus performance kerjanya karena WS I adalah WS kritis di mana terjadi Cycle Time (CT) sehingga merupakan WS terlama. Jika O1 tidak mampu bekerja sesuai target waktu yang telah ditetapkan (melebihi batas waktu) maka keseluruhan lini perakitan juga akan mengalami keterlambatan.
129
Jika operator pada WS I mempunyai tanggung jawab yang berat karena merupakan WS terlama, maka operator yang ditugaskan pada WS II juga mempunyai tanggung jawab yang tidak kalah berat, lebih disebabkan adanya variasi jenis task yang dialokasikan pada WS II. Untuk PDL, WS II berisi 9 task dengan Station Time (ST) yang hampir mendekati CT. Sedangkan task di WS II untuk PDH ada 8 dan memerlukan waktu yang lebih sedikit dibandingkan PDL. Operator yang ditempatkan di WS II setidaknya harus menguasai 4 jenis pekerjaan yang berbeda, namun yang utama dan relatif sulit dipelajari adalah menjahit. Oleh karena itu operator dari WS II lini lama lah yang dipakai untuk WS II lini usulan karena operator ini telah menguasai skill jahit dan sudah berpengalaman sebelumnya. Pertimbangan ini menyebabkan tersingkirnya O3 (task 17), O5 (task 18-19), dan O8 (task 8) dari daftar kandidat operator WS II lini usulan karena akan membutuhkan waktu lebih lama jika harus mempelajari dan membiasakan diri dengan pekerjaan menjahit. Untuk task 14-16 tidak ada masalah karena telah pula ditangani O2 pada lini lama. Task 5 (khusus PDL) dan task 6 juga tidak terlalu sulit karena masih merupakan pekerjaan menjahit (melapisi kulit dengan kain). Task 8 (mengisikan hak kayu ke sol karet) mudah dipelajari karena hanya merupakan pekerjaan ringan, membutuhkan sedikit waktu, tidak menuntut skill khusus, serta tidak menggunakan alat bantu. Task 18-19 (menyisipkan kain keras ke bagian jari dan tumit) juga tidak sulit untuk dikuasai karena tidak memerlukan skill khusus maupun alat bantu. Yang
130
terpenting adalah hasilnya harus baik dan rapi. Task ‘baru’ yang cukup sulit dipelajari adalah task 17 (memasang mata ayam) karena operator harus mengetahui cara pengoperasian alat pelubang. Khusus untuk PDH, task ini lebih ringan daripada PDL karena PDH hanya memerlukan 10 buah mata ayam untuk sebuah sepatu, sedangkan PDL memerlukan 16 buah mata ayam untuk sebuah sepatu. Operator di WS II juga dituntut untuk mempunyai kriteria performance kerja yang sama dengan operator di WS I. Bahkan mungkin pada awal masa implementasi lini usulan, O2 mempunyai beban yang lebih berat daripada O1 karena belum terbiasa dengan adanya variasi jenis task yang harus ditangani. WS IV pada lini usulan yang berisi task 20-21 diserahkan pada O6 dan bukan O7 dengan pertimbangan task 20 lebih sulit serta menuntut skill dan pengalaman dibandingkan task 21. Pada task 20 inilah sepatu mulai tampak mana yang kiri dan mana yang kanan. Dalam task ini, operator dituntut bekerja dengan baik dan rapi agar bagian badan dan alas sepatu dapat menyatu dengan baik, tidak ada kulit yang terjepit ataupun bergelombang, dsb. Sedangkan task 21 relatif mudah dikuasai karena hanya bertugas menghaluskan bagian alas sebelum diberi lem. WS VII pada lini usulan yang berisi task 24-26 diserahkan pada O11 walaupun sebenarnya O12 sudah menguasai 2 task (25-26) tetapi tingkat kesulitannya lebih rendah dibandingkan task 24 karena task 24 melibatkan penggunaan handtool untuk finishing. Apabila belum menguasai skill dan belum berpengalaman, pekerjaan ini cukup sulit dilakukan apalagi untuk PDH yang menggunakan kulit polos di mana jika
131
finishing kurang sempurna maka akan langsung terlihat cacatnya, sementara untuk PDL masih agak tertutup bintik-bintik karena menggunakan kulit jeruk. Dengan demikian O11 harus mempelajari task 25-26. Kedua task ini cukup mudah karena dilakukan secara manual, hanya perlu cekatan dan kerapian. Untuk WS III, V, VI tidak ada masalah karena masih tetap ditangani oleh operator yang mengerjakan task yang sama dengan lini lama, hanya nomor WS-nya yang berubah.
