8
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Transparansi (Transparancy) Transparansi
menurut
Mardiasmo
(2004:30)
berarti
keterbukaan
(openness) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Transparansi dapat berarti prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan yaitu informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai (Bapenas & Depdagri, 2002). Transparansi di sini memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat banyak. Krina (2003) mengatakan prinsip-prinsip transparansi dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti berikut: (1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik, (2) Mekanisme
yang
memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik
tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik, (3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani.
8
9
Salah satu aktualisasi nilai dan prinsip-prinsip good governance adalah transparansi aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaan dan sistem akuntabilitas. Bersikap terbuka dan bertanggungjawab untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagi panutan masyarakat. Pemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan
yang professional,
berkepastian hukum, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih, peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi yang didasari etika, semangat
pelayanan,
dan
pertanggungjawaban
publik
dan,
integritas
pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara (Mustopadidjaja, 2003: 261).Transparansi menjadi sangat penting bagi pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah dalam menjalankan mandat dari rakyat. Mengingat pemerintah saat memiliki kewenangan mengambil berbagai keputusan penting yang berdampak bagi orang banyak, pemerintah harus menyediakan informasi yang lengkap mengenai apa yang dikerjakannya. Dengan transparansi, kebohongan sulit untuk disembunyikan. Dengan demikian transparansi menjadi instrumen penting yang dapat menyelamatkan uang rakyat dari perbuatan korupsi. 2.1.2 Akuntabilitas (Accountability) Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan accountability yang diartikan sebagai yang dapat dipertanggungjawabkan. Atau
10
dalam kata sifat disebut sebagai accountable dengan responsibility yang juga diartikan sebagai tanggung jawab. Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. Dalam definisi tradisional, Akuntabilitas adalah istilah umum untuk menjelaskan betapa sejumlah organisasi telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang mereka emban (Benveniste, Guy:1991). Hal ini sejalan dengan yang di kemukakan (Mardiasmo, 2009) Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban,
menyajikan,
melaporkan,
dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab pengambil keputusan kepada pihak yang telah memberi amanah dan hak, kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Dalam pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan instansi pemerintah, dapat diperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut: (1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel, (2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (3) Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, (4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang
11
diperoleh, (5) Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas (LAN & BPKP, 2000). Ada tiga prinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan daerah (Mardiasmo, 2002:105). Pertama, prinsip transparansi atau keterbukaan. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat banyak. Kedua, prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Ketiga, prinsip value for money. Prinsip ini berarti diterapkannya tiga pokok dalam proses penganggaran yaitu ekonomis, efisiensi, dan efektif. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdayaguna). Efektifitas berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target atau tujuan kepentingan publik.
12
Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatan, terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Media pertanggungjawaban akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban, akan tetapi juga mencakup aspek-aspek kemudahan pemberi mandat untuk mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan, sehingga akuntabilitas dapat tumbuh pada lingkungan yang mengutamakan keterbukaan sebagai landasan pertanggungjawaban (Sulistiyani, 2011:71). Secara umum, pengelolaan keuangan desa harus berpedoman pada prinsipprinsip berikut: (1) Pengelolaan keuangan direncanakan secara terbuka melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa yang hasilnya dituangkan dalam Peraturan Desa tentang APBDesa, serta dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, (2) Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi, teknis, dan hukum (3) Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat diperoleh oleh masyarakat, (4) Pengelolaan keuangan dilaksanakan dengan prinsip hemat, terarah, dan terkendali. 2.1.3 Manajemen Keuangan Daerah Pengelolaan keuangan daerah semuanya dapat dipahami dari pemahaman tentang anggaran daerah.Salah satu indikator keberhasilan keuangan otonomi daerah adalah bagaimana pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mampu menggunakan dan memafaatkan sumber daya yang dimiliki secara lebih efektif
13
dan efesien melalui sumber-sumber daya publik dalam membiayai aktivitas pembangunan yang dilakukan (Waluyo, 2007:205).Sehingga dengan adanya pengelolaan sumber keuangan daerah yang efektif dan efesien maka programprogram dalam pelaksanaan otonomi daerah akan semakin mencapai suatu keberhasilan, dan pengelolaan daerah tersebut dikenal dengan manajemen keuangan daerah. Anggaran daerah merupakan bagian dari manajemen keuangan daerah yang secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah.Sesuai dengan Mardiasmo (2010:9) bahwa anggaran daerah atau (APBD) adalah rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Semua bentuk organisasi, sektor swasta maupun sektor publik pasti akan melakukan penganggaran yang pada dasarnya merupakan cara untuk mencapai visi dan misinya (Mardiasmo, 2002:106). Untuk itu manajemen keuangan dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang harus dipatuhi sebagai cara untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah. Seperti
yang telah
manajemen keuangan
dijelaskan
Mardiasmo
daerah meliputi
(2002:105-106),
akuntabilitas,
prinsip
value for money,
transparansi, pengendalian, dan kejujuran. Seluruh siklus anggaran daerah harus memperhatikan penerapan prinsip-prinsip keuangan daerah, karena prinsip keuangan diperlukan agar proses dalam siklus anggaran daerah tidak menyimpang dari aturan yang ada. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yaitu transparansi dan akuntabilitas, yang artinya setiap siklus harus mampu memberikan keterbukaan dan pertanggungjawaban segala keputusan yang
14
dihasilkan. Siklus anggaran dimulai dari proses perencanaan, pengesahan, implementasi, pelaporan, dan evaluasi.
