BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen. (Tri Mulyono, 2004). Proses awal terbentuknya beton adalah pasta semen yaitu proses hidrasi antara air dengan semen, selanjutnya jika ditambahkan dengan agregat halus menjadi mortar dan jika ditambahkan dengan agregat kasar menjadi beton. (Tri Mulyono, 2004). Kekuatan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Kekuatan beon akan naik secara cepat sampai umur 28 hari dan stelah itu peningkatan kekuatannya akan kecil. Selain itu kekuatan beton dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain proporsi unsur-unsur penyusunnya, metode perancangan (mix design), perawatan, dan keadaan saat pelaksanaan pengecoran. Unsur-unsur penyusun dari beton antara lain berupa air, semen, agregat kasar, agregat halus, serta jika dengan keperluan tertentu maka akan digunakan additive dan admixture. Perbandingan dari unsur-unsur tersebut akan menjadi hal terpenting dari kekuatan beton, sehingga diperlukan perancangan yang tepat sehingga diperoleh perbandingan yang sesuai dengan spesifikasi dalam mencapai kekuatan yang direncanakan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 1 Unsur-unsur Beton Agregat (kasar + halus)
60% - 80%
Semen
7% - 15%
Air
14% - 21%
Udara
1% - 8%
Sumber : Mulyono, Tri . Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi, 2004 Perancangan beton harus memenuhi kriteria perancangan standar yang berlaku antara lain ASTM, ACI, JIS, ataupun SNI. Metode yang dapat digunakan antara lain Roaad Note No.4, ACI (American Concrete Institute), SK SNI-T-151990-03 atau DoE/PU serta cara coba-coba “Try and Error”. (Tri Mulyono, 2004). 2.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Beton Dari pemakaiannya yang begitu luas maka dapat diduga sejak dini bahwa struktur beton mempunyai banyak keunggulan dibanding materi struktur yang lain. Kelebihan beton tersebut antara lain (Nugraha P., 2007) : a. Ketersediaan (availability) material dasar. Agregat, air dan semen pada umumnya bisa didapat dari lokal setempat. b. Kemudahan untuk digunakan (versatility). Pengangkutan bahan yang mudah dan bisa dipakai untuk berbagai struktur sedangkan beton bertulang dapat digunakan untuk berbagai struktur yang lebih berat. c. Kemampuan beradaptasi (adaptability). Beton bersifat monolit, tidak memerlukan sambungan seperti baja. Beton dapat dicetak dengan bentuk dan
6 Universitas Sumatera Utara
ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentukbentuk khusus 3 dimensi. d. Kebutuahan pemeliharaan yang minimal. Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat sehingga tidak perlu dicat, lebih tahan terhadap bahaya kebakaran. Di samping segala keunggulan di atas, beton sebagai struktur juga mempunyai kekurangan yang membatasi pemakaiannya, yaitu (Murdock, L.J., 1979) : a. Kuat tariknya rendah, bagian konstruksi yang menderita gaya tarik harus diperkuat dengan batang baja atau ayaman batang baja. b. Rambatan suhu, selama pengikatan dan pengerasan suhu beton naik. Perubahan suhu ini dapat mengakibatkan muai-susut akibat suhu yang cukup besar dan retak-retak ringan. c. Penyusutan kering dan perubahan kadar air, beton menyusut bilamana mengalami kekeringan dan bahkan ketika terjadi pengerasan. d. Rayapan, beton mengalami perubahan bentuk secara berangsur-angsur bilamana mengalami pembebanan. e. Kerapatan terhadap air, beton yang paling baik tidak dapat secara sempurna rapat terhadap air dan kelembapan. 2.1.2. Problematika Beton Bila dilihat secara sepintas beton tampaknya sederhana, namun kalau diamati dengan lebih seksama, beton sebagai material komposit mempunyai banyak permasalahan diantaranya :
7 Universitas Sumatera Utara
1. Penakaran, pencampuran dan pengangkutan, ketelitian dalam memilih proporsi campuran dapat menjadi sia-sia bila teknik yang tidak sesuai diperbolehkan di lapangan. Potensi kualitas beton akan berkembang hanya apabila ditimbang, dicampur, ditempatkan, dipadatkan dan dirawat secara teratur. 2. Penuangan dan Pemadatan, sebelum melakukan penuangan beton harus dilakukan persiapan yang matang untuk mendapatkan bentuk, dan kualitas yang diinginkan. Pemadatan merupakan satu hal penting untuk menyingkirkan rongga udara sehinga beton tidak berongga dan dibentuk sesuai dengan yang diinginkan. 3. Pengecoran pada cuaca panas, kondisi temperature dilapangan panas atau dingin tenang dan berangin mungkin sangat berbeda dengan kondisi optimum di laboratorium. Problematika ini mungkin dapat ditanggulangi dengan adanya teknisi yang profesional dan pengawasan yang ketat, selain itu inovasi dan perkembangan teknologi dapat menjadi alternatif lain agar pekerjaan beton bisa lebih efektif dalam hal pengerjaan dan kualitas beton. 2.1.3. Sifat dan Karakterstik yang Dibutuhkan pada Perencangan Beton 1. Kuat Tekan Beton, beton baik dalam menahan tegangan tekan daripada jenis tegangan yang lain, dan umumnya pada perencanaan struktur beton memanfaatkan sifat ini. Karenanya kekuatan tekan dari beton dianggap sifat yag paling penting dalam banyak kasus. 2. Kemudahan Pengerjaan, kemudahan pengerjaan merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan karena jika beton yang direncanakan dengan mutu tinggi tidak dapat dilaksanakan di lapangan karena kesulitan pengerjaan, maka
8 Universitas Sumatera Utara
perencnaan beton tersebut akan percuma. Oleh karena itu pada saat ini sudah lazim digunakan admixture untuk memperbaiki kinerja pada saat pelaksanaan. 3. Rangkak dan Susut, pembebanan pada beton akan diberikanon setelah beton mengeras. Beton menunjukan sifat elastis murni pada waktu pembebanan singkat, sedangkan pada pembebanan yang tidak singkat beton akan mengalami regangan dan tegangan sesuai dengan lama pembebanannya. Rangkak (creep) atau lateral material flow didefenisikan sebagai penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. Umumnya rangkak tidak mengakibatkan dampak langsung terhadap kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban yang bekerja dan mengakibatkan terjadinya peningkatan atau lendutan (deflection). (Tri Mulyono, 2004). Susut didefenisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Proses rangkak selalu dihubungkan dengan susut karena keduanya terjadi bersamaan dan sering kali memberikan pengaruh yang sama terhadap deformasi. (Tri Mulyono, 2004). 2.2. SEMEN PORTLAND Karena beton terbuat dari agregat yang diikat bersama oleh pasta semen yang mengeras maka kualitas semen sangat mempengaruhi kualitas beton. Pasta semen adalah lem, yang bila semakin tebel tentu semaki kuat. Namun jika terlalu tebal juga tidak menjamin lekatan yang baik. Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut Standar Industri Indonesia, SII 00121981, definisi semen portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara
9 Universitas Sumatera Utara
menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gypsum. Tukang batu Joseph Aspdin dari Inggris adalah pembuat semen portland yang pertama pada awal abad ke 19, dengan membakar batu kapur yang dihaluskan dan tanah liat di dalam tungku dapur rumahnya. Dari metode kasar ini berkembanglah industri pembuatan semen yang sedemikian halus sehingga satu kilogram semen mengandung sampai 300 milyar butiran (Nugraha P, 2007). Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-1981 atau Standart Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standart tersebut. Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI T-15-1990-03:2) yaitu : - Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hamper semua jenis konstruksi. - Tipe II, semen portland modifikasi yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang. - Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal tinggi dalam fase permulaan setelah peningkatan terjadi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. - Tipe IV, semen portland yang penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah, yang dipakai untuk kondisi di mana kecepatan dan jumlah panas yang
10 Universitas Sumatera Utara
timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan masif seperti bendungan gravitasi yang besar. - Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Umumnya dipakai di daerah di mana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi. 2.2.1. Sifat dan Karakteristik Semen Portland Semen yang satu dengan yang lainnya dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya maupun kehalusan butirnya. Sifat-sifat semen portland dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sifat fisika dan kimia. 1. Sifat-sifat Fisika Semen Portland a.