4.3.2.2 Perencanaan Pengerjaan Operasi Perakitan Untuk Lini Usulan Lini perakitan lama di PT. Marino Pelita Indonesia disusun dengan menekankan pada spesialisasi task yang harus ditangani untuk setiap Work Station (WS). Akibatnya lini terbagi menjadi banyak WS yang sebetulnya masih dapat dipadatkan lagi. Itulah yang terjadi pada lini perakitan usulan. Banyaknya WS dirampingkan dari 12 menjadi 7. Konsekuensinya, tidak setiap WS berisi task-task dengan jenis yang sama. Ada beberapa WS yang berisi task yang bervariasi jenisnya. Apabila perusahaan tidak mengantisipasi perubahan ini, dikhawatirkan keseluruhan operasi perakitan di lini usulan tidak dapat berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu sebelum memasuki sesi produksi yang sebenarnya dengan menggunakan lini usulan, ada baiknya perusahaan mengadakan semacam sesi pra-produksi (percobaan implementasi lini usulan) untuk membiasakan operator terhadap jenis task ‘baru’
132
(jika ada), batas waktu stasiun untuk masing-masing WS, ritme kerja baru, layout baru, dsb. Critical point di lini usulan terletak pada WS I dan II karena sebelumnya pada lini lama WS ini sudah terspesialisasi untuk pekerjaan menjahit, sedangkan pada lini usulan WS I masih mencakup task menjahit tapi lebih bervariasi, dan WS II mencakup 4 jenis task. Sebelum dibahas tentang cara penyesuaian terhadap batas waktu yang baru, terlebih dahulu akan dibahas mengenai bagaimana cara menyesuaikan dengan scope task yang bervariasi. Perusahaan sebaiknya mengadakan semacam sesi pelatihan untuk operatoroperator yang ditugaskan pada WS I, II, IV, VII karena mereka harus menghadapi beberapa task yang tidak mereka tangani pada lini lama. Perhatian khusus diberikan kepada operator yang ditugaskan pada WS II karena ia harus bertanggung jawab terhadap 8-9 task di mana 4 task di antaranya tergolong task ‘baru’ baginya. Setelah mereka menguasai cara-cara mengerjakan task ‘baru’ tersebut, langkah selanjutnya adalah mencoba melaksanakan pekerjaan yang telah ditugaskan untuk masing-masing WS berdasarkan batas waktu stasiun yang telah ditentukan. Foreman akan mengukur waktu dan bertindak sebagai pengawas yang mengingatkan kapan batas waktu akan berakhir. Perhatian khusus diberikan kepada operator yang ditugaskan di WS I karena merupakan WS dengan waktu terlama yang jika pekerjaannya terlambat maka akan menimbulkan chain reaction ke WS-WS selanjutnya. Operator di WS II juga harus diberi perhatian mengingat mereka baru
133
saja menguasai task-task ‘baru’ dan jika belum terbiasa mungkin akan sedikit mengalami kesulitan untuk catch up dengan batas waktu stasiunnya. Pelatihan untuk menyesuaikan diri dengan batas waktu ini dilakukan untuk 2 sesi produksi yaitu untuk PDL dan PDH, tapi cukup dilakukan untuk operator yang ditugaskan pada WS yang mempunyai susunan task dan batas waktu stasiun yang berbeda antara PDL dan PDH yaitu WS I, II, VII. Untuk menyesuaikan diri dengan batas waktu stasiun yang baru ini seharusnya tidak terlalu sulit dilakukan karena waktu-waktu operasi yang diajukan dalam lini usulan di dalamnya sudah diperhitungkan faktor penyesuaian dan kelonggaran sehingga bukan hanya waktu proses murni, melainkan sudah diberikan toleransi kelebihan waktu. Persoalan yang harus dihadapi berikutnya adalah line pacing. Sebenarnya persoalan ini sudah ada sejak lini lama, disebabkan perusahaan menggunakan manual work transport di mana benda kerja dioper secara manual dari 1 operator ke operator berikutnya (tidak menggunakan mechanical work transport / conveyor). Akibatnya terjadi