BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis dan Perumusan Hipotesis 2.1.1 Harga Saham 2.1.1.1 Pengertian Harga Saham Harga saham merupakan harga jual beli yang sedang berlaku di pasar efek yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran.Harga saham juga menunjukkan besarnya nilai dari perusahaan itu sendiri. Jadi, semakin tinggi nilai dari harga saham suatu perusahaan, maka investor akan tertarik untuk menjual sahamnya. Menurut Martono (2007 : 13), harga saham adalah refleksi dari keputusan - keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan pengelolaan aset. 2.1.1.2 Jenis - Jenis Harga Saham Menurut Widoatmajo (2012 : 46), harga saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Harga Nominal merupakan harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena deviden minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal. 2) Harga Perdana merupakan harga penawaran saham saat penawaran umum perdana (Initial Public Offering/ IPO) dilakukan. Harga saham pada
pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. 3) Harga Pasar merupakan harga jual dari investor satu dengan investor lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. 2.1.1.3 Proses Valuasi Harga Saham Menurut Husnan (2005 : 282) analisis saham bertujuan untuk menukar nilai instrinsik suatu saham dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saham saat ini. Nilai instrinsik menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan sebagai berikut : 1. Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai undervalued (harganya terlalu rendah), dan seharusnya dibeli atau ditahan apabila saham tersebut telah dimiliki. 2. Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai overvalued (harganya terlalu mahal), dan seharusnya dijual. 3. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi keseimbangan. 2.1.1.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Harga Saham Menurut Arifin (2001: 115 - 116) pergerakan saham dipengaruhi oleh faktor - faktor sebagai berikut : 1. Kondisi fundamental emiten Faktor fundamental merupakan faktor yang berkaitan dengan kinerja emiten yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan.Semakin
baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan harga saham. Demikian sebaliknya, semakin menurun kinerja emiten maka semakin besar kemungkinan merosotnya harga saham yang diterbitkan dan diperdagangkan. Selain itu keadaan emiten menjadi tolak ukur seberapa besar risiko yang akan ditanggung oleh investor. 2. Hukum permintaan dan penawaran Faktor hukum permintaan dan penawaran digunakan investor untuk mengetahui kondisi fundamental perusahaan dalam melakukan transaksi jual beli. Transaksi inilah yang akan mempengaruhi fluktuasi harga saham 3. Tingkat suku bunga Investor harus memperhatikan faktor suku bunga untuk mengetahui harapan hasil dari setiap investasi yang dilakukan. Bunga yang tinggi akan berdampak pada alokasi dana investasi para investor. Investor akan menjual saham dan dananya akan dipindahkan dari saham ke produk bank seperti deposito atau tabungan. Investasi dalam bentuk produk bank mempunyai risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan investasi dalam bentuk saham. Penjualan saham secara serentak akan berdampak pada penurunan harga saham secara signifikan. 4. Valuta asing Dolar Amerika merupakan mata uang kuat yang mempengaruhi nilai dari mata uang negara - negara lain. Ketika suku bunga dolar
Amerika naik, investor asing mengharapkan hal yang sama. Investor tersebut akan menjual sahamnya untuk ditempatkan di bank dalam bentuk dolar. Maka secara otomatis harga saham akan mengalami penurunan. 5. Dana asing di Bursa Semakin besarnya dana investasi asing yang ditanamkan di suatu negara menandakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara tersebut kondusif. Keadaan ini akan merangsang kemampuan emiten untuk mencetak laba. Sebaliknya, jika investasi asing berkurang, ada perkiraan investor yang ingin menanamkan modalnya menjadi ragu atas keadaan sosial, politik, serta keamanan di negara tersebut. Maka dari itu, besar kecilnya investasi dana asing di bursa akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan harga saham. 6. Indeks harga saham Kenaikan indeks harga saham sepanjang waku tertentu menandakan kondisi investasi dalam keadaan baik.Sebaliknya, jika turun menandakan kondisi investasi dalam keadaan buruk. Kondisi demikian akan mempengaruhi fluktuasi harga saham di bursa. 7. Berita yang beredar di masyarakat meliputi masalah ekonomi, sosial, politik, keamanan, hingga berita seputar reshuffle kabinet akan berdampak pada pergerakan harga saham di bursa.
