BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1. TINJAUAN TEORI 2.1.1. Dividen 1.
Pengertian Dividen Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari para pemegang saham dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) (Sunariyah, 2004;94). Investor yang berhak menerima dividen adalah investor yang memegang saham hingga batas waktu yang ditentukan oleh perusahaan pada saat pengumuman dividen. Umumnya dividen merupakan salah satu daya tarik bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang, seperti misalnya investor institusi, dana pensiun, dan lain-lain. Sedangkan menurut Awat (2005; 124), dividen adalah bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham. Selain dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, laba bersih itu ditahan di dalam perusahaan untuk membiayai operasi perusahaan dan disebut sebagai laba ditahan (Retained Earnings). Sutrisno (2001:3) menyatakan dividen diartikan sebagai pembayaran kepada para pemegang saham oleh pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Sundjaja dan Barlian (2002;105) menyatakan bahwa dividen tunai yang diharapkan merupakan variabel pengembalian utama dimana pemilik dan investor akan menentukan nilai saham. Dividen tunai adalah
sumber dana aliran kas untuk pemegang saham dan memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang.
2.
Kebijakan Pembayaran Dividen Kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan dating, (Martono dan Harjito,2005: 253) Sedangkan menurut Brigham, (2007; 145), Kebijakan dividen adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa besarnya bagian dari pendapatan perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan yang diinvestasikan kembali (re-investment) atau ditahan (retained) didalam perusahaan sehingga dicapai kebijakan dividen yang optimal. Kebijakan dividen sering dianggap sebagai signal bagi investor dalam menilai baik buruknya perusahaan, hal ini disebabkan karena kebijakan dividen dapat membawa pengaruh terhadap harga saham perusahaan. Salah satu komponen penting dalam kebijakan dividen adalah dividend payout ratio, yang menunjukkan jumlah dividen per saham (dividend per share) relatif terhadap pendapatan per saham (earning per share) atau jumlah dividen kas relatif terhadap laba setelah pajak (earning after tax) yang tersedia untuk pemegang saham biasa (Halim, 2007:98).
Brigham dan Houston (2001:198) menyatakan bahwa ada tiga teori kebijakan dividen dari preferensi investor, yaitu : teori ketidakrelevanan dividen, teori ”bird-in-the-hand” dan teori preferensi pajak. a. Teori Ketidakrelevanan Dividen (Dividend Irrelevance Theory) Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan
hanya
ditentukan
oleh
kemampuan
dasarnya
untuk
menghasilkan laba dan risiko bisnisnya, artinya nilai suatu perusahaan tergantung semata – mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba yang ditahan. Dengan demikian kebijakan dividen sebenarnya tidak relevan untuk dipersoalkan. b. Teori ”Bird-in-The-Hand Myron Gordon dan John Linther berpendapat bahwa sesungguhnya investor jauh lebih menghargai pendapatan yang diharapkan dari dividen daripada pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal karena komponen hasil dividen, risikonya lebih kecil. Miller dan Modigliani (MM) tidak setuju dan menganggap pendapat Gordon-Linther sebagai kekeliruan
“Bird-in-The-Hand”
karena
menurut
pandangan
MM,
kebanyakan investor merencanakan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka dalam saham dari perusahaan bersangkutan atau perusahaan sejenis, dan dalam banyak kasus, tingkat risiko dari arus kas perusahaan bagi investor dalam jangka panjang hanya ditentukan oleh tingkat risiko arus kas operasinya, bukan oleh kebijakan pembagian dividennya.
c. Teori Preferensi Pajak Teori preferensi pajak (tax preference theory) adalah suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kebijakan dividen digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi biaya keagenan, pembayaran dividen yang lebih besar akan memperbesar kesempatan untuk mendapatkan dana tambahan dari sumber eksternal. Menurut Brigham (2007,147) dua teori lain yang dapat membantu untuk memahami kebijakan dividen adalah : a. Information content or signaling hypothesis Di dalam teori ini Modigliani dan Miller berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan dividen yang dibawah penurunan normal diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan mengalami masa sulit di masa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan atau penurunan dividen sematamata disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin preferensi terhadap dividen. b. Clientele Effect Menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi
yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih
menyukai suatu DPR yang tinggi, sebaliknya kelompok investor yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. 3.