2.1.4 Manajemen Keuangan Desa Kawasan pedesaan ( rural ) adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Manajemen maupun pembangunan yang dilakukan di desa harus memperhatikan penataan sumber daya desa. Tanah, tenaga kerja, alam, ekosistem, binatang, tumbuhan, keahlian atau keterampilan, jaringan, mitra pasar, dan hubungan desa kota, kesemuanya harus ditata dan dikombinasi ulang (Whatmore 2008, Van der Ploeg dan Frouws, 1999). Sasaran dan permintaan pembangunan desa sosialis antara lain pengembangan produksi, peningkatan standar kehidupan, menciptakan lingkungan pedesaan yang berbudaya, memastikan keteraturan dan kebersihan desa dan melembagakan pengelolaan desa secara demokratis. (Achim Fock dan Christine Wong, 2008). Kewenangan desa antara lain: 1.
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
2.
Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan wilyah di atasnya (kabupaten atau kota) yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
3.
Tugas pembantuan dari jajaran pemerintahan yang menaunginya, seperti pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota.
15
4.
Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa. Dari uraian tersebut dapat disebutkan bahwa tugas utama desa adalah
menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, bersih, dan sehat bagi seluruh warga yang tinggal di desa tersebut. Keamanan dan kenyamanan ini terkait dengan kondisi sosial perekonomian masyarakatnya, serta bersihnya lingkungan sehingga memenuhi kualitas hidup masyarakatnya. Lingkungan desa seperti ini hanya dapat diwujudkan jika fungsi penataan lingkungan oleh desa berjalan, seperti penataan lahan dan ruang atau wilayah, selain fungsi administratif serta keuangan sesuai kewenangannya. Administrasi maupun manajemen keuangan di tingkat desa mempunyai fungsi penting dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah serta penyedia barang dan jasa bagi publik. Hal ini termasuk penegakan kebijakan pemerintah di berbagai area penting seperti administrasi tanah, keluarga berencana, dan di area keuangan publik seperti pengumpulan penerimaan, pembiayaan, serta penyedia barang dan jasa. Secara khusus, desa memiliki peran penting dalam menyediakan layanan infrastruktur pedesaan dan terlibat dalam kegiatan penurunan kemiskinan, kesejahteraan sosial, pendidikan dasar, dan kesehatan publik. Meskipun kebanyakan investasi dan pelayanan publik tersebut didanai oleh struktur di atas desa, namun beberapa sumber daya krusial masih disediakan oleh desa dan penyediaan ini didukung oleh beberapa desa. Keuangan desa dikelola atas dasar azas-azas transparansi, partisipatif, serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
16
2.1.5 Kebijakan Keuangan Desa Kepala desa sebagai kepala pemerintah desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Salah satu wewenang kepala desa adalah terkait dengan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa yang dikelola dalam rangka pelaksanaan program serta kegiatan desa. Dalam penyelenggaraannya kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), yaitu bantuan pemerintah dan pemerintah daerah. Sedangkan penyelenggaraan keperluan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD. Sumbersumber pendapatan desa yang diatur dalam Pemendagri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa adalah sebagai berikut: 1.
