BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pajak Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja (spending power) dari sektor privat. Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan, maka pemenuhan kewajiban perpajakan harus dikelola dengan baik. Bagi negara, pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. 1. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menjelaskan maksud dari pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak sangat mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat, para ahli mengemukakan definisi pajak baik dari dalam maupun dari luar, misalnya :
18
19
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. (Sukrisno dan Estralita, 2009:4).Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditujukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut disempurnakan, Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk public invesment. Menurut Adriani (Sumarsari, 2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. 2. Fungsi Pajak Pengertian fungsi yang tepat sehubungan dengsn fungsi pajak adalah kegunaan atau manfaat dari suatu hal.Maka fungsi pajak berarti kegunaan pokok, manfaat pokok dari pajak itu sendiri. Umumnya dikenal dua macam fungsi pajak (Resmi, 2009:3) yaitu : a. Fungsi pajak Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintahan untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.Negara seperti halnya rumah tangga memerlukan sumber-
20
sumber keuangan untuk membiayai kelanjutan hidupnya. Dalam keluarga sumber keuangan dapat berupa gaji/upah atau laba dari usahanya.Sedangkan bagi suatu negara, sumber keuangan yang utama adalah pajak dan retribusi. Disamping itu, negara mempunyai sumber penerimaan lain sebagai berikut: 1) Hasil pengolahan bumi, air dan kekayaan alam, Seperti tercantum pada pasal 33 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2) Keuntungan dari perusahaan negara baik Persero, Perum maupun Perusahaan jawatan (Perjan). Pemilikannya dapat berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 3) Denda-denda dan penyitaan barang yang dilakukan oleh pemerintah karena suatu pelanggaran hukum atau sebab-sebab lain. Namun harus diperhatikan bahwa denda dimaksudkan negara untuk mengurangi pelanggaran hukum. 4) Penerimaan-penerimaan dari departemen-departemen yang bersifat non tax (bukan merupakan pajak) yang diterima atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. 5) Pinjaman-pinjaman atau bantuan-bantuan baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri. 6) Pencetakan uang, hadiah-hadiah atau hibah maupun hasil pengelolaan kekayaan negara lainnya. b. Fungsi Pajak Regularend (Pengatur)
21
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah : 1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPn–BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah). 2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan. 3) Tarif pajak ekspor adalah 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga akhirnya dapat memperbesar devisa negara. 4) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan). 5) Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh sehubungan dengan transaksi dengan anggota, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
22
6) Pemberlakukan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia. 3. Pengelompokan Pajak Pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya. a. Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Langsung : pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain atau pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) 2) Pajak Tidak Langsung : pajak yang pembebananya dapat dilimpahkan ke orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan
yang
menyebabkan terutangnya
pajak,
misalanya
terjadi
penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPn) b. Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Pajak Subjektif : pajak yang pengenaannya memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak. Contoh : PPh orang pribadi, pengenaan PPh untuk orang pribadi memerhatikan keadaan pribadi WP (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). 2) Pajak Objektif: pajak yang pengenaannya memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan pribadi WP maupun tempat tinggal. Contoh Pajak: PPn, PPnBM, dan PBB. c. Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
23