2.1.2 Risiko Sistematik 2.1.2.1 Pengertian Risiko Sistematik Risiko sistematik sering disebut dengan risiko pasar karena berkaitan dengan perubahaan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Risiko sistematik tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor - faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Risiko ini disebabkan oleh faktorfaktor yang serentak mempengaruhi harga saham di pasar modal, misalnya perubahan dalam kondisi perekonomian, iklim politik, peraturan perpajakan, kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya.Beta merupakan pengukur risiko sistematik dari suatu saham atau portofolio. 2.1.2.2 Penilaian Terhadap Beta Menurut Husnan (2001 : 168), penilaian terhadap beta dapat dikategorikan ke dalam tiga kondisi, yaitu : 1.
Apabila B = 1, berarti tingkat keuntungan saham i berubah secara
proporsional dengan tingkat keuntungan pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematik saham i sama dengan risiko pasar. 2.
Apabila B > 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih besar
dibandingkan dengan tingkat keuntungan saham di pasar. Ini menandakan bahwa risiko sistematik saham i lebih besar dibandingkan risiko pasar. Saham jenis ini disebut saham agresif. 3.
Apabila B < 1, berarti tingkat keuntungan saham i meningkat lebih kecil
dibandingkan dengan tingkat keuntungan saham di pasar. Ini menandakan
bahwa risiko sistematik saham i lebih kecil dibandingkan risiko pasar. Saham jenis ini disebut saham defensif. Pengukuran beta suatu saham dapat dilakukan dengan langkah - langkah berikut : ((n*∑(Rm*Ri)) – (∑Rm*∑Ri) Beta (RisikoSistematik)
=
(n*(∑Rm2)) – (∑Rm2)
Pt – Pt-1 Return Saham (Ri)
Return Pasar (Rm) Keterangan:
=
Pt-1 IHSGt – IHSGt-1
=
IHSGt-1
Rm
= Return Pasar
Ri
= Return Saham
n
= Jumlah Data
Pt
= Harga Saham pada periode t
Pt-1
= Harga Saham pada periode t-1
IHSGt
= Indeks Harga Saham Gabungan periode t
IHSGt-1
= Indeks Harga Saham Gabungan pada periode t-1
2.1.3 Nilai Tukar 2.1.3.1 Pengertian Nilai Tukar Menurut Arifin (2009 : 82) nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing.Penurunan nilai tukar mata uang dalam negri disebut depresiasi atas mata uang asing.
2.1.3.2 Sistem - Sistem Nilai Tukar Ada tiga jenis sistem nilai tukar, antara lain : 1.
Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System) merupakan
sistem nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu tanpa memperhatikan penawaran atau permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Jika nilai tukar berubah terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensi untuk memelihara batas - batas yang dikehendaki. 2.
Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating
Exchange Rate System) merupakan sistem nilai tukar mata uang yang ditentukan oleh pemerintah melalui permintaan dan penawaran valuta asing. Pada umumnya, sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. 3.
Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate
System) merupakan sistem nilai tukar dimana pemerintah tidak mencampuri sama sekali sehingga nilai tukar mengikuti pada permintaan dan penawaran valuta asing. 2.1.3.3 Jenis - Jenis Nilai Tukar Menurut Sartono (2001 : 71) jenis nilai tukar dapat dibedakan menjadi tiga jenis transaksi, yaitu : 1. Kurs Beli dan Kurs Jual Kurs beli (bid rate) adalah kurs dimana bank bersedia untuk membeli suatu mata uang, sedangkan kurs jual (offers rate) adalah kurs yang
ditawarkan bank untuk menjual suatu mata uang dan biasanya nilainya lebih tinggi dari kurs beli. Selisih antara kurs beli dan kurs jual disebut bid-offer spread atau trading margin. 2. Kurs Silang Kurs silang (cross exchange rate) adalah kurs antara dua mata uang yang ditentukan dengan menggunakan mata uang lain sebagai pembanding. Hal ini terjadi karena salah satu mata uang atau kedua mata uang tersebut tidak memiliki pasar valas yang aktif, sehingga tidak semua mata uang ditentukan dengan mata uang lainnya. 3. Kurs Spot dan Kurs Forward Spot exchange rate adalah kurs mata uang dimana mata uang asing dapat dibeli atau dijual dengan penyerahan atau pengiriman pada hari yang sama atau maksimal 48 jam. Forward exchange rate adalah kurs yang ditentukan sekarang untuk pengiriman sejumlah mata uang di masa mendatang berdasarkan kontrak forward. 2.1.3.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Faktor - faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar dalam negeri terhadap mata uang asing, antara lain : 1) Laju Inflasi Relatif Dalam pasar valuta asing, perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing.