Prosedur Pembayaran Deviden Pada umumnya perusahaan membayarkan dividen sekali dalam tiga bulan atau empat kali dalam satu tahun (quarterly). Dividen harus dapat ditetapkan oleh perusahaan pada tingkat atau rasio tertentu, sehingga perusahaan dapat berjalan secara kontinu walaupun terjadi kesulitan dalam bidang finansial. Proyek perusahaan dalam mengantisipasi pendapatan dan rasio pembayaran jangka panjang yang diinginkan, investasi yang akan ditanamkan sebagai retained earnings, dan penetapan tingkat pembayaran dividen harus dilakukan berdasarkan kemampuan perusahaan. Dividen yang direncanakan dengan tujuan jangka panjang disebut sebagai dividen reguler. Dalam hal lain, beberapa perusahaan membayarkan dividen ekstra pada akhir tahun setelah pendapatan perusahaan diketahui dan investasi yang dibutuhkan sudah ditetapkan. Langkah-langkah
atau
prosedur
pembayaran
dividen
adalah
pengumuman emiten atas dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham, yang disebut juga dengan tanggal pengumuman dividen. Contoh: emiten melalui dewan direksi mengumumkan pembayaran dividen atas PT A pada tanggal 15 Februari 2006, dividen yang akan dibagikan adalah Rp 5.000,- per saham dan akan menjadi beban kepada semua pemegang saham yang dicatat pada 18 Maret 2006 (atau disebut sebagai record date). Pembayaran atas beban tersebut akan dilakukan lebih kurang satu bulan setelahnya atau tanggal 8 April 2006. Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan
dalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut: (Ang, 1997 dalam Nuringsih, 2005; 103-123) a. Tanggal pengumuman (declaration date) Tanggal
pengumuman
merupakan
tanggal
dimana
secara
resmi
diumumkan oleh emiten tentang bentuk dan besarnya serta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan. Pengumuman ini biasanya untuk
pembagian
dividen
reguler.
Isi
pengumuman
tersebut
menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yakni: tanggal pencatatan, tanggal pembayaran, dan besarnya dividen kas per lembar. b. Tanggal pencatatan (date of record) Pada tanggal ini perusahaan melakukan pencatatan nama-nama pemegang saham. Para pemilik saham yang terdaftar pada daftar pemegang saham tersebut diberikan hak, sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk memperoleh dividen. c. Tanggal cum-dividend Tanggal cum-dividend merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham. d. Tanggal ex-dividend Tanggal dimana perdagangan saham tersebut sudah tidak melekat lagi hak untuk memperoleh dividen. Jadi jika investor membeli saham pada tanggal ini atau sesudahnya, maka investor tersebut tidak dapat mendaftarkan namanya untuk mendapatkan dividen. e. Tanggal pembayaran ( payment date)
Tanggal ini merupakan saat pembayaran dividen oleh perusahaan kepada para pemegang saham yang telah mempunyai hak atas dividen. Jadi pada tanggal tersebut para investor sudah dapat mengambil dividen sesuai dengan bentuk dividen yang telah diumumkan oleh emiten (dividen tunai/dividen saham).
4.
Pola Pembayaran Dividen Keputusan mengenai dividen payout ratio adalah keputusan yang menyangkut bagaimana cara dan dalam bentuk apa dividen dibayarkan kepada pemegang saham. Ada beberapa pola pembayaran dividen yang dapat dipilih sebagai alternatif dividen payout ratio perusahaan, yaitu: (Ang, 1997 dalam Nuringsih, 2005; 103-123) a. Stable and Occasionally Increasing Dividend per-share. Kebijakan ini menetapkan dividen per saham yang stabil, selama tidak ada peningkatan yang permanen dalam earning power dan kemampuan membayar dividen. Manajemen akan menaikkan dividen, jika ada keyakinan bahwa tingkat yang lebih tinggi tersebut dapat dipertahankan. Hal ini dilandasi adanya psikologi pemegang saham, dimana bila dividen naik maka akan menaikkan juga harga saham dan sebaliknya. b. Stable Dividend per-share. Dasar pemikirannya adalah bahwa pasar mungkin akan menilai suatu saham lebih tinggi bila dividen yang diharapkan tetap stabil daripada bila dividen berfluktuasi. Perusahaan yang memilih cara ini akan membayar dividen dalam jumlah yang tetap (stable amount) dari tahun ke tahun. c. Stable Pay Out Ratio.
Dalam pola pembayaran dividen ini, jumlah dividen dihitung berdasar suatu prosentase tetap (constant) dari laba (earnings). Bila laba berfluktuasi, maka jumlah dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham-pun akan ikut berfluktuasi. d. Regular Dividend plus Extras. Dalam cara ini, dividen reguler ditetapkan dalam jumlah yang diyakini oleh manajemen mampu dipertahankan di masa mendatang tanpa menghiraukan fluktuasi laba dan kebutuhan investasi modal. Bila tambahan kas tersedia, perusahaan memberikan dividen ekstra (bonus) kepada pemegang saham Pola ini mengakui bahwa dividen mempunyai kandungan informasi, sehingga dengan pemberian dividen ekstra dapat menarik minat pemodal yang pada akhirmya akan dapat meningkatkan harga saham. e. Fluctuating Dividends and Payout Ratio. Dalam pola pembayaran ini besarnya dividen dan payout ratio disesuaikan dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal perusahaan untuk setiap periode. Oleh karena itu. besar dividen dan payout ratio yang dibayarkan berfluktuasi mengikuti fluktuasi laba dan kebutuhan investasi. 2.1.2. Dividen Payout Ratio Dividend payout ratio merupakan persentase pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividen. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham dengan earning per share. Menurut Darmadji (2006;78) menyatakan bahwa rasio pembayaran dividend (payout ratio) merupakan rasio yang mengukur perbandingan dividend per share terhadap laba perusahaan EPS. Sedangkan Jogiyanto (2008; 89),
menyatakan bahwa Dividend payout ratio diukur sebagai dividen yang dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham umum. Jadi Dividend payout ratio merupakan prosentase laba yang dibagikan kepada pemegang saham umum dari laba yang diperoleh perusahaan. Jika rasio pembayaran dividen dihitung dalam basis per lembar saham, maka rumus perhitungannya adalah sebagai berikut (Darmadji, 2006; 96): DPR =
DPS EPS x 100 % Dimana DPR : Dividend Payout Ratio DPS : Dividend Per Share EPS : Earning Per Share Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi dividend payout ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, maka semakin besar jumlah laba perusahaan yang akan dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham. Dividend payout ratio seringkali dikaitkan dengan signaling theory (Jogiyanto, 2008; 115). Dividend payout ratio yang berkurang dapat mencerminkan laba perusahaan yang makin berkurang. Akibatnya sinyal buruk akan muncul karena mengindikasikan bahwa perusahaan kekurangan dana. Kondisi ini akan menyebabkan preferensi investor akan suatu saham berkurang karena investor memiliki preferensi yang sangat kuat atas dividen (Brav et.al., 2003). Sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk mempertahankan dividend payout ratio meskipun terjadi penurunan jumlah laba yang diperolehnya. Pada umumnya pihak manajemen tidak menyukai dan menghindari pemotongan atau pengurangan pembayaran dividen. Pembayaran dividen yang
tinggi atau tetap memberikan indikasi atau tingkat keuntungan perusahaan dimasa yang akan datang. Selain itu pembayaran dividen risikonya lebih kecil, karena lebih pasti dibandingkan dengan capital gain. Perusahaan yang membayar dividen dengan prosentase yang lebih besar, dipersepsikan sebagai perusahaan dengan beta yang lebih rendah dibanding perusahaan yang membayar dividen dengan prosentase yang lebih kecil (Husnan,2002 :299).
2.1.3. Current Ratio Current ratio merupakan suatu rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan
perusahaan
dalam
memenuhi
kewajiban-kewajiban
jangka
pendeknya selama periode tertentu (Sutrisno, 2001;120). Pada prinsipnya, semakin tinggi rasio current ratio maka semakin baik kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Current ratio dapat dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan kewajiban lancarnya, secara matematis rasio lancar dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
Aktiva Lancar Current Ratio = Hutang x 100 % Lancar Semakin tinggi nilai current ratio berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial jangka pendeknya. 2.1.4. Return On Asset Return on asset merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat
profitabilitas,
yaitu
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba pada masa mendatang dan merupakan indikator dari keberhasilan operasi perusahaan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan
akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Faktor profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan (Puspita, 2009:35). Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu dividen yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi 2002:79). Pengukuran rasio return on assets merupakan sebagai indikator efektifitas penggunaan aktiva yang dimiliki perusahaan dan dapat membantu manajemen perusahaan dalam mengevaluasi investasi pada aktiva yang dilakukan agar dapat dioptimalkan untuk tahun berikutnya. Menurut Van Horne dan Wachowicz (2005:148) “rasio return on asssets digunakan untuk mengukur keseluruhan keefektifan dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia”. Syamsudin (2000:63) menyatakan pentingnya pengukuran rasio ini didalam suatu perusahaan dimana semakin tinggi rasio return on assets, semakin baik keadaan suatu perusahaan. Perhitungan rasio return on assets adalah sebagai berikut: Return On Asset =
Laba Bersih Setelah Pajak x 100 % Total Asset
Return on asset diukur dari profitabilitas/ laba bersih setelah pajak (earning after tax) terhadap total investasinya yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan profitabilitas perusahaan. Partington dalam Widodo (2002)
menyatakan
bahwa
profitabilitas
merupakan
faktor
terpenting
yang
dipertimbangkan oleh manajemen dalam dividen payout ratio. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya ROA juga akan meningkatkan pendapatan dividen.
2.1.5. Debt To Equity Ratio Riyanto (2008; 128) menyatakan bahwa solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan membayar semua hutang-hutangnya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang mana ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen. Menurut Hanafi (2009;41) Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Prihantoro (2003) menyatakan bahwa DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang secara sistematik, DER dapat dirumuskan sebagai berikut : Total Hutang Debt to Equity Ratio = Total x 100 % Equity
Semakin
besar
rasio
ini
menunjukkan
semakin
besar
tingkat
ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal dan semakin besar beban biaya hutang yang harus dibayar perusahaan. Semakin meningkat rasio hutang maka hal tersebut berdampak pada menurunnya profit yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima. Jika beban hutang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah. 2.1.6. Hubungan Current Ratio dengan Dividen Payout Ratio Current ratio merupakan salah satu rasio yang mencerminkan tingkat likuiditas perusahaan. Current ratio atau likuiditas perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya dividen yang dibayarkan, sehingga semakin kuat posisi current ratio perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana di waktu mendatang, makin tinggi dividen tunai yang dibayarkan. Hal ini menunjukkan semakin kuat posisi current ratio perusahaan, maka kemampuannya untuk membayar dividen akan semakin besar pula. Ada pula suatu perusahaan yang keadaan likuiditasnya sangat baik tetapi membayar dividen yang rendah karena laba yang diperoleh perusahaan diinvestasikan dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Ada beberapa rasio yang termasuk dalam rasio likuiditas salah satunya current ratio. Current ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui aktiva lancar yang dimiliki perusahaan.
Dalam teori relevan dividen, kebijakan dividen akan berpengaruh terhadap harga saham. Apabila harga saham naik, maka investor akan meningkat dan laba akan naik. Kenaikan laba ini akan menyebabkan peningkatan uang kas yang dimiliki perusahaan sehingga current ratio akan meningkat. Semakin besar current ratio maka perusahaan akan membayarkan dividen yang lebih besar pula. Dalam Free Cash Flow Theory, aliran kas bebas menggambarkan tingkat fleksibilitas keuangan perusahaan. Jensen (1986) mendefinisikan aliran kas bebas (free cash flow) sebagai kas yang tersisa setelah seluruh proyek yang menghasilkan net present value positif dilakukan. Perusahaan dengan aliran kas bebas berlebih akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Perusahaan dengan aliran kas bebas tinggi bisa diduga lebih survive dalam situasi yang buruk. Sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru. Free cash flow ini sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer (Rosdini, 2009).
2.1.7. Hubungan Debt to Equity Ratio dengan Dividen Payout Ratio Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio hutang terhadap modal. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono 2001: 66). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang
saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan daripada pembagian dividen. 2.1.8. Hubungan Return On Asset dengan Dividen Payout Ratio Return On Asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Dividen adalah merupakan sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham, adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Karena dividen diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout ratio. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividend. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan setelah pajak dibagi dengan total assets (Chang dan Rhee,1990). Parthington dalam Widodo (2002) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan faktor terpenting yang dipertimbangkan oleh manajemen dalam dividen payout ratio. Semakin besar return on asset menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar. Sehingga meningkatnya return on asset juga akan meningkatkan pendapatan dividen. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator utama dalam kemampuan perusahaan untuk membayar dividen,
sehingga profitabilitas sebagai faktor penentu terpenting terhadap dividen. Bukti empiris yang menghubungkan profitabilitas dengan dividen dilakukan oleh Britain dalam Chasanah (2008) menunjukkan profitabilitas secara signifikan berpengaruh terhadap dividen. Peningkatan return on asset perusahaan dijadikan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam mengambil keputusan dividen. 2.1.9. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan dividend pay out ratio telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian pertama dilakukan oleh Chasanah (2008) yang melakukan penelitian berkaitan dengan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio (DPR) Pada Perusahaan Yang Listed Di Bursa Efek Indonesia (Perbandingan Pada Perusahaan Yang Sebagian Sahamnya Dimiliki Oleh Manajemen Dan Yang Tidak Dimiliki Oleh Manajemen). Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut terdiri dari 40 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2004 hingga 2006. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda dan Chow Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Return On Asset (ROA) dan Kepemilikan Institusional (KI) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividen Payout Ratio (DPR) pada perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki manajemen sedangkan pada perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki manajemen variabel Return On Asset (ROA) dan Ukuran Perusahaan (Size) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividen payout Ratio (DPR). Hasil uji F menunjukkan bahwa pada perusahaan yang sebagian sahmnya dimiliki manajemen, perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki manajemen, serta
gabungan perusahaan variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil Chow Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh Debt To Total Asset (DTA), Cash Ratio (CR), Return On Asset (ROA), Kepemilikan Institusional (KI), Pertumbuhan Net Sales (Growth), dan Ukuran Perusahaan (Size) terhadap Dividen Payout Ratio (DPR) pada Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki manajemen dan Perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki manajemen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor dalam melakukan investasi. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Marlina dan Danica (2009) yang melakukan penelitian berkaitan dengan Pengaruh Cash Position, Debt to Equity Ratio dan Return on Assets Terhadap Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian tersebut sampel yang digunakan berjumlah 24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan Cash Position, Debt to Equity Ratio dan Return on Assets berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio dan secara parsial Cash Position dan Return on Assets berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio tetapi secara parsial Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Dividend Payout Ratio. 2.1.10. Rerangka Pemikiran Pertimbangan mengenai dividend payout ratio ini diduga sangat berkaitan dengan kinerja keuangan perusahaan. Bila kinerja keuangan perusahaan bagus maka perusahaan tersebut akan mampu menetapkan besarnya dividend payout
ratio sesuai dengan harapan pemegang saham dan tentu saja tanpa mengabaikan kepentingan perusahaan untuk tetap sehat dan tumbuh. Current ratio atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka makin kuatnya posisi kas atau likuiditas perusahaan berarti makin besar kemampuannya membayar dividen (Riyanto, 2001: 202). Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio hutang terhadap modal. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono 2001: 66). Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan daripada pembagian dividen. Return on Assets (ROA) menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan dalam total aktiva untuk menghasilkan laba perusahaan. Semakin tinggi Return on Assets (ROA) maka kemungkinan pembagian dividen juga semakin banyak (Sartono, 2001).
Current Ratio
Debt to Equity Ratio
Return On Asset
Dividen Payout Ratio
Gambar 1 Rerangka Pemikiran 2.2. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dal landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Current Ratio, Debt To Equity Ratio dan Return On Asset secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Dividen Payout Ratio pada perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Current Ratio, Debt To Equity Ratio dan Return On Asset masing-masing berpengaruh signifikan terhadap Dividen Payout Ratio pada perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Return On Asset merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap Dividen Payout Ratio pada perusahaan rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.