BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi 2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi Komunikasi adalah proses pengopoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut kmunikasi non-verbal (Setiawati, 2008). 2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni : Komunikator (source) adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk informasi atau lebih tepatnya disebut pesan yang harus disampaikan. Komunikan (recevier) adalah pihak yang menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon bisa aktif dalam bentuk ungkapan ataupun pasif dalam bentuk pemahaman. Pesan (message) adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan. Unsur komunikasi yang terakhir yaitu Saluran (media), adalah alat atau sarana yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan (Notoatmodjo, 2003). 2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi 2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to Face) 2.1.3.1.1. Pengertian Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000). Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003). 2.1.3.1.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Interpersonal Menurut
Devito
(1997)
bahwa
faktor-faktor
efektivitas
komunikasi
interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Keterbukaan (Openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidak sependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggung jawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal).
Universitas Sumatera Utara
2. Empati (Empathy) Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya. 3. Sikap Mendukung (Supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
Universitas Sumatera Utara
4. Sikap Positif (Positiveness) Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. 5. Kesetaraan (Equality) Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal
Universitas Sumatera Utara
pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain. 2.1.3.2. Komunikasi Kelompok (Forum) 2.1.3.2.1. Pengertian Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon dalam (Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.2.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Kelompok Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yaitu melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: 1. Ukuran Kelompok Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara
Universitas Sumatera Utara
keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater dalam Rakmat (2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggotaanggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok. 2. Jaringan Komunikasi Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir. 3. Kohesi Kelompok Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari dalam Jalaluddin (2004) menyarankam bahwa
Universitas Sumatera Utara
kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian. 4. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling
menentukan
kefektifan
komunikasi
kelompok.
Klasifikasi
gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin
yang
mendorong
dan
membantu
anggota
kelompok
untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
Universitas Sumatera Utara
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal. 2.1.4. Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (1994), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk memengaruhi orang lain. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu memengaruhi kenyaman ibu pra persalinan. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang bidan dengan teknik-teknik tertentu. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap ibu pra persalinan dan pemberian informasi yang akurat kepada ibu pra persalinan, sehingga diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kenyamanan ibu pra persalinan yang akan menghadapi proses persalinan. 2.1.5. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Menurut Suryani (2005) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik. Pertama, hubungan bidan dengan ibu pra persalinan adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan bidan dengan ibu pra persalinan tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat. Kedua, bidan harus menghargai keunikan ibu pra persalinan. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu bidan perlu memahami perasaan
Universitas Sumatera Utara
dan perilaku ibu pra persalinan dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya dan keunikan setiap individu. Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini bidan harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri ibu pra persalinan. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah, hubungan saling percaya antara bidan dan ibu pra persalinan adalah kunci dari komunikasi terapeutik. 2.1.6. Tujuan Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (1994), tujuan komunikasi terapeutik adalah, membantu klien atau pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri. Komunikasi terapeutik memegang peranan penting karena dengan komunikasi yang baik diberikan oleh bidan dapat membantu ibu pra persalinan memperjelas dan mengurangi beban pikiran ibu pra persalinan, meningkatkan pengetahuan ibu pra persalinan dan diharapkan dapat memengaruhi ibu pra persalinan untuk menanamkan kepercayaan dalam menghadapi proses persalinan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Hal-hal yang Harus Diperhatikan Bidan dalam Komunikasi Terapeutik Dalam melakukan komunikasi terapeutik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan bidan, antara lain sikap bidan dalam melakukan hubungan, materi hubungan dan teknik komunikasi terapeutik. Seorang bidan perlu memperhatikan sikap tertentu untuk melakukan komunikasi terapeutik. Egan dalam Kozier (1983) mengidentifikasi lima sikap atau cara menghadirkan diri secara fisik untuk memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu berhadapan, posisi berhadapan menunjukan/memberi isyarat ”saya siap untuk anda”. Posisi yang tidak lurus menghadap wajah ibu pra persalinan menunjukan keterlibatan yang kurang. Mempertahankan kontak mata, kontak mata sejajar menunjukan bidan menghargai ibu pra persalinan dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. Membungkuk ke arah ibu pra persalinan, posisi membungkuk ke arah ibu pra persalinan memberi makna ada keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu. Mempertahankan postur terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi. Jarak yang terbentuk antara bidan dan ibu pra persalinan menunjukkan juga keintiman dan keterbukaan sikap dalam hubungan yang terbentuk antara bidan dan ibu pra persalinan. Hall dalam kozier (1995) menyatakan bahwa hubungan intim berjarak dari nol (kontak tubuh) sampai 45 cm. Hubungan personal memiliki jarak antar individu antara 45-120 cm, hubungan sosial dalam jarak antara 1,2-3,6 meter, dan hubungan publik dengan jarak antarpersonal lebih dari 3,6 meter.
