ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO
3.1
KARAKTERISTIK RESPONDEN Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar
beberapa variabel yaitu : hubungan responden dengan kepala keluarga, usia responden, status rumah responden,pendidikan terakhir, kepemilikan anak, dan jumlah anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok umur; kurang dari 2 tahun, umur 2 – 5 tahun, 6 – 12 tahun, dan lebih dari 12 tahun. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne disease), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Variabel yang terkait dengan pendidikan terakhir responden berkaitan dengan pola pikir dan kecepatan transformasi informasi sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mempunyai pola pikir yang terbuka dan mudah menerima hal-hal baru serta memiliki kecepatan yang baik dalam menerima informasi – informasi terkait dengan sanitasi dan perilaku hidup bersih sehat.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 1
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 18 – 60 tahun. Batas usia, khususnya batas atas diberlakukan secara fleksibel. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (60 tahun) namun responden terdengar dan terlihat masih cakap untuk merespon pertanyaanpertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun tapi bila perfoma komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon responden. Lebih jelasnya persentase kelompok umur responden sesuai dengan hasil wawancara dapat dilihat pada Gambar 3.1 sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kelompok Umur Responden
Dari hasil analisa data kelompok umur responden terendah adalah umur <=20 tahun sebesar 1,2% dan dan tertinggi umur >45 tahun sebesar 29,6%, umur 21-25 tahun sebesar 5,2%, umur 26-30 tahun sebesar 11,7%, umur 31-35 tahun sebesar 16,9%, umur 36-40 tahun sebesar 18,1%, umur 41-45 tahun sebesar 17,3%. umur diatas 45 tahun sebesar 29,6% Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan bahwa responden adalah istri atau anak perempuan yang sudah menikah. Status rumah responden yang ditempati dapat menunjukkan status kepemilikan rumah. Dari hasil wawancara status kepemilikan dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 2
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.2 Status Kepemilikan Rumah
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa 87,3% responden sudah memiliki rumah sendiri, 10,5% masih ikut orang tua. Pada studi ini masih ada responden yang tidak memiliki rumah sendiri, yaitu 1,5% berbagi dengan keluarga yang lain, 0,1% masih menyewa dan 0,5% menempati rumah kontrakan. Pendidikan terkhir responden yang ada dapat menunjukkan status pendidikan di lokasi studi. Dari hasil wawancara status pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 3.3 sebagai berikut :
Gambar 3.3 Pendidikan Terakhir Responden
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 3
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Dari gambar diatas Dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak adalah tamat SD sebanyak 616 responden (42,8%). Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan warga Kabupaten Mojokerto adalah sebagian besar tamat SD sehingga potensi pengetahuan warga dalam program sanitasi tergolong masih rendah. Surat keterangan tidak mampu yang dimiliki dapat menunjukkan status dan kondisi responden. Dari hasil wawancara status kepemilikan SKTM responden dapat dilihat pada Gambar 3.4 sebagai berikut :
Gambar 3.4 Status Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)
Dari gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurvei,
sebanyak 1.186 atau sekitar 82,4% tidak memiliki SKTM (Surat
Keterangan Miskin). SKTM dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendapatkan keringanan biaya pengobatan atau keringanan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah. Dengan demikian akses untuk mendapatkan keringanan biaya pelayanan kesehatan jika warga terkena sakit di Kabupaten Mojokerto adalah sangat kurang. Kartu asuransi kesehatan yang dimiliki dapat menunjukkan status dan kondisi responden. Dari hasil wawancara status kepemilikan kartu asuransi kesehatan responden dapat dilihat pada Gambar 3.5 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 4
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.5 Status Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan
Dari gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden yang disurveI, sebanyak 947 atau sekitar 65,8% tidak memiliki kartu askeskin/kartu asuransi kesehatan. Dengan demikian akses untuk mendapatkan bantuan pelayanan kesehatan secara gratis jika warga terkena sakit, di Kabupaten Mojokerto adalah sangat kurang. Kepemilikan anak dapat menunjukkan status dan kondisi responden. dari hasil wawancara status kepemilikan anak oleh responden dapat dilihat pada Gambar 3.6 sebagai berikut :
Gambar 3.6 Kepemilikan Anak Laki-Laki dan Perempuan
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa jumlah anak laki-laki dan perempuan terbanyak berada dalam kelompok umur lebih dari 12 tahun dengan jumlah 625 anak laki-laki dan 508 anak perempuan.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 5
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
3.2
PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA Kondisi
sampah
di
lingkungan
rumah
menggambarkan
apakah
masyarakat sudah melalukan pengelolaan sampah dengan baik dan benar. Lingkungan
yang
bersih
menunjukkan
kepedulian
masyarakat
terhadap
kebersihan lingkungan salah satunya adalah pengelolaan sampah yang baik dan benar dirumah. EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, yakni : 1. Kondisi sampah di lingkungan; 2. Cara pengelolaan sampah rumah tangga; 3. Praktik pemilahan sampah; 4. Frekuensi petugas pengangkutan sampah oleh petugas; 5. Pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga 6. yang menerima layanan pengangkutan sampah; 7. Pembiayaan layanan pengangkutan sampah; 8. Pihak penerima pembayaran layanan sampah; 9. Jumlah biaya iuran sampah tiap bulan. Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Kuisioner mengenai kondisi sampah di lingkungan
terdapat 9 (sembilan) opsi jawaban,
yakni a) Banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan, b) Banyak lalat disekitar tumpukan sampah, c) Banyak tikus berkeliaran d) Banyak nyamuk, e) Banyak anjing dan kucing mendatangi tumpikan sampah, f) Bau busuk yang mengganggu, g) Menyumbat saluran drainase, h) Ada anak-anak yang bermain disekitarnya, i) Lainnya. Di antara opsi jawaban diatas opsi jawaban b, c, d, dan e mempunyai resiko kesehatan yang besar dari opsi jawaban a karena dilokasi tersebut sudah berfungsi sebagai tempat dan sarana berkembang biaknya vektor penyakit dan didatangi oleh binatang pengganggu yang berpotensi untuk menyebarkan berbagai penyakit. Sedangkan opsi jawaban f,g,h mempunyai resiko kesehatan tertinggi karena lokasi tersebut secara langsung bisa memberikan dampak bagi manusia secara langsung yaitu bau yang mengganggu kenyamanan, dampak banjir yang ditimbulkan akibat drainase yang tersumbat dan dampak kesehatan pada anak-anak yang bermain disekitar lokasi sampah tersebut. DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 6
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Kuisioner cara pengelolaan sampah rumah tangga dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan–ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih dari satu minggu sekali. Sementara ketepatan pengangkutan digunakan untuk meggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak kota di lndonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan. Terakhir, kader-kader EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang rnengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing, Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Hasil survey pada 1.440 responden di Kabupaten Mojokerto di dapat hasil wawancara dan pengamatan penanganan sampah rumah tangga yang lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.7 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 7
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.7 Kondisi Sampah di Sekitar Lingkungan Rumah
Kondisi sampah di Kabupaten Mojokerto, sebesar 11,6% banyak tikus berkeliaran ditumpukan sampah, 19,5% banyak nyamuk di sekitar tumpukan sampah, 19% banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar rumah, 5,1% banyak lalat disekitar tumpukan sampah, 3,7% banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, 2,1% disekitar sampah untuk bermain anak-anak, 3,7% sampah menimbulkan bau busuk dan 1,6% sampah menyumbat drainase. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah didefinisikan oleh manusia menurut derajat keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung, untuk itu pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting. Dari hasil analisa pengelolaan sampah rumah tangga terlihat pada Gambar 3.8 sebagai berikut.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 8
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.8 Pengelolaan Sampah di Tingkat Rumah tangga
Pengelolan sampah rumah tangga dapat dilakukan oleh responden adalah dengan di bakar yaitu sebesar 80,7% sedangkan dibuang ke Tempat pembuangan Sampah (TPS) sebesar 2,8%. Meskipun pada beberapa responden masih mengelola sampah dengan cara dikumpulkan oleh kolektor yang mendaur ulang yaitu sebesar 0,1%, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan sebesar 1%, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah sebesar 3,7%, dibuang ke sungai/ kali sebesar 3,6%, dibiarkan membusuk sebesar 6% dan dibuang ke lahan kosong/kebun sebesar 1,3%. Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R. Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya. Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di dalam rumah. Pemilahan sampah yang dilakukan oleh responden sesuai hasil survey wawancara lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.9 sebagai berikut : DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 9
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.9 Jenis Sampah yang Dipilah
Pemilahan sampah sudah dilakukan oleh masing-rumah tangga antara lain 100% rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah plastik, 100% rumah tangga sudah melakukan pemilahan sampah organik dan sebesar 35,1% pemilahan untuk gelas/kaca, 89,2% rumah tangga telah melakukan pemilahan sampah kertas dan 83,8% rumah tangga telah melakukan pemilahan sampah yang berupa besi/logam.