kondisi no pacing di mana tiap-tiap operator bekerja sesuai ritme masingmasing. Namun persoalan line pacing ini tidak pernah mencuat secara signifikan (tidak membuat perusahaan merasa harus mengubah kondisi no pacing tersebut). Hal ini disebabkan para pekerja lini perakitan mampu memelihara ritme kerja masingmasing dan menyesuaikan dengan ritme kerja sesama rekan operator sehingga mereka dapat bekerja secara kompak dan wajar. Tidak ada operator yang bekerja terlalu cepat atau terlalu lambat. Para operator berusaha mencapai suatu ritme kerja
134
tertentu berdasarkan kepentingan bersama dan tentu saja di bawah pengawasan foreman yang cukup tegas dalam memberikan teguran / peringatan apabila ada operator yang bekerja tidak sesuai ritme kerja bersama. Hal yang menguntungkan bagi perusahaan ini diharapkan dapat terjadi pula di lini usulan. Tetapi perlu juga dilakukan sesi percobaan untuk mendapatkan line pacing yang sesuai dengan alokasi task dan batas waktu yang baru. Di sini semua operator harus menjalani sesi tersebut, tidak ada perkecualian seperti pada sesi-sesi percobaan sebelumnya. Dengan demikian sesi ini dilakukan sudah seperti sesi produksi yang sebenarnya. Untuk membantu memberikan semacam ‘rambu-rambu’ bagi line pacing, ada 2 poin yang dapat digunakan. Pertama adalah task 23 di WS VI yang merupakan task molding di mana sepasang sepatu diproses secara bersamaan di 1 mesin. Oleh karena itu jika ritme kerja tidak teratur maka sepatu bagian kiri dan kanan tidak dapat tiba secara bersamaan di WS ini. Padahal seharusnya kalaupun tidak dapat tiba di waktu yang sama tapi setidaknya selang waktunya hanya sebentar. Apabila ketidaksesuaian ini terjadi maka perusahaan harus membenahi line pacing dengan mengkoordinasi ulang para operator dan membiasakan / melatih mereka dengan ritme kerja tertentu yang dapat diikuti semua operator. Setelah keluar dari WS molding maka ‘rambu’ berikutnya adalah saat produk jadi telah dihasilkan dan bersiap masuk ke sesi Quality Control (untuk sampel yang terpilih) atau langsung ke sesi packing. Apabila produk jadi sepatu kiri dan kanan
135
tidak keluar secara bersamaan dalam selang waktu cukup lama, maka line pacing perlu dibenahi, khususnya untuk WS VII. Yang perlu diingat adalah bahwa line pacing ini bukanlah suatu pertandingan kecepatan, melainkan bagaimana para operator dapat menyelesaikan task tanpa melewati batas waktu yang telah ditentukan serta menyamakan / menyesuaikan ritme kerja dengan sesama rekan sehingga tercipta suatu ritme kerja yang kompak dan wajar. Pada masa awal dioperasikannya lini usulan, mungkin beberapa operator masih menemui kesulitan-kesulitan berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, namun dengan semakin seringnya melakukan operasi perakitan diharapkan para operator akan semakin terampil dan berpengalaman. Mengenai berapa lama sesi-sesi percobaan ini perlu dilakukan, sepenuhnya diserahkan pada kebijakan perusahaan. Ada beberapa pertimbangan yang terlibat misalnya aspek biaya, tingkat kemampuan operator dalam menguasai hal-hal baru, dsb. Sesi percobaan ini menuntut para foreman agar proaktif dalam memberikan pengarahan, bantuan, menjaga kedisiplinan, dengan diawasi oleh kepala pabrik yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan yang berlangsung di lantai produksi. Satu hal lagi yang akan diusulkan dalam kaitannya dengan operasi perakitan adalah mengenai material handling. Seperti yang telah disinggung di atas, perusahaan tidak memiliki conveyor sehingga material handling dilaksanakan secara manual.