Kehalusan butir Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu pengikatan
(setting time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih besar. Sebaliknya, semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan berkurang. Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak dan susut. b.
Kemulusan Kemulusan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran dari
kemampuan pengembangan dari bahan-bahan campurannya dan kemampuan untuk mempertahankan volumenya setelah mengikat. Ketidakmulusan pasta semen
disebabkan
oleh
terlalu
banyaknya
jumlah
kapur
bebas
yang
11 Universitas Sumatera Utara
pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat di dalam campuran tersebut. c.
Waktu Pengikatan Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras terhitung
mulai dari bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua yaitu: -
Waktu ikat awal yaitu waktu dari pencampuran semen dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan. Waktu ikat awal ditandai dengan penetrasi sedalam 35 mm, dimana Tawal > 45 menit
-
Waktu ikat akhir yaitu waktu antara terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Ditandai dengan penetrasi jarum vicat sedalam 0 mm (tidak terjadi penetrasi). Waktu pengikatan diukur dengan alat Vicat atau Gillmore. Dengan
demikian dapat ditentukan apakah pasta semen itu cukup lama berada dalam keadaan plastis sampai beton bersangkutan dapat dituang atau dicor. d.
Perubahan Volume, Kekekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan kemampuan
untuk
pengembangan bahan-bahan campurannya dan
mempertahankan
volume
setelah
pengikatan
terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya kapur bebas yang pembakaran semen tidak sempurna. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya expansi.
12 Universitas Sumatera Utara
e.
Kepadatan (Density) Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15. Pada
kenyataannya, berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,05-3,25. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran. f.
Konsistensi Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air serta aspek bahan semen. g.
Panas Hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi dengan
air. Jumlah panas yang dikeluarkan terutama bergantung pada susunan kimia, kehalusan butiran semen, serta suhu pada waktu dilaksanakan perawatan. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat pendinginan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat pelaksanaan. h.
Kekuatan Tekan Kekutan semen portland ditentukan dengan menekan benda uji semen
sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu kemudian dibentuk menjadi kubus atau silinder. Setelah dirawat dalam jangka waktu tertentu benda uji ditekan sampai hancur untuk memperoleh gambaran dari perkembangan kekutan semen portland yang sedang diuji.
13 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 2 Kekuatan Tekan Beton Relatif sesuai dengan Pengaruh Jenis Semen yang Digunakan Kekuatan Tekan, % dari Semen Portland Jenis I
Jenis Semen Portland
1 Hari
3 Hari
7 Hari
28 Hari
100
100
100
100
II. Modified (diubah)
80
85
90
100
III. Kekuatan awal tinggi
190
120
110
100
IV. Panas hidrasi rendah
55
55
75
100
V. Tahan terhadap sulfat
65
75
85
100
I.
Biasa
Sumber : Teknologi Bahan II, P. E. D. C. 2. Sifat-sifat Kimia Semen Portland a. Senyawa Kimia Secara garis besar ada empat senyawa kimia utama yang menyusun semen portland yaitu: - Trikalsium Silikat (C3S) - Dikalsium Silikat (C2S) - Trikalsium Aluminat (C3A) - Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF)
14 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 3 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland
Nilai
Trikalsium
Dikalsium
Trikalsium
Tetrakalsium
Silikat
Silikat
Aluminat
Aluminoferfrit
3CaO.SiO2
2CaO.SiO2
4CaO.Al2O
4CaO.Al2O3F
atau C3S
atau C2S
atau C3A
e2O3
Baik
Baik
Buruk
Buruk
Sedang
Lambat
Cepat
Lambat
Sedang
Sedikit
Banyak
Sedikit
Penyemenan
3
Kecepatan Reaksi Pelepasan Panas Hidrasi
Sumber : Mulyono, Tri. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi, 2004 b. Kesegaran Semen Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran dilakukan pada semen dengan suhu 900-1000 ºC. Kehilangan berat ini terjadi karena kelembaban yang menyebabkan rehidrasi dan karbonisasi dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap. Kehilangan berat semen ini merupakan ukuran dari kesegaran semen. Dalam keadaan normal akan terjadi kehilangan berat sekitar 2% (batas maksimum 4%). c. Sisa yang Tidak Larut Sisa bahan yang tidak habis bereaksi adalah sisa bahan tidak aktif yang terdapat pada semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin baik kualitas semen. Jumlah maksimum tidak larut yang dipersyaratkan adalah 0,85%. d. Panas Hidrasi Semen Proses hidrasi terjadi dengan arah kedalam dan keluar. Maksudnya, hasil mengendap di bagian luar, semen yang bagian dalamnya terhidrasi secara
15 Universitas Sumatera Utara
bertahap akan terhidrasi sehingga volumenya mengecil (susut). Selama proses hidrasi berlangsung, akan keluar panas yang dinamakan panas hidrasi. Pasta semen yang telah mengeras memiliki struktur berpori dengan ukuran yang sangat kecil dan bervariasi. Setelah proses hidrasi berlangsung, endapan pada permukaan butiran semen akan menyebabkan difusi air ke bagian dalam yang belum terhidrasi semakin sulit. e. Kekuatan Pasta Semen dan Faktor Air Semen Banyaknya air yang dipakai selama proses hidrasi akan mempengaruhi karakteristik kekuatan beton jadi. Pada dasarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk proses hidrasi tersebut adalah sekitar 25% dari berat semen. Jika air yang digunakan kurang dari 25%, maka kelecekan atau kemudahan dalam mengerjakan tidak akan tercapai. Beton yang memiliki workability didefenisikan sebagai beton yang dapat dengan mudah dikerjakan atau dituangkan ke dalam cetakan dan dapat dengan mudah dibentuk. Kekuatan beton akan turun jika air yang ditambahkan ke dalam campuran semakin banyak. Karena itu penambahan air harus dilakukan sedikit demi sedikit sampai nilai maksimum yang tercantum dalam rencana tercapai. Faktor Air Semen (FAS) atau Water Cement Ratio (WCR) adalah berat air dibagi dengan berat semen. FAS yang rendah menyebabkan air yang berada di antara bagian-bagian semen sedikit dan jarak antar butiran-butiran semen menjadi pendek. 2.3. Agregat Mengingat bahwa agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Dengan agregat yang
16 Universitas Sumatera Utara
baik.beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Pengarunya dapat dilihat pada Tabel. Tabel 2. 4Pengaruh sifat agregat pada sifat beton Sifat Agregat
Pengaruh Pada
Bentuk, tekstur,
Sifat Beton Kelecekan
Beton cair gradasi
Pengikatan dan Pengerasan
Sifat fisik, sifat
Kekuatan, kekerasan, Beton keras
kimia, mineral
ketahanan (durability)
Sumber : Nugraha, P. Teknologi Beton. Surabaya: Andi, 2007 Agregat memilki harga yang lebih murah jika dibandingkan dengan semen, maka akan lebih ekonomis jika dalam campuran beton digunakan banyak agregat yang tentunya akan mempengaruhi jumlah penggunaan semen, namun tentunya harus disesuaikan dengan spesifikasi dan kekuatan yang diinginkan dari perencanaan beton tersebut. Agregat memberikan kontribusi yang besar terhadap beton, seperti stabilitas volume, ketahanan abrasi, dan ketahanan umum (durability). Bahkann beberapa sifat fisik beton secara langsung tergantung pada sifat agregat, seperti kepadatan, panas jenis, dan modulus elastisitas. Hal-hal yang juga harus dimiliki oleh agregat antara lain : 1. Kekuatan yang baik. 2. Tahan lama. 3. Tahan terhadap cuaca. 4. Permukaannya haruslah bebas dari kotoran seperti tanah liat, lumpur dan zat organik yang akan memperlemah ikatannya dengan adukan semen.
17 Universitas Sumatera Utara
5. Tidak boleh terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan diantara material tersebut dengan semen. Klasifikasi agregat secara umum adalah mengenai bentuk dan ukuran agregat. Bentuk agregat terdiri dari agregat alam yang biasanya berbentuk bulat dan memiliki permukaan yang cenderung halus dan agregat batu pecah yang dihasilkan dari penggunaan mesin pemecah batu yang memiliki bentuk cenderung runcing dan memiliki permukaan kasar. Sedangkan untuk ukuran agregat dibedakan menjadi dua berdasarkan ayakan 5 mm atau 3/16”. Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran lebih besar dari 5 mm. Sedangkan agregat halus adalah agregat dengan ukuran lebih kecil dari 5 mm. 2.3.1. Agregat Kasar Agregat kasar dapat mempengaruhi kekuatan dan sifat struktur beton. Oleh karena itu, agregat kasar harus dipilih yang cukup keras, tidak retak dan tidak mudah pecah, bersih, dan bebas dari lapisan di permukaannya. Sifat agregat kasar juga mempengaruhi karakteristik lekatan agregat-mortar dan kebutuhan air pencampur. Agregat kasar yang digunakan dalam SCC yaitu ukuran maksimum 20 mm. Agregat kasar dapat berupa karikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batubatuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu. Persyaratan umum agregat kasar yang digunakan sebagai campuran beton adalah sebagai berikut (PBI-1971) : 1. Agregat kasar berupa kerikil yang berasal dari batu-batuan alami, atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecah batu.
18 Universitas Sumatera Utara
2. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Butirbutir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan. 3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). 4. Tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali Untuk mengetahui karakteristik dari agregat dapat dilakukan dengan melakukan pengujian seperti yang telah distandarkan (analisa saringan,berat jenis, air resapan, berat volume, kelembapan, dan kebersihan agregat terhadap lumpur). Agregat kasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah agregat kasar yang berasal dari batu pecah. 2.3.2. Agregat Halus Agregat halus dengan modulus kehalusan (FM) antara 2,5 sampai 3,2 lebih baik untuk beton mutu tinggi. Campuran beton yang dibuat dengan agregat halus yang mempunyai modulus kehalusan (FM) kurang dari 2,5 biasanya bersifat lengket (sticky) dan mempunyai workabilitas yang rendah dan memerlukan kebutuhan air pencampur yang lebih tinggi. Terkadang memungkinkan untuk mencampur pasir dari daerah/lokasi yang berbeda untuk meningkatkan keragaman gradasinya dan kapasitasnya untuk menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi. Ukuran agregat halus yang digunakan, lolos saringan ayakan 4,8 mm dan mempunyai tekstur yang baik. Kadar lumpur, kadar organik, dan kadar air serta sifat-sifat lainnya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
19 Universitas Sumatera Utara
2.4. Air Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada didalam beton cair, tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi suatu pasta sehingga betonnya lecak (workable). Jumlah air yang terikat dalam beton dengan faktor air-semen 0.65adalah sekitar 20% dari berat semen pada umur 4 minggu. Dihitung dari komposisi material semen. Jumlah air yang diperlukan untuk hidrasi secara teoritis adalah 35-37% dari berat semen (Nugraha P, 2007). Air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapat diminum. Air yang diperlukan dipengaruhi factor-faktor dibawah ini (Nugraha P.,2007) : - Ukuran agregat maksimum : diameter membesar kebutuhan air menurun (begitu pula jumlah mortar yang dibutuhkan menjadi lebih sedikit). - Bentuk butir : bentuk bulat kebutuhan air menurun (batu pecah perlu lebih banyak air). - Gradasi agregat : gradasi baik kebutuhan air menurun untuk kelecakan yang sama. - Kotoran dalam agreat : makin banyak slit, tanah liat dan lumpur, kebutuhan air meningkat. - Jumlah agregat halus (dibandingkan dengan agregat kasar, atau h/k) : agregat halus lebih sedikit kebutuhan air menurun.
20 Universitas Sumatera Utara
2.5. Bahan Kima Pembantu Bahan kimia pembantu (chemical admixtures) dan bahan-bahanlain merupakan bahan tambahan (additivies) kepada beton. Jumlahnya relatif sedikit tetapi pengaruhnya cukup besar pada beton sehingga banyak digunakan. Produkproduk bahan kimia pembantu yang komersial, jenisnya sering dikombinasikan. Jarang bisa diperoleh informasi terperinci, terutama tentang komposisi kimianya, sehingga sukar untuk mengistimasi semua pengaruhnya pada beton. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk memakai produk/merek yang sudah dikenal. Bila perlu dicoba dengan campuran percobaan (trial mix). Efek dapat berbeda untuk merk semen yang berbeda (Nugraha P, 2007). Menurut standar ASTM. C. 494 (1995: .254) terdapat beberapa tipe bahan tambah kimia, antara lain : a. Tipe A “Water-Reducing Admixtures” Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Bahan tambah ini pada umumnya mengurangi pemakaian air sebanyak 5% 12% dari pemakaian pada desain mix beton normal. Penggunaan bahan tambah ini harus memperhatikan pengaruhnya pada waktu ikat (setting) beton segar yang pada umumnya akan menjadi lebih cepat dari beton normal -- pelaksanaan finishing harus dipersiapkan dengan baik supaya tidak terlambat dimulai dan diselesaikan.
21 Universitas Sumatera Utara
b. Tipe B “Retarding Admixtures” Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan beton. Penggunaanya untuk menunda waktu pengikatan beton (setting time) misalnya karena kondisi cuaca yang panas, atau memperpanjang waktu untuk pemadatan untuk menghindari cold joints dan menghindari dampak penurunan saat beton segar pada saat pengecoran dilaksanakan. Bahan tambah dengan fungsi retarding digunakan dengan tujuan utama menunda waktu initial dan final setting dari adukan beton segar, dan mempertahankan workability beton. c. Tipe C “Accelerating Admixtures” Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfunsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunkan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hidrasi), dan mempercepat pencapaian kekuatan beton. Bahan tambah dengan fungsi accelerating digunakan dengan tujuan utama mendapatkan kekuatan awal yang lebih tinggi pada beton yang dikerjakan, misalkan jika elemen struktur beton yang diperlukan untuk segera dibebani oleh pekerjaan berikutnya dalam kaitan dengan waktu pelaksanaan yang ketat. d. Tipe D “Water Reducing and Retarding Admixtures” Water Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan awal.
22 Universitas Sumatera Utara
Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus memperlambat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Dengan menambahkan bahan ini ke dalam beton, maka jumlah semen dapat dikurangi sebanding dengan jumlah air yang dikurangi. Bahan ini berbentuk cair sehingga dalam perencanaan jumlah air pengaduk beton, maka berat admixture ini harus ditambahkan sebagai berat air total pada beton. e. Tipe E “Water Reducing and Accelerating Admixtures” Water Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan awal. Jenis bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu untuk mengurangi jumlah air pengaduk yang diperlukan pada beton tetapi tetap memperoleh adukan dengan konsistensi tertentu sekaligus mempercepat proses pengikatan awal dan pengerasan beton. Beton yang ditambah dengan bahan tambah jenis ini akan dihasilkan beton dengan waktu pengikatan yang cepat serta kadar air yang rendah tetapi tetap workable. Dengan menggunakan bahan ini diinginkan beton yang mempunyai kuat tekan tinggi dengan waktu pengikatan yang lebih cepat (beton mempunyai kekuatan awal yang tinggi). f. Tipe F “Water Reducing High Range Admixtures” Water Reducing High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan kondisi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.
23 Universitas Sumatera Utara
Bahan tambah dengan fungsi HRWR digunakan untuk mendapatkan tingkat konsistensi yang diinginkan atau ditetapkan spesifikasi dengan mengurangi berat air sebesar 12% atau lebih (sampai 40%). Tujuan dan penggunaannya sama dengan bahan tambah tipe A dengan pengurangan berat air > 12%. HRWR atau bahan tambah tipe F pada umumnya diaplikasikan atau dicampurkan di lokasi pengececoran. Dengan menmbahkan bahan ini ke dalam beton, diinginkan untuk mengurangi jumlah air pengaduk dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan tinggi dengan jumlah air sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan (workability beton) juga lebih tinggi. Bahan tambah jenis ini berupa superplasticizer. Yang termasuk jenis superplasticizer adalah : kondensi sulfonat melamine formaldehyde dengan kandungan klorida sebesar 0,005 %, sulfonat nafthalin formaldehyde, modifikasi lignosulphonat tanpa kandungan klorida. Jenis bahan ini dapat mengurangi jumlah air pada campuran beton dan meningkatkan slump beton sampai 208 mm. Dosis yang dianjurkan adalah 1 % - 2 % dari berat semen. g. Tipe G “Water Reducing, High Range Retarding Admixtures” Water Reducing, High Range Retarding admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12 % atau lebih sekaligus menghambat pengikatan dan pengerasan beton. Bahan ini merupakan gabungan superplasticizer dengan memperlambat waktu ikat beton. Digunakan apabila pekerjaan sempit karena keterbatasan sumberdaya dan ruang kerja.
24 Universitas Sumatera Utara
Bahan tambah dengan fungsi HRWR + retarding digunakan untuk mendapatkan efek serupa dengan bahan tambah tipe D dengan pengurangan berat air yang digunakan sebesar 12% atau lebih (sampai 40%). Tujuan dan penggunaannya sama dengan bahan tambah tipe D. Pencampuran bahan tambah tipe G dapat dilakukan di batcing plant atau di lokasi proyek. Beberapa jenis superplasticizer mempunyai klasifikasi sebagai bahan tambah tipe G. 2.5.1. Superplasticizer Superplasticizer
(High
Range
Water
Reducer
Admixture)
sangat
meningkatkan kelecekan campuran. Campuran dengan slump sebesar 7,5 cm akan menjadi 20 cm. Digunakan terutama untuk beton mutu tinggi, karena dapat mengurangi air sampai 30%. Superplasticizer pertama kali diperkenalkan di Jepang dan kemudian di Jerman pada awal tahun 1960-an. Garam sodium dari formaldehyde high condesates naphthalene sulface superplasticizer dikembangkan di Jepang dan melamine sulfonate formaldehyde condensates dikembangkan di Jerman. a. Komposisi Superplasticizer ini juga terbagi atas beberapa jenis yaitu tipe Sulphonate melamine
formaldehyde
condensates
(SMFC),
sulphonate
napthalene
formaldehyde condensates (SNFC), dan yang terbaru adalah tipe Polycarbonate ethers (PCE). Tipe SMFC dan SNFC adalah garam yang bermuatan negatif atau anion yang berukuran colloidal dengan sejumlah besar polar grup dalam masa rantai (N dan O) sementara anion terdiri dari sekitar 60 SO3 group. Struktural molekul dari
25 Universitas Sumatera Utara
polimer policarboxylate ether (PCE) terdiri dari carboxyl sebagai batang. Polimer (main chain) dan oksida polyethylene sebagai cabang polimer (side chain). b. Dosis Dosis yang digunakan tergantung dosis yang disarankan oleh pembuat superplaticizer. Pemberian dosis yang berlebihan selain tidak ekonomis juga akan dapat menyebabkan penundaan setting yang lama hingga justru beton kehilangan kekuatan akhir. Pemakaian dosis yang tinggi pada superplaticizer dengan bahan dasar napthalene atau melamine (berkisar pada dosis 1.5% atau lebih) akan menyebabkan mortar sulit mengeras dan kehilangan kekuatannya, sedangkan untuk bahan dasar polycarboxylate hanya berpengaruh pada penurunan kekuatan awal dan tidak berpengaruh pada kekuatan akhir. c. Kegunaan, 1.
Meningkatkan workability sehingga menjadi lebih besar daripada water reducer biasa.
2.
Mengurangi air kebutuhan air (25-35%)
3.
Mempermudah pembuatan beton yang sangat cair. Memungkinkan penuangan pada tulangan yang rapat atau pada bagian yang sulit dijangkau oleh pemadatan yang memadai.
4.
Karena tidak terpengaruh oleh perawatan yang dipercepat, dapat membantu mempercepat pelepasan kabel prategang dan acuan.
5.
Dapat membantu penuangan dalam air karena gangguan menyebarnya beton dihindari.
26 Universitas Sumatera Utara
d. Kelemahan, 1. Slump loss perlu diperhatikan untuk tipe napthalene ; dipengaruhi oleh temperatur dan kompatibilitas anatara merek semen dan superplasticizer. 2. Kadar udara hanya 1,2-2,7%, bahkan tanpa pemadatan apapun. 3. Ada risiko pemisahan (segregasi) dan pendarahan (bleeding) jika mix design tidak dikontrol dengan baik. 4. Harga relatif mahal. 2.5.2. Retarder Retarder adalah zat kimia untuk memperlambat proses ikatan campuran beton Biasanya diperlukan untuk beton yang tidak dibuat dilokasi penuangan beton. Zat tambahan ini diantarannya berupa gula, sucrose, sodium gluconate, glucose, citric acid, dan tartaric acid. Retarder menunda proses pengikatan semen dengan membentuk lapisan tipis pada partikel semen sehingga memperlambat reaksi dengan air. Retarder
akan
membungkus
butir
semen
dengan
OH
sehingga
memperlambat reaksi awal dari hidrasinya. Terbentuknya garam Ca dalam air mengurangi konsentrasi ion Ca dan memperlambat kristalisasi selama fase hidrasi (Paul N. & Antoni, 2007). 2.6. Pengaruh Temperatur Pada Beton Kondisi cuaca dilapangan, panas atau dingin, tenang dan berangin, mungkin sangat berbeda dengan kondisi optimum dilaboratorium atau kondisi yang diperkirakan. Temperatur yang ideal adalah 10-16ºC. Beberapa peraturan melarang pelaksanaan pengecoran pada temperatur lebih dari 29 - 32 ºC, apalagi bila disertai dengan angin dengan kecepatan lebih dari 1 kgm/m2/jam.
27 Universitas Sumatera Utara
Komite ACI 305 mendefinisikan cuaca panas sebagai “kombinasi dari temperatur tinggi, kadar lengas relatif yang rendah, dan kecepatan angin yang cenderung memperlambab mutu beton segar atau beton keras, atau menghasilkan sifat yang tidak normal. “petunjuk FIP (Federation Internationale du Beton) untuk konstruksi beton di cuaca panas memberikan tambahan faktor iklim dari radiasi matahari. Dalam terminologi kondisi iklim lokal : a. Temperatur udara rata-rata 30±5 ºC (ekstrem adalah 20 ºC sampai 38 ºC). b. Kelembapan relatif 50-80% (ekstrem adalah 30 sampai 100%) c. Kecepatan angin pada level tanah -10 sampai 20 km/jam Pengaruh temperatur pada beton segar adalah percepatan pada kecepatan hidrasi semen. Ini mengakibatkan : a. Slump loss yang tinggi Kenaikan temperatur beton segar dapat mempercepat turunnya nilai slump beton (slump loss). b. Kebutuhan air meningkat Jika temperatur naik dari 20 ke 35 ºC maka perlu tambahan air 7 kg/m3, untuk slump 75 mm yang sama. Tambahan air tersebut mengurangi kekuatan 1215%. Penambahan air untuk menambah kelecekan harus dilarang. Kecuali bila dibuktikan bahwa batas faktor air semen belum dilampui. c. Waktu pengikatan (set) lebih cepat Ini diindikasikan oleh semakin singkatnya waktu setting semen (tes vicat) atau beton (tes perlawanan penetrasi). Bertambahnya kecepatan evaporasi air menghasilkan pengakuan lebih lanjut dari campuran. Bahan kimia tambahan set-retarding
diperlukan untuk memperpanjang waktu set, atau plasticiser
28 Universitas Sumatera Utara
untuk mengembalikan kelecakan. Pengerasan beton dengan air bisa mengakibatkan bertambahnya rasio air/semen efektif dan kehilangan kekuatan. Waktu pengerjaan yang cepat ini memerlukan pengerjaan, penyelesaian perawatan yang lebih teliti, bertambahnya kemungkinan terbentuknya sambungan dingin (cold join) dan bertambahnya kecendrungan untuk menambah air kedalam campuran. d. Susut dan retak yang tinggi Evaporasi air dengan cepat dari campuran beton sebelum penuangan mempromosikan pengakutan yang lebih cepat. Setelah penyelesaian, kehilangan air akibat pendarahan dari permungkaan terekspos yang besar kelemban yang relatif rendah, tingginya kecepatan angin dan tingginya radiasi matahari dari permungkaan yang tidak dilindungi, bisa mengakibatkan retak susut plastis. Untuk bagian yang tipis sangat berbahaya. 2.6.1. Pembetonan Pada Musim Dingin Bilamana pembetonan berlangsung pada musim dingin dan bila suhu turun pada titik beku, tindakan seperlunya diambil untuk menjamin : a. Agar air pada beton yang baru saja dicor tidak membeku b. Agar beton dilindungi pada umur awalnya c. Agar peningkatan kekuatan dipertahankan Secara umum diketahui bahwa cara yang paling murah dan mudah untuk pemanasan awal beton ialah memanaskan air campurannya.