3.3
PEMBUANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 10
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya. Untuk tempat pembuangan air kotor/limbah tinja manusia, di dalam kuisioner EHRA menyediakan pilihan jawaban sebanyak 9, yaitu; jamban pribadi, mandi cuci kakus/WC umum, WC helicopter di empang/kolam, sungai/pantai/laut, kebun/pekarangan rumah, lubang galian, lainnya dan tidak tahu. Sedangkan jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 5 (lima) kategori besar, yakni kloset jongkok leher angsa, kloset duduk leher angsa, plengsengan, cemplung dan tidak punya kloset. Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan masyarakat disekitar responden, EHRA melanjutkan pertanyaan dengan masih ada atau tidak orang diluar anggota ditempat terbuka dan siapa saja orang-orang itu jika ada. Opsi jawaban yang diberikan oleh EHRA ada 11 yaitu, anak laki-laki umur 5-12 tahun, anak perempuan umur 5-12 tahun, remaja laki-laki, laki-laki dewasa, perempuan dewasa, laki-laki tua, perempuan tua, masih ada tapi tidak jelas siapa, dan tidak ada. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup tangki septik, cubluk/lubang tanah, langsung ke saluran drainase, sungai/danau/pantai, kebun/sawah dan lainnya. Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/ pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal, yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/ WC yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh enumerator, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Enumerator EHRA juga
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 11
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada air yang tersedia dalam ruangan jamban atau tidak, tersedia sabun atau tidak, dan ada jentik atau tidak dalam bak airnya. Selain itu, enumerator juga mengamati apakah lantai dan dinding jamban bebas tinja atau tisu bekas atau bekas pembalut, serta bebas kecoa.
Juga
diamati keberadaan gayung untuk menyiram air dan berfungsinya alat penyiram untuk kloset duduk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui semaksimal mungkin faktor resiko yang bisa terjadi akibat kloset yang tidak terpakai maupun tidak berfungsi. Selain itu nformasi tentang kebiasaan anak balita dalam BAB dip kesehatan manusia seperti tempat yang bisa beresiko terhadap lantai, kebun, jalan dan selokan serta kemana biasanya orang tua membuang tinja balita jika anak balianya BAB. Hasil studi EHRA tentang pembuangan air limbah domestik dapat dilihat pada Gambar 3.10 sebagai berikut :
Gambar 3.10 Tempat BAB Anggota Keluarga yang Sudah Dewasa
Dari gambar diatas, keluarga yang memiliki jamban pribadi sebesar 1072 responden. Meskipun demikian masih ditemukan responden yang berperilaku BAB di MCK/WC umum yaitu sebesar 17 responden, menggunakan WC helicopter 3 responden, masih banyak juga yang masih BAB ke sungai sebanyak 292 responden serta 31 responden BAB di lubang galian.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 12
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Untuk
mengetahui
lebih
jauh
kondisi
wilayah
sekitar,
EHRA
mempertanyakan orang diluar anggota keluarga responden yang mungkin masih ada yang BAB di tempat terbuka. Hasilnya sebagaimana terlihat pada Gambar 3.11 sebagai berikut :
Gambar 3.11 Orang Sekitar Yang BAB di Tempat Terbuka
Gambar diatas menunjukkan 56,6% anak tidak buang air besar di ruang terbuka. Persentase anak laki-laki umur 5-12 tahun yang masih buang air besar di luar sebesar 11,9% lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan umur 5-12 tahun sebesar 10,8%.
Gambar 3.12 Orang Sekitar Yang tidak BAB di Tempat Terbuka
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 13
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Dari Gambar 3.12 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 388 responden tidak mempunyai kloset/jamban, dan sebanyak 1035 responden sudah memiliki jamban. Dari
responden yang memiliki jamban ini yang terbanyak yaitu 3
responden memiliki jamban jenis kloset jongkok leher angsa, dan 11 responden memiliki jamban jenis cemplung dan yang lain yaitu kloset duduk leher angsa dan plengsengan.
Gambar 3.13 Penyaluran Buangan Air Tinja
Dari Gambar 3.13 diatas diketahui bahwa sebagian besar masyarakat Kabupaten Mojokerto sudah mengelola buangan akhir kotorannya secara baik yaitu di tangki septik sebanyak 924 responden dan di cubluk sebanyak 142 responden. Tetapi masih ada sebagian kecil yang belum mengelola buangan akhir tinjanya dengan baik yaitu dengan dibuang di saluran drainase, pipa sewer, sungai, kolam kebun, dan lainnya serta yang tidak tahu tempat penyalurannya. Untuk memperoleh gambaran berapa lama masyarakat mengosongkan tangki septik dapat diketahui pada Gambar 3.14. Tangki septik yang sudah dibangun masyarakat Kabupaten Mojokerto masih jarang yang sudah terisi sampai penuh, hal ini terbukti dari jawaban kuisioner waktu terakhir pengosongan tangki septik responden yang mana sedikit responden menjawab tidak pernah mengosongkan tangki septiknya yaitu sebanyak 7 responden dari 924 responden yang mempunyai septik tank. Sedangkan 917 lainnya pernah mengosongkan septik tank yaitu selama 0-12 bulan lalu, 1-5 tahun lalu, >5- 10 tahun lalu, > 10 tahun lalu, dan tidak tahu berapa lama waktu pengosongan septik tank yang ia miliki. DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 14
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.14 Waktu Pengosongan Terakhir Septicktank
Ada sebagian responden yang sudah pernah mengosongkan tangki septiknya namun banyak yang tidak tahu siapa yang mengosongkan/menguras tangki
septik
ini.
