16
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1.
Plasenta
2.1.1. Bentuk Ukuran dan Letak Plasenta Purwaningsih dan Fatmawati (2013) menjelaskan bentuk ukuran dan letak plasenta sebagai berikut: 1) bentuk oval atau bundar, 2) Ukuran 15-20 cm, tebal 2-3 cm, berat 500-600 gr, dan 3) Letak normal pada korpus uteri bagian depan atau belakang ke arah fundus uteri. 2.1.2. Pembentukan Plasenta Purwaningsih dan Fatmawati (2013) mengatakan bahwa nidasi atau implantasi terjadi pada bagian fundus uteri di dinding depan atau belakang. Pada blastula penyebaran sel trofoblas tidak rata, sehingga bagian blastula dengan inner cell masih akan tertanam kedalam endometrium. Sel trofoblas mendestruksikan endometrium sampai terjadi pembentukan plasenta yang berasal dari primer vili korealis. Terjadi nidasi mendorong sel blastula mengadakan deferensiasi. Sel yang dekat dengan ruangan seksoselom membentuk endoterm dan yolk sac sedangkan sel lain membentuk ectoderm dan amnion (Purwaningsih dan Fatmawati, 2013). Menurut Purwaningsih dan Fatmawati (2013) ruangan amnion dengan cepat mendekati koron sehingga jaringan yang terdapat antara amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali pusat. Dengan berbagai bentuk implantasi dimana posisi plat embrio berada akan dijumpai berbagai variasi dari intersio tali pusat (sentralis, parasentralis, marginalis, velamintosa).
Universitas Sumatera Utara
17
Vili korealis menghancurkan desidua sampai pembuluh darah, mulai dengan pembuluh darah vena pada hari ke 10-11 setelah konsepsi, embrio dapat nutrisi dari ibu. Vili korealis menghancurkan pembuluh darah arteri sehingga terjadi aliran darah pertama retroplasenter pada hari ke 14-15 setelah konsepsi (Purwaningsih dan Fatmawati, 2013). Bagian desidual yang tidak dihancurkan membagi plasenta menjadi 1520 kotiledon maternal, sedangkan dari sudut fetus plasenta dibagi menjadi 200 kotiledon fetus (Purwaningsih dan Fatmawati, 2013). 2.1.3. Pembagian Plasenta Plasenta terdiri dari tiga bagian: 1) bagian janin, terdiri dari korion frondosum dan vili korealis, 2) bagian maternal, terdiri dari desisua kompakta yang terbentuk dari beberapa lobus dan kotiledon (15-20 buah), 3) tali pusat, panjang rata-rata 50-55cm diameter 1-2,5 cm (Purwaningsih dan Fatmawati, 2013). 2.1.4. Fungsi Plasenta Fungsi plasenta yaitu: 1) sebagai alat nutrisive untuk mendapatkan bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, 2) sebgai alat pembuangan metabolisme, 3) sebagai alat pernafasan, 4) menghasilkan hormone, 5) sebagai alat penyalur anti body ke tubuh janin, dan 6) sebagai barier (Purwaningsih dan Fatmawati, 2013).
