BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Organisasi Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002:2), sektor publik memiliki pengertian yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu (ekonomi, politik, hukum, dan sosial) memiliki cara pandang dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. Adapun pendapat lain dari Bastian (2006:3) menyatakan bahwa organisasi sektor publik Indonesia adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti: a.
Organisasi Pemerintah Pusat.
b.
Organisasi Pemerintah Daerah.
c.
Organisasi Parpol dan LSM.
d.
Organisasi Yayasan.
e.
Organisasi Pendidikan dan Kesehatan : puskesmas, rumah sakit, dan sekolah.
f.
Organisasi Tempat Peribadatan : masjid, gereja, vihara, kuil. Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang
memiliki keunikan tersendiri. Disebut sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar.
5
Organisasi sektor publik juga melakukan transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan. Tetapi berbeda dengan entitas ekonomi yang lain, khususnya perusahaan komersial mencari laba, sumber daya ekonomi organisasi sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba (nirlaba) (Deddi, 2009:1) 2.1.2 Karakteristik Organisasi Sektor Publik Menurut Ulum (2004:6) mengemukakan bahwa organisasi nirlaba (sektor publik) atau organisasi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan memiliki ciriciri sebagai berikut: 1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. 2.
Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah bagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3.
Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas. Bastian (2006:4) juga mengemukakan bahwa organisasi sektor publik
memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.
Memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat secara bertahap, baik dalam kebutuhan dasar, dan kebutuhan lainnya baik jasmani maupun rohani.
6
2.
Melakukan aktivitas pelayanan publik (public services) seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum, transportasi publik, dalam penyediaan pangan.
3.
Sumber pembiayaan berasal dari dana masyarakat yang berwujud pajak dan retribusi, laba perusahaan negara, pinjamn pemerintah, serta pendapatan lainlain yang sah dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
4.
Bertanggung jawab kepada masyarakat melalui lembaga perwakilan masyarakat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
5.
Kultur Organisasi bersifat birokratis, formal, dan berjenjang.
6.
Penyusunan anggaran dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan program. Penurunan program publik dalam anggaran dipublikasikan untuk dikritisi dan didiskusikan oleh masyarakat. Dan akibatnya, disahkan oleh wakil masyarakat di DPR, DPD, dan DPRD.
2.1.3 Pengertian Kinerja Menurut PP 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Sementara menurut Mahsun et al. (2007:157) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
7
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil kinerja suatu instansi dan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai visi dan misi organisasi. 2.1.4 Pengukuran Kinerja Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Larry D Stout (1993) dalam Performance Measurement Guide (dalam Indra Bastian (2006:275) menyatakan bahwa: “Pengukuran atau penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses”.
8
Sementara itu Mardiasmo dan Ulum (2002,2004) menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalu alat ulut ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. 2.1.5 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk mengevaluasi kinerja suatu entitas. Kriteria pengukuran kinerja yang efektif adalah dapat dimengerti dan dapat disesuaikan serta membantu proses untuk mengidentifikasi masalah dan menyarankan penyelesaian. Pengukuran kinerja secara umum bertujuan untuk mengetahui seberapa berhasil organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan tujuan, visi, dan misi organisasi. Tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2002:122) yaitu sebagai berikut: 1.
Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik.
2.
Untuk mengukur kinerja financial maupun non-financial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi.
3.
Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence (keselarasan tindakan dalam pencapaian tujuan organisasi).
4.
Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
9
2.1.6 Manfaat Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja sangat penting untuk mengukur akuntabilitas dan manajer dalam memutuskan dan menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar menunjukkan kemampuan bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi kemampuan dalam menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara efektif dan efisien. Menurut BPKP (2000) menyatakan bahwa manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik antara lain sebagai berikut: 1. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja. 2. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati. 3. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja. 4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. 5. Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi. 6. Mengidentifikasikan apakah kepuasaan pelanggan sudah terpenuhi. 7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. 8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. 9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan. 10. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
10
2.1.7 Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Mengutip Mahsun et al. (2007:158) dalam pengukuran kinerja sektor publik terdapat beberapa elemen, yaitu: 1.
Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Sasaran merupakan pencapaian tujuan organisasi yang disertai dengan batasan waktu tertentu. Kemudian strategi adalah cara atau teknik yang digunakan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.
2.
Merumuskan indikator dan Ukuran Kinerja Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factors) atau indikator kinerja kunci (key perfomance indicator).Keberhasilan utama ini adalah dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial maupun non finansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci
11
merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun non finansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja. 3.
Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-sasaran Organisasi Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Dalam analisis ini dapat menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, dan penyimpangan nol berikut penjelasannya : a. Penyimpangan Positif Pelaksanaan kegiatan sudah berhasil atau melampaui indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. b. Penyimpangan Negatif Pelaksanaan kegiatan belum mencapai indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. c. Penyimpangan Nol Pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau atau sudah sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.
4.
Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi pencapaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward punishment, penilaian kemajuan
12
organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Skema Pengukuran Kinerja Rencana Strategis
Pengukuran Kinerja
Sumber : Mahsun (2007:160)
Evaluasi Kinerja
Implementasi
Gambar 1
2.1.8 Indikator Kinerja Indikator
kinerja
adalah
ukuran
kuantitatif
dan
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah diterapkan dengan memperhitungkan (Bastian, 2006: 267): 1.
Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan atau peraturan perundang-undangan, dan sebagainya.
2.
Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik.
3.
Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
4.
Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
13
5.
Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat
mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi, dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi (BPKP, 2007). Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja menurut Bastian (2006: 267) adalah: 1.
Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi.
2.
Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
3.
Relevan; indikator kinerja harus menangani aspek objektif yang relevan.
4.
Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukka keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat, serta dampak.
5.
Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan.
6.
Efektif; data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
14
2.1.9 Evaluasi Kinerja Sektor Publik Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan susatu organisasi atau unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Evaluasi kinerja merupakan analisis dan interpretasi keberhasilanatau kegagalan pencapaian kinerja. Evaluasi dapat diartikan secara luas ataupun secara sempit. Hal ini dapat dilihat dari siapa yang melakukan evaluasi. Evaluasi secara menyeluruh antara lain mencakup penilaian terhadap apa yang dilaporkan dan dihasilkan, dan penilaian atas pencapaian hasil; penilaian atas aktivitas, program, kebijakan dan keselarasan dengan misi dan visi organisasi; penilaian atas akuntabilitas keuangan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan; penilaian atas pelaksanaan tugas; penilaian kinerja pegawai; penilaian kinerja pengawas; pelanggan, dan pihak ketiga lainnya. Menurut pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menyatakan bahwa dalam melakukan evaluasi kinerja, perlu juga digunakan pembandingan-pembandingan antara : 1.
Kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
2.
Kinerja nyata dengan kinerja tahun-tahun sebelumnya.
3.
Kinerja suatu instansi dengan kinerja instansi lain yang unggul di bidangnya ataupun dengan kinerja sektor swasta.
4.
Kinerja nyata dengan kinerja di negara-negara lain atau dengan standar internasional. Adapun tujuan dilakukannya evaluasi kinerja adalah agar organisasi yang
bersangkutan mengetahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang
15
dijumpai atau sebab-sebab tidak tercapainya kinerja dalam rangka pencapaian misi yang sudah direncanakan sehingga diharapkan instansi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Dan untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas publik biasanya secara periodik dan kelembagaan hasil evaluasi kinerja sektor publik dituangkan dan disajikan dalam bentuk dokumen yang dinamakan LAKIP (laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah) (Abidin, 2010). 2.1.10 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 menjelaskan tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa pedoman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, digunakan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menyusun Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja instansi yang bersangkutan. Di dalam pasal 16 ayat 1 menjelaskan tentang laporan akuntabilitas kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Pencapaian sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurangkurangnya menyajikan informasi tentang: 1.
Pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
2.