Ada
juga
responden
yang
membayar
tukang
untuk
mengosongkan tangki septiknya yaitu sebanyak 23 responden, mengosongkan sendiri 3 responden dan yang menggunakan layanan sedot tinja hanya 47 responden. Lebih jelasnya untuk mengetahui kepada siapa responden dalam mengosongkan tangki septiknya dapat dilihat pada Gambar 3.15 sebagai berikut :
Gambar 3.15 Pihak yang Mengosongkan Tangki Septik
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 15
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Pada saat tangki septik dikosongkan sebagian besar responden tidak tahu kemana lumpur tinjanya dibuang yaitu 67 responden. Ada sebagian yang dibuang ke sungai sebanyak 11 responden, dikubur di halaman sebanyak 4 responden, dikubur di tanah orang lain ada 1 responden dan di tempat lainnya ada 1 responden. Lebih jelasnya kemana limbah lumpur tinja dibuang dapat dilihat pada Gambar 3.16 sebagai berikut :
Gambar 3.16 Tempat Pembuangan Lumpur Tinja Saat Dikosongkan
Dari sejumlah responden yang mempunyai anak yang masih balita kebanyakan anak balitanya tidak pernah atau tidak terbiasa BAB di tempat terbuka seperti lantai, kebun, maupun sungai/selokan, yaitu sebesar 327 responden. Tapi tetap harus diwaspadai karena juga tidak sedikit yang masih BAB di tempat terbuka sebesar 133 kadang- kadang dan 68 responden sangat sering. Lebih jelasnya untuk mengetahui kondisi BAB anak Balita hasil wawancara dengan responden dapat dilihat pada Gambar 3.17.
Gambar 3.17 Kebiasaan BAB Anak Balita Sembarangan
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 16
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Selain itu sebagian besar lagi tempat membuang tinja anak balita sudah berada di jamban sebesar 350 responden, Tetapi masih ada sebagian membuang tinja para balitanya di tempat sampah 8 responden, di kebun 36 responden, di sungai 124 responden. Membuang limbah BAB ke sungai dapat mencemari kondisi air permukaan dan membuat lingkungan sekitar tidak nyaman. Lebih jelasnya untuk mengetahui tempat pembuangan limbah tinja anak dapat dilihat pada Gambar 3.18.
Gambar 3.18 Tempat Pembuangan Limbah Tinja Anak
3.4
DRAINASE LINGKUNGAN SEKITAR RUMAH DAN BANJIR Drainase lingkungan merupakan sarana yang penting dalam sanitasi.
Selain itu darinase berfungsi juga mengalirkan limbah cair dari rumah rangga seperti dapur, kamar mandi, tempat cucian dan juga wastafel. Drainase yang buruk akan menimbulkan banjir pada waktu hujan, selain itu juga akan membuat genangan air dari limbah cair rumah tangga. Bila kondisinya demikian akan menjadi tempat perindukan nyamuk yang bisa menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah, chikungunya, juga filariasis. Oleh karena itu studi EHRA juga membidik drainase sebagai obyek kajiannya. Pembahasan lebih detail tentang kepemilikan saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan limbah cair rumah tangga, pengalaman banjir yang terjadi dan menimpa rumah tangga di Kabupaten Mojokerto, termasuk waktu
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 17
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
terakhir banjir, kerutinan, frekuensi dalam setahun, apakah banjir sampai masuk rumah, tinggi air yang masuk di rumah, dan lama air mengering.
Gambar 3.19 Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga
Dari Gambar diatas dapat diperoleh gambaran bahwa rumah tangga yang mempunyai saluran pembuangan air limbah (SPAL) di Kabupaten Mojokerto sebanyak 1147 responden atau sebesar 79,7% dan rumah tangga yang tidak mempunyai SPAL sebanyak 293 responden atau sebesar 20,3%. Untuk mengetahui tempat pembuangan limbah rumah tangga lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut : Tabel 3.1 Tempat Pembuangan Limbah Rumah Tangga No
Uraian
Dapur
Kamar mandi
Tempat cuci pakaian
Wastafel
1 2 3 4 5 6
Sungai/selokan/kolam Jalan/halaman/kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Lubang galian Pipa saluran pembuangan kotoran
323 181 427 222 126 13
325 177 419 225 128 16
324 177 427 222 129 14
173 93 207 133 186 10
7 8
Pipa IPAL Sanimas Tidak tahu
3 1
2 1
2 1
1 1
Sumber : Hasil Survey EHRA, 2013
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pembuangan limbah rumah tangga yang mempunyai resiko kesehatan terbesar adalah yang dibuang ke sungai, selokan, kolam sebesar 323 berasal dari limbah dapur, 325 dari limbah kamar mandi, 324 dari tempat cuci pakaian dan 173 dari wastafel. Sungai, selokan dan kolam menjadi tempat yang paling sering digunakan oleh masyarakat untuk membuang sampah. DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 18
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambaran sebagian besar wilayah di Kabupaten Mojokerto yaitu 1.312 responden atau 91,1% tidak pernah terkena banjir. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.20 sebagai berikut :
Gambar 3.20 Kejadian Banjir di Lingkungan Sekitar Responden
Sebagian
besar
banjir
yang
melanda
di
Kabupaten
Mojokerto
menyebabkan terendamnya WC/Jamban sebagaimana terlihat pada Gambar 3.21 yaitu sebesar 3 responden menyatakan bahwa banjir merendam sebagian WC atau jamban.
Gambar 3.21 Kejadian Terendamnya WC/Jamban Ketika Banjir
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 19
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Lama kejadian banjir di Kabupaten Mojokerto sebagaimana terlihat Gambar 3.22, biasanya berlangsung sekitar setengah sampai satu hari. Dan lama banjir yang lebih dari satu hari sebanyak 10 responden atau 29,4%.
Gambar 3.22 Lama Banjir Merendam Lingkungan
3.5
PENGOLAHAN AIR MINUM RUMAH TANGGA Bagian ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk
minum, masak,mencuci dan gosok gigi bagi rumah tangga di Kabupaten Mojokerto. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni 1) sumber air yang digunakan rumah tangga, dan 2) pengolahan, penyimpanan dan pengamanan air yang baik dan hygiene. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Terkait dengan sumber air, studi EHRA mempelajari tentang jenis sumber air untuk keperluan minum, mandi, memasak, dan gosok gigi. Yang menggunakan sumber air dari ledeng atau PDAM ditanyakan juga tentang penurunan volume yang dialami dan penurunan kualitasnya. Kemudian untuk jenis sumur gali/ sumur bor/ sumur pompa ditanyakan jarak sumber air tersebut dengan tempat penampungan atau pembuangan tinja. Dari sisi jenis sumber air diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumbersumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 20
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
dalam tubuh manusia, di antaranya adalah,sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai,parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi mengonfirmasi bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Karenanya, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare. Terkait dengan pengolahan, penyimpanan dan pengamanan air yang hygiene studi EHRA mempelajari tentang penyimpanan air, tempat yang digunakan untuk menyimpan, cara mengambil air, pengolahan air sebelum diminum, cara pengolahannya, penyimpanan air setelah diolah, alat penyimpanan air setelah diolah, juga penggunaan air olahan selain untuk minum. Hal-hal tersebut penting dipelajari karena terkait dengan risiko kesehatan bagi anggota rumah tangga tersebut. Berikut hasil studi EHRA selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut :
1
Tabel 3.2 Asal sumber air yang digunakan untuk berbagai kegiatan responden Cuci Cuci Gosok Uraian Minum Masak Piring Pakaian gigi dan Gelas Air botol kemasan 120 6 0 0 3
2
Isi ulang
176
40
0
0
13
229
3
PDAM/Proyek/HIPPAM
104
121
119
118
120
582
4
Hidran Umum-PDAM
3
1
3
3
3
13
5
Kran umum-PDAM
91
103
109
109
110
522
6
Sumur bor/pompa tangan
367
462
471
472
467
2239
7
Sumur gali terlindungi
633
685
684
681
675
3358
8
60
31
31
31
32
185
9
Sumur gali tidak terlindungi Mata air terlindungi
78
78
78
79
78
391
10
Mata air tidak terlindungi
3
3
3
3
3
15
11
Air hujan
0
0
0
0
0
0
12
Air sungai
2
2
10
20
8
42
13
Waduk/danau
0
0
0
1
0
1
14
Lainnya
0
0
0
0
0
0
No
Jumlah 129
Sumber : Hasil Survey EHRA, 2013
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 21
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Dari tabel diatas, menunjukkan bahwa sumber air yang digunakan untuk kebutuhan minum, masak, cuci piring dan gelas, cuci pakaian dan gosok gigi yang terbanyak berasal dari sumur gali terlindungi. Sumur gali terlindungi tergolong sumber air dengan resiko kesehatan yang rendah. Namun masih ada pengguna sumber air yang tergolong dengan resiko kesehatan yang tinggi diantaranya sumur gali tak terlindungi yaitu sebesar 185 responden, mata air tak terlindungi sebesar 15 responden, air sungai sebesar 42 responden dan waduk sebesar 1 responden.