Universitas Sumatera Utara
18
2.1.5. Tipe Plasenta Menurut Purwaningsih dan Fatmawati (2013), tipe plasenta dibagi beberapa tipe yaitu 1) menurut bentuknya seperti plasenta normal, plasenta membranae (tipis 0), plasenta suksenturiata (satu lobus terpisah), plasenta spuria, plasenta bilobus, dan plasenta trilobus; 2) menurut perlekatan pada dinding rahim seperti adhesiva (melekat), akreta (lebih melekat), inkreta (sampai ke otot polos) dan perkreta (sampai serosa). 2.1.6. Hormon yang Dihasilkan Plasenta Hormon yang dihasilkan plasenta seperti hCG (hormon Chorionic Gonadotropin), chorionic somatomamotropin,estrogen, progesteron, tirotropin korionik dan relaksin (Purwaningsih dan Fatmawati, 2013). 2.1.7. Proses Pengeluaran Plasenta dengan pengaruh IMD Pengeluaran Plasenta terjadi pada kala III persalinan. Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 15-30 menit setelah bayi lahir (Sumarah, 2009). Dengan dilakukan IMD segera pada bayi baru lahir akan merangsang pengeluaran oksitosin sehingga pengeluaran plasenta menjadi lebih cepat. Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh hipofisis posterior yang akan dilepaskan ke pembuluh darah apabila mendapatkan rangsangan yang tepat. Efek fisiologis dari oksitosin adalah merangsang kontraksi otot polos uterus baik pada masa persalinan maupun masa nifas. Disamping itu oksitosin
Universitas Sumatera Utara
19
juga mempunyai efek pada payudara ibu yaitu meningkatkan pemancaran ASI dari kelenjar mammae (let down refleks) (Sherwood, 2001). Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang myometrium uterus sehingga dapat berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu proses yang kompleks dan terjadi karena adanya pertemuan aktin
dan myosin. Dengan
demikian aktin dan myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan aktin dan myosin disebabkan karena adanya myocin light chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase, proses ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion kalium yang masuk didalam sel (Sherwood, 2001dan Dasuki, 2008) sedangkan oksitosin merupakan suatu hormon yang memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Sehingga
dengan adanya oksitosin akan memperkuat
kontraksi uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum intensitas kontraksi uterus biasa berkurang dan menjadi teratur, karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena hisapan bayi pada payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan
Universitas Sumatera Utara
20
kontraksi, melepaskan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan bayi akan merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali kebentuk normal dan pengeluaran air susu (Ambarwati, 2009). 2.2.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
2.2.1. Definisi Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Inisiasi menyusu dini dilakukan pada bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan, dengan segera posisikan bayi untuk menghisap puting susu ibu secara benar (Hubertin, 2004). Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam istilah asing sering disebut early inisiation adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir menyusu sendiri pada ibunya satu jam pertama kelahirannya. Cara bayi melakukan IMD dinamakan the breast crawl atau dengan istilah lain bayi merangkak untuk mencari payudara ibu (Roesli, 2008). Inisiasi menyusu dini adalah pemberian air susu ibu dimulai sedini mungkin segera setelah bayi lahir, setelah tali pusat dipotong, letakkan bayi tengkurap didada ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Biarkan kontak kulit bayi ke kulit ibu menetap setidak selama satu jam bahkan lebih sampai bayi dapat menyusu sendiri (JNPK-KR, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Roesli (2008) mengatakan bahwa, bayi menunjukan kesiapan untuk menyusu 30-40 menit setelah lahir. Inisiasi menyusu dini adalah proses menyusu bukan menyusui yang merupakan gambaran bahwa insiasi menyusu dini bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus aktif sendiri menemukan puting susu ibu. Ketika bayi sehat di letakkan di atas perut atau dada ibu segera setelah lahir dan terjadi kontak kulit (skin to skin contact) merupakan suatu kejadian yang luar biasa dimana bayi akan bereaksi oleh karena rangsangan sentuhan ibu, dia akan bergerak di atas perut ibu dan menjangkaui payudara. Kemudian mulai menyusu dari payudara ibu. Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas, IMD adalah suatu proses menyusu yang dilakukan segera dalam satu jam pertama kelahiran bayi dengan memposisikan bayi di atas perut atau dada ibu hingga terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi, lalu bayi secara aktif akan mencari puting susu ibu dan mulai menyusu. 2.2.2.
Tujuan Inisiasi Menyusu Dini Sejak tahun 2006, pemerintah gencar mengkampanyekan program
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Program ini diserukan karena tingkat kematian bayi maupun ibu saat melahirkan masih sangat tinggi. Ternyata dengan program IMD ini, tingkat kematian bayi bisa ditekan hingga 22 persen. Sementara kalangan medis di barat telah melaksnakan program ini sejak 10 tahun sebelumnya.