1) Pajak Pusat (Negara) : pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk mrmbiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: PPh, PPn, PPnBM, dan PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 2) Pajak Daerah: pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membayar rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak Hotel, Restoran, Tempat Hiburan, Reklame, dll. 4. Asas Pemungutan Pajak Asas Pemungutan pajak merupakan acuan untuk melakukan pemungutan pajak kepada wajib pajak.Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. 5. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungitan pajak di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan.Sampai dengan tahun 1967, Indonesia menggunakam official assessment system dan setelah itu diganti dengan withholding system (19681983).Baru pada tahun 1984 atas dasar perubahan undang-undang pada tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia menggunakan self assessment system.self assessment system Adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang WP dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang teutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sistem
ini
memberi
kepercayaan
kepada
WP
untuk
menghitung,
memperhitungkan, membayar, melaporkan, mempertanggung jawabkan pajak
24
yang terutang. Pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar, dalam masa pajak, dalam tahun pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kredit pajak yaitu jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan. 6. Tarif Pajak Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang diperlukan dua unsur, yaitu tarif pajak dan dasar pengenaan pajak.Tarif pajak dapat berupa angka atau persentase tertentu.Pajak penghasilan atau PPh merupakan pajak yang dikenakan terhadap laba perusahaan yang sering disebut penghasilan kena pajak (PKP) atau laba kena pajak.Dalam menentukan laba kena pajak ini sering kali terjadi perbedaan antara akuntansi
keuangan
dengan
perpajakan.Wajib
pajak
diwajibkan
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang sesuai dengan ketentuan pasal 36 UU KUP agar mendapatkan laba kena pajak secara tepat dan benar. Wajib pajak harus memahami dengan benar perbedaan-perbedaan antara perlakuan akuntansi (komersial) dengan fiskus (fiskal).Secara fiskal ada pendapatan yang merupakan obyek pajak, dari segi biaya/pengeluaran ada yang bisa dibiayakan dan ada yang tidak dapat dibiayakan.Selain hal itu, ada perbedaan metode pencatatan/pembukuan antara akuntansi dengan fiskal, misalnya metode penyusutan
aktiva
tetap,
amortisasi,
penilaian
persediaan
dan
lain
sebagainya.Jenis tarif pajak dibedakan menjadi 4 macam (Resmi, 2009:15) antara lain sebagai berikut : a. Tarif sebanding/proporsional
25
Adalah tarif berupa presentase tertentu yang sifatnya tetap terhadap berapa pun dasar pengenaan pajaknya.Semakin besar dasar pengenaan pajak maka semakin besar pula jumlah pajak yang terutang dengan kenaikan secara proporsional atau sebanding. Tarif proporsional ini diterapkan pada PPN (tarif 10%), PPh pasal 26 (tarif 20%), PPh pasal 23 (tarif 15%) dan 2% untuk jasa lain). PPh WP Badan dalam negeri dan BUT (tarif pasal 17 ayat (1) b atau 28%) b. Tarif tetap Adalah tarif berupa jumlah atau angka yang tetap, berapa pun besarnya dasar pengenaan pajak. Jenis ini ada pada bea materai. c. Tarif progresif (meningkat) Adalah tarif berupa prosentase tertentu yang semakin meningkat, dengan semakin menigkatnya dasar pengenaan pajak. Tarif progresif dibedakan menjadi : 1) Tarif Progresif-Proporsional yaitu tarif berupa presentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase tersebut adalah tetap. 2) Tarif Progresif-Progresif adalah tarif berupa persentase tertentu yang semakin meningkat dengan meningkatnya dasar pengenaan pajak, tetapi kenaikan persentase tersebut semakin menurun. a) Tarif Degresif (menurun) yaitu tarif berupa persentase tertentu yang semakin menurun dengan semakin menigkatnya dasar pengenaan pajak.
26
b) Tarif Pajak Penghasilan Badan Dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 tahun 2008 pasal 17 tentang pajak penghasilan diatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif ini menjadi 25% berlaku sejak tahun 2010. Tarif pajak penghasilan badan tahun 2010 bagi wajib pajak badan dalam negeri yang mempunyai peredaran bruto hingga Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupuah). Berdasarkan Pasal 31E ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, diatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat
fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliyar delapan ratus juta rupiah). Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan adalah meripakan total atau jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia, yang meliputi : a. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final b. Penghasilan yang dikenal Pajak Penghasilan tidak bersifat final c. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
27
Fasiitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang akumulasi peredaran bruto sebagaimana diatas tidak melebihi Rp 50.000.000.000, tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Perhitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut : PPh Terutang = 50% x 25% x seluruh Penghasilan Kena Pajak b. Jika Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang sebagai berikut : 1) PPh terutang = 50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas. PPh terutang = 25% x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.