2) Tingkat Pendapatan Relatif Laju pertumbuhan riil dalam negeri dapat melemahkan kurs mata uang, sedangkan pendapatan riil dalam negeri dapat meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia. 3) Suku Bunga Relatif Kenaikan suku bunga mengakibatkan meningkatnya investor. Semakin banyak investor yang menanamkan modalnya, maka nilai tukar uang akan semakin menguat. 4) Kontrol Pemerintah Menurut Madura (2003 : 114), kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal termasuk : a.
Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing
b.
Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri
c.
Melakukan intervensi di pasar uang Alasan pemerintah melakukan intervensi di pasar uang adalah :
a) Untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan b) Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas - batas yang ditentukan c) Tanggapan pemerintah atas adanya kekacauan dalam pasar uang dalam jangka waktu sesaat. d) Ekspektasi untuk mendapatkan nilai tukar mata uang yang tinggi di masa mendatang
2.1.4 Inflasi 2.1.4.1 Pengertian Inflasi Menurut Puspopranoto (2004 : 38) inflasi adalah suatu kondisi ketika harga (agregat) meningkat secara terus menerus dan mempengaruhi individu, dunia usaha, dan pemerintah. 2.1.4.2 Jenis - Jenis Inflasi Jenis - jenis inflasi yang terjadi dikelompokkan berdasarkan sifat, sebab terjadinya, dan berdasarkan asalnya. Jenis Inflasi Berdasarkan Sifatnya, antara lain : a.
Inflasi Rendah (Creeping Inflation) adalah inflasi yang besarnya kurang
dari 10% per tahun. Inflasi ini dibutuhkan dalam perekonomian untuk mendorong produsen agar memproduksi lebih banyak barang dan jasa. b.
Inflasi Menengah (Galloping Inflation) adalah inflasi yang besarnya
berkisar antara 10 - 30 % setiap tahun. c.
Inflasi Berat (High Inflation) adalah inflasi yang besarnya berkisar antara
30 – 100% setiap tahun. d.
Inflasi Sangat Tinggi (Hyperinflation) adalah inflasi yang terjadi dengan
kenaikan harga mencapai 4 digit atau diatas 100%. Jenis Inflasi Berdasarkan Sebab Terjadinya, antara lain : a.
Demand Pull Inflation adalah inflasi yang terjadi akibat pengaruh
permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah penawaran produksi.
b.
Cost Push Inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
produksi. c.
Bottle Neck Inflation (Inflasi Leher Botol) adalah inflasi yang disebabkan
oleh faktor penawaran atau faktor permintaan. Jenis Inflasi Berdasarkan Asalnya, antara lain : a. Inflasi Domestik adalah inflasi yang terjadi akibat adanya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat pada anggaran belanja negara (APBN) b.