Suhu yang
dibutuhkan pada air ini ialah antara 50 ºC sampai 60 ºC dan harus diperhatikan agar suhu air dapat dipastikan tak lebih dari 70 ºC. Bilamana air campuran
29 Universitas Sumatera Utara
dipanaskan diatas 60 ºC, akan menghasilkan pengikatan beton yang cepat atau mengurangi workabilitas ( kemudahan untuk dikerjakan ). 2.6.2. Pembetonan Pada Cuaca Panas Banyak spesifikasi yang menyebutkan batasan maksimum suhu beton ketika sedang dicor agar dapat dihindarkan terjadinya pengaruh yang buruk terhadap kualitas dan durabilitas ( daya tahan ) dari bangunan yang telah selesai. Suhu beton maksimum 32 ºC disarankan oleh ACI ( American Concrete Institute ) sebagai batasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Telah terbukti dengan nyata bahwa kekuatan beton setelah umurnya beberapa hari, bertambah bila suhu selama masa perawatannya bertambah. Penjelasan akan pengaruh suhu awal yang tinggi terhadap kekuatan beton kurang begitu jelas, tetapi tampaknya suhu awal pada praktek yang tinggi akan mengurangi kekuatan 28 hari. Suatu penelitian pada pabrik beton berkekuatan tinggi pada iklim tropis menunjukkan reduksi sebesar 15% dalam kekuatan 28 hari, yaitu bilamana beton dicampur pada suhu yang tinggi tetapi dirawat pada suhu sekitar 23 ºC. Pada daerah tropis lainnya diperoleh hasil yang serupa. Hasil dari pekerjaan laboratorium telah menunjukkan bahwa beton yang dibuat pada suhu 38 ºC memberikan hasil uji kubus 28 hari yang kira-kira 15% lebih rendah dari beton yang dihasilkan pada suhu 18 ºC. Didalam pekerjaan ini, semua kubus dirawat selama satu hari pada suhu dimana beton dicampur sebelum dicelupkan dalam air yang suhunya 14 ºC -19 ºC. 2.7. Self Compacting Concrete Sejak tahun 1983 di Jepang telah diketahui permasalahan tentang durabilitas beton. Untuk mendapatkan beton yang tahan lama diperlukan kontrol kualitas
30 Universitas Sumatera Utara
yang baik dengan pengecoran yang dikerjakan tenaga ahli.
Problema beton
adalah diperlukan pemadatan yang cukup intensif untuk menghasilkan beton yang padat. Rongga-rongga udara sering terjebak didalam beton sehingga kekuatan maupun daya tahannya sangat rendah.
Semakin berkurangnya tenaga ahli
menyebabkan perlunya campuran beton yang dapat memadat sendiri dan hanya memerlukan sedikit tenaga ahli untuk mengerjakannya dan didapatkan beton dengan kualitas tinggi.
Kemudian tahun 1988, beton kinerja tinggi diajukan
dengan spesifikasi : a. Sifat beton segar dapat memadat sendiri b. Umur awal tidak ada cacat awal c. Setelah mengeras dapat melawan kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor eksternal Untuk mendapatkan beton SCC dengan deformabilitas tinggi dan kemungkinan segregasi yang rendah maka diatur agar beton : a. Mempunyai kadar agregat yang rendah b. Faktor air binder ( semen dan material lainnya ) yang rendah c. Menggunakan superplasticizer Perbedaan beton biasa dengan beton SCC dapat dilihat pada gambar 2.1 Jumlah agregatnya dikurangi dan pasta dan mortar beton meningkat sehingga jumlah friksi antar agregat menjadi berkurang dan beton dengan mudah berdeformasi.
Dengan campuran yang mudah berdeformasi tetapi tetap
mempertahankan
31 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. 1 Perbedaan beton biasa dan beton SCC dalam hal jumlah mortar yang lebih banyak dan kerikil yang lebih sedikit (Sumber :Ouchi Okamura, 2005) Keterangan : W
: Water
S
: Sand
C
: Cement
G
: Gravel
Kekentalannya ( viskositas ) maka beton SCC akan memadat sendiri dan tidak mengalami segregasi. 2.7.1. Rasional Mix Design Untuk membuat campuran SCC yang baik, metode mix design yang biasa tidak lagi dapat dipergunakan. Karena itu pada tahun 1995 Okamura dan Ozawa mengusulkan metode mix design yang sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton ready mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus ditentukan terlebih dahulu dan pemadatan mandiri dapat didapatkan dengan mengatur faktor air binder dan dosis superplasticizer saja. Spesifikasinya antara lain : a. Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid b. Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar c. Rasio volume untuk air dan binder ditetapkan antara 0,9 hingga 1 tergantung pada sifat dari bindernya
32 Universitas Sumatera Utara
d. Dosis superplacticizer dan faktor air binder ditentukan setelahnya untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri Pada beton konvensional, faktor air-semen digunakan untuk mendapatkan kekuatan akhir, sementara pada SCC faktor air-semen digunakan untuk mendapatkan sifat self compacting (pemadatan sendiri). Faktor ini sangat mempengaruhi sifat beton segarnya, dan kekuatan hanya sebagai quality control. Mix design SCC dirancang dan diuji untuk memenuhi kebutuhan proyek. Kemampuannya yang dapat mengalir membuat beton jenis ini dapat dipompa dan dialirkan melalui pipa. Hal ini sangat membantu sekali dalam pekerjaan di proyek terutama ketika hendak mengerjakan struktur dengan elevasi yang tinggi. Selain itu, pencegahan segregasi agregat yang tinggi membuat SCC lebih unggul karena dengan tinggi jatuh mencapai kurang lebih 2 meter beton jenis ini tidak mengalami segregasi. Dalam penelitian ini mix design yang digunakan mengacu pada metode mix design Okamura. Menurut Ardiansyah (2010), pengujian SCC yang penting dan yang paling dikembangkan adalah pengujian slump flow, dikarenakan kondisi workabilitas beton dapat terlihat dari sebaran beton segarnya. Selain itu, pengaplikasian di lapangan lebih mudah jika dibandingkan dengan pengujian yang lain. Menurut Brouwers (2005), komposisi material penyusun SCC terlihat pada Gambar 2.2.
33 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Komposisi material penyusun SCC (Sumber : Brouwers, 2005) 2.7.2. Karakteristik Self Compacting Concrete (SCC) Suatu beton dikatakan SCC apabila sifat dari beton segar memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu: a. Filling Ability Kemampuan campuran beton segar mengisi ruangan atau cetakan dengan beratnya sendiri, untuk mengetahui beton memiliki kemampuan filling maka beton segar diuji menggunakan alat slump cone, dengan diameter maksimum yang dicapai aliran beton (SFmax) 50 – 70 cm. Pengujian yang dilakukan untuk menngetahui pengaruh filling Ability antara lain : - Slump Flow by Abrams cone (EFNARC) - T50cm Slump Flow (EFNARC) - V-Funnel (EFNARC) - Orimet (EFNARC) - Slump Flow (ASTM)
34 Universitas Sumatera Utara
b. Passing Ability Kemampuan campuran beton segar untuk melewati celah-celah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan, untuk mengetahui beton memiliki kemampuan ini dilakukan pengujian dari berbagai standar antara lain : - J-Ring (EFNARC) - L-Shaped (EFNARC) - U-Box (EFNARC) - Fill Box (EFNARC) - J-Ring Flow (ASTM) c. Segregation Resistance Ketahanan campuran beton segar terhadap segregasi, untuk mengetahui beton memiliki kemampuan ini dilakukan uji dengan pengujian : - V-Funnel at T5minutes (EFNARC) - GTM screen stability test (EFNARC) - Column Segregation Test (ASTM C-1610) 2.7.3. Pengujian Beton Segar Self Compacting Concrete (SCC) Agar dapat memenuhi persyaratan beton SCC maka perlu dilakukan pengujian pada beton segar untuk melihat kemudahan beton untuk mengalir tanpa terjadi segregasi. Berbagai macam pengujian beton segar SCC telah diusulkan, diantaranya adalah J-Ring, Slump flow dan V-funnel test. Beberapa penelitian telah dikembangkan untuk mencari karateristik dari SCC. Sejauh ini belum ada metode penelitian yang dapat diterima baik universal baik dari organisasi nasional maupun internasional. (Shetty. M.S. 2005)
35 Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian beton segar SCC dari berbagai standar yang ada diantara lain untuk pengujian Filling Ability dengan menggunakan pengujian Slump Flow (ASTM ). Passing Ability dengan menggunakan pengujian J-Ring dengan standar (ASTM). 1. Filling Ability (Slump Flow)(Standard Test Method For Slump Flow Of SCC) ASTM C 1611 a. Peralatan - Kerucut Abrams - Baseplate minimum diameter 1 m - Sekop - Mistar b. Bahan - Beton Segar SCC c. Prosedur Pengujian - Letakan baseplate ditempat yang bisa menahan beban dan rata. - Pengujian filling dengan mengunakan prosedur B (membalikan kerucut abrams). - Basahkan baseplate dan kerucut abrams - Tempatkan kerucut abrams secara terbalik, dengan posisi bukaan yang kecil berada dibawah, berada pada tengah baseplate. - Isi kerucut secara bertahap sampai penuh, jangan dilakukan perojokan dan pemadatan saat memasukan beton segar.
36 Universitas Sumatera Utara
- Permungkaan kerucut abrams diratakan dengan menggunakan mistar, dan bersihkan beton yang berada di atas baseplate, sehingga area untuk mengalir beton tidak terhalang. - Angkat kerucut secara vertikal dengan ketinggian 225 ± 75 mm dalam waktu 3±1 detik - Pengujian dari awal sampai pengangkatan keucut tidak boleh lebih dari 2,5 menit - Tunggu sampai beton merhenti mengalir dan lakukan pengukuran diameter sebaran dengan sisi yang berbeda sebanyak dua kali. Jika pengukuran dua diameter mempunyai selisih hingaa 50 mm, hasil tes tidak valid dan dilakukan pengujian ulang. d. Perhitungan dan persyaratan SCC -
Slump Flow =
........................................................................ (2.1)
Dimana : d1 = diameter terbesar dari pengukuran aliran beton d2 = diameter dari pengukuran pada sisi yang lain. - Diameter sebaran beton yang diisyaratkan untuk pengujian ini adalah 50 – 70 cm e. Koreksi hasil pengujian - Jika hasil pengujian kurang dari syarat ; 1. Dilakukan penambahan komposisi superplasticizer 2. Dilakukan penambahan volume pasta 3. Dilkukan penambahan mortar volume - Jika hasil pengujian lebih dari syarat; 1. Kurangi jumlah air
37 Universitas Sumatera Utara
2. Kurangi superplasticizer 2.
Passing Ability (J-Ring Flow) (Standard Test Method For Passing Ability Of SCC by J-Ring) ASTM C 1621/ C 1621M1
a. Peralatan - Kerucut Abrams - J-Ring (gambar 2.3) - Baseplate minimum diameter 1 m - Sekop - Mistar b. Bahan - Beton Segar SCC c. Prosedur Pengujian - Letakan baseplate ditempat yang bisa menahan beban dan rata. Letakan alat J-ring di tengah-tengah baseplate. - Pengujian passing dengan mengunakan prosedur B (membalikan kerucut abrams). - Basahkan baseplate dan kerucut abrams - Tempatkan kerucut abrams secara terbalik, dengan posisi bukaan yang kecil berada dibawah, berada pada tengah baseplate dan di tengah J-ring. - Isi kerucut secara bertahap sampai penuh, jangan dilakukan perojokan dan pemadatan saat memasukan beton segar. - Permungkaan kerucut abrams diratakan dengan menggunakan mistar, dan bersihkan beton yang berada di atas baseplate, sehingga area untuk mengalir beton tidak terhalang.
38 Universitas Sumatera Utara
- Angkat kerucut secara vertikal dengan ketinggian 225 ± 75 mm dalam waktu 3±1 detik - Pengujian dari awal sampai pengangkatan keucut tidak boleh lebih dari 2,5 menit - Tunggu sampai beton merhenti mengalir dan lakukan pengukuran diameter sebaran dengan sisi yang berbeda sebanyak dua kali. Jika pengukuran dua diameter mempunyai selisih hingaa 50 mm, hasil tes tidak valid dan dilakukan pengujian ulang. - Gunakan prosedur pengujian filling sebagai prosedur pengujian J-Ring. Pengujian slump flow dan J-ring harus kurang dari 6 menit jika pengujian dikombinasikan. d. Perhitungan dan persyaratan SCC - Perhitungan pengujian J-Ring Flow - J-Ring Flow
=
.................................................................... 2.2)
Dimana : d1 = diameter terbesar dari pengukuran aliran beton d2 = diameter dari pengukuran pada sisi yang lain. - Hitung selisih antara perhitungan slump flow dan J-ring flow . - Selisih antara slump flow dengan j-ring tidak boleh lebih dari 10 mm. Tabel 2. 5 Identify blocking assessment Difference Between Slump Flow
Blocking Assessment
and J-Ring Flow 0 – 25 mm
No Visible blocking
25 – 50 mm
Minimal to noticeable blocking
>50 mm Sumber : ASTM C 1621/ C 1621M
Noticeable to extreme blocking 1
39 Universitas Sumatera Utara
e. Koreksi hasil pengujian - Jika hasil pengujian lebih dari syarat ; 1. Dilakukan penambahan komposisi superplasticizer 2. Dilakukan penambahan volume pasta 3. Dilakukan penambahan mortar volume
Gambar 2.3 J-Ring 3.
Segregation Resistance (V-Funnel) Specification and Guidelines for SCC EFNARC (European federation dedicated to specialist construction chemicals and concrete system) Pengujian yang dilakukan untuk ketahanan beton terhadap segregasi maka
dilakukan pengujian Time Increase, V-Funnel at T5minutes. a. Peralatan - V-Funnel Test - Wadah (±12 liter) - Mistar - Sekop - Stopwatch - Scrap 40 Universitas Sumatera Utara
b. Bahan - Beton Segar SCC c. Prosedur Pengujian - Letakan alat v-funnel dengan kokoh. - Basahkan bagian dalam alat v-funnel. - Tutup pintu bukaan bagian bawah alat dengan kuat, dan tempatkan wadah penampung beton dibawah pintu. - Isi alat v-funnel dari bukaan atas hingga penuh, penuangan dilakukan tanpa pemadatan.
Setelah
penuh
ratakan
permungkaan
beton
dengan
menggunakan mistar atau scrap. - Setelah 10 detik buka pintu bukaan bawah, dan catat waktu yang dibutuhkan untuk penuagannya, waktu dimulai dari saat penuangannya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui filling ability dari beton segar. - Jangan bersihkan atau basahkan alat v-funnel, beton yang ditampung dimasukan kembali setelah mengunci pintu bukaan bagian bawah. - Ratakan permungkaan beton dan diamkan selama 5 menit. - Buka pintu penutup dan catat lama waktu yang dibutuhkan sampai beton dalam alat v-funnel jatuh semua ke wadah penampungan. Pengujian ini untuk mendapatkan nilai ketahanan terhadap segregasi. d. Perhitungan dan persyaratan SCC - Persyaratan dari pengujian ini untuk SCC adalah : 1. V-funnel (pengujian filling ability) : 8 – 12 detik 2. V-funnel at T5minutes (pengujian segregation resistance) : + 3 detik dari pengujian v-funnel.
41 Universitas Sumatera Utara
e. Koreksi hasil pengujian - Jika hasil pengujian kurang dari syarat ;
-
1.
Dilakukan pengurangan komposisi superplasticizer
2.
Dilakukan pengurangan air.
Jika hasil pengujian lebih dari syarat; 1. Penambahan volume pasta 2. Penambahan volume mortar. 3. Pengurangan kadar air
Gambar 2.4 V Funnel Test 2.7.4. Pengujian Beton Keras Self Compacting Concrete (SCC) Suatu pemeriksaan apakah beton benar-benar memiliki sifat-sifat tertentu dapat dilaksanakan
secara pengujian beton. Ini dapat dilakukan ketika
pengecoran, disamping itu beton dituangkan dalam cetakan spesial benda uji. Cetakan benda uji yang umum digunakan untuk butir-butir yang besarnya kurang dari 50mm adalah berupa, kubu yang bersisi 150mm dan silinder yang berdiameter 152mm dengan ketinggian 305 mm (Sagel R, 1997).
42 Universitas Sumatera Utara
Ada berbagai alasan untuk melakukan pengujian beton keras (Nugraha P, 2007) : - Pada tingkat dasar untuk mengamati hukum fisik tentang sifat beton mencari hubungan antara sifat fisik dan mekanik dari material beton dan sifat elastis dari kekuatan beton keras. - Menentukan sifat mekanis dari beton jenis tertentu untuk penerapan khusus. Uji dilakukan dengan simulasi kondisi yang akan dialami oleh beton tersebut. - Bila hukum fisik telah diketahui, perlu dilakukan evaluasi atas konstanta fisik, misalnya modulu elastisitas. - Yang paling umum informasi rutin atas kualitas beton, dinamakan pengujian kontrol kualitas. Kecepatan dan kemudahan pengujian dapat lebih penting daripada akurasi yang sangat tinggi. 1. Pengujian Kuat Tekan Pengujian kuat tekan dilakukan setelah benda uji mencapai umur sesuai dengan yang direncanakan. Metode yang digunakan untuk percobaan kuat tekan berdasarkan pada ASTM C39-72. Beban dibebani sentris sejajar sumbunya. Beban maksimum diperoleh dengan ditandai turunnya jarum penunjuk angka pembebanan serta diikuti retak atau hancurnya benda uji. Pengujian kuat tekan dihitung dengan menggunakan persamaan : ........................................................................(2.3) Keterangan : f’c = kuat tekan beton (N/mm2) P
= beban tekan saat percobaan (N)
A
= luas penampang silinder beton (mm2)
43 Universitas Sumatera Utara
Data hasil pengujian diseleksi secara statistik. Mutu pelaksanaan penelitian dapat dilihat dari penyebaran nilai-nilai hasil pemeriksaan. Baik tidaknya penyebaran data dapat dilihat dari simpangan baku (standar deviasi) yang diperoleh. Standar deviasi dihitung dengan menggunakan persamaan : ........................................................(2.4) Keterangan : S
= standar deviasi (kg/cm2)
Xi = kuat tekan benda uji ke-i (kg/cm2) X
= kuat tekan rata-rata benda uji (kg/cm2)
2. Pengujian Kuat Tarik Belah Kuat tarik belah (f’ct) benda uji silinder beton ialah nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut yang diletakan mendatar/horizontal, sejajar dengan permungkaan meja penekan mesin uji tekan. Kuat tarik-belah benda uji dihitung dengan menggunakan rumus : .....................................................................................(2.5) Dimana : F’ct
= Kuat tarik belah beton, Mpa
P
= Beban maksimun yang ditunjukan oleh mesin uji tekan, N
L
= Panjang benda uji 300mm
D
= Diameter benda uji 150mm
2.8. Prosedur Proporsi Campuran Beton Kekuatan Tinggi 1. Langkah 1: Menentukan Slump dan Kekuatan Beton yang diinginkan Nilai slump beton yang dianjurkan diberikan pada Tabel 2.6 Slump awal diantara 2,5 sampai 5 cm. sebelum penambahan HRWR dianjurkan. Hal ini akan 44 Universitas Sumatera Utara
menjamin jumlah air campuran yang cukup dan menyebabkan superplasticizer dapat bekerja efektif. Tabel 2. 6Slump yang dianjurkan untuk Beton dengan HRWR atau Tanpa HRWR Beton dengan menggunakan HRWR * Slump sebelum penambahan HRWR
2,5 sampai 5 cm
Beton yang dibuat tanpa menggunakan HRWR * Slump
5 sampai 10 cm
* Slump yang diiinginkan di lapangan diatur dengan penambahan HRWR. 2. Langkah 2: Menentukan Ukuran Maksimum Agregat Berdasarkan pada persyaratan kekuatan, ukuran maksimum agregat kasar yang dianjurkan diberikan pada Tabel 2.7 ACI 318 menyatakan bahwa ukuran maksimum agregat tidak boleh melebihi 1/5 dari dimensi terkecil antara sisi bekisting, 1/3 dari ketinggian slab, atau ¾ dari jarak bersih minimum antar batang tulangan, ikatan batang, atau tendon atau selongsong tendon. Tabel 2. 7 Perkiraan Ukuran Maksimum Agregat Kekuatan beton yang diinginkan (Mpa)
Perkiraan Ukuran Maksimum Agregat Kasar (cm)
< 62
2 sampai 2,5
>62
1 sampai 1,3 *
* Dengan menggunakan HRWR, kekuatan tekan beton antara 62 sampai 82 dapat dicapai dengan menggunakan ukuran agregat yang lebih besar dari ukuran nominal agregat kasar yang dianjurkan (sampai 2,5 cm).
45 Universitas Sumatera Utara
3. Langkah 3: Menentukan Kadar Optimum Agregat Kasar Kadar optimum agregat kasar tergantung pada ukuran maksimumnya. Kadar optimum agregat kasar yang dianjurkan, dinyatakan sebagai fraksi dari berat kering satuan (DRUW = dry-rodded unit weight), ditunjukkan pada Tabel 2.8 sebagai fungsi dari ukuran nominal maksimum. Tabel 2. 8 Volume Agregat Kasar yang dianjurkan per Unit Volume Beton Kadar agregat kasar optimum untuk ukuran nominal maksimum dari agregat dengan menggunakan pasir dengan nilai modulus kehalusan 2,5 sampai 3,2 Ukuran nominal maksimum, cm
1
1,3
2
2,5
0,63
0,68
0,72
0,75
Volume fraksi * dari berat kering agregat kasar (oven-dry rodded) * Volume berdasarkan kondisi agregat kering (oven-dry rodded) seperti dijelaskan dalam ASTM C 29 untuk berat satuan agregat. Setelah kadar optimum agregat kasar dipilih dari Tabel 2.8 berat kering (oven-dry unit weight) agregat kasar per m3 beton dapat dihitung dengan persamaan : Berat Kering Agregat (OD) = (% x DRUW) x (DRUW) ............. (2.6) Dalam perencanaan campuran beton dengan kekuatan normal, kadar optimum agregat kasar diberikan sebagai suatu fungsi dari ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat halus. Akan tetapi, campuran beton mutu tinggi biasanya mempunyai kadar bahan semen yang tinggi, dan dengan demikian tidak tergantung pada kehadiran agregat halus untuk menambah partikel halus demi kelicinan dan kepadatan beton segar. Oleh karena itu, untuk nilai yang
46 Universitas Sumatera Utara
diberikan dalam Tabel 2.8 dianjurkan untuk menggunakan pasir dengan nilai modulus kehalusan 2,5 sampai 3,2. 4. Langkah 4: Estimasi Air Campuran dan Kadar Udara Jumlah air per unit volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan slump yang disyaratkan tergantung pada ukuran maksimum agregat kasar, bentuk partikel, dan gradasi agregat, jumlah semen, dan tipe water reducing admixture yang digunakan. Jika HRWR yang digunakan, kadar air dalam admixture biasanya dikalkulasi sebagai bahan dari W/c+p. Tabel 2.9 memberikan estimasi air campuran yang diperlukan untuk menghasilkan beton mutu tinggi yang dibuat dengan ukuran maksimum agregat 1 cm sampai 2,5 cm sebelum adanya penambahan admixture kimia. Juga diberikan korespondensi/hubungan nilai kandungan udara yang terperangkap. Jumlah air campuran tersebut adalah maksimum untuk agregat dengan bentuk yang baik, bersih, agregat kasar bersiku (angular), gradasi baik dalam batas ASTM C 33. Karena bentuk partikel dan tekstur permukaan agregat halus dapat mempengaruhi kadar rongga kosongnya (void content), persyaratan air campuran mungkin berbeda dengan nilai yang diberikan. Nilai air campuran yang diberikan pada Tabel 2.9 dapat digunakan jika agregat halus yang digunakan mempunyai voids content 35%. Voids content agregat halus dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Void Content, V,% =
-
x 100 ................. (2.7)
Bila agregat halus dengan void content tidak sama dengan 35% yang digunakan, penyesuaian harus dibuat terhadap kadar air campuran yang
47 Universitas Sumatera Utara
dianjurkan. Penyesuaian air ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Koreksi Air Pencampur, kg/m3 = (V - 35) x 4,74 ......................... (2.8) Penggunaan persamaan (2.7) menghasilkan koreksi air campuran sebesar 4,74 kg/m3 untuk setiap penyimpangan void content dari 35%. Tabel 2. 9 Estimasi Pertama Air Campuran yang dibutuhkan dan Kadar Udara Beton Segar Berdasarkan Penggunaan Pasir dengan 35% Voids Campuran Air (kg/m3) Slump, cm. Ukuran Maksimum Agregat Kasar (cm) 1
1,3
2
2,5
2,5 sampai 5
184
175
170
166
5 sampai 7,5
190
184
175
172
7,5 sampai 10
196
190
181
178
Udara yang Terperangkap
3%
2,5%
2%
1,5%
*
(2,5%) **
(2,0%)
(1,5%)
(1,0%)
* Nilai yang diberikan harus disesuaikan untuk pasir dengan voids ≠ 35% dengan menggunakan persamaan 4-3. ** Untuk campuran yang diberi tambahan HRWR. 5. Langkah 5: Menentukan W/c+p Dalam campuran beton mutu tinggi, bahan campuran semen lain, seperti silica fume, dapat digunakan, W/c+p dapat dihitung dengan membagi berat air campuran dengan berat campuran semen.