22
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang merekomendasikan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebagai tindakan penyelamat kehidupan, karena IMD dapat menyelamatkan 22 persen dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. Menyusu satu jam pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta, maupun masyarakat dapat mensosialisasikan dan
melaksanakan
mendukung
suksesnya
program
tersebut,
sehingga
diharapkan akan tercapai sumber daya Indonesia yang berkualitas. Menurut Roesli (2008), inisiasi menyusu dini berperan dalam pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yaitu: 1) Membantu mengurangi kemiskinan karena IMD dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif enam bulan dan lama menyusui sehingga tidak membutuhkan susu formula dan hemat Rp3,3 juta dalam enam bulan, 2) Menbantu mengurangi kelaparan karena bagi anak usia dua tahun, sebanyak 500 cc ASI ibunya mampu memenuhi kalori 31%, protein 38%, vitamin A 45%, dan vitamin C 95%, dan 3) Membantu mengurangi angka kematian anak balita. 2.2.3
Manfaat Inisiasi Menyusu Dini Pada saat menyusu akan terjadi kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi.
Ketika kontak fisik antara ibu dan bayi tetap dipertahankan setelah bayi lahir, konsentrasi perifer oksitosin dalam sirkulasi maternal tampaknya menjadi tinggi dalam satu jam pertama dibanding sesaat sebelum lahir (Nissen et all, 1995). 23
Universitas Sumatera Utara
Disaat yang bersamaan neonatus tampaknya diarahkan menuju payudara oleh aroma (varendi et all, 1994). Selama hari-hari pertama kehidupan ekstrauteri bayi baru lahir menunjukkan beberapa perilaku berdasarkan insting untuk menempelkan dan mendapatkan nutrisi dengan menempelkan mulutnya ke nutrisi baru, secara biologis bayi yang menyusulah yang memulai inisiatif untuk menyusu (Pyor, 1963). Manfaat IMD untuk Ibu (Bergstrom, 2007) yaitu: 1) Ibu dan bayi menjadi lebih tenang, 2) Jalinan kasih sayang ibu dan bayi lebih baik sebab bayi siaga dalam 1-2 jam pertama, 3) Sentuhan, jilatan, usapan pada puting susu ibu akan merangsang pengeluaran hormon oxyitosin, 4) Membantu kontraksi uterus, mengurangi risiko perdarahan dan mempercepat pelepasan plasenta. 2.2.4
Penghambat Inisiasi Menyusu Dini Pada persalinan normal, diharapkan agar setiap ibu dapat mencapai
keberhasilan, mampu melaksanakan program IMD tidak lebih dari satu jam. Namun pada kenyataannya ada beberapa ibu yang mengeluhkan beberapa hal yang dapat menghambat keberhasilan program IMD. Beberapa hal yang dapat menghambat keberhasilan program IMD pada pasien dengan persalinan normal menurut pendapat Maryunani (2012) antara lain: 1) kondisi ibu yang masih lemah (bagi ibu post partum normal dalam kondisi kelemahan ini, ibu tidak mampu melakukan program IMD) dan 2) ibu cenderung suka untuk beristirahat saja dari pada harus kesulitan membantu membimbing anaknya untuk berhasil melakukan program IMD.
24
Universitas Sumatera Utara
Roesli (2008) mengatakan bahwa, berikut ini beberapa pendapat atau opini yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi diantaranya adalah a) Bayi kedinginan hal ini tidak benar karena dibuktikan dengan bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit dengan ibu. Suhu payudara ibu meningkat 0,5 derajat dalam dua menit jika bayi diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005, dalam Roesli, 2008), ditemukan bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1oC lebih panas daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang diletakkan di dada ibu iini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1oC. Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2oC untuk menghangatkan bayi. Jadi, dada ibu yang melahirkan merupakan tempat terbaik bagi bayi yang baru lahir dibandingkan tempat tidur yang ‘canggih’ dan mahal; b) Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya – tidak benar. Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu; c) Tenaga kesehatan kurang bersedia – tidak masalah. Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat melanjutkan tugasnya. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Melibatkan ayah atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu; d) Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk – tidak masalah. Dengan bayi di dada ibu, ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini; e) Ibu harus dijahit – tidak masalah. Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara. Yang 25
Universitas Sumatera Utara
dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu; f) Suntikan vitamin K dan tetesan mata untuk mencegah penyakit gonore (gonorrhea) harus segera diberikan setelah lahir – tidak benar. Menurut American College of Obstetrics and Gynecology dan Academy Breastfeeding Medicine (2007, dalam Roesli, 2008), tindakan pencegahan ini dapat ditunda setidaknya selama satu jam sampai bayi menyusu sendiri tanpa membahayakan bayi; g) Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang dan diukur – tidak benar. Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix meresap, melunakkan, dan melindungi kuli bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai; h) Bayi kurang siaga – tidak benar. Justru pada 12 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert). Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding; i) Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan pre-laktat) – tidak benar. Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu; dan j) Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi – tidak benar. Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.