2.1.2 Manajemen Pajak Manajemen pajak merupakan bagiandari manajemen keuangan. Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan suatu tujuan dan sasaran yang akan digunakan sebagai patokan dalam memberikan penilaian atas efisiensi keputusan keuangan. Dengan demikian, tujuan manajemen pajak
28
harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu memperoleh likuiditas dan laba yang memadai. 1. Pengertian Manajemen Pajak Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melaui manajemen pajak.Secara umum manajemen pajak dapat didefinisikan (Suandy, 2011:6) sebagai suatu sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. 2. Tujuan Manajamen Pajak Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua (Suandy, 2011:6) sebagai berikut : a. Menerapkan peraturan pajak secara benar b. Usaha efesiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya
3. Penerapan Pajak Penghasilan Perencanaan pajak penghasilan merupakan penentu tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian menjadikan dengan jelas, strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh. a. Penghasilan yang Termasuk Subjek Pajak Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No.36 Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan (Resmi, 2009:81) sebagai berikut :
29
1) Subjek Pajak Orang Pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia maupun di luar Indonesia. 2) Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak yaitu ahli waris.
3) Subjek Pajak Badan Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha mauopun tidak melakukan usaha yang meliputi : perseroan terbatas, perseroan komoditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi, lembaga, badan usaha tetap, dan bentuk badan usaha lainnya termasuk reksadana. 4) Subek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. b. Penghasilan Tidak Termasuk Subjek Pajak Yang tidak termasuk subjek pajak berdasarkan pasal 2 UU No. 36 Tahun 2008 (Resmi, 2009:85) adalah :
30
1) Kantor perwakilan negara asing 2) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik 3) Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat : a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
selain
memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota 4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari indoneisa. c. Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak Berdasarkan pasal 4 ayat (1) undsng-undang pajak penghasilan, objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun (Suandy, 2011:125).
31
Berdasarkan Pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yang termasuk objek pajak (Resmi, 2007;87) adalah : 1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. 2) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan 3) Laba usaha 4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
32
e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan 5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian 6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang 7) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi 8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak 9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala 11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing 13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14) Premi akuntansi 15) Iuran yang diterima atau diperolah perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas 16) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak 17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah
33
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 19) Surplus Bank Indonesia d. Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 Undang-undang No.36 Tahun 2008, terhadap penghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan (bukan merupakan Objek Pajak). Penghasilan yang tidak termasuk objek Pajak menurut ketentuan tersebut (Resmi, 2009:92) adalah : 1) (1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diteriima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan berdasarkan peraturan pemerintah (2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil 2) Warisan
34
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 huruf b UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal 4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh 5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 6) Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a) Deviden berasal dari cadangan laba ditahan, dan b) Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor 7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
35