Pendapatan asli desa yang terdiri dari Hasil usaha Desa, Hasil Kekayaan Desa, Hasil Swadaya dan partisipasi masyarakat, hasil gotong royong, dan lain-lain Pendapatan Asli Desa.
2.
Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten atau Kota.
3.
Alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
4.
Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsidan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten atau Kota.
5.
Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan dari dana perimbangan yang diterima kabupaten atau kota.
6.
Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
7.
Lain-lain pendapatan desa yang sah.
17
Namun kenyataan yang ada dilapangan menunjukkan selama ini kebijakan pemerintah yang berupa Program Bantuan Keuangan Desa yang bersifat stimulan untuk merangsang agar tumbuh partipasi masyarakat dalam menunjang pembangunan desa justru menjadi sumber utama yang diharapkan dalam pembiayaan pembangunan desa. Sementara itu peraturan perundangan undangan tentang keuangan desa yang seharusnya terencana dan tercatat dalam Anggaran Pendapan dan Belanja Desa (APBDes) tidak berjalan efektif dilapangan dengan berbagai faktor, seperti faktor teknis ataupun faktor keterbatasan sumber daya manusia. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) terdiri dari Pendapatan Desa, Belanja Desa, dan Pembiayaan Desa. APBDes dirancang dan dibahas dalam Musyawarah Rencanaan Pembangunan Desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyusun Rencana Pembangunan Desa dan menetapkan APBDes setiap tahun dengan Peraturan Desa. Sedangkan definisi operasional dari keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. 2.1.6 Alokasi Dana Desa (ADD) Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Alokasi Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten atau kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
18
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Adapun tujuan pemberian bantuan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Banyuwangi dalam rangka untuk: 1.
Menunjang operasional penyelenggaraan pemerintahan desa.
2.
Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial.
3.
Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat
4.
Meningkatkan pembangunan infrastruktur pedesaan
5.
Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial.
6.
Meningkatkan ketrentraman dan ketertiban.
7.
Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
8.
Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
9.
Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan usaha lainnya.
10. Meningkatkan peran dan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan desa 11. Menunjang program
kegiatan pemerintah,
pemerintah propinsi
dan
pemerintah kabupaten. Pengalokasian ADD mempertimbangkan: (a) kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa, (b) jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis Desa. Pengalokasian dan ketentuan tata
19
cara pengalokasian dana desa ditetapkan atau diatur dengan peraturan bupati atau walikota. Sumber ADD berasal dari bagian dari dana perimbangan keuangan yang diterima Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Pengalokasian dana ADD paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten setelah dikurangi dana alokasi khusus. Dalam hal kemampuan keuangan daerah belum memenuhi untuk mengalokasikan anggaran ADD sebesar 10% (sepuluh persen) pengalokasian ADD dilakukan secara bertahap. Alokasi dana desa (ADD ) adalah dana lanjutan dari program desa sejak tahun 1969 yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam bentuk impres pembangunan desa. Namun sejak diberlakukan otonomi daerah ADD kemudian dialokasikan melalui APBDes (Solekhan, 2012: 80). Maka pemerintah kabupaten harus memberikan kepercayaan kepada pemerintah desa untuk mengelola anggaran suatu kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. 2.1.7 Prinsip Alokasi Dana Desa Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Dan Tata Cara Penetapan Besaran Alokasi Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten Banyuwangi setiap tahun pemerintah desa mendapatkan ADD yang ditetapkan berdasarkan jumlah ADD Minimal dan ADD Proporsional menurut nilai bobot desa yang dihitung berdasarkan indikator-indikator yang ditetapkan.
20
1.
Penghitungan besarnya ADD Minimal dan ADD Proporsional sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan penghitungan untuk ADD adalah sebagai berikut: a.
Minimal = 80% (delapan puluh persen) dari pagu ADD Kabupaten dibagi jumlah desa dalam Kabupaten
b.
Untuk ADD Proporsional = 20 % (dua puluh persen) dari pagu ADD Kabupaten dikali nilai bobot desa.
2.
Penghitungan besarnya nilai bobot desa ditentukan berdasarkan indikator sebagai berikut:
3.
a.
Indikator jumlah aparatur pemerintah desa
b.
Indikator jumlah penduduk desa
c.
Indikator angka kemiskinan
d.
Indikator luas wilayah desa
Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) Penggunaan ADD didasarkan pada Rencana Keuangan Pemerintah Desa (RKPDes) yang secara partisipatif disusun melalui Musrenbangdes
yang
melibatkan Pemerintah Desa, BPD, LPMD dan tokoh agama atau masyarakat. Hasil Musrenbangdes ditetapkan dalam Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa. Berdasarkan Peraturan Desa tentang RPJMDes, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa tentang Rencana Kerja Pembangunan Desa.
21
2.2 Rerangka Pemikiran Akuntansi pemerintahan adalah salah satu bidang ilmu akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan transaksi-transaksi yang terjadi di badan pemerintahan. Dalam mewujudkan sistem pemerintahan yang baik (good governance), perlu adanya peningkatan dalam prinsip demokrasi, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam pembangunan desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan desa, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan pembangunan di Desa Bomo, dengan cara meneliti transparansi dan akuntabilitas Alokasi Dana Desa. Program Alokasi Dana desa yang telah sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 96 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa Pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten atau kota ADD setiap tahun anggaran, paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Hal tersebut juga tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 2 Tahun 2006 tentang Alokasi Dana Desa (ADD), yang menyatakan bahwa salah satu sumber keuangan desa salah satunya berasal dari
22
dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupateen untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen). Yang dimaksud dengan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja pegawai. Dana dari kabupaten atau kota diberikan langsung kepada desa untuk dikelola oleh desa, dengan ketentuan setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen) untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa dan BPD, dan 70% (tujuh puluh persen) untuk belanja pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa pelaksanaan ADD wajib dilaporkan oleh tim pelaksana desa dan pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban
APBDes,
sehingga
pertanggungjawabannya
adalah
pertanggungjawaban APBD. Penanggungjawab Operasional Pengelolaan ADD secara keseluruhan adalah Kepala Desa. Bentuk dan tata cara pertanggungjawaban secara administratif dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati. Sedangkan Pengawasan terhadap ADD beserta kegiatan pelaksanaannya dilakukan secara fungsional oleh pejabat yang berwenang dan oleh masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Jika terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan ADD, maka penyelesaiannya dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat Kabupaten.
23
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah salah satu sumber pendapatan desa yang pengelolaannya terintergrasi dalam APBDes. Maka secara garis besar rerangka pemikiran penelitian Transparansi Dan Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Bomo Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi secara spesifik diatur secara rinci dalam Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2015. Tahapan pengelolaan ADD diatur secara garis besar mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban yang dimaksudkan untuk membiayai program pemerintah desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan lingkungan. 2.2.1 Tahap Perencanaan Pada tahap perencanaan mekanisme penggunaan ADD didahului dengan Musyawarah
Perencanaan
Pembangunan
Desa
(Musrenbangdes)
dengan
melibatkan BPD, LPMD (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa), dan tokoh masyarakat lainnya. Selanjutnya berdasarkan hasil Musrenbangdes, Kepala Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) untuk dibahas bersama-sama dengan BPD. RPJMDes dimaksud dijadikan dasar dalam menyusun Peraturan Kepala Desa tentang Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) tahunan. Selanjutnya RKPDesa menjadi dasar dalam menyusun rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Rencana pengalokasian dana ADD wajib dituangkan dalam APBDesa tahun berkenaan.
24
2.2.2 Tahap Pelaksanaan 1.
Persiapan Pelaksanaan ADD Dalam tahap persiapan pelaksanaan ADD, terdapat beberapa kegiatan yang
harus dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, BPD dan Lembaga-lembaga Kemasyarakatan yang ada di desa, antara lain: a.
Mensosialisasikan program-program pemberdayaan masyarakat yang direncanakan oleh desa melalui forum tingkat Dusun dan pemberitahuan besaran ADD untuk Tahun Anggaran berjalan.
b. Melaksanakan
Musyawarah
Rencana
(Musrenbangdes) dengan melibatkan
Pembangunan
Desa
stakeholders yang ada di desa
(diantaranya; BPD, LPMD, PKK, RT, RW dan lembaga kemasyarakatan lainnya). c.
Berdasarkan
hasil
Musrenbangdes,
Pemerintah
Desa
menyusun
RKPDesa yang dituangkan dalam Peraturan Kepala Desa tentang RKPDesa. d. Berdasarkan RKPdesa dimaksud, Kepala Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang akan disampaikan kepada BPD untuk di bahas dan ditetapkan menjadi Peraturan Desa tentang APBDesa. e.
Berdasarkan APBDesa, Kepala Desa menyusun Rencana Penggunaan Dana (RPD) ADD dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk kegiatan yang bersifat fisik.
f.
Kepala Desa setiap tahun anggaran menerbitkan Keputusan Kepala Desa tentang Penunjukan Bendahara Desa dan Nomor Rekening Desa, Tim
25
Pengelola Kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa, Pemeriksa Barang/Jasa, Pengurus dan Penyimpan Barang pada Sekretariat Desa serta Surat Keputusan Kepala Desa Tentang Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD).
2.
Pola Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan-kegiatan sebagaimana yang ditetapkan dalam Rencana Penggunaan Dana (RPD) yang bersumber dari ADD sepenuhnya dilaksanakan oleh Kepala Desa selaku penanggung jawab pengelolaan keuangan yang ada di desa. Pola pelaksanaan ADD dilakukan dengan metode: a.
Pencairan dana ADD yang telah ditranfer ke rekening desa dipergunakan sesuai dengan RPD ADD dan teknis serta mekanisme untuk pengeluarannya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
b.
Pencairan dana ADD yang dipergunakan untuk belanja penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa dibayarkan setiap bulan sesuai dengan alur kas desa
c.
Untuk pelaksanaan kegiatan ADD baik infrastruktur maupun non infrastruktur dan terkait dengan pengadaan barang atau jasa wajib berpedoman pada Peraturan Bupati tentang Pengadaan Barang atau Jasa di Desa. Ketentuan yang harus dipenuhi terkait dengan kegiatan ADD
26
yang bersifat fisik (pembangunan infrastruktur) harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Infrastruktur yang dibangun adalah infrastruktur perdesaan harus sesuai dengan standar kualitas dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta gambar penampang yang ditetapkan sebelumnya. 2) Masyarakat desa setempat harus mendapat prioritas untuk turut bekerja dalam pelaksanaan kegiatan terutama bagi penduduk miskin 3) Bendahara Desa setiap bulan melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana ADD kepada Kepala Desa dengan melampirkan Buku Kas Umum dan Buku Pembantu per kegiatan disertai dengan buku pajak serta dokumen lainnya. 4) Dana
ADD
yang
tidak
dapat
direalisasikan
dan
dipertanggungjawabkan sampai dengan berakhirnya tahun anggaran berjalan atau terdapat Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA), wajib dilaporkan kepada Bupati melalui Camat paling lambat tanggal 10 bulan januari tahun angggaran berikutnya. 2.2.3 Tahap Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban
ADD
terintegrasi
dengan
pertanggungjawaban
APBDes, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes. Penanggungjawab Operasional Pengelolaan ADD secara keseluruhan adalah Kepala Desa. Bentuk dan tata cara pertanggungjawaban secara administratif dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
27
Bentuk pelaporan Alokasi Dana Desa berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 ada dua yaitu: 1.
Laporan Semester, yakni laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD dibuat secara setiap enam bulan sekali dan paling lambat disampaikan kepada Bupati paling lambat bulan Juli tahun anggaran berjalan.
2.
Laporan Akhir dari penggunaan Alokasi Dana Desa mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD yang disampaikan kepada Bupati paling lambat bulan Januari tahun anggaran berikutnya. Penyampaian laporan dilaksanakan secara berjenjang yaitu dari Kepala Desa kepada Camat untuk dilaporkan kepada Bupati melalui SKPD yang membidangi pemerintahan desa.
Sehingga rerangka pemikiran dapat digambarkan dalam bagan rerangka pikir sebagai berikut:
28
UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
PP No. 43 Tahun 2014 Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Perda Banyuwangi N0. 2 Tahun 2007 Tentang Alokasi Dana Desa
Perbup No. 13 Tahun 2015 Tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2015
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa
Perencanaa ADD
Pelaksanaan ADD
Partisipatif
Transparansi
Akuntabilitas
Akuntabilitas
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
Pelaporan dan Pertanggungjawab an ADD
Akuntabilitas