Inflasi diimpor adalah inflasi berasal dari luar negeri yang timbul karena
negara – negara yang menjadi mitra dagang tertentu mengalami inflasi yang tinggi. 2.1.4.3 Dampak Inflasi Dampak terjadinya inflasi, antara lain : 1) Membuat pendapatan riil masyarakat menurun 2) Mempersulit produsen dalam perhitungan Harga Pokok Produksi 3) Menurunkan kegiatan ekspor 4) Investasi yang bersifat produktif menjadi menurun 2.1.4.4 Cara Penanganan Inflasi Berikut beberapa cara dalam menangani inflasi, antara lain : 1. Meningkatkan produksi barang dan jasa dalam negeri khususnya sembako 2. Mengurangi budaya konsumtif masyarakat dengan pendidikan 3. Meningkatkan produktivitas industri mikro seperti home industry
4. Kendali terhadap pajak dan harga - harga barang dan jasa oleh pemerintah 5. Mengurangi impor barang dan jasa dari luar negeri khususnya kepada negara yang mengalami inflasi cukup tinggi 6. Meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga kemampuan daya beli masyarakat bertambah 7. Mengurangi subsidi atau bahkan tidak mensubsidi barang - barang yang dikonsumsi oleh warga tidak miskin. 2.1.4.5 Teori - Teori Munculnya Inflasi 1) Teori Kuantitas Kaum klasik berpendapat bahwa tingkat harga ditentukan oleh jumlah uang yang beredar. Harga akan naik jika ada penambahan uang beredar. Jika jumlah barang yang ditawarkan tetap sedangkan jumlah uang yang beredar ditambah menjadi dua kali lipat, maka cepat atau lambat harga akan naik menjadi dua kali lipat. 2) Teori Keynes Keynes melihat bahwa inflasi terjadi karena nafsu berlebihan dari suatu golongan masyarakat yang ingin memanfaatkan lebih banyak barang dan jasa yang tersedia. Karena keinginan memenuhi kebutuhan secara berlebihan, permintaan bertambah sedangkan penawaran tetap, yang akan terjadi adalah harga akan naik.
3) Teori Struktural Teori ini menyorot penyebab inflasi dari segi struktural ekonomi yang kaku.Produsen tidak dapat mengantisipasi cepat kenaikan permintaan yang disebabkan oleh pertambahan penduduk. 2.1.5 Suku Bunga 2.1.5.1 Pengertian Suku Bunga Menurut Sunariyah (2004 : 80) Suku bunga merupakan harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai presentase uang pokok per unit waktu. 2.1.5.2 Fungsi Suku Bunga Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004 : 81) adalah : a.
Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana yang lebih untuk diinvestasikan.
b.
Suku
bunga
digunakan
sebagai
alat
moneter
dalam
rangka
mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. c.
Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang yang beredar
2.1.5.3 Tipe - Tipe Suku Bunga Ada 2 tipe suku bunga yaitu : 1) Real Interest Rate adalah koreksi atas tingkat inflasi Real Rate = Nominal Rate – Rate of Inflation
2) Nominal Interest Rate adalah tingkat suku bunga yang biasanya tertera direkening koran dimana mereka memberikan tingkat pengembalian untuk setiap investasi yang dilakukan. 2.1.5.4 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga Faktor - faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah : a.
Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat, maka bank akan meningkatkan suku bunga simpanan.
b.
Persaingan dalam memperebutkan dana simpanan
c.
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan bunga simpanan maupun bunga pinjaman.
d.
Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman maka semakin tinggi bunganya.
e.
Target keuntungan yang diharapkan
f.
Kualitas jaminan
2.1.5.5 Peran Suku Bunga dalam Perekonomian Tingkat suku bunga yang berlaku sangat mempengaruhi jenis – jenis investasi yang akan memberi keuntungan kepada para investor. Para investor akan melaksanakan investasi yang direncanakan apabila tingkat pengembalian modal melebihi tingkat bunga. Suku bunga yang rendah akan merangsang
investasi dan aktivitas ekonomi semakin meningkat. Kondisi seperti ini yang akan menyebabkan harga saham meningkat. 2.1.6 Pengaruh Risiko Sistematik (Beta), Nilai Tukar, Inflasi, Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham 2.1.6.1 Pengaruh Risiko Sistematik (Beta) Terhadap Harga Saham Investor perlu melakukan analisis sebelum berinvestasi, khususnya berinvestasi dalam saham. Investasi yang dilakukan akan selalu mengandung unsur ketidakpastian. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, maka risiko yang akan ditanggung dari investor tersebut juga semakin tinggi. Investor harus memperhatikan
risiko
pasar
saham.Risiko
pasar
disebut
juga
risiko
sistematik.Ukuran dari risiko sistematik ini disebut koefisien beta.Risiko pasar berhubungan erat dengan perubahan harga saham jenis tertentu atau kelompok tertentu yang disebabkan oleh antisipasi investor terhadap perubahan tingkat pengembalian yang diharapkan. 2.1.6.2 Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Harga Saham Nilai merupakan harga di dalam pertukaran antara dua mata uang yang berbeda.Nilai tukar mempunyai pengaruh terhadap harga saham.Nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh harga saham melalui permintaan uang yang membentuk suatu basis model alokasi portofolio dan moneter dari determinasi nilai tukar mata uang. Harga saham yang semakin tinggi akan menyebabkan peningkatan permintaan uang riil, sehingga hal ini akan menarik minat investor asing untuk menanamkan modalnya dan hasilnya terjadi apresiasi terhadap mata uang domestik (Hismendi, 2013 : 20).