26
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Tatalaksana Inisiasi Menyusu Dini Ada tiga langkah inisiasi menyusu dini yaitu: pertama, bayi harus mendapatkan kontak kulit ke kulit dengan ibu sgera setelah lahir paling sedikit satu jam. Dianjurkan agar tetap melakukan kontak kulit ibu dan bayi selama satu jam pertama kelahirannya walaupun bayi berhasil menghisap puting susu ibu kurang dari satu jam. Kedua, bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan IMD dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta memberi bantuan jika diperlukan. Ketiga, menunda semua prosedur yang haus dilakukan pada bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu selesai, prosedur tu seperti menimbang, memberikan antibiotika salep mata, vitamin K dan lain-lain (JNPK-KR, 2008). Menurut Roesli (2008), tatalaksana inisiasi menyusu dini secara umum adalah 1) Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan; 2) Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan dan dapat diganti dengan cara non-kimiawi, misalnya pijat, aromaterapi, gerakan, atau hypnobirthing; 3) Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan norml, di dalam air, atau dengan jongkok; 4) Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya kecuali tangannya. Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan; 5) Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu lalu biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu dengan posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti. Jika perlu, gunakan topi bayi; 6) Bayi dibiarkan mencari puting susu 27
Universitas Sumatera Utara
ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu ibu; 7) Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Biarkan bayi dalam posisi kulit bersentuhan dengan kulit ibunya setidaknya selama satu jam, walaupun ia telah berhasil menyusu pertama sebelum satu jam. Jika belum menemukan puting payudara ibunya selama satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit ibunya sampai berhasil menyusu pertama; 8) Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi caesar; 9) Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur, dan dicap setelah satu jam atau menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif, misalnya suntikan vitamin K dan dan tetesan mata bayi dapat ditunda; dan terakhir 10) Rawat gabung. Ibu dan bayi dirawat dalam satu kamar. Selama 24 jam ibu-bayi tetap tidak dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minuman pre-laktat (cairan yang diberikan sebelum ASI ‘keluar’) dihindarkan.
28
Universitas Sumatera Utara
2.2.6
Lima Tahapan perilaku (Pre-Feeding Behaviour) Sebelum Bayi Berhasil Menyusu Menurut Maryunani (2012), bayi baru lahir yang mendapatkan kontak ke
kulit segera setelah lahir, akan melalui lima tahapan perilaku sebelum ia berhasil menyusu. Iima tahapan tersebut yakni 1) dalam 30-45 menit pertama, bayi akan diam dalam keadaan siaga dan sesekali matanya membuka lebar serta melihat ke ibunya. Pada masa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan keluar kandungan dan merupakan dasar pertumbuhan rasa aman bayi terhadap lingkungannya; 2) antara 45-60 menit pertama, bayi akan menggerakkan mulutnya seperti mau minum, mencium, kadang mengeluarkan suara, dan menjilati tangannya. Bayi akan mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu dan bau serta rasa ini yang akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu. Itulah sebabnya tidak dianjurkan mengeringkan ke dua tangan bayi pada saat bayi baru lahir; 3) mengeluarkan liur, saat bayi siap dan menyadari ada makanan di sekitarnya, bayi mulai mengeluarkan liur; 4) bayi mulai bergerak ke arah payudara, areola payudara akan menjadi sasarannya dengan kaki bergerak menekan perut ibu. Bayi akan menjilati kulit ibu, menghentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangannya; dan 5) bayi mulai menyusu. Akhirnya bayi menemukan, menjilati, mengulum puting, membuka mulut lebar-lebar, dan melekat dengan baik serta mulai menyusu. 29
Universitas Sumatera Utara