Gambar 3.23 Tingkat Kesulitan Dalam Mendapatkan Air
Dari Gambar 3.23 diatas menunjukkan bahwa kondisi responden yang tidak pernah kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari sejumlah 1170 responden atau 81,3%. Sisanya adalah responden dengan kategori pernah merasakan kesulitan air yang biasanya melanda waktu musim kemarau panjang. Dari beberapa responden yang pernah mengalami kesulitan mendapatlan air ini, terbanyak adalah responden yang mengalami kesulitan hanya beberapa jam saja yaitu sebesar 111 responden, dan yang terparah/resiko kesehatan terbesar adalah yang pernah mengalami kesulitan mendapat air dalam waktu terlama (lebih satu minggu) yaitu sebesar 50 responden. Sebagian besar responden merasa puas terhadap kualitas air yang digunakan yaitu sebesar 1.340 dari 1.440 responden yang diteliti atau 93,1%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.24 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 22
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.24 Tingkat Kepuasan Responden Terhadap Kualitas Sumber Air Yang Digunakan
Gambar 3.25 Jarak Sumber Air yang Digunakan dengan Pembuangan Tinja
Jarak antara sumber air dengan tempat penampungan air sangat diperhatikan karena jarak ini ditengarai sangat menentukan terhadap kejadian tercemarnya air terhadap mikroorganisme patogen (S,colii). Dari Gambar 3.25 terlihat bahwa jumlah yang jaraknya lebih 10 Meter ada sebanyak 1134 responden., dan yang kurang dari 10 Meter sebanyak 304 responden.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 23
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Sebagian
besar
warga
Kabupaten
Mojokerto
menggunakan
teko/ketel/ceret untuk menyimpan air sebelum dikonsumsi/di minum sebanyak 254 responden (18,1%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.26 sebagai berikut :
Gambar 3.26 Tempat Responden Menyimpan Air yang Sudah Diolah
Gambar 3.27 Cara pengambilan air untuk minum, masak, cuci piring dan gelas serta gosok gigi dari tempat penyimpan air
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 24
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Cara untuk mengambil air untuk keperluan minum, masak, cuci piring/gelas dan gosok gigi penting untuk diketahui. Hal ini berhubungan dengan kemungkinan pencemaran air yang disimpan. Cara mengambil air langsung dari dispenser,dengan menggunakan
gayung, relatif lebih aman bila dibandngkan
dengan menggunakan gelas. Hal ini dikarenakan air terjaga dari sentuhan tangan secara langsung. Tetapi dengan gelas kemungkinan tangan menyentuh langsung air lebih besar, karena sebagian besar gelas tanpa pegangan. Bila dilihat dari Gambar 3.27 diatas kondisinya relatif masih aman karena proporsi terbesar air untuk keperluan minum, masak, cuci, piring gelas dan gosok gigi sebagian besar diambil menggunakan gayung. Hanya disini dihimbau agar dalam pengambilan ini harus hati-hati agar dijaga betul-betul agar tangan tidak menyentuh air. Perlu diperhatikan juga tempat untuk menaruh gayung yaitu sebaiknya gayung digantung sendiri dan gayung yang dipakai adalah gayung yang ada tangkainya dengan panjang tangkai mencukupi.
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 25
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
3.6
PERILAKU HIGIENE Perilaku higiene / sehat menjadi fokus perhatian dalam bagian ini, Perilaku
higiene sehat dalam studi EHRA dikaitkan dengan pemakaian sabun. Pemakaian sabun penting untuk dikaji karena sabun adalah salah satu desinfektan yang dapat mencegah masuk dan berkembangnya kuman patogen ke dalam tubuh. Kuesioner EHRA menanyakan kepada responden tentang pemakaian sabun hari ini atau kemarin. Kemudian juga penggunaan sabun untuk keperluan apa saja. Tempat cuci tangan dan waktu mencuci tangan bagi anggota keluarga juga menjadi perhatian dalam studi ini. Gambar 3.28 Penggunaan Sabun Pada Hari Disurvey
Dari gambar diatas diketahui sebagian besar responden yaitu 1.437 responden (99,8%) pada saat di lakukan survey menjawab memakai sabun pada hari tersebut. Kegiatan-kegiatan apa saja dari responden yang memakai sabun dapat dilihat pada Gambar 3.29 sebagai berikut :
Gambar 3.29 Kegiatan Responden yang Menggunakan Sabun
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 26
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Sebagian besar responden menggunakan sabun untuk keperluan mandi 1.418 responden, mencuci peralatan makan minum juga masak dan mencuci pakaian. Demikian juga untuk higiene anak sudah bagus karena dari responden yang punya anak sebanyak 100% memandikan anak dengan sabun, menceboki pantat anak, dan mencuci tangan anak. Sebagian besar kondisi warga Kabupaten Mojokerto biasa mencuci tangan di kamar mandi dan dapur. Hasil wawancara terkait hal tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.30.
Gambar 3.30 Tempat Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan Sebagian besar anggota keluarga responden mencuci tangan sebelum makan, setelah makan dan setelah BAB. Hasil wawancara terkait hal tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.31.
Gambar 3.31 Waktu Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 27
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
3.7 KEJADIAN DIARE Gejala diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa daerah, balita yang terkena diare malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru di rahangnya. Sejumlah kelompok masyarakat di Jawa menamakannya dengan istilah ngenteng-ngentengi. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Sumatra pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research,2007). Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah pencegahan cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/ pengasuh untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga. Berikut ini disajikan hasil studi EHRA terkait dengan kejadian penyakit diare.
Gambar 3.32 Waktu Paling Dekat Anggota Keluarga Terkena Diare
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 28
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Dari Gambar 3.32 diatas diketahui bahwa dari 1.209 responden yang disurvey tidak pernah terkena sakit diare atau sebesar 84%, 10 responden (0,7%) terkena diare.
Gambar 3.33 Diagram Penderita yang Terkena Diare Pada Survey EHRA 2013
Dari gambar diatas, diketahui bahwa penderita yang terkena diare terbanyak pada survey EHRA 2013 Kabupaten Mojokerto adalah orang perempuan dewasa sejumlah 118 responden (38,9%), kemudian anak-anak balita sebesar 78 responden.
3.8
HASIL PENGAMATAN Dalam
pelaksanaan
survey
EHRA
enumerator
selain
melakukan
wawancara juga melakukan pengamatan untuk membandingkan data yang sudah diperoleh dengan keadaan yang sebenarnya.: A.
Sumber Air Untuk Minum, Masak, Dan Mencuci Alat Makan,Minum Dan Masak Persentase terbesar sumber air untuk minum, masak dan mencuci alat
minum dan masak adalah dari sumur gali terlindungi sebanyak 600 respoden (41,7%) dan selanjutnya terbanyak kedua adalah dari PDAM yang berfungsi atau mengalir yaitu 7,2% atau 104 responden. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.34 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 29
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.34 Tabel pengamatan sumber air minum dan masak
B.