48 Universitas Sumatera Utara
Dalam Tabel 2.10 dan 2.11, w/c+p maksimum yang dianjurkan diberikan sebagai suatu fungsi dari ukuran maksimum agregat untuk mencapai kekuatan tekan yang berbeda baik pada umur 28 hari maupun 56 hari. Penggunaan HRWR pada umumnya meningkatkan kekuatan tekan beton. Nilai W/c+p yang diberikan dalam Tabel 2.10 berlaku untuk beton yang dibuat tanpa HRWR sedangkan Tabel 2.11 berlaku untuk beton yang dibuat dengan menggunakan HRWR. Tabel 2. 10 W/c+p Maksimum yang dianjurkan untuk Beton Tanpa Menggunakan HRWR W/c+p Field Strength, fcr* (Mpa)
48
55
62
69
Ukuran Maksimum Agregat Kasar (cm) 1
1,3
2
2,5
28 hari
0,42
0,41
0,40
0,39
56 hari
0,46
0,44
0,44
0,43
28 hari
0,35
0,34
0,33
0,33
56 hari
0,38
0,37
0,36
0,35
28 hari
0,30
0,29
0,29
0,28
56 hari
0,33
0,32
0,32
0,30
28 hari
0,26
0,26
0,25
0,25
56 hari
0,29
0,28
0,27
0,26
* fcr = fc + 9,65
49 Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. 11 W/c+p Maksimum yang Dianjurkan untuk Beton dengan Menggunakan HRWR W/c+p Field Strength, fcr* (Mpa)
48
55
62
69
76
83
Ukuran Maksimum Agregat Kasar (cm) 1
1,3
2
2,5
28 hari
0,50
0,48
0,45
0,43
56 hari
0,55
0,52
0,48
0,46
28 hari
0,44
0,42
0,40
0,38
56 hari
0,48
0,45
0,42
0,40
28 hari
0,38
0,36
0,35
0,34
56 hari
0,42
0,39
0,37
0,36
28 hari
0,33
0,32
0,31
0,30
56 hari
0,37
0,35
0,33
0,32
28 hari
0,30
0,29
0,27
0,27
56 hari
0,33
0,31
0,29
0,29
28 hari
0,27
0,26
0,25
0,25
56 hari
0,30
0,28
0,27
0,26
W/c+p selanjutnya dibatasi oleh persyaratan durabilitas. 6. Langkah 6: Menghitung Kadar Bahan Semen Berat bahan semen yang dibutuhkan per m3 beton ditentukan dengan membagi jumlah air campuran per m3 beton (langkah 4) dengan W/c+p 7. Langkah 7: Campuran Percobaan (Trial Mix) Dari hasil Mix Design beton normal kemudian dilakukan Trial Mix untuk mendapatkan campuran SCC dengan penambahan superplasticizer. Perbandingan komposisi dapat dilakukan berdasarkan spesifikasi dan persyaratan dari zak adiktif yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pesyaratan workabilitas dan karakteristik kekuatan campuran beton SCC.
50 Universitas Sumatera Utara
Persayaratan untuk komposisi SCC dari penyedia zat adiktif adalah : 1. Dosis untuk bahan tambahan superplasticizer 800-1500 ml per 100 kg berat semen. 2. Jumlah agregat halus adalah 45 – 55% dari total agregat. 3. W/c+p yang digunakan adalah 0,45 – 0,55. 8. Langkah 8: Penyesuaian Komposisi Campuran Percobaan Bila sifat-sifat beton yang diinginkan tidak tercapai, maka proporsi campuran coba semula harus dikoreksi agar menghasilkan sifat-sifat beton yang diinginkan. 1. Slump Awal - Jika slump awal campuran coba di luar rentang slump yang diinginkan, maka pertama-tama harus dikoreksi adalah kadar air. Kemudian kadar bahan bersifat semen dikoreksi agar rasio (W/c+p) tidak berubah, dan kemudian baru dilakukan koreksi kadar pasir untuk menjamin tercapainya slump yang diinginkan. 2. Kadar Superplasticizer (HRWR) - Bila digunakan bahan superplasticizer maka kadarnya harus divariasikan pada suatu rentang yang cukup besar untuk mengetahui efek yang timbul pada kelecakan dan kekuatan beton. 3. Kadar Agregat Kasar Setelah campuran coba dikoreksi untuk mencapai kelecakan yang direncanakan, harus dilihat apakan campuran menjadi terlalu kasar untuk pengecoran atau untuk difinishing. Bila perlu, kadar agregat kasar boleh direduksi dan kadar pasir disesuaikan supaya kelecakan yang diinginkan tercapai. Proporsi ini dapat mengakibatkan kebutuhan air bertambah sehingga kebutuhan total bahan bersifat semen juga meningkat agar rasio (W/c+p) terjaga konstan.
51 Universitas Sumatera Utara
4. Kadar Udara - Bila kadar udara hasil pengukuran berbeda jauh dari yang diperkirakan pada langkah (4), jumlah superplasticizer harus direduksi atau kadar pasir dikoreksi untuk mencapai kelecakan yang direncanakan. 5. Rasio (W/c+p) - Bila kuat tekan yang ditargetkan tidak dapat dicapai dengan menggunakan (W/c+p) yang ditentukan pada tabel 2.10 atau 2.11, campuran coba ekstra dengan perbandingan (W/c+p) yang lebih rendah harus dibuat dan diuji. 9. Langkah 9: Menentukan Komposisi Campuran Optimum Setelah campuran coba yang dikoreksi menghasilkan kelecakan dan kekuatan yang diinginkan, benda-benda uji harus dibuat dengan proporsi campuran coba tersebut sesuai dengan kondisi di lapangan. Untuk mempermudah prosedur produksi dan pengontrolan mutu, maka pelaksanaan pembuatan benda uji itu harus dilakukan oleh personil dengan menggunakan peralatan yang akan digunakan di lapangan. Hasil uji kekuatan untuk menentukan proporsi campuran optimum yang akan digunakan berdasarkan dua pertimbangan utama yaitu kekuatan beton dan biaya produksi. 2.9. Kontrol Kualitas Pekerjaan Beton Control kualitas dimasudkan untuk melihat apakah pekerjaan yang dilakukan telah memenuhi syarat seperti yang telah disyaratkan oleh peraturan. Kualitas beton harus dipertimbangkan dalam hubungannya dengan kualitas yang dituntut
untuk
pekerjaan
konstruksi.
Control
kualitas
beton
seringkali
menggunakan aplikasi statistika, seperti :
52 Universitas Sumatera Utara
2.9.1. Rata-rata Adalah jumlah nilai suatu data dalam kelompok dibagi banyaknya data. Nilai rata-rata dihitung dengan persamaan berikut ini : Kuat tekan rata-rata (fc’m) =
............................................................... (2.9)
Keterangan : fc’ = kuat tekan (kg/cm2) n = jumlah benda uji
53 Universitas Sumatera Utara