2.1.6.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Harga Saham Infasi memiliki pengaruh dengan harga saham. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan maka tingkat keuntungan perusahaan tersebut akan menurun. Turunnya keuntungan perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaaan tersebut (Kewal, 2012 : 55). 2.1.6.4 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham Menurut Tandeilin (2010 : 214) perubahan tingkat suku bunga yang meningkat akan membuat investor menarik investasinya dari saham dan berpindah ke investasi lainnya berupa tabungan atau deposito. Jika semakin banyak investor yang menjual saham, maka harga saham akan mengalami penurunan. 2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Paramitha (2009) Paramitha meneliti pengaruh tingkat inflasi, suku bunga SBI dan kurs rupiah terhadap return saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling yaitu berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.Maka hasil penelitian memperoleh 58 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang tidak signifikan dari variabel inflasi, berpengaruh negatif yang tidak signifikan
dari variabel tingkat suku bunga SBI, dan pengaruh positif yang tidak signifikan dari variabel kurs rupiah terhadap return saham perusahaan perusahaan Manufaktur di BEI. 2. Dyatri Utami Arian Absari, dkk (2012) Dyatri,
dkk
meneliti
Pengaruh
Fundamental
(likuiditas,
ukuran
perusahaan, debt equity ratio, return on equity, earnings per share, price earnings ratio) dan Risiko Sistematis Terhadap Return Saham Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.Dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling.Maka
hasil
penelitian memperoleh 54 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa EPS dan risiko sistematis berpengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan likuiditas, ukuran perusahaan, DER, ROE, dan PER tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. 3. Anggraini (2014) Anggraini meneliti Pengaruh Nilai Tukar, Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham Perusahaan Properti Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia.Dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling.Maka hasil penelitian memperoleh 12 perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2012.Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar, tingkat inflasi, dan suku bunga mempunyai pengaruh signifikan dan negatif terhadap harga saham.Peningkatan suku bunga membuat nilai imbal hasil dari deposito dan obligasi menjadi lebih menarik, sehingga banyak investor pasar modal yang mengalihkan portofolio sahamnya. Meningkatnya aksi jual dan
minimnya permintaan akan menurunkan harga saham. Melihat dari hasil koefisien determinasi parsial dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham pada perusahaan properti di Bursa Efek Indonesia periode 2008- 2012 adalah suku bunga karena mempunyai koefisien determinasi partialnya paling besar. 4. Prasetiyo (2014) Prasetiyo meneliti Pengaruh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI, dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Telekomunikasi Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 – 2012.Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap harga saham.Melihat dari hasil koefisien determinasi parsial dari penelitian ini disimpulkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap harga saham pada perusahaan telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2012 adalah nilai tukar karena mempunyai koefisien determinasi partialnya paling besar. 2.3 Rerangka Pemikiran Risiko Sistematik (Beta) (BETA)
Nilai Tukar (NT) Harga Saham Inflasi (Inf) (Y) Suku Bunga (SB) Gambar 1 Paradigma Penelitian
2.4 Perumusan Hipotesis Berdasarkan rerangka pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1)
H1
: Risiko sistematik (beta), nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku
bunga secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2)
H2
: Risiko sistematik (beta), nilai tukar, inflasi, dan tingkat suku
bunga secara parsial berpengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 3)
H3
: Variabel risiko sistematikberpengaruh dominan terhadap harga saham perusahaan sektor industri logam.