8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan keputusan menteri keuangan 9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif 10) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut 11) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 12) Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI (Bursa Efek Indonesia) 13) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 14) Sisa lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang mendampinginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya
36
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 15) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kapada wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan e. Penghasilan yang Pajaknya Dikenakan secara Final Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur beberapa pajak tertentu secara khusus di luar yang diatur dalam pasal 4 ayat (1) yang dikenal istilah PPh final Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final (Suandy, 2011:127) adalah sebagai berikut : 1) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi 2) Penghasilan berupa hadiah undian 3) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal vnetura 4) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah atau bangunan 5) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan berdasarkan peraturan pemerintah
37
f. Biaya yang Diperkenankan sebagai Pengurang (Deductible Expenses) Berdasarkan pasal 6 Undang-Undang No.36 Tahun 2008, besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Resmi, 2009:100) termasuk : 1) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : a) Biaya pembelian bahan b) Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang c) Bunga, sewa, royalti d) Biaya perjalanan e) Biaya pengolahan limbah f) Premi asuransi g) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan h) Biaya admistrasi i) Pajak kecuali pajak penghasilan 2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun
38
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan 5) Kerugian selisih kurs mata uang asing 6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia 7) Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan 8) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat ; a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial b) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak 9) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instransi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu 10) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
39
11) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah 12) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah 13) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah 14) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah 15) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah g. Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non-Deductible Expenses) Pengeluaran yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, sesuai Pasal 9 ayat 1 UU No.36 Tahun 2008 (Resmi, 2009:124) adalah : 1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi 2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota 3) Pembentukan atau penumpukkan dana cadangan 4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi besiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
40
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan 5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan bedrdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan 7) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimkasud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m, serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah yang ketentuannya diatur dengan berdasarkan Peraturan Pemerintah 8) Pajak penghasilan 9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya 10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
41
11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikkan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan. h. Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan Dalam rangka mendesain suatu perencanaan pajak, ada bebrapa alternatif pendekatan sistematis yang dapat dilakukan, tetapi kesemuanya yaitu bertitik tolak kepada formula umum perhitungan pajaknya, yang akan ditampilkan pada Tabel 1.Oleh karena itu sasarannya adalah mengefisiensikan beban pajak (pajak terutang) yang berada pada lapisan bawah dari perhitungan tersebut, maka secara aritmatika untuk memperoleh lapisan bawah yang minimal tersebut, pengaturan harus dilakukan dengan melibstksn semua komponen yang diatasnya secara maksimal, sehingga dengan demikian berarti bahwa perencanaan pajak mencakup hal-hal seperti menimilkan tarif pajak dan memaksimalkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan serta memaksimalkan penghasilan yang ditangguhkan atau di kecualikan dari pengenaan pajak. Tabel 1 Formula Umum Perhitungan Pajak Penghasilan 1
