50 BAB 4 HASIL dan ANALISIS PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Di bawah ini akan disajikan hasil pengolahan Data oleh peneliti melalui alat analisanya . Hasil pengolahan data juga akan disertakan interpretasi, yaitu cara memandang yang dikaitkan dengan masa lalu dengan masa aktual yang terjadi sekarang ini. 4.1.1 Uji Asumsi Klasik pada Regresi Oleh karena peneliti menggunakan statistik untuk pengolahan datanya, maka perlu dilakukan berbagai uji untuk membuktikan bahwa tidak terjadi berbagai macam pelanggaran yang dapat menyebabkan hasil penelitian akan tampak bias. Dikarenakan teknik analisis data menggunakan Analisis Regresi Berganda, maka peneliti malakukan Uji Asumsi Klasik (Uji Normalitas Sebaran, Uji Liniearitas, Uji Heteroskedastisitas atau sering disebut uji homogenitas dan Uji Multikolinear) Berikut di bawah ini adalah Uji Asumsi Klasik pada variabel BBM, Inflasi dan Harga Bahan Baku Log (Harga) menggunakan SPSS. Pada Uji Normalitas Sebaran, data yang diambil telah mengikuti distribusi Normal. Distribusi Normal ditandai dengan Output Histogram yang dihasilkan. Pada Gambar 4.1, Histogram Uji Normalitas tampak bahwa tiap data menyebar ke seluruh daerah Normal. Daerah Normal itu sendiri adalah daerah yang berada di bawah kurva tersebut yang bentuknya seperti lonceng terbalik.
51
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Gambar 4.1 Histogram Uji Normalitas Data berdistribusi normal juga terbukti pada Output Gambar 4.2 Hasil P-P Plot. Titiktitik menyebar sepanjang garis regresi. Hal tersebut mengartikan sebaran data nya merata sehingga dapat dihasilkan Y yang merata pula pada garis Regresi.
52
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Gambar 4.2 Hasil P-P Plot Pada Uji Multikolinearitas diketahui dari nilai VIF untuk masing-masing prediktor. Persyaratan untuk dapat dikatakan terbebas dari multikolinear adalah apabila nilai VIF prediktor tidak melebihi nilai 10. Pada nilai pengujian penelitian ini, nilai VIF 1.010. Maka penelitian tidak terkena persoalan Multikolinearitas. Nilai hanya berkisar antara 1 – 10. Multikolinearitas adalah penyebab nilai koefisien Determinasi turun atau melemah.
53 Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinearitas
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Uji Heteroskedastisitas atau Homogenitas menggunakan Scatter Plot nilai residual variabel dependen. Dari Gambar 4.3, Scatter Plot, dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas, karena data menyebar ke segala bidang. Hal ini berarti uji signifikansi akan menjadi kuat. Berbeda halnya apapila terjadi pelanggaran asumsi tersebut.
Sumber : Hasil Output oleh SPSS
Gambar 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
54
Hasil Uji Linearitas di bawah (Tabel 4.2 dan Tabel 4.3) membuktikan bahwa hubungan yang terjadi antara variabel bebasnya dengan variabel terikatnya bersifat linear. Pada Tabel 4.2, nilai Sig. pada Deviation of Linearity sebesar 0.143. Sedangkan pada Tabel 4.3 yang menggambarkan uji hubungan bersifat linear antara Harga dan inflasi, nilai Sig. pada Deviation of Linearity sebesar 0.924. Kedua nilai Sig. pada uji linearitas baik antar Harga dengan BBM, maupun Harga dengan Inflasi sama-sama (>0.05). Apabila nilai Sig. lebih besar dari 0.05 mengartikan hubungan prediktor dan dependen variabel bersifat linear, maka kedua nilai Sig. pada
ANOVA Table, memenuhi syarat linear. Simpulan Uji Linear di sini berarti bahwa antar variabel bebas dan terikat yang diteliti bukanlah sesuatu yang memiliki suatu sifat siklus dan tidak linear. Siklus sendiri biasanya terjadi pada hal-hal yang musiman.
Tabel 4.2 Hasil Uji Linearitas antara Harga dan BBM
Sumber : Hasil Output oleh SPSS
55 Tabel 4.3 Hasil Uji Linearitas antara Harga dan Inflasi
Sumber : Hasil Output oleh SPSS
Dari kesemua Uji yang dilakukan di atas, dapat disimpulkan tidak terjadi adanya pelanggaran asumsi, sehingga penggunaan regresi berganda bisa dilakukan dan tidak akan mendapatkan hasil yang bias.
4.1.2 Regresi BBM dan Inflasi terhadap Harga Analisis Regresi yang dipakai dengan metode Enter adalah melakukan regresi dengan memasukkan semua prediktor untuk dianalisis sesuai keinginan/analis. Tabel 4.4 Keterangan Variabel yang Dianalisis
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Nilai R (korelasi ganda) sebesar 0.832. Nilai tersebut berkisar antara 0.5-1, artinya korelasi ganda tersebut bersifat positif kuat (ada hubungan yang erat melalui kedua variabel terhadap Harga). Nilai R Square (R² atau koefisien determinasi) adalah 0.693. Nilai tersebut mengartikan bahwa kemampuan kedua variabel untuk menjelaskan
56 tentang Harga sebesar 69.3 %. Sisanya sebesar 30.7 % (100% - 69.3%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Namun, Adjusted R Square dapat pula kita jadikan sebagai koefisien determinasi (kemampuan
Variabel
merekomendasikan
bebas
menjelaskan
menggunakan
Adjusted
Variabel R²
terikat).
dalam
Para
melihat
ahli
statistik
pengaruh
yang
ditimbulkan regresi ganda. Bisa jadi hubungan secara parsialnya kurang signifikan namun dan R Square akan tampak besar angkanya. Berbeda dengan Adjusted R Square yang dapat bertambah atau berkurang ketika ada penambahan variabel baru Tabel 4.5 Model Summary Regresi Ganda
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Hasil uji F di bawah kita gunakan untuk mengetahui signifikansi hasil korelasi ganda. Dalam SPSS pedoman yang digunakan yaitu apabila nilai Sig pada uji Anova <0.05 maka terdapat pengaruh yang signifikan. Nilai 0.000 di atas pada Sig. dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan antara BBM dan Inflasi terhadap Harga. Tabel 4.6 Uji Anova
57 Sumber : Data Output dengan SPSS
Dapat Dicermati, Sig. uji t. BBM bernilai 0.000, Sig. uji t. inflasi bernilai 0.250. Untuk angka (Constant) Sig. uji t bernilai 0.004. Semua Sig. uji t yang nilainya (< 0.005) maka kita kategorikan variabel atau prediktor tersebut signifikan untuk dijadikan regresi. Bila tidak terdapat hubungan signifikan, maka variabel kurang dapat menjadi prediktor, sehingga boleh dihilangkan . Sig. uji t menilai signifikansi variabel secara individual. Berbeda dengan signifikansi yang didapat dari tabel Anova. Dari pengujian di atas, dapat disimpulkan variabel BBM dapat digunakan untuk memprediksikan Harga bahan baku Log tersebut, sedangkan inflasi dapat dihilangkan (optional) sehingga persamaan garis regresinya menjadi: Y= a + bx Di mana: a = konstanta b = nilai koefisien X
Persamaannya menjadi : Y = -122586 + 173,597 X Interpretasi koefisien regresi adalah : Nilai konstanta sebesar -122586. Apabila tanpa ada BBM, maka nilai harga sebesar 122 586. Nilai Koefisien b sebesar 173.597. Angka ini menunjukkan dengan penambahan sebesar 1 Rupiah pada harga BBM Solar Industri, maka harga akan naik sebesar 173,597. Hubungan BBM dengan Harga bersifat positif (apabila BBM naik maka Harga juga akan naik).
58 Tabel 4.7 Nilai Koefisien Beta
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
4.1.3 Regresi Harga terhadap Pengadaan Analisis dilakukan dengan metode Enter, dengan memasukkan semua prediktor untuk dianalisis sesuai dengan keinginan. Tabel 4.8 Keterangan Variabel Yang Dianalisis
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Pada tabel nilai R adalah 0.325, menunjukkan hubungan antara Harga dengan pengadaan positif namun lemah. R Square (R² atau kemampuan variabel bebasnya untuk menjelaskan variabel terikatnya) hanya 0.106 atau sebesar 10.6 %. Hal ini berarti terdapat 89.4 %( 100%-10.6%) hal lainnya yang lebih bisa menjelaskan besarnya pengadaan. Apabila kita menggunakan Adjusted R Square maka nilainya hanya 0.83 (8.3 %) saja kemampuan menjelaskannya.