Universitas Sumatera Utara
Lebih jauh, keintiman juga tercermin dari sentuhan tubuh, kemampuan merasakan bau tubuh, dan kehangatan suhu tubuh individu lain, serta frekuensi dan kualitas kontak mata terbentuk. Dan sikap yang yang terakhir yaitu rileks, sikap rileks menciptakan iklim kondusif bagi ibu pra persalinan untuk tetap melakukan komunikasi dan memungkinkan pengembangan komunikasi. Situasi yang rileks tercipta melalui posisi tubuh yang digunakan selama komunikasi, intonasi pembicaraan, dan penggunaan kata-kata yang tepat atau mengandung humor. Pemilihan kata juga penting untuk menimbulkan kesan rileks bagi ibu pra persalinan. Situasi rileks penting bagi ibu pra persalinan untuk meningkatkan kepercayaan dan keterbukaan diri dengan bidan tetap mempertahankan kesan profesional. Saat melakukan hubungan terapeutik, materi hubungan juga harus diperhatikan bidan. Materi dalam komunikasi terapeutik diorientasikan untuk mencapai tujuan hubungan. Isi (content) komunikasi yang dilakukan antara bidan dan ibu pra persalinan dilakukan sesuai kontrak yang telah dibuat antara ibu pra persalinan dan bidan sehingga nilai-nilai hubungan profesional tetap terjaga (Tamsuri, 2005). Kemudian yang tidak kalah pentingnya harus diperhatikan adalah komunikasi terapeutik. Sebagaimana penjelasan bahwa hubungan yang terbentuk antara bidan dan ibu pra persalinan selalu memerlukan komunikasi dan mengacu pada pemahaman bahwa komunikasi merupakan salah satu sarana untuk membina hubungan profesional antara bidan dan ibu pra persalinan, penting kiranya seorang bidan memiliki keterampilan berkomunikasi supaya komunikasi yang dilakukan berguna
Universitas Sumatera Utara
untuk mempertahankan hubungan bidan-ibu pra persalinan, mempengaruhi prilaku klien menuju pola-pola kesehatan, meningkatkan integritas ibu pra persalinan, dan akhirnya menimbulkan efek mengatasi masalah ibu pra persalinan (Tamsuri, 2005). 2.1.8. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik Tiap ibu pra persalinan tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Berikut ini adalah teknik komunikasi berdasarkan referensi dari Tamsuri (2005). 1. Diam, yaitu tenang, tidak melakukan pembicaraan selama beberapa detik atau menit 2. Mendengar adalah proses aktif penerimaan informasi dan penelaah reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima 3. Menghadirkan topik pembicaraan yang umum adalah dengan menggunakan pernyataan atau pertanyaan yang mendorong ibu pra persalinan untuk berbicara, memilih topik pembicaraan dan memfasilitasi kelanjutan pembicaraan 4. Menspesifikan adalah membuat pernyataan yang lebih spesifik dan tentatif 5. Menggunakan pertanyaan terbuka adalah menanyakan sesuatu yang bersifat luas, yang
memberi
(mengungkapkan,
ibu
pra
persalinan
klarifikasi,
kesempatan
menggambarkan,
untuk
mengeksplorasi
membandingkan,
atau
mengilustasikan) 6.
Sentuhan adalah melakukan kontak fisik untuk meningkatkan kepedulian
Universitas Sumatera Utara
7. Mengecek persepsi atau memvalidasi adalah metode yang sama dengan klarifikasi, tetapi pengecekan dilakukan terhadap kata-kata khusus yang disampaikan ibu pra persalinan. 8. Menawarkan diri adalah menawarkan kehadiran, perhatian, dan pemahaman tentang sesuatu 9. Memberi informasi adalah memberi informasi faktual secara spesifik tentang ibu pra persalinan walaupun tidak diminta. Apabila tidak mengetahui informasi yang dimaksud,
bidan menyatakan ketidaktahuannya dan menanyakan orang yang
dapat dihubungi untuk mendapatkan informasi. 10. Menyatakan kembali dan menyimpulkan adalah secara aktif mendengarkan pesan utama yang disampaikan ibu pra persalinandan kemudian menyampaikan kembali pikiran dan perasaan itu dengan menggunakan kata-kata serupa. 11. Mengklarifikasi adalah metode membuat inti seluruh pesan dari pernyataan ibu pra persalinan lebih dimengerti.
Bidan dapat melakukan klarifikasi dengan
menyatakan kembali pesan dasar/meminta ibu pra persalinan mengulang atau meyatakan kembali pesan yang disampaikan 12. Refleksi adalah mengembalikan ide, perasaan, pertanyaan kepada ibu pra persalinan untuk memungkinkan eksplorasi ide dan perasaan mereka terhadap situasi.