136
Pada lini lama, operator di suatu WS harus mengoper benda kerja keluaran dari WSnya ke WS berikutnya, tidak peduli apakah waktu stasiun di WS-nya lebih lama daripada WS tujuan. Untuk lini usulan hal ini akan diperbaiki. Adanya idle time di tiap WS tidak dapat dihindari. Oleh karena itu idle time ini coba dimanfaatkan untuk melakukan material handling, dalam arti operator WS yang waktunya lebih sebentar dibandingkan WS asal ataupun WS tujuan harus mengambil atau mengantar benda kerja. Dengan demikian pelaksanaan material handling tidak memerlukan alokasi waktu khusus karena menggunakan idle time yang terjadi. Operator yang bertugas melakukan material handling diutamakan yang mempunyai idle time besar. Tabel 4.47 Perencanaan Pelaksanaan Perpindahan Material (Material Handling) Untuk Lini Perakitan Usulan WS Asal I
WS Tujuan II
Operator Pelaksana O2
II
IV
O6 (untuk PDL)
II
IV
O2 (untuk PDH)
III
IV
O4
IV
V
O9
II
VI
O10
V
VI
O9
VI
VII
O11
PDL = Pakaian Dinas Lapangan PDH = Pakaian Dinas Harian WS = Work Station
Keterangan Operator 2 mengambil benda kerja dari WS I Operator 6 mengambil benda kerja hasil task 19 dari WS II Operator 2 mengantar benda kerja hasil task 19 ke WS IV Operator 4 mengantar benda kerja ke WS IV Operator 9 mengambil benda kerja dari WS IV Operator 10 mengambil benda kerja hasil task 8 dari WS II Operator 9 mengantar benda kerja ke WS VI Operator 11 mengambil benda kerja dari WS VI
137
Keterangan : Operator 2 (O2) bertugas mengambil benda kerja dari WS I karena di WS I tidak ada idle time. Selanjutnya terjadi perbedaan antara produksi PDL dan PDH untuk material handling dari WS II ke WS IV. Untuk PDL, O6 lah yang bertugas mengambil benda kerja hasil task 19 dari WS II karena Station Time (ST)-nya lebih kecil. Sedangkan untuk PDH adalah sebaliknya, O2 bertugas mengantar benda kerja hasil task 19 ke WS IV. O4 bertugas mengantar benda kerja ke WS IV. Setelah benda kerja dari WS III dan benda kerja hasil task 19 dari WS II terkumpul barulah WS IV dapat melaksanakan operasi perakitan. Lalu O9 bertugas mengambil benda kerja dari WS IV. Seperti halnya WS IV, WS VI juga memerlukan input benda kerja dari 2 WS yaitu WS II dan WS V. O10 bertugas mengambil benda kerja hasil task 8 dari WS II. Hal ini berlaku untuk PDL dan PDH meskipun ST untuk PDH di WS II lebih kecil dari WS VI tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena O10 sudah dapat mengambil benda kerja hasil task 8 sementara benda kerja hasil WS V belum sampai ke WS VI (jadi task 8 selesai lebih dulu daripada task 22 sehingga dapat diambil lebih awal). Kemudian O9 mengantar benda kerja ke WS VI dan proses perakitan di WS VI dapat dilakukan. Untuk perakitan sepasang sepatu hanya ada 1 WS VI sementara WS-WS yang lain ada 2, masing-masing untuk sebuah sepatu (kiri / kanan). Oleh karena itu O10 harus mengambil hasil task 8 dari WS II sebanyak 2 kali yaitu dari WS II lini kiri dan kanan. O9 dari WS V lini kiri dan kanan mengantar benda kerja ke WS VI
138
yang sama. Demikian pula O11 dari WS VII lini kiri dan kanan mengambil benda kerja dari WS VI yang sama. Terakhir, O11 mengerjakan task-task finishing dan selesailah operasi perakitan untuk kemudian dilanjutkan ke sesi QC (untuk sampel terpilih) atau langsung ke sesi packing.
4.3.2.3 Perencanaan Tata Letak Lantai Produksi Untuk Lini Perakitan Usulan Tata letak lantai produksi merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan suatu perusahaan. Karena para pelaku produksi biasanya harus hidup dengan layout dalam waktu lama, maka setiap kesalahan dalam penentuan layout akan menimbulkan kerugian biaya yang sangat tinggi. Kesalahan-kesalahan seharusnya hanya boleh terjadi pada saat melakukan perencanaan, jauh sebelum pergerakan fisik dan peralatan dilakukan. (Turner, Mize, Case, Nazemetz, 2000, p123). Untuk memudahkan implementasi lini usulan maka akan direncanakan pula suatu perbaikan tata letak lantai produksi terutama pada spot-spot yang terkait langsung dengan lini perakitan. Perubahan yang akan dilakukan tidak terlalu banyak mengingat bahwa mengubah tata letak yang sudah dipakai selama bertahun-tahun bukanlah hal yang mudah, di samping itu perubahan yang terlalu drastis akan menyebabkan perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak kecil jumlahnya untuk merenovasi tata letak lantai produksi. Oleh karena itu perubahan hanya akan dilakukan pada spot-spot yang masih memungkinkan untuk dipindahkan lokasinya.
139
18 M
1
2
3
9
9
7
9
9
5
7
9
9
5
9
9
7 9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
6
6
5 14 5
16
8
16 15 16
4
12
11
12
13
14
14
14
14
Legenda: 1. Kantor 2. Storage karet 3. Storage kulit 4. Tempat QC kulit 5. Mesin potong 6. Tempat potong manual 7. Mesin seset 8. Tempat potong kayu 9. Mesin jahit 10. Tempat mata ayam 11. Tempat open 12. Rak 13. Tempat amplas 14. Meja 15. Tempat mengelem 16. Mesin molding 17. Tempat finishing 18. Tempat QC & packing 19. Meja peletakan 20. Rak barang defect 21. Kantor 22. Bengkel maintenance 23. Warehouse
10
16 48 M 16
16
16
16
17
16
22
16
18
19
20 23
21
Gambar 4.7 Tata Letak Lantai Produksi Pada Lini Perakitan Lama
140
Yang pasti tidak akan dipindahkan letaknya adalah mesin molding karena merupakan mesin besar dan berat, serta mesin jahit karena biarpun ukurannya cukup handy untuk dipindah tetapi kuantitasnya cukup banyak sehingga kurang bijaksana jika harus memindahkan semuanya. Dengan demikian letak kedua mesin tersebut dijadikan patokan bagi kemudahan dan kelancaran perpindahan material di lini usulan. WS I dan II pada lini lama berada pada lokasi mesin jahit (lajur kiri untuk WS I, lajur kanan untuk WS II), demikian pula pada lini usulan. Hanya bedanya, WS II selain berisi task jahit juga berisi task-task lain. Untuk WS II pada lini usulan, task 8, 18, 19 dapat dikerjakan di tempat jahit itu sendiri sehingga tidak memerlukan suatu lokasi khusus. Sebagai perbandingan, pada lini lama, task 8 dikerjakan sambil duduk di lantai dekat mesin molding, task 18-19 dikerjakan di tempat open, sehingga tasktask ini tidak membutuhkan tempat khusus karena tidak menggunakan alat bantu. Task 17 memerlukan alat bantu berupa alat pelubang / pemasang mata ayam. Untuk itu, tempat alat pelubang diubah letaknya pada lini usulan sehingga terletak berdampingan dengan deretan mesin jahit di sisi kanan secara membujur. Hal ini bertujuan agar operator 2 dapat mengerjakan task 17 tanpa harus berpindah jauh dari tempat kerja semula. WS III pada lini usulan yang berisi task 7 (sama dengan WS IV pada lini lama) tidak berubah lokasi pengerjaannya dengan lini lama yaitu di tempat open. Perbedaan terletak pada lajur yang digunakan. Pada lini lama, lajur kiri tempat open separuhnya
141
digunakan untuk task 7 (WS IV) dan separuhnya lagi digunakan untuk task 18-19 (WS V), lajur kanan sepenuhnya digunakan untuk task 20 (WS VI). Pada lini usulan, peletakan lajur ini akan dibalik sehingga lajur kiri digunakan untuk task 20-21 (WS IV) agar lebih dekat dengan WS II dan WS V, lajur kanan digunakan untuk task 7 (WS III). WS IV pada lini usulan yang berisi task 20 dan 21 dikerjakan pada tempat open sehingga tempat amplas yang ada pada tata letak lini lama dihilangkan. Perbedaan ini disebabkan pada lini lama terjadi pemisahan task 20 dan 21 ke dalam 2 WS (WS VI dan VII) sehingga lokasinya juga dipisah. Tetapi karena pada lini usulan kedua task ini dikerjakan oleh 1 operator maka dapat dikerjakan di tempat yang sama. Untuk WS V pada lini usulan, lokasi tempat mengelem harus sedikit digeser sehingga berada tidak terlalu jauh dari tempat open maupun mesin molding. Lokasi WS VI pada lini usulan (atau WS X pada lini lama) tidak mengalami perubahan. Lokasi WS VII pada lini usulan juga tidak diubah letaknya. Hanya bedanya WS VII berisi task 24-26 yang dikerjakan 1 operator sedangkan pada lini lama dipecah menjadi 2 WS yaitu WS XI untuk task 24 dan WS XII untuk task 25-26. Dengan adanya sedikit perbaikan tata letak ini diharapkan akan dapat mendukung implementasi lini perakitan usulan terutama yang berkaitan dengan jarak perpindahan material. Untuk lebih jelasnya, tata letak yang direncanakan untuk lini usulan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
142
18 M
1
2
6
3
6
5
9
9
7
9
9
5
7
9
9
5
9
9
7 9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
14
14
9
9
14
14
14 5
4
12
11 10
16
8
16
16
12
Legenda: 1. Kantor 2. Storage karet 3. Storage kulit 4. Tempat QC kulit 5. Mesin potong 6. Tempat potong manual 7. Mesin seset 8. Tempat potong kayu 9. Mesin jahit 10. Tempat mata ayam 11. Tempat open 12. Rak 13. 14. Meja 15. Tempat mengelem 16. Mesin molding 17. Tempat finishing 18. Tempat QC & packing 19. Meja peletakan 20. Rak barang defect 21. Kantor 22. Bengkel maintenance 23. Warehouse
15
16 48 M 16
16
16
16
17
16
22
16
18
19
20 23
21
Gambar 4.8 Perencanaan Tata Letak Lantai Produksi Untuk Lini Perakitan Usulan