BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN
4. 1
Panelis
4.1.1
Jumlah Panelis
J enis P anelis 5 P anelis Ahli 35 30
P anelis T erlatih P anelis T idak T erlatih
Gambar 4.1 Pie Chart Jenis Panelis Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Pada penelitian penulis yang berjudul ‘Uji Organoleptik Hasil Jadi Oatmeal Cookies Menggunakan Gula Pasir dan Madu Kelengkeng’, jumlah panelis yang di gunakan sebagai sample oleh penulis adalah 70 orang, yang terdiri dari 5 panelis ahli, 30 panelis terlatih dan 35 panelis tidak terlatih. Panel ahli/expert adalah dosen Binus University yang memiliki pengalaman di bidang kuliner, serta pastry chef dan sous chef di hotel bintang 5 di Jakarta. Panel terlatih adalah mahasiswa jurusan HM 2013 dan 2014 yang mendapat kelas kuliner, mahasiswa jurusan HM 2014 & HM 2013 yang melakukan job training di pastry atau 77
78 kuliner, mahasiswa HM 2016 dan 2015 yang mengambil kuliner sebagai fokusnya, sedangkan panel tidak terlatih adalah dosen yang tidak mengerti tentang pastry atau kuliner, mahasiswa HM yang tidak memiliki pengetahuan tentang kuliner serta HM 2015 dan 2016 yang mengambil fokus service.
4.1.2
Penilaian Panelis Pada bagian ini, penulis ingin menjabarkan hasil kuesioner yang di dapat dari
masing – masing tipe panelis terhadap penilaian mereka dalam uji organoleptik kedua porduk, yaitu produk A dan produk B. Pada bagian – bagian selanjutnya, oatmeal cookies yang menggunakan 100% pemanis gula pasir akan disebut dengan produk A, sedangkan oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu kelengkeng 50 % dan gula pasir 50% akan disebut dengan produk B. Uji organoleptik meliputi bentuk atau tampilan, tekstur, warna, aroma dan cita rasa kedua produk. Adapun kriteria penilaian organoleptik yang dilampirkan penulis dalam kuesioner, dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini
Tabel 4.1 Penilian Aroma
Kriteria Uji Organoleptik dalam Kuesioner Rasa
Warna
Bentuk
Tekstur
Sangat enak
Sangat terang
Sangat bagus
Renyah
Sangat 5 harum Cukup 4
Harum
Enak
Terang
Bagus renyah
3
Netral
Netral
Netral
Netral
Netral
79 Tidak harum Tidak enak
2
Pucat
Tidak bagus
Sangat tidak Sangat tidak
Tidak renyah
Sangat tidak Sangat tidak Sangat pucat
1 harum
enak
bagus
renyah
Sumber : Penulis
4.1.2.1 Penilaian Panel Ahli
Tabel 4.2
Penilaian Panelis Ahli Terhadap Produk A 1
Bentuk
2
3
4
5
Frekuensi Jumlah
1
1
2
1
5
3
2
5
Tekstur Warna
1
3
1
5
Aroma
3
1
1
5
Cita Rasa
2
3
5
Sumber : Penulis
Berdasarkan hasil tabel 4.2 di atas, dapat dilihat jawaban kuesioner menurut panelis ahli mengenai produk A. Dari segi bentuk, tekstur, dan warna mayoritas panelis ahli memberikan jawaban 4 yaitu bentuk yang bagus, bertekstur cukup renyah serta memiliki warna yang terang. Sedangkan dari segi aroma, panelis ahli banyak memberi nilai pada produk A 3 yaitu cukup netral. Dan dari cita rasa, mayoritas panelis ahli memberikan jawaban 4 yaitu memiliki cita rasa yang enak.
80 Tabel 4.3
Penilaian Panelis Ahli Terhadap Produk B 1
Bentuk Tekstur
1
Warna
2
3
4
2
2
1
5
1
1
2
5
1
1
3
5
3
1
1
3
Aroma Cita Rasa
1
5
1
Frekuensi Jumlah
5 5
Sumber : penulis
Berdasarkan hasil tabel 4.3 di atas, dapat dilihat jawaban kuesioner menurut panelis ahli mengenai produk B. Dari segi bentuk, panelis ahli mayoritas menjawab bentuk produk A tidak bagus hingga bagus. Sedangkan dari segi tekstur, warna dan cita rasa, panelis ahli banyak memberikan jawaban 4 yaitu produk B memiliki tekstur yang cukup renyah, berwarna terang dan rasa yang enak. Dari segi aroma, panelis ahli memberikan variasi jawaban, namun mayoritas memberikan jawaban 3 yaitu netral.
4.1.2.2 Penilaian Panel Terlatih
Tabel 4.4
Penilaian Panelis Terlatih Terhadap Produk A 1
Bentuk
2
3
4
5
Frekuensi Jumlah
3
9
13
5
30
3
18
9
30
9
14
6
30
Tekstur Warna
1
81 Aroma
10
16
4
30
Cita Rasa
7
16
7
30
Sumber : penulis
Berdasarkan hasil tabel 4.4 di atas, dapat dilihat jawaban kuesioner menurut panelis terlatih mengenai produk A. Dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, cita rasa mayoritas panelis terlatih memberikan nilai 4 yang berarti produk A memiliki bentuk yang bagus, tekstur yang cukup renyah, memiliki warna yang terang, aroma yang harum dan cita rasa yang enak.
Tabel 4.5
Penilaian Panelis Terlatih Terhadap Produk B 1
Bentuk Tekstur Warna
1
2
3
4
5
Frekuensi Jumlah
3
10
11
6
30
4
4
14
7
30
3
12
8
7
30
7
8
15
30
2
9
16
30
Aroma Cita Rasa
3
Sumber : penulis
Berdasarkan hasil tabel 4.5 di atas, dapat dilihat jawaban kuesioner menurut panelis terlatih mengenai produk B. Dari segi bentuk dan tekstur, panelis terlatih memberikan nilai 4, yaitu bentuk yang bagus dan tekstur yang cukup renyah. Sedangkan dari segi warna, panelis terlatih memilih nilai 3 yaitu netral. Dan dari segi aroma juga
82 cita rasa, panelis terlatih memilih nilai 5 yaitu aroma yang sangat harum dan cita rasa yang sangat enak
4.1.2.3 Penilaian Panel Tidak Terlatih
Tabel 4.6
Penilaian Panelis Tidak Terlatih Terhadap Produk A 1
2
3
4
5
Frekuensi Jumlah
1
9
20
5
35
Tekstur
1
21
13
35
Warna
13
16
6
35
Aroma
7
19
9
35
Cita Rasa
4
19
12
35
Bentuk
Sumber : penulis
Berdasarkan hasil tabel 4.6 di atas, dapat dilihat jawaban kuesioner menurut panelis tidak terlatih mengenai produk A. Dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, cita rasa mayoritas panelis tidak terlatih memberikan nilai 4 yang berarti produk A memiliki bentuk yang bagus, tekstur yang cukup renyah, memiliki warna yang terang, aroma yang harum dan cita rasa yang enak.
Tabel 4.7
Penilaian Panelis Tidak Terlatih Terhadap Produk B 1
Bentuk
2
3
4
5
Frekuensi Jumlah
1
4
28
2
35
83 Tekstur
3
16
15
1
35
Warna
5
19
11
35
Aroma
3
19
12
35
7
14
13
35
Cita Rasa
1
Sumber : penulis
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, dapat dilihat jawaban kuesioner menurut panelis tidak terlatih mengenai produk B. Dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma, cita rasa mayoritas panelis tidak terlatih memberikan nilai 4 yang berarti produk B memiliki bentuk yang bagus, tekstur yang cukup renyah, memiliki warna yang terang, aroma yang harum dan cita rasa yang enak.
4.2
Analisis Konsistensi Berat Oatmeal Cookies Pada penelitian ini, penulis melakukan tiga kali pengulangan pada produk A dan
produk B, untuk mendapatkan konsistensi pada kedua produk, dalam hal ini konsistensi yang dilihat adalah dalam segi berat (gram). Konsistensi berat dalam kedua produk oatmeal cookies dapat dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 di bawah ini.
Tabel 4.8 Ulangan
Konsistensi Berat Produk A
Berat cookies sebelum
Berat cookies setelah
dipanggang
dipanggang
A1
277gram (55x @5 gr)
277gram (55x @5 gr)
A2
282 gram (56x@5 gr)
282 gram (56x@5 gr)
84 278 gram (55x@5gr)
A3
278 gram (55x@5gr)
Sumber : Penulis
Tabel 4.9 Ulangan
Konsistensi Berat Produk B Berat cookies sebelum
Berat cookies setelah
dipanggang
dipanggang
A1
288 gram (27 x @5 gr)
288 gram (27 x @5 gr)
A2
302 gram (60x@5 gr)
302 gram (60x@5 gr)
A3
289 gram (58x@5gr)
289 gram (58x@5gr)
Sumber : Penulis
Berdasarkan tabel 4.8 dan 4.9, terdapat sedikit perbedaan berat dalam setiap pengulangan oatmeal cookies, begitu juga perbedaan berat pada setiap perlakuan. Perlakuan pada produk B memiliki massa cookies yang lebih berat dibandingkan dengan produk A karena penggunaan madu pada produk B, dimana madu memiliki sifat higroskopis yaitu menahan dan mengikat cairan. (Faridah, dkk.2008) Faktor lainnya yang mempengaruhi berat cookies sebelum dipanggang adalah proses penimbangan bahan baku pembuatan harus akurat dan tepat, proses pengadukan adonan.
85 4.3
Uji Validitas dan Uji Reabilitas
4.3.1
Uji Validitas Seperti yang sudah dibahas pada Bab sebelumnya, uji validitas dimaksudkan
untuk mengetahui apakah item yang ada dikuesioner sudah sesuai untuk digunakan untuk mengumpulkan data untuk rumusan permasalahan. Bila pada bab 3 uji validitas hanya dilakukan pada jawaban 30 panelis sebagai tahap pertama, sedangkan pada bab ini uji validitas dilakukan pada keseluruhan jawaban total panelis. Uji validitas dilakukan menggunakan alat bantu SPSS versi 20 dan menggunakan metode Pearson. Dasar pengambilan keputusan pada uji validitas ini adalah sebagai berikut a. Jika rhitung > rtabel, maka item pernyataan itu valid b. Jika rhitung < rtabel, maka item pernyataan itu tidak valid Nilai hitung didapat dari tabel r (Korelasi Pearson), yaitu dengan n = 70 karena jumlah sampel yang digunakan adalah 70, dengan pengujian two tailed adalah 0,235. Adapun hasil uji validitas yang penulis lakukan ditunjukkan pada tabel berikut ini Tabel 4.10
Hasil Output Validitas Produk A Correlations
Item1 Pearson Correlation Item1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Item3
Item4
Item5
Skortotal
,368**
,163
,356**
,275*
,689**
,002
,179
,002
,021
,000
70
70
70
70
70
70
,368**
1
,453**
,088
,393**
,731**
,000
,470
,001
,000
70
70
70
70
1
Sig. (2-tailed) N
Item2
Item2
,002 70
70
86
Item3
Pearson Correlation
,163
,453**
Sig. (2-tailed)
,179
,000
70
70
,356**
N Pearson Correlation Item4
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Item5
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Skortotal Sig. (2-tailed) N
,018
,220
,583**
,881
,067
,000
70
70
70
70
,088
,018
1
,257*
,520**
,002
,470
,881
,032
,000
70
70
70
70
70
70
,275*
,393**
,220
,257*
1
,666**
,021
,001
,067
,032
70
70
70
70
70
70
,689**
,731**
,583**
,520**
,666**
1
,000
,000
,000
,000
,000
70
70
70
70
70
1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Sumber : Hasil Output, 2013
Tabel 4.11
Uji Validitas Produk A
Pernyataan
rhitung
Keterangan
Item 1
0.689
Valid
Item 2
0.731
Valid
Item 3
0.583
Valid
Item 4
0.520
Valid
Item 5
0.666
Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
,000
70
87 Berdasarkan tabel 4.11 di atas, yaitu hasil pengolahan data untuk uji validitas terhadap produk A secara total dengan menggunakan jawaban dari 70 panelis, maka dapat dikatakan bahwa 5 item pernyataan yang digunakan penulis di kuesioner valid atau sudah tepat untuk mengukur apa yang ingin diukur, karena rhitung > rtabel.
Tabel 4.12
Hasil Output Validitas Produk B Correlations Item1
Pearson Correlation Item1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Item3
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Item4
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Item5
Sig. (2-tailed) N
Skortotal Pearson Correlation
Item3
Item4
Item5
Skortotal
,302*
,270*
,415**
,376**
,676**
,011
,024
,000
,001
,000
70
70
70
70
70
70
,302*
1
,285*
,350**
,562**
,760**
,017
,003
,000
,000
1
Sig. (2-tailed) N
Item2
Item2
,011 70
70
70
70
70
70
,270*
,285*
1
,109
,276*
,579**
,024
,017
,369
,021
,000
70
70
70
70
70
70
,415**
,350**
,109
1
,296*
,610**
,000
,003
,369
,013
,000
70
70
70
70
70
70
,376**
,562**
,276*
,296*
1
,759**
,001
,000
,021
,013
70
70
70
70
70
70
,676**
,760**
,579**
,610**
,759**
1
,000
88 Sig. (2-tailed) N
,000
,000
,000
,000
,000
70
70
70
70
70
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Hasil Output, 2013
Tabel 4.13
Uji Validitas Produk B
Pernyataan
rhitung
Keterangan
Item 1
0.676
Valid
Item 2
0.760
Valid
Item 3
0.579
Valid
Item 4
0.610
Valid
Item 5
0.759
Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Berdasarkan tabel 4.13 di atas, yaitu hasil pengolahan data untuk uji validitas terhadap produk B dengan menggunakan jawaban dari 70 panelis, maka dapat dikatakan bahwa 5 item pernyataan yang digunakan penulis di kuesioner valid atau sudah tepat untuk mengukur apa yang ingin diukur, karena rhitung > rtabel
4.3.2
Uji Reabilitas Setelah item kuesioner diuji validitasnya, langkah selanjutnya adalah uji
reabilitas. Seperti yang sudah dibahas pada Bab sebelumnya, uji reabilitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat yang kita gunakan untuk mengukur apa yang ingin kita
70
89 ukur akan menghasilkan data yang konstan, walaupun dilakukan pada waktu yang berbeda. Pada tahap ini, uji reabilitas dilakukan untuk item kuesioner hasil jawaban dari 70 panelis. Uji Reabilitas dilakukan menggunakan alat bantu SPSS versi 20 dan menggunakan metode Cronbach’s Alpha. Dasar pengambilan keputusan dalam uji reabilitas ini adalah: -
Cronbach’s alpha<0,6 = reabilitas buruk
-
Cronbach’s alpha 0,6 – 0,79 = reabilitas diterima
-
Cronbach’s alpha >0,8 = reabilitas baik (Priyatno, 2013)
Tabel 4.14
Hasil Output Reabilitas Produk A
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items ,640
5
Sumber : Hasil Output, 2013
Tabel 4.15
Hasil Uji Reabilitas Variabel Produk A
Variabel
Cronbach’s Alpha
Keterangan
Produk A
0.640
Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Berdasarkan hasil reabilitas di atas terhadap pernyataan produk A yang dilakukan melalui jawaban 70 panelis, maka item kuesioner yang mewakili produk A dinyatakan reliable karena nilai cronbach’s alpha > 0.6, dengan reabilitas diterima.
90 Tabel 4.16
Hasil Output Reabilitas Produk B Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
,707
5
Sumber : Hasil Output, 2013
Tabel 4.17
Hasil Uji Reabilitas Variabel Produk B
Variabel
Cronbach’s Alpha
Keterangan
Produk B
0.707
Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Berdasarkan hasil reabilitas di atas terhadap pernyataan produk B dengan menggunakan jawaban dari 70 panelis, maka item kuesioner yang mewakili produk B dinyatakan reliable karena nilai cronbach’s alpha > 0.6, dengan reabilitas diterima.
4.4
Analisis Deskriptif
4.4.1
Analisis Deskriptif Frekuensi Pada bagian ini, penulis akan membahas tentang analisa penulis yang
menggunakan metode deskriptif frekuensi terhadap data primer yang di dapat dari panelis. Data primer tersebut diolah menggunakan SPSS versi 20, untuk menghitung frekuensi data pada masing – masing variabel penelitian yaitu produk A dan produk B.
91 4.4.1.1 Analisis Deskriptif Frekuensi Produk A a. Frekuensi Bentuk Produk A Tabel 4.18
Tabel Frekuensi Bentuk Produk Bentuk Produk A
Frequency Tidak bagus
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
7,1
7,1
7,1
Netral
19
27,1
27,1
34,3
Bagus
35
50,0
50,0
84,3
Sangat bagus
11
15,7
15,7
100,0
Total
70
100,0
100,0
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.18 hasil output frekuensi terhadap produk A di atas, dapat dilihat mayoritas panelis menilai bahwa produk A memiliki bentuk yang bagus, dengan frekuensi jawaban 48,6% dari total 70 panelis. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi bentuk produk A dalam bentuk pie chart.
Frekuensi Bentuk Produk A 7.10% 15.70%
27%
Tidak Bagus Netral Bagus
50.00%
Sangat Bagus
Gambar 4.2 Pie Chart Frekuensi Bentuk Produk A Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
92 b. Frekuensi Tekstur Produk A Tabel 4.19
Tabel Frekuensi Tekstur Produk A Tekstur Produk A
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Netral
4
5,7
5,7
5,7
Cukup renyah
42
60,0
60,0
65,7
Renyah
24
34,3
34,3
100,0
Total
70
100,0
100,0
Valid
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.19 hasil output frekuensi terhadap tekstur produk A di atas, dapat dilihat mayoritas panelis menjawab tekstur produk A cukup renyah dengan frekuensi jawaban 61,4 %. Pada produk A yang menggunakan 100% gula sebagai pemanis memiliki tekstur yang cukup renyah, karena penggunaan gula pasir sebagai pemanis itu sendiri berfungsi untuk memberikan tekstur renyah pada cookies. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi tekstur produk A dalam bentuk pie chart.
Frekuensi Tekstur Produk A 6% Netral
34.30% 60.00%
Cukup Renyah
Gambar 4.3 Pie Chart Frekuensi Tekstur Produk A Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
93 c. Frekuensi Warna Produk A Tabel 4.20
Tabel Frekuensi Warna Produk A Warna Produk A
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak bagus
Valid
1
1,4
1,4
1,4
Netral
23
32,9
32,9
34,3
Terang
33
47,1
47,1
81,4
Sangat terang
13
18,6
18,6
100,0
Total
70
100,0
100,0
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.20 hasil output frekuensi terhadap warna produk A di atas, dapat dilihat mayoritas panelis, yaitu sebesar 50% panelis menilai warna produk A adalah terang. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi warna produk A dalam bentuk pie chart.
Frekuensi Warna Produk A 1.40% 18.60%
Pucat 32.90%
Netral Terang
47%
Sangat Terang
Gambar 4.4 Pie Chart Frekuensi Warna Produk A Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
94 d. Frekuensi Aroma Produk A Tabel 4.21
Tabel Frekuensi Aroma Produk A Aroma Produk A Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Netral
20
28,6
28,6
28,6
Harum
36
51,4
51,4
80,0
Sangat Harum
14
20,0
20,0
100,0
Total
70
100,0
100,0
Valid
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.21 hasil output frekuensi terhadap aroma produk A di atas, sebesar 54,3% atau lebih dari setengah dari jumlah total panelis menilai bahwa aroma produk A harum. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi aroma produk A dalam bentuk pie chart
Frekuensi Aroma Produk A
20.00%
28.60%
Netral Harum Sangat Harum
51.40%
Gambar 4.5 Pie Chart Frekuensi Aroma Produk A Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
95 e. Frekuensi Cita Rasa Produk A Tabel 4.22
Tabel Frekuensi Cita Rasa Produk A Cita Rasa Produk A Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Netral
13
18,6
18,6
18,6
Enak
38
54,3
54,3
72,9
Sangat enak
19
27,1
27,1
100,0
Total
70
100,0
100,0
Valid
Sumber : Hasil Output, 2013 Dari tabel 4.22 di atas, penulis menyimpulkan bahwa produk A memiliki cita rasa yang enak, berdasarkan penilaian 54,3% panelis. Penilaian cita rasa berbeda-beda setiap individu, karena setiap orang memiliki persepsi berbeda – beda terhadap suatu objek. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi cita rasa produk A dalam bentuk pie chart
Frekuensi Cita Rasa Produk A
27.10%
18.60%
Netral Enak Sangat Enak 54.30%
Gambar 4.6 Pie Chart Frekuensi Cita Rasa Produk A Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
96 4.4.1.2 Analisis Deskriptif Frekuensi Produk B a. Frekuensi Bentuk Produk B Tabel 4.23
Tabel Frekuensi Bentuk Produk B Bentuk Produk B
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak bagus
Valid
6
8,6
8,6
8,6
Netral
17
24,3
24,3
32,9
Bagus
39
55,7
55,7
88,6
8
11,4
11,4
100,0
70
100,0
100,0
Sangat bagus Total
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.23 hasil output frekuensi terhadap bentuk produk B di atas, dapat dilihat mayoritas panelis, yaitu sebesar 54,3% panelis menilai produk B memiliki bentuk yang bagus. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi bentuk produk B dalam bentuk pie chart
Frekuensi Bentuk Produk B 8.60% 11.40% Tidak Bagus
24.30% Netral Bagus
55.70%
Sangat Bagus
Gambar 4.7 Pie Chart Frekuensi Bentuk Produk B Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
97 b. Frekuensi Tekstur Produk B Tabel 4.24
Tabel Frekuensi Tekstur Produk B Tekstur Produk B Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Sangat tidak renyah
2
2,9
2,9
2,9
Tidak renyah
8
11,4
11,4
14,3
Netral
21
30,0
30,0
44,3
Cukup renyah
31
44,3
44,3
88,6
8
11,4
11,4
100,0
70
100,0
100,0
Renyah Total
Sumber : Hasil Output, 2013 Dari tabel 4.24 hasil output frekuensi terhadap bentuk produk B di atas, dapat dilihat penilaian panelis untuk tekstur B, yaitu sebanyak 42,9% dari total panelis menjawab produk B memiliki tekstur yang cukup renyah. Penggunaan madu sebagai gula pasir akan memberikan tekstur yang lebih kenyal pada adonan. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi tekstur produk B dalam bentuk pie chart
Frekuensi Tekstur Produk B 2.90% 11.40% 11.40%
Sangat Tidak Renyah Tidak Renyah
44.30%
30.00%
Netral Cukup Renyah Renyah
Gambar 4.8 Pie Chart Frekuensi Tekstur Produk B Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
98 c. Frekuensi Warna Produk B Tabel 4.25
Tabel Frekuensi Warna Produk B Warna Produk B
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Pucat
4
5,7
5,7
5,7
Netral
18
25,7
25,7
31,4
Terang
30
42,9
42,9
74,3
Sangat Terang
18
25,7
25,7
100,0
Total
70
100,0
100,0
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.25 di atas, dapat dilihat mayoritas panelis yaitu sebesar 42,9% panelis menilai bahwa warna produk B terang. Hal itu disebabkan oleh penggunaan madu sebagai subtitusi gula sebesar 50%, dimana madu sudah memiliki warna tersendiri sebelum dicampur ke dalam adonan, sehingga mempengaruhi warna akhir produk itu sendiri. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi warna produk B dalam bentuk pie chart
Frekuensi Warna Produk B 5.70% 25.70% 25.70%
Pucat Netral Terang
42.90%
Sangat Terang
Gambar 4.9 Pie Chart Frekuensi Warna Produk B Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
99 d. Frekuensi Aroma Produk B Tabel 4.26
Tabel Frekuensi Aroma Produk B Aroma Produk B Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Netral
13
18,6
18,6
18,6
Harum
28
40,0
40,0
58,6
Sangat Harum
29
41,4
41,4
100,0
Total
70
100,0
100,0
Valid
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.26 di atas, dapat dilihat 41,4% dari total panelis menilai bahwa aroma produk B sangat harum. Madu memiliki sifat yang higrokopis, dimana penggunaan madu pada produk B menimbulkan aroma pada produk akhir, yaitu hasil oatmeal cookies. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi aroma produk B dalam bentuk pie chart
Frekuensi Aroma Produk B 18.60%
Netral
41.40%
Harum 40%
Sangat Harum
Gambar 4.10 Pie Chart Frekuensi Aroma Produk B Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
100 e. Frekuensi Cita Rasa Produk B Tabel 4.27
Tabel Frekuensi Cita Rasa Produk B Cita Rasa Produk B Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Tidak enak
5
7,1
7,1
7,1
Netral
10
14,3
14,3
21,4
Enak
26
37,1
37,1
58,6
Sangat enak
29
41,4
41,4
100,0
Total
70
100,0
100,0
Sumber : Hasil Output, 2013 Berdasarkan tabel 4.27 hasil output frekuensi terhadap cita rasa produk B di atas, dapat dilihat mayoritas panelis yaitu sebesar 41,4% menilai bahwa produk B memiliki cita rasa yang sangat enak. Produk B memiliki rasa yang berbeda, karena manis yang disebabkan madu memiliki rasa yang khas dan berbeda dengan pemanis lainnya, sesuai dengan sifat madu yang higroskopis. Berikut ini penulis akan menggambarkan frekuensi cita rasa produk B dalam bentuk pie chart
Frekuensi Cita Rasa Produk B 7.10% 14.30% 41.40%
Tidak Enak Netral Enak
37.10%
Sangat Enak
Gambar 4.11 Pie Chart Frekuensi Cita Rasa Produk B Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
101 4.4.2
Analisis Deskriptif Statistik Tabel 4.28
Tabel Analisa Descrpitive Stastic
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Std. Deviation
Bentuk Produk A
70
2
5
,811
Bentuk Produk B
70
2
5
,787
Tekstur Produk A
70
3
5
,568
Tekstur Produk B
70
1
5
,944
Warna Produk A
70
2
5
,742
Warna Produk B
70
2
5
,860
Aroma Produk A
70
3
5
,697
Aroma Produk B
70
3
5
,745
Rasa Produk A
70
3
5
,676
Rasa Produk B
70
2
5
,916
Valid N (listwise)
70
Sumber : Hasil Output, 2013
Melalui tabel 4.28 di atas, dapat diketahui data variabel produk A dan produk B. N atau jumlah data yang digunakan penulis adalah 70 orang, sesuai dengan jumlah panelis dalam penelitian ini. Untuk bentuk produk A dan produk B, nilai minimum yang diberikan oleh panelis adalah 2, nilai maximum adalah 5 dan nilai standard deviasi adalah 0,811 dan 0,787. Dalam segi tekstur produk A, nilai minimum yang diberikan panelis adalah 3, nilai maximum 5 dan standard deviasi 0,568. Sedangkan pada tekstur
102 produk B, nilai minimum yang diberikan panelis adalah 1, dengan nilai maximum adalah 5, dan nilai standard deviasinya adalah 0,944. Untuk warna Produk A dan Produk B, nilai minimum yang diberikan panelis adalah 2, nilai maximum adalah 5 dan standard deviasi adalah 0,742 dan 0,860. Dalam segi aroma, baik produk A dan produk B, panelis memberikan nilai minimum adalah 3, nilai maximum 5, dan standard deviasi 0,697 dan 0,745. Untuk cita rasa Produk A, nilai minimum hasil olah kuesioner adalah 3, maximum 5, dengan standard deviasi 0,676. Sedangkan untuk cita rasa produk B, nilai minimum yang diberikan panelis adalah 2, nilai maximum 5 dan standard deviasi 0,916.
4.5 Analisa Uji Organoleptik Terhadap Produk A & Produk B Dalam uji organoleptik di penelitian penulis yang berjudul ‘Uji Organoleptik Hasil Jadi Oatmeal Cookies Menggunakan Gula Pasir dan Madu Kelengkeng’, ada 5 aspek yang menjadi parameter pengukuran, yaitu bentuk atau tampilan cookies, tekstur cookies, warna cookies, aroma cookies dan cita rasa cookies pada produk A dan produk B. Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji pasangan, dimana penulis menyajikan dua sampel oatmeal cookies bersamaan dengan kode yang berbeda, yaitu dilambangkan dengan produk A dan produk B. Pada bagian – bagian selanjutnya, oatmeal cookies yang menggunakan 100% pemanis gula pasir akan disebut dengan produk A, sedangkan oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu kelengkeng 50 % dan gula pasir 50% akan disebut dengan produk B. Data yang didapat penulis merupakan data primer melalui kuesioner, data ini kemudian diolah penulis untuk menjawab hipotesis penulis tentang apakah ada perbedaan organoleptik antara produk A dan B. Penulis melakukan analisa data primer
103 tersebut menggunakan alat bantu SPSS versi dengan metode paired sample t-test yang digunakan untuk menguji kedua sample yang berhubungan. Adapun kriteria pengambilan keputusan dari uji organoleptik baik dari segi bentuk, tekstur, warna, aroma dan cita rasa dengan menggunakan metode paired sample t-test, adalah sebagai berikut: •
Berdasarkan hasil t hitung o H0 diterima jika – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel o H0 ditolak jika – t hitung < - t tabel atau t hitung > t tabel
•
Berdasarkan signifikansi o
H0 diterima jika signifikansi > 0,05
o
H0 ditolak jika signifikansi < 0,05 (Priyatno, 2013)
4.5.1
Analisa Perbandingan Bentuk Produk A & Produk B Pada analisa perbandingan bentuk pada produk A & produk B, hipotesis yang
ingin diuji oleh penulis adalah: Hipotesis 1: H0 : Tidak ada perbedaan terhadap bentuk pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula H1: Ada perbedaan terhadap bentuk pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
104 Tabel 4.29
Hasil Output T-test Bentuk Produk A & B Paired Samples Test Paired Differences
Mean
t
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval of
Deviation
Mean
the Difference Lower
df
Sig. (2tailed)
Upper
Bentuk Produk A Pair 1
,043
,770
,092
-,141
,226
,466
69
Bentuk Produk B
Sumber : Hasil Output, 2013
Berdasarkan tabel 4.29 hasil output di atas, dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah 0,466 , sedangkan tabel distribusi t dicari pada α=5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-1 atau 70-1 = 69. Dengan pengujian dua sisi (siginifikansi = 0.025) maka diperoleh hasil untuk t tabel adalah +1,995/-1,995. Dapat dikatakan bahwa berdasarkan penilaian para panelis dinyatakan tidak ada perbedaan bentuk antara produk A dengan produk B, karena hasil t hitung < t tabel dan nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima.
4.5.2
Analisa Perbandingan Tekstur Produk A & Produk B Pada analisa perbandingan tekstur pada produk A & produk B, hipotesis yang
ingin diuji oleh penulis adalah: Hipotesis 2: H0 : Tidak ada perbedaan terhadap tekstur pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
,643
105 H1: Ada perbedaan terhadap tekstur pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
Tabel 4.30
Hasil Output T-test Tekstur Produk A & B Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1
Tekstur A - Tekstur B
,786
t
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval of
Deviation
Mean
the Difference
1,128
,135
Lower
Upper
,517
1,055
df
tailed)
5,828
69
Sumber : Hasil Output, 2013
Berdasarkan tabel 4.30 hasil output di atas, dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah 5,828, sedangkan t tabel adalah -1,995/+1,995, dengan menggunakan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) dengan df = 69. Dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil penilaian para panelis dinyatakan ada perbedaan tekstur antara produk A dengan produk B, karena hasil t hitung > t tabel dan nilai signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak.
4.5.3
Analisa Perbandingan Warna Produk A & Produk B Pada analisa perbandingan warna pada produk A & produk B, hipotesis yang
ingin diuji oleh penulis adalah: Hipotesis 3: H0 : Tidak ada perbedaan terhadap warna pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
Sig. (2-
,000
106 H1: Ada perbedaan terhadap warna pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
Tabel 4.31
Hasil Output T-test Warna Produk A & B Paired Samples Test Paired Differences Mean
t
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval of
Deviation
Mean
the Difference Lower
df
Sig. (2tailed)
Upper
Warna Produk A Pair 1
-,057
,883
,106
-,268
,153
-,542
69
Warna Produk B
Sumber : Hasil Output, 2013
Berdasarkan tabel 4.31 hasil output di atas, dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah -,542, sedangkan t tabel adalah -1,995 /+1,995, dengan menggunakan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) dengan df = 69. Dapat dikatakan bahwa berdasarkan penilaian para panelis dinyatakan tidak ada perbedaan warna antara produk A dengan produk B, karena hasil t hitung < t tabel dan nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima.
4.5.4
Analisa Perbandingan Aroma Produk A & Produk B Pada analisa perbandingan aroma pada produk A & produk B, hipotesis yang
ingin diuji oleh penulis adalah: Hipotesis 4: H0 : Tidak ada perbedaan terhadap aroma pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
,590
107 H1: Ada perbedaan terhadap aroma pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
Tabel 4.32
Hasil Output T-test Aroma Produk A & B Paired Samples Test Paired Differences
Mean
t
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval of
Deviation
Mean
the Difference Lower
df
Sig. (2tailed)
Upper
Aroma Produk A Pair 1
-,314
,941
,112
-,539
-,090
-2,795
69
Aroma Produk B
Sumber : Hasil Output, 2013
Berdasarkan tabel 4.32 hasil output di atas, dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah -2,795, sedangkan t tabel adalah -1,995/+1,995, dengan menggunakan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) dengan df = 69. Dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil total penilaian panelis dinyatakan ada perbedaan aroma antara produk A dengan produk B, karena hasil -t hitung < -t tabel dan nilai signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak.
4.5.5
Analisa Perbandingan Cita Rasa Produk A & Produk B Pada analisa perbandingan cita rasa pada produk A & produk B, hipotesis yang
ingin diuji oleh penulis adalah:
,007
108 Hipotesis 5: H0 : Tidak ada perbedaan terhadap cita rasa pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula H1: Ada perbedaan terhadap cita rasa pada oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu 50% sebagai subtitusi gula
Tabel 4.33
Hasil Output T-test Cita Rasa Produk A & B Paired Samples Test Paired Differences Mean
T
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval of the
Deviation
Mean
Difference Lower
Upper
-,331
,245
df
Sig. (2tailed)
Cita Rasa A - Cita Rasa Pair 1
-,043
1,209
,145
-,297
69
B
Sumber : Hasil Output, 2013
Berdasarkan tabel 4.33 hasil output di atas, dapat dilihat bahwa nilai t hitung adalah -0,297, sedangkan t tabel adalah -1,995 /-1,995 , dengan menggunakan pengujian dua sisi (signifikansi = 0,025) dengan df = 69. Dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil penilaian para panelis dinyatakan tidak ada perbedaan cita rasa antara produk A dengan produk B, karena hasil t hitung < t tabel dan nilai signifikansi > 0,05, maka H0 diterima.
,768
109 4.6 Uji Perbandingan Rata – rata (Mean) Pada Oatmeal Cookies
Tabel 4.34
Hasil Output Mean Produk A Statistics
Bentuk A
Tekstur A
Warna A
Aroma A
Cita Rasa A
Valid
70
70
70
70
70
Missing
0
0
0
0
0
3,74
4,29
3,83
3,91
4,09
N
Mean
Sumber : Hasil Output, 2013
Tabel 4.35
Hasil Output Mean Produk B Statistics
Bentuk B
Tekstur B
Warna B
Aroma B
Cita Rasa B
Valid
70
70
70
70
70
Missing
0
0
0
0
0
3,70
3,50
3,89
4,23
4,13
N
Mean
Sumber : Hasil Output, 2013
Melalui tabel 4.34 dan 4.35 hasil output perbandingan rata – rata (mean) Produk A dan B, penulis ingin membandingkan kedua produk tersebut dari mean masing – masing produk. Mean yang dibandingkan merupakan seluruh aspek organoleptik yaitu bentuk, tekstur, warna, aroma dan cita rasa. Dari segi bentuk, Produk A memiliki mean 3,74, sedangkan Produk B memiliki nilai mean yang lebih rendah yaitu 3,70. Untuk
110 tekstur, Produk A memiliki mean yang lebih tinggi dari B yaitu 4,29 sedangkan Produk B hanya 3,50. Jadi, dapat dikatakan bahwa dari segi bentuk dan tesktur, panelis lebih memilih produk A, yaitu oatmeal cookies yang menggunakan 100% gula pasir. Hal itu dikarenakan, oatmeal cookies yang menggunakan gula pasir memiliki tekstur yang lebih renyah di bandingkan produk B. Dalam segi warna, aroma dan cita rasa, Produk B lebih dipilih oleh panelis dibandingkan dengan Produk A, dengan nilai mean 3,89, 4,23 dan 4,13. Panelis lebih memilih produk B dari segi warna, aroma dan cita rasa karena dari hasil pengamatan penulis, produk B memiliki warna yang lebih terang yang disebabkan oleh warna madu itu sendiri, yang sudah memiliki warna berbeda dengan gula pasir yang hanya berwarna putih. Dari segi aroma sendiri, Produk B memiliki aroma khas dari madu sehingga panelis memberikan nilai lebih baik terhadap produk B dibandingan dengan produk A. Bila dilihat dari cita rasa, produk B memiliki rasa manis khas yang berbeda dengan rasa manis pada umumnya. Rasa manis tersebut didapatkan dari madu kelengkeng yang memiliki rasa manis yang legit dan sulit di dapat dari pemanis lainnya. Dari penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa panelis lebih memilih produk A dari segi bentuk dan tekstur, sedangkan panelis lebih memilih produk B dari segi warna, aroma dan cita rasa.
111
4.5 4
Bentuk
3.5 3
Tekstur
2.5 2
Warna
1.5 1
Aroma
0.5 Cita Rasa
0 Produk A
Gambar 4.12
Produk B
Diagram Mean Produk A & Produk B
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2013
Tabel 4.36
Tabel Perbandingan Mean Produk A dan Produk B
Organoleptik
Produk A
Produk B
Bentuk
3,74
3,70
Tekstur
4,29
3,50
Warna
3,83
3,89
Aroma
3,91
4,23
Cita Rasa
4,09
4,13
Total Mean
3,972
3,89
Sumber : Penulis
Tabel 4.36 di atas merupakan hasil mean total dari seluruh aspek penilaian organoleptik kedua produk yaitu produk A dan Produk B. Dimana produk A adalah
112 oatmeal cookies yang menggunakan pemanis gula pasir 100%, dan produk B adalah oatmeal cookies yang menggunakan proporsi madu kelengkeng 50% dan gula pasir 50%. Berdasarkan penjelasan di atas, meskipun masyarakat menyukai produk B dari warna, aroma dan cita rasa, namun secara keseluruhan masyarakat lebih tertarik dengan produk A dibandingkan produk B. Hal tersebut didukung pada tabel 4.34 yang menunjukan bahwa produk A memiliki nilai mean lebih tinggi 0.082 dibandingkan dengan produk B maka H0 diterima dan H1ditolak. Dimana pada hipotesis H0 dinyatakan bahwa masyarakat kurang tertarik dengan oatmeal cookies yang menggunakan proporsi 50% madu.