59 Tabel 4.9 Model Summary Regresi Sederhana
Sumber : Hasil Output dengan SPSS
Hasil Uji F menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara Harga beli yang dengan kuantitas pengadaannya. Nilai sig nya seharusnya berada pada posisi < 0.05. Nilai Sig di atas adalah 0.38. Tabel 4.10 Anova
Dari tabel di atas terbukti harga ternyata tidaklah memiliki tingkat signifikan yang cukup baik. Melalui nilai B, Constant= 374,222 dan Harga = 0.006. Apabila kita gunakan untuk regresi adalah sebagai berikut. Y = 374,222 + 0,006 X Dapat disimpulkan bahwa apabila harga naik sebesar 1 Rupiah, maka kuantitas pengadaan yang didapat naik sebesar 0.006 / m³.
60
Tabel 4.11 Nilai Koefisien Beta
Sumber: Hasil Output dengan SPSS
4.1.4 Optimasi Kapasitas Mesin Terhadap Pengaruh Pengadaan dan Harga Optimasi adalah pemaksimalan sumberdaya sehingga memaksimalkan profit maupun meminimalkan biaya. Dalam kaitannya dengan mesin, menurut pengalaman PT Serayu Makmur Kayuindo, terjadi tidak optimalnya penggunaan mesin karena kurangnya pengadaan atau inventori. Terjadinya hal tersebut seringkali dialami saat tahun 2003-2004. Salah satu mesin yang paling sering tidak optimal penggunaannya adalah Mesin produksi kayu green veneer (GV). Mesin tersebut dinamakan mesin Rotari. Jumlahnya adalah 8 buah. Untuk pengoperasian mesin tersebut dibutuhkan 8 orang yang bekerja per Shift. Per Shiftnya lama bekerja adalah 8 Jam termasuk 1 jam istirahat. Dalam 1 hari (24 Jam) proses produksi berjalan selama seharian penuh. Maka dari itu pemakaian mesinnya adalah 24 jam pula. Mesin dijalankan non-stop selama 1 minggu, kecuali pada hari minggunya. Dikarenakan hari minggu digunakan untuk pengistirahatan mesin serta Maintenance mesin. Untuk lebih Jelasnya tentang pekerja dan pemakaian kapasitas mesin dalam kondisi kapasitas normalnya, adalah sebagai berikut :
61 Tabel 4.12 Kapasitas Normal yang terjadi Selama 1 Minggu / Mesin
Sumber: Data Olahan Peneliti
Pekerja yang beroperasi dalam mesin terdiri dari 6 orang sebagai berikut :
•
1 pekerja kupas kulit
•
2 pekerja angkat dan pasang
•
1 pekerja operator
•
1 pekerja pengambil
•
1 pekerja bersihkan sampah
Sesuai dengan keadaan di lapangan yang terjadi, ada 2 pengoptimasian yang dapat dilakukan. Pertama, apabila perusahaan ingin memaksimalkan kedelapan mesin Rotary yang digunakan maka kedelapannya benar-benar harus dijalankan dan secara ideal, pengadaan harus bisa memenuhi kebutuhan akan seluruh kapasitasnya tersebut. Kedua, sehubungan oleh keadaan selama 2 tahun yang terjadi penghentian produksi akibat ketidak tersedianya bahan baku, maka Optimasi dilakukan dengan penyesuaian kapasitas mesin yang ada dengan pengadaan yang tersedia.: Optimasi 1 = Jumlah mesin x Total Kapasitas Per mesin/ minggunya x 4 minggu = 8
x
= 6000 m³
187,5
x 4 minggu
62 Optimasi kedua adalah optimasi berdasarkan Harga yang mungkin terjadi menurut peramalan yang didapatkan dari hasil regresi tadi. Untuk meramalkan kita gunakan rumus regresi Harga BBM solar terhadap Harga Bahan Baku Log ( Y = -122586 + 173,597 X) dimana X adalah harga BBM Solar industri. Setelah memasukkannya maka akan kita dapatkan harga Bahan Baku Log yang mungkin terjadi. Perlu diketahui, karena data sewaktu diregresikan BBM dimundurkan, maka hasil peramalan Harga adalah untuk 2 bulan mendatang. Misalnya kita memasukkan data Harga BBM Solar untuk peramalan pada bulan Oktober, maka hasil berupa Harga Bahan baku tadi menjadi Harga pada bulan Desember. Oleh Karena Regresi untuk Pengaruh Harga Bahan Baku Log terhadap pengadaan adalah Y = 374,222 + 0,006 X, dimana X adalah harga, maka kita dapat mensubstitusikan persamaan pertama tadi ke dalam X, menjadi : Y = 374,222 + 0,006 (-122586 + 173,597 X), untuk x kita masukkan angka Harga BBM Solar. Rumus di atas dapat kita ubah lagi sehingga kita bisa mendapatkan total mesin yang dipakai oleh PT Serayu Makmur Kayuindo sesuai kapasitas yang diinginkan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kapasitas Normal. Dari data yang didapat PT Serayu Makmur Kayuindo, Tabel 4.11 maka apabila Kapasitas Normal per minggu adalah 187.5, maka bila kita jadikan 1 bulan = 4 minggu = 27 hari kerja, total penggunaan Kapasitas Normal / mesin/bulan adalah 750. Maka rumus banyaknya mesin yang terpakai menjadi : Jumlah Mesin terpakai per bulan = 374,222 + 0,006 (-122586 + 173,597 X) 750 Menurut data Pertamina, Pada bulan Oktober Harga BBM Solar Rp 6.000,Maka bila kita masukkan dalam rumus di atas, hasilnya adalah 7.8. Maka terpakai 8 mesin.
63 4.2 Analisis 4.2.1 Pengaruh BBM dan Inflasi terhadap Harga Sesuai dengan hasil penelitian, ternyata signifikansi inflasi terhadap Harga beli Bahan Baku Log kecil. Sampai akhirnya variabel tersebut dihilangkan dalam persamaan karena tidak begitu berpengaruh. Hal ini Berbeda dengan Teori yang pada umumnya mengatakan bahwa adanya inflasi berarti adanya kenaikkan harga barang maupun jasa di pasaran. Hanya saja perlu kita gali lebih dalam lagi. Angka Inflasi tak lain didapat dari perhitungan IHK (Indeks Harga Konsumsi) pada bulan yang bersangkutan. IHK diambil dari 7 komponen yang mana 7 komponen harga tersebut terbagi-bagi lagi. Contohnya untuk komponen makanan dibagi lagi menjadi beras, ayam goreng dsb. Selain itu yang menjadi kurang signifikansi inflasi terhadap Harga Bahan Baku Log, bisa jadi lantaran angka inflasi adalah angka yang mewakili 45 kota di Indonesia, berlaku secara Nasional. Berbeda kalau kita menyelidiki Harga suatu barang di suatu kota tertentu. Untuk BBM, ada signifikansi yang cukup berarti. Tampak dari tabel Koefisien (< 0.005). Dalam peramalan untuk mencari tahu Harga Bahan Baku, tepat sekali menggunakan varabel tersebut. Harga yang didapat dari peramalan Regresi : Y = -122586 + 173,597 X , dimana X adalah harga BBM Solar Industri adalah harga 2 bulan ke depan dari waktu harga pada BBM berlaku. 4.2.2 Pengaruh Harga terhadap Pengadaan Sebelumnya, sesuai dengan pengalaman yang terjadi pada PT Serayu makmur Kayuindo, perusahaan selalu berusaha menetapkan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan Bahan Baku.
64 Namun,
kenyataan
penelitian
membuktikan
bahwa
Harga
hanya
mampu
menerangkan sebesar 10% untuk mempengaruhi pengadaan. Sisanya ternyata banyak hal lain selain Harga yang memungkinkan Pengadaannya lebih banyak seperti keinginan perusahaan. Kemungkinan hal lain yang bisa mempengaruhi banyaknya keadaan bisa jadi hubungan kita dengan Supplier, atau bisa pula switching cost untuk ke PT Serayu Makmur Kayuindo cukup mahal, sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan para pemasok Bahan Baku tersebut ke PT Serayu. Ternyata apa yang dikhawatirkan oleh perusahaan akan pemborosan yang mungkin terjadi karena tidak tersedianya bahan baku sampai akhirnya menyebabkan mesin dan buruh menganggur tidak perlu terjadi. Hal ini terjadi secara tidak sengaja, malah oleh karena kenaikkan BBM yang ditetapkan pemerintah mengakibatkan Harga Bahan Baku naik sampai menaikkan pengadaannya pula. Tentu saja di sini ada asumsi ceteris paribus yang berlaku.