Jumlah seluruh penghasilan
Pasal 4 ayat (1)
2
(-)
Penghasilan tidak objek pajak penghasilan
Pasal 4 ayat (3)
3
(=)
Penghasilan bruto
(1 - 2)
4
(-)
Biaya fiskal boleh dikurangkan
Pasal 6 ayat (1) Pasal 11 Pasal 11 A
Koreksi : biaya fiskal tidak boleh dikurangkan
Pasal 9 ayat (1) Dan ayat (2)
5
(=)
Penghasilan neto
(3 – 4)
42
6
(-)
Kompensasi kerugian
Pasal 6 ayat (2)
7
(-)
Penghasilan tidak kena pajak (WP orang pribadi)
Pasal 7 ayat (1)
8
(-)
Penghasilan kena pajak
(5 – 6 – 7)
9
(x)
Tarif
Pasal 17
10
(-)
Pajak penghasilan terutang
(8 x 9)
11
(-)
Kredit pajak
Pasal
21
orang
(WP pribadi)
pasal 22, 23, 24, 25 12
(-)
Pajak Penghasilan kurang bayar/lebih bayar/nihil
(10 – 11)
bayar
Pasal 28, 28A, 29
2.1.3 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah produk dari manajemen dalam rangka mempertanggung jawabkan penggunaan sumber daya dan sumber dana yang dipercayakan kepadanya. Secara umum laporan ini menyediakan informasi tentang posisi keuangan pada saat tertentu, kinerja dan arus kas dalam suatu periode yang ditujukan bagi pengguna laporan di luar perusahaan untuk menilai dan mengambil keputusan yang bersangkutan dengan perusahaan.Sebagai sumber informasi, laporan keuangan harus disajikan secara wajar, transparan,
mudah dipahami, dan dapat
dibandingkan dengan tahun sebelumnya ataupun antar perusahaan sejenis. Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input informasi yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan, mulai dari investor atau calon investor, pihak pemberi dana atau calon pemberi dana, sampai pada manajamen perusahaan itu sendiri. Laporan keuangan diharapkan memberikan informasi
43
mengenai profitabilitas, risiko dan waktu dari aliran kas yang dihasilkan perusahaan. Informasi tersebut akan mempengaruhi harapan pihak-pihak yangberkepentingan, dan pada giliran selanjutnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Gill dan Chatton (2005 : 3) mengemukakan bahwa : ”Laporan keuangan merupakan sarana utama membuat laporan informasi keuangan kepada orang-orang dalam perusahaan (manajemen dan para karyawan) dan kepada masyarakat di luar perusahaan (bank, investor, pemasok dan sebagainya).” Selanjutnya Margaretha (2004 : 12) mengatakan bahwa : ”Laporan keuangan adalah laporan yang memberikan gambaran akuntansi atas operasi serta posisi keuangan perusahaan.” Mamduh Hanafi (2004 : 27) mengemukakan bahwa ada tiga jenis laporan keuangan yang sering digunakan yaitu neraca, laporan laba rugi, dan laporan aliran kas. Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis laporan keuangan sebagai berikut: 1. Neraca Neraca keuangan perusahaan mencoba meringkaskan kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan pada waktu tertentu. Dengan demikian neraca keuangan merupakan ”snapshot” gambaran kekayaan perusahaan pada saat tertentu. Karena fokus pada titik tertentu, neraca keuangan biasanya dinyatakan neraca per tanggal tertentu.
44
Menurut Ciaran Walsh (2003, hal. 11) bahwa : ”Neraca merupakan ”potret” dari aktiva yang digunakan oleh perusahaan dan dana yang berkaitan dengan aktiva tersebut. Neraca merupakan dokumen statis yang menghubungkan satu titik waktu dengan titik waktu lainnya. Karena itu, akan mengulang ”potret” itu pada interval yang tetap bulan, kuartal, tahun, untuk melihat bagaimana aktiva dan dana berubah seiring berlalunya waktu.” Neraca dibagi ke dalam dua bagian : sisi kiri yang menyajikan aset yang dimiliki oleh perusahaan, dan sisi kanan yang menyajikan sumber dana yang dipakai untuk memperoleh aset tersebut. Untuk setiap sisi, neraca
disusun
atau
diurutkan
berdasarkan
likuiditas
aset
tersebut.Likuiditas yang dimaksudkan di sini adalah kedekatannya dengan kas.Karena itu kas ditempatkan pada baris pertama, kemudian piutang yang membutuhkan satu langkah untuk menjadi kas, ditempatkan pada baris kedua. Persediaan ditempatkan pada baris berikutnya karena untuk menjadi kas, persediaan akan berubah menjadi piutang dulu. Demikian juga dengan sisi kanan (passiva) neraca. Kewajiban diurutkan dari utang dagang sampai modal saham. Alternatif penyusunan neraca adalah dengan menempatkan aktiva pada bagian atas, kemudian kewajiban dan modal pada bagian bawah.Neraca di atas menyajikan struktur semacam itu. Kemudian untuk aktiva dan kewajiban/modal, item-item di susun berdasarkan item yang paling likuid, diikuti dengan item yang kurang likuid.