Realisasi pencapaian indikator kinerja utama organisasi.
3.
Penjelasan yang memadai atas pencapaian kinerja, dan
16
4.
Pembandingan capaian indikator kinerja sampai dengan lima tahunan yang direncanakan.
2.1.11 Penetapan Kinerja Sebagai Dasar Penyusunan LAKIP Penetapan Kinerja merupakan dokumen merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi (Permenpan No.29, 2010). Penetapan Kinerja pada dasarnya merupakan salah satu komponen dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meski belum diatur secara eksplisit dalam Inpres 7 tahun 1999. Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010, Penetapan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 memuat pernyataan dan lampiran formulir yang mencantumkan sasaran strategis, indikator kinerja utama organisasi, beserta target kinerja dan anggaran. Di dalam pasal 9 disebutkan bahwa penetapan kinerja dimanfaatkan oleh setiap instansi pemerintah untuk: 1. Memantau dan mengendalikan pencapaian kinerja organisasi; 2. Melaporkan capaian realisasi kinerja dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah; 3. Menilai keberhasilan organisasi.
Pelaksanaan Penetapan Kinerja ini akan dilakukan pengukuran kinerja untuk mengetahui sejauh mana capaian kinerja yang dapat diwujudkan oleh
17
organisasi serta dilaporkan dalam suatu laporan kinerja yang biasa disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Adapun Hakekat dari penetapan kinerja sebagai berikut: 1. Penetapan Kinerja merupakan pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam waktu satu tahun; 2. Kinerja yang dijanjikan tercermin dalam seperangkat Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator) yang menggambarkan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi; 3. Penetapan Kinerja merupakan kesepakatan antara pengemban tugas (penerima amanah) dengan atasannya (pemberi amanah); 4. Penetapan Kinerja merupakan ikhtisar Rencana Kinerja Tahunan yang telah disesuaikan dengan ketersediaan anggarannya; 5. Penetapan Kinerja menjadi dasar penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); Penetapan Kinerja yang bersumber dari Rencana Kinerja dapat menjadi pedoman dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja InstansiPemerintah (LAKIP), sehingga dapat memenuhi kewajiban akuntabilitas dan sekaligus menjadi sumber informasi dalam pengambilan keputusan guna peningkatan kinerja. 2.1.12 Format LAKIP Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan
18
keunikan masing-masing instansi pemerintah. Format LAKIP ini dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan isi dan cara penyajian yang dimuat dalam LAKIP sehingga memudahkan pembandingan ataupun evaluasi akuntabilitas yang harus dilakukan. Format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
sebagai
berikut: 1. Ikhtisar Eksekutif Pada bagian ini disajikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik serta sejauh mana instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran utama tersebut, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Disebutkan pula langkah-langkah apa yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dan langkah antisipatif untuk menanggulangi kendala yang mungkin akan terjadi pada tahun mendatang. 2. Pendahuluan Pada bagian ini menguraikan secara singkat latar belakang penulisan laporan yang memuat dasar kebijakan penyusunan LAKIP dan juga gambaran umum struktur organisasi serta sistematika penulisan 3. Perencanaan dan Perjanjian Kinerja Pada bagian ini disajikan gambaran singkat mengenai Rencana strategis, Rencana Kinerja dan Perjanjian Kinerja. 4. Akuntabilitas Kinerja Pada bagian ini disajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis akuntabilitas kinerja, termasuk didalamnya menguraikan secara
19
sistematis keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil. Selain itu dilaporkan pula akuntabilitas keuangan dengan cara menyajikan alokasi dan realisasi anggaran serta analisis tentang capaian indikator kinerja efisiensi. 5. Penutup Menguraikan tentang kesimpulan dan rekomendasi yang berkaitan dengan hasil pengukuran dan evaluasi. 6. Lampiran-Lampiran Lampiran-lampiran berisi tabel-tabel yang memuat Rencana Strategis (RS), Penetapan Kinerja atau Rencana Kinerja Tahunan (RKT), Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS), dan Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK).
20