Penyimpanan Dan Penanganan Air Minum Dan Masak Yang Baik serta Aman
Gambar 3.35 Wadah Tempat Menyimpan Air Minum di Dapur
Dari Gambar 3.35 diatas diketahui bahwa dari hasil observasi di Kabupaten Mojokerto kebanyakan sudah menyimpan air secara benar yaitu dengan wadah yang ditutup sehingga meminimalisir resiko tercemar dengan jumlah 1.149 responden (79,8%). Cara pengambilan air dari wadah di Kabupaten Mojokerto sebagian besar tidak beresiko karena tangan tidak menyentuh air sebanyak 1.290 responden (89,6%). Sebagian kecil saja yang beresiko sedang sebesar 118 responden (8,2%) dengan tangan yang menyentuh air sehingga memungkinkan terjadi pencemaran. DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 30
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
C.
Penanganan Sampah Rumah Tangga di Dapur Pelindungan makanan terhadap vektor penyakit dalam hal ini lalat,
maupun kecoa pada masyarakat Kabupaten Mojokerto sebagian besar masih rawan terjadinya kontaminasi karena wadah sampah yang digunakan di dapur adalah keranjang terbuka. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.36 sebagai berikut :
Gambar 3.36 Perlindungan Makanan terhadap Vektor
D.
Saluran Pembuangan Limbah Rumah Tangga Non Tinja Kebanyakan masyarakat di Kabupaten Mojokerto membuang air limbah
bekas cucian peralatan makan dan masaknya di jalan, halaman, kebun untuk dibiarkan mengalir dan terserap ke tanah. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.37 sebagai berikut :
Gambar 3.37 Saluran Limbah Bekas Cucian Peralatan Makan dan Masak
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 31
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
E.
Buangan Limbah Kamar Mandi dan Wastafel Tempat buangan limbah bekas mandi dan wastafel terbanyak yaitu 252
responden adalah dibuang di jalan, halaman, dan kebun. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.38 sebagai berikut :
Gambar 3.38 Tempat Buangan Limbah Bekas Mandi dan Wastafel
Bak penampungan yang ada di kamar mandi responden adalah bebas
dari jentik, yaitu sebanyak 1.270 (88,2%) responden. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.39 sebagai berikut :
Gambar 3.39 Keberadaan Jentik di Bak Penampungan Air
F.
Cuci Tangan Pakai Air dan Sabun Lebih dari separuh ruangan jamban yang ada lengkap dengan bak
penampungan dari ember dan sebagian tidak ada. Tidak ada dalam hal ini bukan berarti masyarakat tidak membersihkan sehabis Buang Air Besar di jamban tersebut tapi bisa jadi ember yang digunakan sebagai penampungan bukan ember khusus dipakai di jamban tersebut dan waktu diamati ember sedang digunakan untuk fungsi yang lain. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.40 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 32
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.40 Ketersediaan Air dalam Ruangan Jamban
Lebih dari separuh yaitu 968 responden (67,2%) telah menyediakan sabun di dekat jamban. Hal ini berarti kesadaran masyarakat Kabupaten Mojokerto untuk Cuci tangan pakai sabun sudah cukup baik namun masih perlu untuk ditingkatkan lagi. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.41 sebagai berikut : Gambar 3.41 Ketersediaan Sabun dekat Jamban
Bak air dekat jamban pada masyarakat Kabupaten Mojokerto sebanyak 1.319 responden (91,6%) atau tidak ada jentik. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.42 sebagai berikut : Gambar 3.42 Keberadaan Jentik di Bak Air Dekat Jamban
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 33
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
G.
Saluran Limbah dan Lumpur Tinja Tipe jamban responden terbanyak yaitu 957 responden (66,5%) dengan
jamban kloset jongkok leher angsa dan 235 responden (16,3%) dengan tidak tahu tipe jamban yang dimilikinya. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.43 sebagai berikut :
Gambar 3.43 Tipe Jamban Responden
Penampungan tinja dari kloset terbanyak yaitu 836 responden (58,1%) adalah dengan tangki septik dan 98 responden (6,8%) adalah dengan cubluk. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.44 sebagai berikut :
Gambar 3.44 Tempat Saluran Penampungan Kotoran dan Kloset
H.
Higiene Jamban Sebanyak 912 jamban responden kondisi kebersihannya adalah lantai
dan di dindingnya bebas tinja sedang 628 lainnya belum bebas tinja untuk lantai
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 34
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
maupun dindingnya. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.45 sebagai berikut : Gambar 3.45 Kebersihan Lantai dan Dinding Jamban
Sebesar 935 responden (64,9%) jamban responden sudah bebas kecoa dan lalat dan sebanyak 505 responden (35,1%) lainnya belum bebas kecoa dan lalat. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.46 sebagai berikut : Gambar 3.46 Kebersihan dari Vektor Penyakit
I.
Tempat Mencuci Makanan Sebanyak 1.276 responden (88,6%) ada sabun dan shampoo di tempat
cuci. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.47 sebagai berikut :
Gambar 3.47 Keberadaan Sabun Cuci di Tempat Cuci
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 35
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Sumber air yang digunakan masyarakat Kabupaten Mojokerto sebagian besar adalah Sumur Gali Terlindungi 591 responden (41%) dan selanjutnya sebanyak 105 responden adalah dari air ledeng PDAM yang masih berfungsi (7%) atau mengalir. hanya 2 responden (0,1%) yang tidak mengalir. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.48 sebagai berikut :
Gambar 3.48 Sumber Air untuk Mencuci
J.
Tangki Septik Jarak tangki septik dengan sumber air terdekat minimal 10 meter adalah
hanya 901 responden atau 62,57 %. Jarak 10 meter ini diambil karena berdasarkan teori yang disepakati bahwa mikroorganisme patogen dari tinja pada dasarnya bisa menyebar bersamaan/terbawa air tanah merembes melalui poripori tanah sejauh sekitar 9 meter. Oleh karena itu, jika jarak tangki septik dengan sumber air adalah 10 meter maka sumber air ini sudah termasuk terletak pada jarak yang aman dari sumber pencemar. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.49 sebagai berikut : Gambar 3.49 Jarak Tangki Septik dengan Sumber Air Terdekat minimal 10 M
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 36
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
K.
Pengelolaan Sampah Sebanyak 60,6% atau 872 responden mengelola sampah dengan cara
langsung dibakar. Selanjutnya sebanyak 346 responden atau 24% dibuang dalam lubang galian kemudian dibakar. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.50 sebagai berikut :
Gambar 3.50 Cara Mengelola Sampah Dirumah
Sebanyak 1.255 responden atau 87,2% halaman rumah responden bersih dari sampah dan hanya 185 responden atau 12,8% lainnya masih belum bersih. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.51 sebagai berikut : Gambar 3.51 Kebersihan Halaman dari Sampah
Sebagian besar masyarakat Kabupaten Mojokerto yaitu 88,2 % belum melakukan pemilahan sampah. Padahal sebagaimana diketahui bersama kegiatan awal pengelolaan sampah yang terpenting adalah pemlahan sampah. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.52 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 37
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.52 Pemilahan Sampah yang dilakukan Responden di Lingkungan Sekitar
Dari masyarakat yang sudah melakukan pemilahan sampah di Kabupaten Mojokerto dapat kita ketahui bahwa jenis sampah yang dipilah yang terbanyak adalah gelas dan kaca sebanyak 57, 30% dari 89 responden yang memilah sampah atau 51 responden, selanjutnya kertas/kardus sebanyak 47,19%, besi/logam 42,69%, plastik dan sampah organik masing- masing 23,59%. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.53 sebagai berikut :
Gambar 3.53 Jenis Sampah yang dipilah
Sebanyak 99,2% responden sebenarnya memiliki lahan untuk membuat kompos. Ini merupakan suatu modal dasar untuk pengembangan cipta karya keindahan lingkungan. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.54. Dari
beberapa
responden
yang
sudah
memanfaatkan
upaya
pengomposan diketahui ada atau tidaknya kompos yang siap dipakai sebanyak 5 responden atau (35,7%) dari 14 responden yang mempunyai lahan untuk pengomposan. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.55. DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 38
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar
3.54
Tempat
membuat
Kompos
oleh
Responden
Gambar 3.55 Keberadaan Kompos Yang Siap Dipakai
Dari beberapa responden yang sudah mengolah sampah rumah tangganya menjadi kompos ini, kompos ini dimanfaatkan responden yaitu 72,73% dari 11 responden tidak memanfaatkannya dan 27,27% memanfatkannya untuk pupuk tanaman buah,sayur dan obat. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.56 sebagai berikut :
Gambar 3.56 Kegunaan Sampah yang Diolah DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 39
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
L.
SPAL/Drainase Lingkungan Sebanyak 95,2% masyarakat Kabupaten Mojokerto tidak mempunyai
genangan air di halaman rumahnya dan sekitar 4,8% masih terdapat genangan air dihalaman rumahnya. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.57 sebagai berikut :
Gambar 3.57. Keberadaan Genangan dihalaman Depan Rumah
Kebanyakan masyarakat yang masih ada genangan air di halaman rumahnya, tempat genangan air tersebut biasanya terdapat di sekitar halaman rumah yaitu sebanyak 39 responden (56,5%), dekat dapur sebanyak 8 responden (11,6%), dekat kamar mandi ada sebanyak 9 responden (13%) dan lainnya sebanyak 11 responden (15,9%). Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.58 sebagai berikut :
Gambar 3.58 Tempat Biasa Air Tergenang
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 40
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Sumber asal air yang menyebabkan tergenang kebanyakan berasal dari air hujan yaitu 42% sebesar 29 responden. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.59 sebagai berikut :
Gambar 3.59 Sumber Asal Genangan Air
Halaman yang kotor dan kurang terawat menyebabkan pemandangan yang kurang nyaman, selain itu menyebabkan halaman tersebut tergenang jika ada air karena air sudah pasti tidak bisa mengalir lancar. Di Kabupaten Mojokerto terdapat 92,4% responden yang halamannya bersih dan hanya 7,6% saja yang halamannya kotor dan tidak terawat dan bisa menyebabkan halaman tergenang. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.60 sebagai berikut : Gambar
3.60. Kebersihan
Halaman
dari Benda
Penyebab Genangan
Keberadaan saluran air hujan atau air limbah di Kabupaten Mojokerto adalah di saluran terbuka yaitu sebanyak 772 responden (53,6%), dan yang saluran tidak terlihat pada waktu observasi sebanyak 206 responden (14,3%) sedang saluran tertutup/tidak terlihat ada sebanyak 462 responden (32,1%). Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.61 sebagai berikut : DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 41
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.61 Keberadaan Saluran Air Hujan atau Air Limbah
Wilayah Kabupaten Mojokerto kebanyakan air bisa lancar mengalir di saluran air yaitu sebanyak 1.161 responden (80,6%), sedangkan 141 responden (9,8%) tidak punya saluran air, 83 responden (5,8%) saluran airnya tidak lancar dan 55 responden (3,8%) saluran airnya tidak dapat dipakau karena saluran kering. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.62 sebagai berikut :
Gambar 3.62 Kelancaran Air Mengalir pada Saluran Air
Sebanyak 915 responden (63,5%) mempunyai saluran air yang bersih dari sampah, 155 responden (10,8%) tidak memiliki saluran air, 282 responden (19,6%) tidak bersih namun air masih bisa mengalir, 69 responden (4,8%) saluran airnya tidak bersih namun tidak ada air/kering dan 19 responden (1,3%) saluran airnya kotor dan mengakibatkan air limbah tersumbat sehingga tidak bisa mengalir. Lebih jelasnya kondisi responden pada wilayah studi dapat dilihat pada Gambar 3.63 sebagai berikut : DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 42
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.63 Kebersihan Saluran dari Sampah
3.9
INDEKS RESIKO SANITASI (IRS) Risiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup,
kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Indeks Risiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisa Studi EHRA. Manfaat penghitungan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area berisiko sanitasi. Lebih jelasnya indeks resiko sanitasi Kabupaten mojokerto dapat dilihat pada Tabel 3.3 sampai dengan Tabel 3.5 sebagai berikut : Tabel 3.3 Indeks Resiko Sanitasi per Cluster Kelurahan/Desa Kabupaten Mojokerto Tahun 2013 Cluster Desa/Kelurahan NO
VARIABEL
1
JAWABAN
2
1.1
Sumber air terlindungi
1.2
Penggunaan sumber air tidak terlindungi.
1.3
Kelangkaan air
2.1
Tangki septik suspek aman
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
3
1
2
3
4
%
%
%
%
4
5
6
7
Tidak
35.6
14,7
25,0
27,5
Ya
64.4
85,3
75,0
72,5
Tidak
88,1
82,8
88,5
100,0
Ya
11,9
17,2
11,5
,0
Ya
43,1
9,2
4,2
,0
Tidak
56,9
90,8
95,8
100,0
Tidak
73,9
55,6
59,6
65,4
Ya
26,1
44,2
46,4
34,6 III - 43
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Cluster Desa/Kelurahan NO
VARIABEL
1
JAWABAN
2
2.2
Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
2.3
Pencemaran karena SPAL
3.1
Pengelolaan sampah
3.2
Frekuensi pengangkutan sampah
3.3
Ketepatan waktu pengangkutan sampah
3.4
Pengolahan Setempat
4.1
Adanya genangan air
5.1
CTPS di lima waktu penting
3
Ya
1
2
3
4
%
%
%
%
4
5
6
7
100,0
50,0
36,0
50,0
,0
50,0
64,0
50,0
Ya
61,3
47,5
52,7
70,0
Tidak
38,8
52,5
47,3
30,0
Tidak
100,0
98,7
90,4
100,0
,0
1,3
9,6
,0
100,0
,0
,0
100,0
100,0
100,0
Tidak
Ya Tidaki memadai tepat waktu
,0
100,0
100,0
,0
tidak
,0
,0
,0
,0
Tidak
100,0
100,0
100,0
100,0
Ya
,0
,0
,0
,0
Ya
2,5
4,3
17,1
22,5
Tidak
97,5
95,7
82,9
77,5
Tidak
91,9
90,1
87,7
100,0
8,1
9,9
12,3
,0
Ya
5.2.a
Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
Tidak
28,1
40,4
34,0
32,5
Ya
71,9
59,6
66,0
67,5
5.2.b
Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
Tidak
23,8
37,8
34,8
32,5
Ya
76,3
62,2
65,2
67,5
5.2.c
Keberfungsian penggelontor.
Tidak
21,9
33,8
24,2
32,5
Ya
78,1
66,2
75,8
67,5
5.2.d
Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
Tidak
21,3
39,2
26,5
32,5
Ya
78,8
60,8
73,5
67,5
Tidak, Tercemar
85,0
89,7
90,0
100,0
Ya tercemar
15,0
10,3
10,0
,0
Tidak
13,1
20,1
15,6
17,5
Ya, BABS
86,9
79,9
84,4
82,5
5.3
5.4
Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
Perilaku BABS
Sumber : Hasil Analisa Studi EHRA, 2013
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 44
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Tabel 3.4 Kalkulasi Indeks Resiko Sanitasi per Cluster Kelurahan/Desa Kabupaten Mojokerto Tahun 2013 NO
VARIABEL
BOBOT
CLUSTER 1
CLUSTER 2
CLUSTER 3
CLUSTER 4
1
2
3
4
5
6
7
33
13
11
7
1. SUMBER AIR 1.1
Sumber air tercemar
25%
9
4
6
7
1.2
Penggunaan sumber air tidak terlindungi.
25%
3
4
3
-
1.3
Kelangkaan air
50%
22
5
2
-
78
51
49
62
2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 2.1
Tangki septik suspek tidak aman
33%
25
19
20
22
2.2
Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik
33%
33
17
12
17
2.3
Pencemaran karena SPAL
33%
20
16
18
23
75
50
48
75
3. PERSAMPAHAN. 3.1
Tidak ada Pengelolaan sampah
25%
25
25
23
25
3.2
Tidak memadai Frekuensi pengangkutan sampah
25%
25
-
-
25
3.3
Ketidaktepatan waktu pengangkutan sampah
25%
-
-
-
-
3.4
Tidak ada Pengolahan setempat
25%
25
25
25
25
3
4
17
23
3
4
17
23
36
40
36
38
25%
23
23
22
25
4. GENANGAN AIR. 4.1
Adanya genangan air
100%
5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT. 5.1
CTPS di lima waktu penting (Tidak)
5.2.a
Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja? (Tidak)
6%
2
3
2
2
5.2.b
Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat? (Tidak)
6%
1
2
2
2
5.2.c
Keberfungsian penggelontor.(Tidak)
6%
1
2
2
2
5.2.d
Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? Tidak
6%
1
2
2
2
5.3
Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air (ya)
25%
4
3
3
-
5.4
Perilaku BABS (Tidak)
25%
3
5
4
4
Sumber : Hasil Analisa Studi EHRA, 2013
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 45
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Tabel 3.5 Komulatif Indeks Resiko Sanitasi per Cluster Kelurahan/Desa Kabupaten Mojokerto Tahun 2013 CLUSTER 1
CLUSTER 2
CLUSTER 3
CLUSTER 4
1. SUMBER AIR
33
13
11
7
2. AIR LIMBAH DOMESTIK.
78
51
49
62
3. PERSAMPAHAN.
75
50
48
75
4. GENANGAN AIR.
3
4
17
23
5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
36
40
36
38
225
157
161
204
VARIABEL
Sumber : Hasil Analisa Studi EHRA, 2013
Gambar 3.64 Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Mojoikerto Tahun 2013
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dari data sekunder, persepsi data primer yang berupa studi EHRA maka dapat diketahui bahwa tidak ada desa yang luput dari resiko. Adapun hasil studi EHRA terkait dengan Kelurahan/Desa Beresiko di Kabupaten Mojokerto lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.6 sebagai berikut :
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 46
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Tabel 3.6 Hasil Skoring Studi EHRA Mojokerto berdasarkan Indeks Resiko Sanitasi Tahun 2013 CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
Cluster 1
GONDANG
TAWAR
225
JATIREJO
KUMITIR
JATIREJO
MOJOGENENG
JATIREJO
SUMBERJATI
GONDANG
CENTONG
PACET
KEMBANGBELOR
PACET
WARUGUNUNG
PACET
BENDUNGAN JATI
PACET
WIYU
PACET
CLAKET
PACET
CEMPOKOLIMO
PACET
NOGOSARI
TRAWAS
DUYUNG
NGORO
KESEMEN
NGORO
SRIGADING
PUNGGING
JATILANGKUNG
PUNGGING
KEDUNGMUNGAL
PUNGGING
NGRAME
PUNGGING
KALIPURO
KUTOREJO
GEDANGAN
KUTOREJO
WINDUREJO
MOJOSARI
KAUMAN
MOJOSARI
SAWAHAN
MOJOSARI
SARIREJO
MOJOSARI
MOJOSARI
MOJOSARI
WONOKUSUMO
BANGSAL
SUMBERWONO
PURI
TAMPUNGREJO
PURI
PLOSOSARI
KEMLAGI
PANDANKRAJAN
KEMLAGI
MOJOWATESREJO
KEMLAGI
MOJOKUMPUL
JETIS
SAWO
JETIS
NGABAR
JETIS
PERNING
JETIS
LAKARDOWO
JETIS
PARENGAN
JETIS
MOJOREJO
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
SKOR EHRA 3 4
III - 47
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
DAWAR BLANDONG
CENDORO
DAWAR BLANDONG
SIMONGAGROK
DAWAR BLANDONG
BRAYUBLANDONG
GONDANG
JATIDUKUH
GONDANG
DILEM
GONDANG
NGEMBAT
GONDANG
KEMASAN TANI
GONDANG
KALIKATIR
GONDANG
BAKALAN
GONDANG
GONDANG
GONDANG
BEGAGANLIMO
GONDANG
BENING
GONDANG
WONOPLOSO
GONDANG
KEBUN TUNGGUL
GONDANG
GUMENG
GONDANG
PADI
GONDANG
KARANG KUTEN
PACET
CEMBOR
PACET
PADUSAN
TRAWAS
KEDUNGUDI
TRAWAS
SUKOSARI
TRAWAS
JATIJEJER
Cluster 2
TRAWAS
SUGENG
TRAWAS
SELOLIMAN
NGORO
KUTOGIRANG
NGORO
SEDATI
NGORO
KEMBANGSRI
KUTOREJO
KEPUHARUM
KUTOREJO
SAWO
KUTOREJO
KUTOREJO
KUTOREJO
KERTOSARI
KUTOREJO
PAYUNGREJO
KUTOREJO
KARANGDIENG
KUTOREJO
JIYU
KUTOREJO
SINGOWANGI
PURI
PURI
PURI
KETEMASDUNGUS
PURI
SUMBER GIRANG
PURI
BALONGMOJO
TROWULAN
PANGGIH
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
157
SKOR EHRA 3
1
III - 48
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
TROWULAN
KEJAGAN
TROWULAN
JATIPASAR
TROWULAN
BELOH
JETIS
BENDUNG
DAWAR BLANDONG
SUMBERWULUH
DAWAR BLANDONG
DAWARBLANDONG
DAWAR BLANDONG
PULOREJO
DAWAR BLANDONG
JATIROWO
DAWAR BLANDONG
BANGERAN
DAWAR BLANDONG
PUCUK
DAWAR BLANDONG
GUNUNGAN
DAWAR BLANDONG
MADURESO
DAWAR BLANDONG
TEMUIRENG
DAWAR BLANDONG
RANDEGAN
JATIREJO
LEBAKJABUNG
JATIREJO
GEBANGSARI
JATIREJO
BLEBERAN
JATIREJO
SUMBERAGUNG
JATIREJO
REJOSARI
JATIREJO
MANTING
JATIREJO
JEMBUL
GONDANG
POHJEJER
PACET
MOJOKEMBANG
PACET
PETAK
PACET
PANDAN ARUM
PACET
KESIMAN TENGAH
PACET
SAJEN
PACET
CANDIWATU
PACET
KURIPANSARI
PACET
SUMBERKEMBAR
PACET
TANJUNGKENONGO
PACET
KEMIRI
TRAWAS
KETAPANRAME
TRAWAS
TRAWAS
TRAWAS
SELOTAPAK
TRAWAS
TAMIAJENG
TRAWAS
BELIK
TRAWAS
PENANGGUNGAN
NGORO
TANJANGRONO
NGORO
TAMBAKREJO
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
SKOR EHRA 3
III - 49
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
NGORO
WONOSARI
NGORO
MANDUROMANGGUNG
NGORO
WATONMASJEDONG
NGORO
KUNJOROWESI
PUNGGING
CURAHMOJO
PUNGGING
RANDUHARJO
PUNGGING
PURWOREJO
PUNGGING
SEKARGADUNG
PUNGGING
BANJARTANGGUL
PUNGGING
PUNGGING
PUNGGING
MOJOREJO
PUNGGING
LEBAKSONO
PUNGGING
TEMPURAN
KUTOREJO
SIMBARINGIN
MOJOSARI
MOJOSULUR
MOJOSARI
BELAHAN TENGAH
MOJOSARI
SUMBER TANGGUL
MOJOSARI
AWANG-AWANG
MOJOSARI
MODOPURO
MOJOSARI
SEDURI
BANGSAL
PULONITI
BANGSAL
KEDUNGUNENG
BANGSAL
KUTOPORONG
BANGSAL
SIDOMULYO
MOJOANYAR
LENGKONG
MOJOANYAR
GAYAMAN
MOJOANYAR
SADAR TENGAH
MOJOANYAR
WUNUT
DLANGGU
KEDUNGGEDE
DLANGGU
SEGUNUNG
DLANGGU
TALOK
DLANGGU
SUMBERSONO
DLANGGU
SAMBILAWANG
DLANGGU
TUMAPEL
DLANGGU
SUMBER KARANG
PURI
MLATEN
PURI
TANGUNAN
PURI
KINTELAN
TROWULAN
TROWULAN
TROWULAN
PAKIS
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
SKOR EHRA 3
III - 50
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
TROWULAN
DOMAS
TROWULAN
WONOREJO
SOOKO
JAPAN
SOOKO
BLIMBINGSARI
SOOKO
SAMBIROTO
GEDEG
PAGGERLUYUNG
Cluster 3
GEDEG
NGARES KIDUL
GEDEG
GEMPOLKEREP
GEDEG
GEDEG
GEDEG
PAGEREJO
GEDEG
SIDOARJO
GEDEG
TERUSAN
GEDEG
GEMBONGAN
GEDEG
BATANKRAJAN
KEMLAGI
MOJODOWO
KEMLAGI
MOJOJAJAR
KEMLAGI
MOJOSARIREJO
KEMLAGI
MOJOPILANG
KEMLAGI
TANJUNGAN
KEMLAGI
MOJOREJO
KEMLAGI
MOJOKUSUMO
KEMLAGI
JAPANAN
KEMLAGI
MOJOWONO
KEMLAGI
MOJOWIRYO
KEMLAGI
KEDUNGSARI
KEMLAGI
MOJOGEBANG
JETIS
PARENGAN
JETIS
BANJARSARI
JETIS
SIDOREJO
JETIS
MLIRIP
JATIREJO
TAWANGREJO
JATIREJO
JATIREJO
JATIREJO
DUKUHNGARJO
JATIREJO
KARANGJERUK
KUTOREJO
PESANGGRAHAN
KUTOREJO
KEPUHPANDAK
KUTOREJO
WONODADI
KUTOREJO
KARANGASEM
MOJOSARI
JOTANGAN
MOJOSARI
NGIMBANGAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
161
SKOR EHRA 3
2
III - 51
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
MOJOSARI
LEMINGGIR
MOJOSARI
KEBONDALEM
PURI
SUMOLAWANG
PURI
TAMBAKAGUNG
PURI
KENANTEN
PURI
BANJARAGUNG
PURI
BRAYUNG
PURI
KEBONAGUNG
PURI
MEDALI
TROWULAN
TAWANGSARI
JATIREJO
BAURENO
GONDANG
PUGERAN
PACET
PACET
TRAWAS
KESIMAN
NGORO
LOLAWANG
NGORO
PURWOJATI
NGORO
JASEM
NGORO
SUKOANYAR
NGORO
BANDARASRI
NGORO
NGORO
PUNGGING
JABONTEGAL
PUNGGING
BANGUN
PUNGGING
WATUKENONGO
PUNGGING
KEMBANGRINGGIT
KUTOREJO
SAMPANGAGUNG
KUTOREJO
KALIGORO
MOJOSARI
MENANGGAL
MOJOSARI
RANDUBANGO
MOJOSARI
KEDUNGGEMPOL
MOJOSARI
PEKUKUHAN
BANGSAL
PETERONGAN
BANGSAL
TINGGARBUNTUT
BANGSAL
GAYAM
BANGSAL
BANGSAL
BANGSAL
PACING
BANGSAL
NGROWO
BANGSAL
PEKUWON
BANGSAL
NGASTEMI
BANGSAL
SALEN
BANGSAL
SUMBER TEBU
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
SKOR EHRA 3
III - 52
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
BANGSAL
MEJOYO
BANGSAL
MOJOTAMPING
DLANGGU
KALEN
DLANGGU
MOJOKARANG
DLANGGU
DLANGGU
DLANGGU
JRAMBE
DLANGGU
RANDUGENENGAN
DLANGGU
POHKECIK
DLANGGU
NGEMBEH
DLANGGU
KEDUNGLENGKONG
TROWULAN
WATESUMPAK
TROWULAN
BEJIJONG
TROWULAN
JAMBUWOK
TROWULAN
BALONGWONO
TROWULAN
BICAK
TROWULAN
SENTONOREJO
TROWULAN
TEMON
SOOKO
KARANG KEDAWANG
KEMLAGI
MOJODADI
KEMLAGI
WATESPROJO
KEMLAGI
BETRO
KEMLAGI
BERATKULON
JETIS
JETIS
JETIS
JOLOTUNDO
JETIS
KUPANG
JETIS
PENOMPO
DAWAR BLANDONG
TALUNBLANDONG
DAWAR BLANDONG
CINANDANG
DAWAR BLANDONG
GUNUNGSARI
DAWAR BLANDONG
SURU
DAWAR BLANDONG
BANYULEGI
MOJOANYAR
JABON
MOJOANYAR
SUMBERJATI
MOJOANYAR
KEPUH ANYAR
MOJOANYAR
GEBANG MALANG
MOJOANYAR
JUMENENG
MOJOANYAR
KWEDEN KEMBAR
MOJOANYAR
KWATU
DLANGGU
PUNGGUL
SOOKO
MOJORANU
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
SKOR EHRA 3
III - 53
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
CLUSTER
KECAMATAN
NAMA KELURAHAN/DESA
1
2
3
SOOKO
KEDUNGMALING
SOOKO
KLINTEREJO
SOOKO
TEMPURAN
SOOKO
BRANGKAL
SOOKO
WRINGINREJO
SOOKO
JAMPIROGO
SOOKO
MODONGAN
SOOKO
SOOKO
SOOKO
GEMEKAN
GEDEG
JERUKSEGER
GEDEG
BERATWETAN
GEDEG
BANDUNG
GEDEG
BALONGSARI
GEDEG
KEMANTREN
Cluster 4
KEMLAGI
KEMLAGI
JATIREJO
PADANG ASRI
JATIREJO
GADING
JATIREJO
SUMENGKO
JATIREJO
DINOYO
MOJOANYAR
NGARJO
NGORO
WATESNEGORO
NGORO
CANDIHARJO
PUNGGING
TUNGGAL PAGER
PUNGGING
BALONGMASIN
SOOKO
NGINGAS REMBYONG
JETIS
CANGGU
NILAI INDEKS RESIKO SANITASI 3
204
SKOR EHRA 3
3
Sumber : Hasil Analisa Studi EHRA, 2013
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 54
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT [EHRA] STUDI PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN
Gambar 3.65. Peta Area Beresiko
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MOJOKERTO
III - 55