Universitas Sumatera Utara
13. Menyimpulkan dan merencanakan adalah menyatakan poin utama dalam diskusi untuk mengklarifikasi hal-hal relevan yang perlu didiskusikan. Teknik ini berguna pada akhir wawancara atau mengevaluasi penguasaan ibu pra persalinan terhadap program pengajaran kesehatan. 14. Pengakuan adalah memberi komentar dengan teknik tidak menghakimi terhadap perubahan perilaku seseorang atau usaha yang telah dilakukan 15. Klarifikasi waktu adalah membantu klien mengklarifikasi waktu atau kejadian, situasi, kejadian dan hubungan antara peristiwa dan waktu. 16. Memfokuskan adalah membantu ibu pra persalinan mengembangkan topik yang penting. Penting bagi bidan untuk menunggu ibu pra persalinan beberapa saat tentang tema apa yang mereka sampaikan (perhatikan) sebelum memfokuskan pembicaraan.
2.2. Kenyamanan 2.2.1.Pengertian Kenyamanan Kenyamanan dan rasa aman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Kenyamanan tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal. Manusia menilai lingkungan berdasarkan rangsangan yang masuk kedalam dirinya melalui keenam indra dan dicerna otak untuk dinilai. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan. Kemudian otak akan memberikan penilaian relatif apakah kondisi itu nyaman atau tidak. Kenyamanan itu disatu faktor dapat ditutupi oleh faktor lain. (Satwiko,2009).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Kebutuhan Rasa Nyaman Kolcaba dalam Potter dan Perry (2006) mengungkapkan kenyamanan / rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhnya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan seharihari ), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi ) dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup 4 aspek yaitu: a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh. b. Sosial berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial. c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan. d. Lingkungan berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna dan unsur alamiah lainnya. Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan bidan telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kenyamanan dalam menghadapi proses persalinan seperti komplikasi – komplikasi yang akan terjadi misalnya kelainan letak anak, kelainan jalan lahir, perdarahan dan sebagainya. Hal ini
disebabkan
karena
kegelisahan,
kekawatiran
merupakan
kondisi
yang
mempengaruhi perasaan tidak nyaman ibu yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala dan tanda pada ibu.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Prinsip Umum Sayang Ibu Prinsip-prinsip sayang ibu adalah sebagai berikut : 1. Memahami bahwa kelahiran merupakan proses alami dan fisiologis. 2. Menggunakan cara-cara yang sederhana dan tidak melakukan intervensi tanpa ada indikasi. 3. Memberikan rasa aman,berdasarkan fakta dan memberi kontribusi pada keselamatan jiwa ibu. 4. Asuhan yang diberikan berpusat pada ibu. 5. Menjaga privasi serta kerahasiaan ibu. 6. Membantu ibu agar merasa aman,nyaman dan didukung secara emosional. 7. Memastikan ibu nendapat informasi,penjelasan dan konseling yang cukup. 8. Mendukung dan keluarga untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan. 9. Menghormati praktek-praktek adat dan kenyakinan agama. 10. Memantau kesejahteraan fisik,psikologis,spiritual dan sosial ibu / kelurganya selama kehamilan,persalinan dan nifas. 11. Memfokuskan perhatian pada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. 2.2.4. Asuhan Sayang Ibu Selama Persalinan Menurut Pusdiknakes (2003), upaya penerapan asuhan sayang ibu selama proses persalinan meliputi kegiatan : 1. Memanggil ibu sesuai nama panggilan sehingga akan ada perasaan dekat dengan bidan.
Universitas Sumatera Utara
2. Meminta izin dan menjelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan bidan dalam pemberian asuhan. 3. Bidan memberikan penjelasan tentang gambaran tentang proses persalinan yang akan dihadapi ibu dan keluarga 4. Memberikan informasi dan menjawab pertanyaan dari ibu dan keluarga sehubungan dengan proses persalinan. 5. Mendengarkan dan menanggapi keluhan ibu dan keluarga selama proses persalinan. 6. Menyiapkan rencana rujukan atau kolaborasi dengan dokter spesialis apabila terjadi kegawat daruratn kebidanan. 7. Memberikan dukungan mental, memberikan rasa percaya diri pada ibu, serta berusaha memberi rasa nyaman dan aman. 8. Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik meliputi sarana dan prasarana pertolongan persalinan. 9. Menganjurkan suami dan keluarga untuk menghadapi ibu selama proses persalinan. 10. Membimbing suami dan keluarga tentang cara memperhatikan dan mendukung ibu selama proses persalinan dan kelahiran bayi, seperti:memberi makan dan minum, memijit punggung ibu, membantu mengganti posisi ibu, membimbing relaksasi dan mengingatkan untuk berdoa. 11. Bidan melakukan tindakan pencegahan infeksi. 12. Menghargai privasi ibu dengan menjaga semua kerahasiaan.