45
Neraca keuangan didasarkan pada accounting identity yang pada dasarnya menggambarkan neraca sebagai kesamaan antara aset dengan kewajiban dan modal saham, sebagai berikut : Aktiva = Kewajiban + Modal saham Dari persamaan tersebut terlihat bahwa jumlah aset (aktiva) akan sama dengan kewajiban dan modal saham. Modal saham biasanya didefinisikan sebagai selisih sisa setelah kewajiban dikurangkan dari aktiva. Neraca disajikan berdasarkan blok-blok, yang terdiri dari tiga blok terbesar: (1) Aset (aktiva), (2) Utang, dan (3) modal saham. Aset bisa didefinisikan sebagai manfaat ekonomis yang akan diterima di masa mendatang, atau akan dikuasai oleh perusahaan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian tertentu. Utang didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang mungkin timbul di masa mendatang dari kewajiban organisasi sekarang untuk mentransfer aset atau memberikan jasa ke pihak lain dimasa mendatang, sebagai akibat transaksi atau kejadian di masa lalu. Modal saham merupakan sisa, yaitu aset dikurangi utangutangnya.Modal saham merupakan bentuk kepemilikan suatu usaha. 2. Laporan laba rugi Laporan laba rugi meringkaskan aktivitas perusahaan selama periode tertentu.Karena itu laporan keuangan perusahaan ditulis sebagai laporan laba rugi untuk tahun yang berakhir 31 Desember, yang berarti laporan laba rugi menyajikan ringkasan aktivitas selama satu tahun.Laporan laba
46
rugi sering dianggap sebagai laporan yang paling penting dalam laporan tahunan.Kegiatan laporan meliputi kegiatan rutin (operasi bisnis), dan juga kegiatan yang tidak rutin, seperti penjualan aset tertentu, penghentian lini bisnis tertentu, perubahan metode akuntansi, dan sebagainya. Definisi kegiatan rutin dan non rutin akan tergantung dari jenis usaha yang dilakukan oleh perusahaan. Laporan keuangan laba rugi diharapkan bisa memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat keuntungan, risiko, fleksibilitas keuangan, dan
kemampuan
operasional
perusahaan.Tingkat
keuntungan
mencerminkan prestasi perusahaan secara keseluruhan. Risiko berkaitan dengan ketidakpastian hasil yang akan diperoleh oleh perusahaan. Fleksibilitas
berkaitan
dengan
kemampuan
perusahaan
untuk
menyesuaikan terhadap kesempatan atau kebutuhan tidak seperti yang diharapkan.Kemampuan
operasional
mengacu
pada
kemampuan
perusahaan menjaga aktivitas perusahaan berdasarkan tingkat kegiatan tertentu. Laba merupakan ukuran keseluruhan prestasi perusahaan, yang didefinisikan sebagai berikut : Laba = Penjualan – Biaya Harga pokok penjualan dipisahkan dari biaya administrasi dan umum agar keduanya bisa dianalisis secara terpisah.Pendapatan sebelum bunga dan pajak merupakan pendapatan operasional yang langsung terkait dengan operasi perusahaan. Manajer keuangan bisa menfokuskan pada
47
item
ini
untuk
memperoleh
gambaran
kemampuan
perusahaan
menghasilkan keuntungan dari operasinya. Bunga merupakan item yang diakibatkan oleh keputusan pendanaan. 3. Laporan aliran kas Laporan aliran kas meringkas aliran kas masuk dan keluar perusahaan untuk jangka waktu tertentu.Laporan kas diperlukan karena dalam
beberapa situasi,
laporan laba rugi tidak cukup akurat
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Laporan aliran kas mempunyai dua tujuan: (1) memberikan informasi mengenai penerimaan dan pembayaran kas perusahaan selama periode tertentu, dan (2) memberikan informasi mengenai efek kas dari kegiatan investasi, pendanaan, dan operasi perusahaan selama periode tertentu. Dengan kata lain, laporan aliran kas ingin melihat aliran dana, yaitu berapa besar kas masuk, sumber-sumbernya, berapa kas keluar, dan kemana kas tersebut keluar. Karena itu item-item dalam laporan aliran kas dikelompokkan ke dalam tiga bagian besar, yaitu : (1) aliran kas dari kegiatan operasional, (2) aliran kas dari kegiatan investasi dan (3) aliran kas dari kegiatan pendanaan. 2.1.4 Penyusutan Fiskal Pengertian penyusutan menurut PSAK No.17 adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat diestimasi. Metode penyusutan dalam perpajakan dibatasi pada metode garis lurus (straight line), saldo menurun (double declining balance), dan metode lain
48
yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan sesuai dengan pasal 11 ayat (6). Tabel 2 Tarif Penyusutan dan Masa Manfaat Harta Berwujud Kelompok Harta Berwujud
M as a M a nf a at
Tarif penyusuta n Garis lurus
Tarif penyusutan Saldo Menurun
Kelomopok
4
25%
50%
1
T
12,5%
25%
6,25%
12,5%
I.
Bukan
bangunan
a h u n Kelompok 2
8 T a h u n
Kelompok 3
1 6 T a
49
h u n Kelompok 4
2
5%
10%
0 ta h u n II. Bangunan Permanen
2
5%
0 T a h u n Tidak
1
permanen
0
10%
T a h u n
Sumber : UU No. 36 Tahun 2008, yang merupakan perubahan keempat atas UU no 7 Tahun 1983 tenyang pajak penghasilan, pasal 11.
50
2.1.5
Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara
akuntansi komersial dengan fiskal menimbuilkan perbedaan dalam menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Perbedaan ini disebabkan adanya
perbedaan kepentingan antara
akuntansi komersial
yang
berdasarkan laba pada konsep dasar akuntansi, sedangkan fiskal tujuan utamanya
adalah
penerimaan
negara,.Sehingga
laporan
keuangan
komersial yang dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan harus disesuaikan atau koreksi fiskal terlebih dahulu sebelum menghitung besarnya penghasilan pajak. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia tahun 1984. SAK di Indonesia menrupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti IFRS. PT. Bank Perkreditan Rakyat Puridana Arthamas menggunakan SAK ETAP sebagai pedoman penyusunan laporan keuangan perusahaan. SAK ETAP adalah Standard akuntansi keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. ETAP yaitu Entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan serta menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum bagi pengguna eksternal.
51
Beban pajak merupakan penjumlahan dari beban pajak kini dan beban (manfaat) pajak tangguhan.Praktik sebelum PSAK 46 revisi 1998, beban pajak penghasilan dalam laporan laba rugi adalah beban pajak kini saja, tanpa memperhitungkan pajak tangguhan. Untuk SAK ETAP, beban pajak dalam laporan keuangan adalah pajak terutang menurut perhitungan fiskal.
Beban (manfaat) pajak tangguhan merupakan dampak dari
perbedaan temporer yang menyebabkan jumlah pajak terpulihkan atau pajak penghasilan terutang pada periode masa depan. 1. Rekonsiliasi Fiskal Untuk kewajiban perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, tetapi cukup membuat pembukuan berdasarkan Standar akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh terlebih dahulu dilakukan rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal merupakan proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan netto atau laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Terdapat 2 jenis fiskal, yaitu : a. Koreksi Positif Koreksi positif akan mengakibatkan penghasilan kena pajak meningkat, hal ini biasanyadilakukan karena adanya : 1) Beban yang tidak diakui pajak. 2) Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal 3) Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal
52
b. Koreksi Negatif Koreksi negatif mengakibatkan penghasilan kena pajak menurun, hal ini biasanya dilakukan karena adanya : 1) Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak 2) Penghasilan yang dikenakan PPh final 3) Penyusutan komersial lebih kecil dari penyusutan fiskal 4) Amortisasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal 5) Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya 6) Koreksi negatif lainnya Penyusunan laporan keuangan fiskal dengan pendekatan koreksi fiskal ini penyusunannya dapat dihasilkan dari data pembukuan laporan keuangan komersial yang di rekonsiliasi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu perbedaan waktu (timing different) dan perbedaan tetap (permanent different). 2. Perbedaan Waktu (timing different) Adalah perbedaan sementara karena terdapat ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan biaya antara peraturan dengan SAK. Perbedaan waktu dibagi menjadi perbedaan waktu (a) positif, terjadi apabila pengakuan biaya menurut komersial lebih lambat daripada pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat daripada menurut komersial dan (b) negatif, terjadi jika pajak mengakui biaya lebih lambat dari pengakuan komersial atau komersial mengakui penghasilan
53
lebih lambat daripada menurutr pajak. Contohnya adalah biaya penyusutan aktiva tetap, amortisasi aktiva tak berwujud dan penilaian persediaan. 3. Perbedaan Tetap (permanent different) Adanya perbedaan pengakuan penghasilan atau biaya karena peraturan perpajakan tidak dapat menerima kebijakan menurut SAK dan bersifat tidak ada koreksi dikemudian hari. Perbedaan ini dapat positif karena ada laba akuntansi yang tidak diakui oleh pajak, dan dapat negatif karena disebabkan adanya biaya komersial yang tidak diakui pajak. Contohnya adalah hibah atau bantuan dari pihak lain yang memiliki hubungan istimewa, pendapatan yang dikenakan PPh final, biaya-biaya yang diatur pada pasal 9 UU PPh. 2.1.6 Undang-Undang Perpajakan Untuk BPR Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu hasil pembaharuan perpajakan (tax reform), yakni melalui Undang-undang republik Indonesia No.7 Tahun 1983 yang mulai berlaku di Indonesia sejak 1 Januari 1984, kemudian diperbaharui menjadi Undang-undang No.7 Tahun 1991, lalu kembali diperbaharui menjadi Undang-undang No.17 Tahun 2000, dan kemudian sampai sekarang ini digunakan Undangundang No.36 tahun 2008. Undang-undang yang diwajibkan untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu :
54
a) PPh pasal 25 Pada pasal 1 undang-undang pajak penghasilan menyebutkan bahwa PPh dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam pasal 2 ayat (1) UU PPh disebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan serta menggantikan yang berhak, subjek pajak badan, dan bentuk usaha tetap b) PPN (pajak pertambahan nilai) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menggantikan peranan atas Pajak Penjualan (PPn) di Indonesia, karena PPN memiliki beberapa karakter positif yang tidak dimiliki oleh PPn c) PPh pasal 21 Didalam pasal 2 UU PPh subjek pajak orang pribadi dibagi lagi menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Di dalam pasal 2A diatur tentang mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif d) PPh pasal 23 Atas penghasilan yang didapat maka dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh pihak badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
55
wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap akan dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan
e) PPh pasal 26 Saat terutangnya pajak penghasilan pasal 26 undang-undang pajak penghasilan adalah saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan( seperti deviden) dan jatuh tempo (seperti bunga dan sewa), juga saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian ( seperti royalty, imbalan jasa, manajemen jasa, atau jasa lainnya) f) PPh pasal 15 Ketentuan pasal 15 UU PPh mengatur tentang norma perhitungan khusus untuk golongan wajib pajak tertentu
adalah perusahaan
pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran (minyak, gas dan panas bumi), perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan dan sewa guna g) PPh pasal 4 (2) yang bersifat final
2.2
Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran disusun atas dasar tinjauan teoretis, untuk kemudian
melakukan
analisis
dan
pemecahan
masalah.Rerangka
pemikiran tersebut tertuang dalam bentuk bagan atau narasi.Dan berikut ini merupakan bagian skema rerangka pemikiran penelitian.
56
Standard Akuntansi Keuangan
Undang-Undang Perpajakan
Laporan Keuangan PT. Bank Pengkreditan Rakyat Taksiran Pajak Puridana Arthamas Tahunan
Koreksi Fiskal Laba / Rugi Fiskal
Pajak Penghasilan Terutang Pajak Penghasilan Badan Kurang / Lebih Bayar
Gambar 1 Skema Rerangka Pemikiran Dari bagan rerangka pemikiran penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa penulis mencoba menganalisis laporan keuangan PT. Bank Perkreditan Rakyat Puridana Arthamas kemudian melakukan penerapan perhitungan pajak atas pajak penghasilan badan PT. Bank Perkreditan Rakyat Puridana Arthamas. Sehingga dapat diketahui bagaimana hasil dari penerapan pajak terhadap pajak penghasilan PT. Bank Perkreditan Rakyat Puridana Arthamas.