Universitas Sumatera Utara
13. Membimbing dan menganjurkan ibu untuk mencoba posisi selama persalinan yang nyaman dan aman. 14. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak kontraksi. 15. Menghargai dan memperbolehkan praktek –praktek tradisional yang tidak merugikan. 16. Menghindari tindakan yang berlebihan dan yang membahayakan. 17. Memberi kesempatan ibu untuk memeluk bayi segera setelah lahir dalam waktu 1 jam setelah persalinan. 18. Membantu ibu dalam pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah kelahiran
bayi dengan membimbing ibu membersihkan payudara,posisi
menyusui yang benar dan penyuluhan tentang manfaat ASI.
2.3. Persalinan Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001). Persalinan normal disebut juga partus spontan adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar,R 1998). Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan ( 37 – 42 minggu ) lahir spontan dengan presentasi belakang
Universitas Sumatera Utara
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2001). 2.3.1. Etiologi Apa yang menyebabkan terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang komplek antara lain ditemukan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh prostaglandin, pengaruh tekanan pada syaraf dan nutrisi. 2.3.1.1. Teori Penurunan Hormonal Penurunan hormonal terjadi 1-2 minggu sebelum partus yaitu mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron bekerja sebagai penenang otototot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun. 2.3.1.2. Teori Plasenta Menjadi Lebih Tua Yang akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga menyebabkan kekejangan pembuluh darah. Hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim. 2.3.1.3. Teori Distensi Rahim Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot sehingga mengganggu sirkulasi utero placenta. 2.3.1.4. Teori Iritasi Mekanik Dibelakang serviks terletak ganglion servikale (Frankenhauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.5. Induksi Partus (Induction of Labour) Partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan : rangsang laminaria, amniotomi, dan oksitosin drips (Mochtar, 2005). 2.3.2. Tanda dan Gejala Persalinan 2.3.2.1. Tanda Permulaan Persalinan Pada permulaan persalinan/kata pendahuluan (Preparatory stage of labor) yang terjadi beberapa minggu sebelum terjadi persalinan, dapat terjadi tanda-tanda sebagai berikut : a. Lightening atau setting/deopping, yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. b. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun c. Perasaan sering kencing (polikisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin d. Perasaan sakit diperut dan dipinggang karena kontraksi ringan otot rahim dan tertekannya fleksus frankenhauser yang terletak pada sekitar serviks (tanda persalinan false-false labour pains) e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar karena terdapat kontraksi otot rahim f. Terjadi pengeluaran lendir, dimana lendir penutup serviks dilepaskan dan bisa bercampur darah (Sarwono, 2005). 2.3.2.2. Tanda-tanda Inpartu Tanda-tanda inpartu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Kekuatan dan rasa sakit oleh adanya his datang lebih kuat, sering dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin pendek. b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks. c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. d. Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks : perlunakannnya, pendataran, dan terjadinya pembukaan serviks (Manuaba, 2001). 2.3.3. Faktor-faktor yang Penting dalam Persalinan Faktor-faktor yang penting dalam persalinan antara lain : 1. Power (kekuatan mendorong janin keluar) a. His ( kontraksi uterus ) b. Merupakan kontraksi dan relaksasi otot uterus yang bergerak dari fundus ke korpus sampai dengan ke serviks secara tidak sadar. c. Kontraksi otot dinding rahim d. Kontraksi diafragma pelvis/kekuatan mengejan. 2. Passanger a. Janin b. Plasenta 3. Passage (jalan lahir) a. Jalan lahir keras yaitu tulang pinggul (os coxae, os sacrum/promontorium, dan os coccygis)
Universitas Sumatera Utara
b. Jalan lahir lunak : yang berperan dalarn persalinan adalah segmen bahwa rahim, seviks uteri dan vagina, juga otot-otot, jaringan ikat dan ligamen yang menyokong alat urogenital (Sarwono, 2009). 4. Psikologis (Kejiwaan) 5. Pisycian (Penolong)
2.4. Landasan Teori Menurut teori komunikasi Devito (1997), bahwa faktor yang berpengaruh terhadap kenyamanan ibu pra persalinan adalah efektivitas komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness),
dan
kesetaraan
(equality).
Berdasarkan
faktor-faktor
yang
memengaruhinya, ibu pra persalinan yang akan menghadapi persalinan adalah : Keterbukaan
Empati
Mendukung
Positif
Kesetaraa
Persepsi
Gambar 2.1 Kerangka Teori Devito (1997)
Universitas Sumatera Utara
2.5. Kerangka Konsep Komunikasi Terapeutik : - Keterbukaan - Empati
Kenyamanan Ibu Pra Persalinan
- Sikap Mendukung - Sikap Positif - Kesetaraan
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara