BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DESKRIPSI BETON Beton merupakan fungsi dari bahan penyusun yang terdiri dari bahan semen
hidrolik (portlan cement), agragat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahanbahan penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masingmasing komponen. Dalam Nawy (1990), beton dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi sejumlah material pembentuknya. Dengan demikian perlu dibicarakn fungsi dari
masing-masing
komponen
tersebut
sebelum
mempelajari
beton
secara
keseluruhnya. parameter yang mempengaruhi kekuatan beton adalah; kualitas semen, proporsi semen terhadap air dalam campurannya, kekuatan dan kebersihan agregat, interaksi atau adhesi antara pasta semen dan agregat, pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton, penempatan yang benar, penyelasaian dan kompaksi beton segar, perawatan pada teperatur yang tidak rendah dari 50°F pada saat beton hendak mencapai kekuatannya, kandungan klorida tidak melebihi 0,15% dalam bentuk ekspos dan 1% untuk beeton yang terlindungi. Beton kuat terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu perlu tulangan untuk menahan gaya tarik untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini serinbg kali digunakan untuk memperkuat daerah tekan pada penampang balok.
Universitas Sumatera Utara
Dalam SNI 03-2847-2002, beton merupakan campuran antara semen portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk masa padat. Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja. Dalam Nawy (1990), Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus. Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai oleh peningkatan yang kecil dari kuat tariknya. Kecilnya kuat tarik dari beton ini merupakan salah satu kelemahan beton biasa. Untuk mengatasinya beton dikombinasikan dengan tulangan beton dimana baja biasa digunakan sebagai tulangannya, dengan alasan karena koefsien baja hamper sama dengan kofisien beton (Tri Mulyono, 2004).
2.1.1
Semen Portland Semen Portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan alumunium silikat. Penambahan air mineral ini menghasilkan suatu pasta yang jika mongering akan mempunyai kekuatan seperti batu (Nawy, 1985). Bahan baku pembentuk semen adalah: a. Kapur (Cao): dari batu kapur b. Silika (SiO2): dari lempung c. Alumina (Al2O3): dari lempung
Universitas Sumatera Utara
Dalam Tri Mulyono (2004), semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks dengan campuran serta sususnan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok; yaitu (1) semen non hidrolik dan (2) semen hidrolik. Semen non-hidrollik tidak dapat mengkat dan mengeras di dalam air tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen ini adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh semen hidrolika adalah kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portlan, semen Portland-pozzolan, semen Portland terak tanur tinggi, semen alumunium, semenexpansif. Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini berupa rekritalisasi delam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel semen yang akan mempunyai kekuatan tekan tinggi apabila mengeras (Nawy, 1985). Secara umum perencanaan campuran beton yang akan digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton harus memenuhi persyaratan seperti (1) kekuatan desak yang dicapai dalam umur 28 hati atau umur yang ditentukan; (2) tingkat keawetan beton, sama pentingnya dengan kekuatan beton, dengan tingkat kekuatan hancur yang besar akan semakin awet betonnya; (3) kemudahan pekerjaan, dimana secara umum campran beton harus memberikan workability yang cukup untuk pengaduka, pencetakan, dan pemadatan tanpa pengurangan homegenetis.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2
Air Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen
untuk membasahi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah pekerjaannya. Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya, yang tercemar garam, minyak, gula, atau bahanbahan kimia lainnya, bila dipakai untuk campuran beton akan sangat menurunkan kekuatannya dan dapat juga merubah sifat-sifat semen (Nawy, 1990). ACi 318-89:2-2 dalam Mulyono (2004), air yang digunakan untuk campuran beton harus bersih, tidak boleh mengandung minyak. Asam, alkali, zat organis, atau bahan lainnya yang dapat merusak beton atau tulangan. Sebaiknya dipakai air tawar yang dapt diminum.
2.1.3
Agregat Halus Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus/lolos ayakan 5
mm dan tertahan di ayakan 0,15 mm yang merupakan pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batu–batuan. Pasir alam dapat dijumpai sebagai gundukan–gundukan di sepanjang sungai, sering disebut sebagai pasir sungai dan memiliki bentuk butiran bulat. Selain itu pasir alam juga dapat berupa bahan galian dari gunung, disebut sebagai pasir gunung dan memiliki butiran yang tajam. Agregat halus yang digunakan sebagai bahan pengisi beton harus memenuhi persyaratan–persyaratan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Susunan butiran (gradasi) Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena akan akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Agregat halus harus mempunyai susunan besar butiran dalam batasbatas seperti yang tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Susunan Besar Butiran Agregat Halus Ukuran Lubang Ayakan
Persentase Lolos Kumulatif
(mm)
(%)
9.52
100
4.76
95-100
2.38
85-100
1.19
50-85
0.60
25-60
0.30
10-30
0.15
2 - 10
Sumber: ASTM C33-74a
b. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no. 200), tidak boleh melebihi 5% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka agregat halus harus dicuci. c.
Kadar gumpalan liat/clay lump harus kurang dari atau sama dengan 1% (≤ 1%) terhadap berat kering.
d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan memperlambat proses pengikatan semen dengan butiran pasir, dan kadar organik jika diuji di
Universitas Sumatera Utara
laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standar warna Gardner. Pengelompokan standar warna Gardner adalah sebagai berikut: 1. Standar Warna No.1: berwarna Bening/Jernih. 2. Standar Warna No.2: berwarna Kuning Muda. 3. Standar Warna No.3: berwarna Kuning Tua. 4. Standar Warna No.4: berwarna Kuning Kecoklatan. 5. Standar Warna No.5: berwarna Coklat. Perubahan warna yang diperbolehkan menurut standar warna Gardner adalah plat No.3. Jika warna yang terjadi melebihi palat No.3, berarti pasir tersebut mengandung bahan organic yang banyak dan harus dicuci dengan larutan NaOH 3% kemudian dibersihkan dengan air. e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus-menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. f. Sifat kekal (keawetan) diuji dengan larutan garam sulfat: 1. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%. 2. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 15%.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Agregat kasar Agregat kasar yang digunakan untuk beton merupakan kerikil hasil desintegrasi
dari batu-batuan atau berupa batu pecah (split) yang diperoleh dari alat pemecah batu, dengan syarat ukuran butirannya lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan di ayakan 5 mm. Agregat Kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: a.
Susunan butiran (gradasi) Agregat kasar harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus terdiri dari butiran yang heterogen (bervariasi), karena ruang-ruang kosong antara pertikel menjadi sedikit sehingga pemakaian semen pun akan menjadi lebih irit serta pengikatan butiran-butiran agregat dapat berlangsung dengan baik. Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas sepertiyang tertera pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar Ukuran Lubang Ayakan
Persentase Lolos Kumulatif
(mm)
(%)
38.10
95-100
19.10
35-70
9.52
10-30
4.75
0-5
Sumber: ASTM C33-74a
b.
Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus–menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah, tidak
Universitas Sumatera Utara
boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0.60% atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. c.
Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak dapat pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan.
d.
Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200), tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat halus harus dicuci.
e.
Kekerasan dari butiran agregat kasat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat-syarat berikut: 1. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19,1 mm lebih dari 24% berat. 2. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1-30 mm lebih dari 22% berat.
f. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
2.1.5
Baja Tulangan Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat dan jarring kawat baja las
yang seluruhnya dirakit sesuai dengan standar ASTM. Sifat-sifat terpenting baja tulangan adalah: a. Modulus young, ϵѕ
Universitas Sumatera Utara
b. Kekuatan leleh, ƒᵧ c. Kekuatan batas, ƒᵤ d. Mutu baja yang ditentukan e. Ukuran atau diameter batang atau kawat Untuk menambah lekatan antara beton dengan baja dibuat bentuk ulir pada permukaannya. Pembentukn ulir tersebut harus memnuhi spesifikasi ASTM A16-76 agar dapat diterima sebagai batang-batang ulir. Untuk memperoleh batang ulir, amak batang dililiti kawat sesuai dengan bentuk yang diinginkan, kemudian dipress. Kecuali untuk kawat yang dipakai sebagai tulangan spiralpada kolom, hanya batang ulir, kawat ulir atau kawat bentukan dari kawat ulir maupun polos yang dapat digunakan dalam beton bertulang (Nawy, 1990).
2.2
LENTUR PADA BALOK Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi
(berarah vertical) maupun beban lain seperti: beban angin (berarah horizontal) atau juga beban karena susut dan beban yang bekerja karena perubahan temperature dan menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur.lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar. Dalam Nawy (1990), apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan regangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (bertambahnya retak) lentur disepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai
Universitas Sumatera Utara
kapasitas elemen. Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur. Tegangan-tegangan lentur merupakan hasil dari momen lentur luar. Tegangan ini hampir selalu menentukan dimensi geometris penampang beton bertulang. Proses desain yang mencakup pemilihan dan analisis penampang biasanya dimulai dengan pemenuhan persyaratan terhadap lentur, kecuali untuk komponen struktur yang khusus seperti fundasi. Setelah itu faktor-faktor lain seperti kapasitas geser, defleksi, retak, dan panjang penyaluran tulangan dianalisis sampai memenuhi persyaratan. Asumsi asumsi yang digunakan dalam menetapkan prilaku penampang adalah: a. Distribusi regangan dianggap linier, asumsi ini berdasarkan hipotesis bernauli yaitu berpenampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setalah mengalami lentur. b. Regangan pada baja dan beton disekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh baja c. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil yaitu sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Akibatnya bagian beton yang mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan analisis dan desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut. Agar keseimbangan gaya harisontal terpenuhi, gaya tekan C pada beton dan gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, maka: C
, distribusi tegangan dan
regangan pada penampang balok dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Distribisi tegangan dan regangan pada balok Dalam Nawy (1990), berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami, balok dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok sebagai berikut: a.
Penampang balanced: tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada awal terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diizinkan pada serat tepi tertakan adalah 0,003
Universitas Sumatera Utara
in/in, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu Distribusi
regangan
pada penampang balok
dalam
keadaan
. balanced
diperlihatkan sebagai garis Ac1 pada Gambar 2.2. Dari segitiga yang sebangun pada Gambar 2.1 dapat diperoleh persamaan tinggi sumbu netral pada kondisi balanced, yaitu: …………………………….. (2.1) Jika Es diambil sebesar 200.000 MPa, maka: ……………………………….. (2.2) b.
Penampang over-reinforced: keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada saat awal keruntuhan, regangan baja kecil daripada regangan lelehnya
yang terjadi masih lebih
, dengan demikian tegangan baja
lebih kecil daripada tegangan lelehnya
juga
. Kondisi ini terjadi apabila tulangan
yang digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced. Sebagaiman diperlihatkan dengan garis Ab2 pada Gambar 2.2. c.
Penampang under-reinforced: keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan baja, tilangan baja ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan diatas
. Kondisi penampang yang demikian dapat terjadi apabila
tulangan tartik yang dipakai pada balok kurang dari yang diperlukan untuk kondisi balanced. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam garis Aa3 pada Gambar yang tertera pada Gambar 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Distribusi regangan penampang balok: a) Diagram tegangan tulangan baja yang diidealisasikan; b) Distribusi regangan untuk berbagai ragam keruntuhan lentur.
Universitas Sumatera Utara
Sudarmoko (1996), dalam menghitung perencanaan balok didasarkan pada asumsi sebagai berikut: a.
Regangan dalam tulangan dan beton harus berbanding langsung dengan jarak dari sumbu netral;
b.
Regangan maksimum yang dapat digunakan pada serat beton tekan terluar sama dengan 0,003;
c.
Tegangan dalam tulangan dibawah kuat leleh yang ditentukan ƒᵧ untuk mutu tulangan yang digunakan harus diambil sebesar ϵѕ dikalikan regangan baja. Untuk regangan yang lebih besar dari regangan yang diberikan ƒᵧ, tegangan pada tulangna harus dianggap tidak tergantung pada regangan dan sama dengan ƒᵧ;
d.
Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam hitungan;
e.
Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton dianggap berbentuk persegi;
f.
Distribusi tegangan beton persegi ekivalen didefinisikan sebagai berikut: 1.
Tegangan beton sebesar 0,85f’c harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak
dari serat
dengan regangan tekan maksimum; 2.
Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut
3.
Faktor
harus diambil sebesar 0,85 untuk kuat tekan beton f’c hingga atau
sama 30 MPa; untuk kekuatan diatas 30 MPa
harus direduksi secara
Universitas Sumatera Utara
menerus sebesar 0,008 untuk setiap kelebihan 1 MPa diatas 30 MPa; tetapi tidak boleh kurang dari 0,65. Ketentuan ini dapat didefenisikan sebagai berikut: Jika f’c ≤ 30 MPa Jika 30 < f’c < 55 MPa Jika f’c ≥ 55 MPa
= 0.85
; ; ;
= 0.85-0.008(f’c-30) = 0.65
Keterangan mengenai diagram distribusi regangan dan tegangan serta keseimbangan gaya-gaya pada penampang beton dan dilihat kerja sama antara beton dan baja tulangan dalam melawan lenturan sepertiyang tertera pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Distribusi tegangan dan regangan pada penampangan balok, penampang melintang balok, balok regangan ekuivalen yang diasumsikan.
Universitas Sumatera Utara
Gaya tekan beton:
……………………...2.3
Gaya tarik baja:
………………………………...2.4
Syarat keseimbangan:
………………………………..2.5
Momen lentur nominal yang terjadi: Dimana z adalah lengan momen,
2.3
……….......2.6 ……………..….2.7
GESER PADA BALOK Analisa dan desain pada penampang beton bertulang terhadap geser yang
diakibatkan oleh bekerjanya beban luar merupakan hal yang sangat penting dalam struktur beton, karena kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya. Perilaku balok beton yang runtuh akibat geser sangat berbeda dengan runtuh yang diakibatkan lentur, dimana bentuk retak diagonalnya lebih besar dibanding retak lentur. Keruntuhan akibat geser menyebabkan balok langsung hancur tanpa adanya tanda-tanda dan peringatan terlebih dahulu. Karena kecilnya kekuatan tarik beton maka timbul retak diagonal sepanjang bidang yang tegak lurus terhadap bidang tegangan tarik utama, hal ini disebut retak tarik diagonal. Untuk mencagah retak ini diperlukan suatu penulangan tarik diagonal. Pada daerah yang mengalami momen yang besar, retak yang terjadi disebut retak lentur. Pada daerah yang gesernya besar, akibat tarik diagonal dapat terjadi retak miring sebagai kelanjutan dari retak lentur dan disebut retak geser lentur (Nawy, 1998). Gambar berikut memperlihatkan jenis-jenis retak pada balokyang tertera pada Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Jenis-jenis retak
2.3.1 Tegangan geser Setiap balok yang yang bersifat homogen, alastik dan belum retak jika diberikan beban pasti akan mengalami gaya geser pada setiap penampangnya, dan tegangan geser yang terjadi adalah:
v=
dimana:
V .S b.I
……….........………………………... 2.8
v = tegangan geser V = gaya lintang S = momen statis dari bagian yang tergeser terhadap garis netral b = lebar balok I = momen inersia penampang
Universitas Sumatera Utara
Untuk penampang persegi nilai maksimal tegangan geser:
v maks
V .S = = b.I
V
1 1 bh h 2 4 = 3V b.I 2b.h
…………............……2.9
Gambar 2.5 Distribusi tegangan geser berbentuk parabolis pada penampang homogeny
Kekuatan geser lebih sulit diperoleh secara eksperimental dibandingkan dengan percobaan-percobaan, karena sulitnya mengisolasi geser dari tegangan-tegangan lainnya. Ini merupakan salah satu sebab banyaknya variasi kekuatan geser yang dituliskan dalam berbagai literature, mulai dari 20% dari kekuatan tekan pada pembebanan normal sampai sebesar 85% dari kekuatan tekan, dalam hal ini terjadinya kombinasi geser langsung dan tekan. Desain struktur yang ditentukan oleh kekuatan geser jarang merupakan suatu hal yang penting karena tegangan geser biasanya dibatasi sampai harga yang cukup rendah untuk mencegah betonnya mengalami kegagalan tarik diagonal (Nawy, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Dalam SNI 03-2847-2002, menjelaskan bahwa: perencanaan penampang geser harus didasarkan pada: ………………………………..2.10 Dimana: Vu = gaya geser terfaktor pada penampang Vn = kuat geser nominal = faktor reduksi untuk balok
Kuat geser nominal dapat dihitung dari: ……………………………………2.11 Dimana: Vn = kuat geser nominal Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
Analog rangka merupakan konsep lama dari struktur beton bertulang. Konsep ini manyatakan bahwa dalam menahan geser yang bekerja pada balok terbentuk rangka badan ekovalen yang terdiri dari sengkang-sengkang yang bekerja sebagai elemen tarik dan strut beton yang parallel dengan retak diagonal bekerja sebagai elemen tekan. Strut tekan beton ini membentuk sudut 45˚ terhadap sumbu longitudinal balok. Tahanan geser Vn diasumsikan terdiri atas tahanan geser tulangan sengkang Vs dan tahanan geser beton Vc.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton Kuat geser Vc harus dihitung berdasarkan komponen struktur yangdibebani oleh geser dan lentur, dapat dihitung dari: …………………………………2.12 Dan jika kuat geser dihitung berdasarkan komponen struktur yang dibebani tekan aksial, dapat dihitung dari: …………………….2.13 Jika komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial yang besar, dapat dihitung dari: ……………………….2.14
2.3.3
Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser Kuat geser Vs dihitung berdasarkan posisi tulangan geser yang digunakan, bila
digunakan tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur, maka kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser dihitung berdasarkan: ……………………………………2.15 Dimana: Vs
= kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
Av
= luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s
fy
= kuat leleh tulangan (MPa)
d
= tinggi efektif penampang (mm)
Universitas Sumatera Utara
s
= spasi tulangan transversal diukur sepanjang sumbu longitudinal komponenstruktur(mm)
2.4
FIBER REINFORCED POLYMER Fiber Reinforced Polymer (FRP) merupakan sejenis pelat baja tipis yang
didalamnya terdapat serat-serat carbon dan fiber.Tiga prinsip penggunan FRP dalam perkuatan struktur adalah: (1) Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambahkan FRP pada bagian tarik. (2) Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan FRP di bagian sisi pada daerah geser, dan (3) Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambahkan FRP di sekeliling kolom. Tipe FRP yang umum digunakan sebagai perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Perbandingan dari ketiga macam bahan FRP ini dapat dilihat pada Tabel yang tertera pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Data FRP (nilai ini hanya untuk fiber saja bukan composite)
Tipe Fiber
KuatTarik (N/mm2)
Modulus Elastisitas (kN/mm2)
Elongasi (%)
Massa jenis (gr/cm3)
Carbon: high strength
4300-4900
230-240
1.9-2.1
1.8
Carbon: high modulus
2740-5490
294-329
0.7-1.9
1.78-1.8
Carbon: ultra high modulus
2600-4020
540-640
0.4-0.8
1.91-2.1
3200-3600
124-130
2.4
1.44
2400-3500
70-85
3.5-4.7
2.6
Aramid: high strength and high modulus Glass Sumber: PT.Sika Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan performance FRP, dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Perbandingan Performance FRP Performance
Carbon
Aramid
Glass
Alkaline Resistant
Good
Good
Bad
UV Resistant
Yes
No
Yes
Electricity Conductivity
Yes
No
Yes
Compressive vs Tensile Strength
Close to
Lower
Close to
Elastic Modulus vs Steel
Similar
Lower
Lower
Melting Point
650°C
200°C
1000°C
Creep Rapture
Best
Moderate
Bad
Sumber: PT.Sika Indonesia
Bentuk FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah plate/composite dan fabri/ Wrap. Bentuk Plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding ; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom (Hartono, 2002). Dalam Hartono (2002), ada beberapa Keuntungan
dan kerugian dalam
penggunaan FRP sebagai perkuatan struktur antara lain: a. Kuat tarik sangat tinggi (± 7-10 kali lebih tinggi dari U39) b. Sangat ringan (density 1.4-2.6 gr/cm3, 4-6 kali lebih ringan dari Baja)
Universitas Sumatera Utara
c. Pelaksanaan sangat mudah dan cepat d. Memungkinkan untuk tidak menutup lalu lintas (jembatan dll) e. Tidak memerlukan area kerja yang luas f. Tidak memerlukan joint, meskipun bentang yang harus diperkuat cukup panjang g. Tidak berkarat Kerugian dari penggunaan FRP yaitu: a. Ketahanan terhadap kebakaran (harus dilakukan lapisan tahan kebakaran) b. Pengrusakan dari luar (umumnya untuk fasilitas umum harus dilakukan lapisan penutup dari mortar). Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari kontribusi lembaran Fiber reinforced Polymer pada peningkatan kapasitas geser balok lentur bertulang beton memperlihatkan hasil bahwa perhitungan konstribusi lembaran FRP dalam menahan geser dapat dilakukan dengan metode yang umum digunakan pada perhitungan kontribusi tulangan sengkang, yang berdasarkan pada analog rangka. Menurut Imran dkk (2002), bahwa kontribusi lembaran FRP didasarkan pada kapasitas lekatan antar permukaan FRP dan permukaan beton, biasanya mengalami lepas (debonding/peeling off) pada saat tegangan lekatan yang trejadi mencapai kisatan 1,3 MPa. Menurut Nguyen dkk (2003), dalam Cristiawan dkk (2008), dalam penelitiannya menyatakan bahwa penambahan plat carbon fiber reinforced polymer (CRFP) menunjukkan adanya peningkatan kapasitas ultimit balok sampai 132% dengan bentuk
Universitas Sumatera Utara
kegagalan yang tergantung pada panjang pelat CRFP. Jenis kegagalan yang terjadi antara lain kegagalan lentur dan pecahnya beton antara plat CRFP dan tulangan longitudinal pada bagian ujung plat CRFP, kegagalan pecahnya beton terjadi ketika balok diperkuat dengan pelat CRFP dengan panjang pelat terbatas. Dalam penelitian Iswari (2004), mendapatkan bahwa perkuatan lentur dengan 3 variasi penambahan tulangan pada balok beton bertulang akan meningkatkan kapasitas lentur 3 balok uji masing-masing sebesar 63,04%, 139,95% dan 124,14%, serta meningkatkan kekakuan balok sebesar 14,03%, 41,04% dan 100,18% dibandingkan terhadap balok kontrol. Ardhi Riza Hermawan (2009), dalam penelitiannya mengatakan alternatif yang dipakai agar beton mempunyai kuat geser tinggi dengan menambah tambah berupa kaolin ke dalam campuran beton. Penambahan kaolin yang mengandung unsur silika (Si) yang dominan akan mengikat Ca(OH)2 menjadi Calsium Silikat Hidrat (C-S-H) berupa gel baru yang cenderung meningkatkan kepadatan dan kekuatan beton. Pembuatan benda uji berupa balok beton bertulang dengan kadar kaolin 0% dan 5,5007% (dari berat semen) dan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan mineral kaolin meningkatkan kuat geser balok beton. Gaya maksimum yang dapat ditahan balok beton yang mengalami keruntuhan geser pada penambahan mineral kaolin meningkat sebesar 2,65% terhadap beton normal. Dari hasil penelitian Wahyono (1996), dapat diketahui bahwa fiber bendrat dapatmeningkatkan kuat geser balok beton bertulang. Untuk keperluan perencanaan balok betonbertulang fiber diperlukan formula untuk memprediksi kuat gesernya. Untuk
Universitas Sumatera Utara
fiber baja sudahada beberapa formula untuk memprediksi kuat geser baloknya. Dari hasil hitungan rasio kuat geser hasil rumus-kuat geser hasil percobaan, dapat diketahui bahwa prediksi kuat geser dengan rumus usulan Narayanan & Darwish dan Li dkk cukup dekat dengan kuat geser hasil percobaan yaitu dengan rasio berturut-turut 0,915, 0,909. Peringkat selanjutnya diduduki oleh Ashour dkk, Sharma, Uomoto dkk, yaitu dengan rasio berturut-turut 0,875, 0,786,0701, 1,801. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rumus Narayanan & Darwish dan Li dkk dapat digunakan untuk memprediksi kuat geser balok-balok beton fiberbendrat. Dalam penelitian Ignatius Christiawan, Andreas Triwiyono, dan Hary Christady (2008), Guna menambah kapasitas lentur dan geserbalok digunakan metode external reinforcement dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) yang direkatkan pada permukaan komponen beton yang diperkuat dengan bantuan perekat epoxy, Hasil analisis struktur didapatkan balok lantai perlu perkuatan lentur dan geser. Perkuatan lentur dan geser dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) didapatkan mampu menambah kuat lentur balok lantai masing-masing: 7,44 % ; 7,44 % ; 14,65 % ; 21,64 % ;17,75 % dan menambah kuat geser masing-masing: 28,77 %. Dari hasil Ahmed khalifa dkk (1998), dengan penambahan CFRP pada balok beton bertulang
akan meningkatatkan kapasitas geser sebesar 47%. Dengan data
concrete strength adalah 27 MPa. Modulus elastic dari CFRP adalah 227 GPa, beban axial dari CFRP 3400 MPA, tebal CFRP adalah 0,165 mm/ply. Metode pemasangan dengan sudut 90°. luas tulangan geser 100 mm2 dengan jarak 200 mm dan yield strength 300 MPA.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian Iswandi Imran (2002), dalam studi eksperimental dilakukan pengujian 10 (sepuluh) specimen balok beton bertulang. Pengaruh berbagai variable desain untuk lembaran serat aramid pada perilaku balok beton yang diberi perkuatan geser dikaji secara mendalam. Variable yang divariasikan diantaranya ketebalan, lebar dan spasi lembaran serat yang diapsang. Selain itu skema pemasangan lembaran serat pada badan balok juga menjadi parameter yang dievaluasi. Hasil studi memperlihatkan bahwa konstribusi lembaran aramid dalam Manahan geser dapat diperhitungkan dengan menggunakan konsep, analogi rangka yang sudah umum digunakan pada perencanaan balok beton bertulang.
2.4.1 Standard Pedoman Perencanaan Pedoman perencanaan untuk FRP dapat mengacu pada standard ACI yaitu ACI 440-Guide for the Design and Construction of Externally Bonded FRP System for Strengthening Concrete Structures and Technical Report yang dikeluarkan oleh Concrete Society Committee Inggris yaitu Technical Report No. 55-Design Guidance for Strengthening Concrete Structure Using Fibre Composite Material.. Di dalam ACI 440, selain faktor reduksi kekuatan Φ; juga terdapat faktor reduksi lainnya yaitu: 1. Faktor reduksi partial untuk FRP ψ sebesar: Lentur
: 0,85
Geser
: 0,95 (wrap 4 sisi) atau 0,85 (wrap 3 sisi)
Kolom
: 0,90 (bulat); 0,50 (bujur sangkar) atau berdasarkan test (persegi).
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor reduksi untuk material FRP akibat pengaruh lingkungan (C E ), dipakai sebagai dasar perencanaan untuk kuat tarik ultimate (f lu = C E . f lu * dari pabrik) dan regangan ultimate (ε lu = C E . ε lu * dari pabrik) 3. Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004. Tabel 2.5 Faktor reduksi lingkungan C E Kondisi penempatan Carbon Glass Aramid Di luar ruangan
1.0
0.8
0.9
Di dalam ruangan
0.9
0.7
0.8
Di dalam Technical Report No.55, digunakan factor keamanan partial sbb: 1. f1 = flu*/(γmf . γmm .γmE) ·
γmf
:
faktor keamanan partial untuk kekuatan
·
γmm
:
faktor keamanan partial untuk proses pembuatan atau pelaksanaan.
·
γmE
: faktor keamanan partial untuk modulus elastisitas.
2. Pada perencanaan geser regangan FRP dibatasi maximum sebesar 0,004. Tabel 2.5.1 Faktor keamanaan parsial untuk kekuatan Material
Faktor keamanan partial (γmf)
Carbon FRP
1.4
Aramid FRP
1.5
Glass FRP
3.5
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Recommended values of partial safety factor, to be applied to designstrength of manufactured composites, based on clarke Type of system (dan method of Additional partial safety factor, γmm
application or manufacture) Plates Pultruded
1.1
Prepeg
1.1
Preformed
1.2
Lembaran atau tapes Machines-controlled application
1.1
Vacuum infusion
1.2
Wet lay-up
1.4
Prefabricated (factory-made) shell Filament winding
1.1
Resin transfer moulding
1.2
Hand lay-up
1.4
Hand-held spray application
2.2
Tabel 2.7 Faktor keamanan parsial untuk modulus elastisitas
Carbon FRP
Partial safety factor, γmE 1.1
Aramid FRP
1.1
Glass FRP
1.8
Material
Universitas Sumatera Utara
2.4.2
Aplikasi FRP FRP (fiber reinforced polymer) digunakan pada konstruksi yang telah ada.
Pemakaian FRP pada suatu konstruksi biasa nya disebabkan oleh beberapa hal seperti: terjadi kesalahan perencanaan, adanya kerusakan-kerusakan dari bagian struktur sehingga dikhawatirkan tidak berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan adanya perubahan fungsi pada system struktur dan adanya penambahan beban yang melebihi beban rencana. Perkuatan tambahan ini telah banyak dipergunakan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, SIKA telah memproduksi FRP sejak tahun 1997. Jenis FRP yang saat ini dipasarkan oleh SIKA adalah terdiri dari: Bentuk Plate: Sika Carbodur Pembagian tipe Sika Carbodur berdasarkan angka modulus elastisitasnya terdiri dari tiga tipe yaitu: 1. Carbodur tipe S (Standard), jenis S512 dan S1012 2. Carbodur tipe M (Middle) 3. Carbodur tipe H (High) Bentuk wrap: Sika Wrap 230C Spesifikasi dari masing-masing tipe Sika Carbodur ini dapat dilihat tertera pada Tabel 2.8.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8 Tipe dan spesifikasi dari Sika Carbodur TensileSt
UltimateTensile
rength
Strength
Tipe
2
ElasticityModulus
FailureSt
(N/mm2)
rain (%)
2
(N/mm )
(N/mm )
S(standard)
2400
3100
155000
1.9
M(middle)
2000
2400
210000
1.1
H(high)
1400
1600
300000
0.8
Beberapa proyek besar yang telah memakai perkuatan SIKA FRP dapat dilihat pada Tabel yang tertera pada Tabel 2.9. Tabel 2.9 PProyek besar yang telah menggunakan Sika FRP Proyek
Water Intake di Kalimantan Timur Jembatan Penghubung di Surabaya
Tipe dan Jumlah
Detail Perkuatan
FRP
Peningkatan kapasitas lentur balok dan plat akibat adanya korosi pada tulangan Peningkatan kapasitas lentur balok akibat adanya keretakan pada balok
S 512 ~ 265 m’ S 1012 ~ 1.521 m’
S1012 ~ 489 m’ S1012 ~ 50 m’
Bangunan Silo di
Peningkatan kapasitas kolom dan Wrap 230C ~ 365
Riau
balok
Gedung Hexa Perdana di Jakarta
m’
Peningkatan kapasitas lentur pada plat
kantilever
akibat
kurangnya S 508~ 329 m’
tulangan
Kedutaan Jerman
Peningkatan kapasitas lentur dan S1012 ~ 53 m’
di Jakarta
geser balok
Wrap 230C ~ 74 m’
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 (Lanjutan) Matahari Dept. Store di Solo
Perkuatan struktur setelah kebakaran
S512 ~346 m’
Kedutaan Jerman
Peningkatan kapasitas lentur dan S 1012 ~ 53 m’
di Jakarta
geser balok
Wrap 230C ~ 74 m’
Rumah Sakit Siloam di Cikarang Peningkatan kapasitas lentur dan Jakarta
2.5.
geser balok
S 512 ~ 92 m’
GESER DAN TARIK DIAGONAL Meskipun belum seorangpun yang mampu menentukan dengan tepat daya tahan
beton terhadap tegangan geser murni, hal ini tidak terlalu penting karena tegangan geser murni mungkin tidak pernah terjadi dalam struktur beton. Lebih dari itu, sesuai dengan mekanika teknik, jika geser murni dihasilkan dalam suatu batang, tegangan tarik utama dengan besar yang sama akan dihasilkan pada bidang yang lain. Karena kekuatan tarik beton lebih kecil dari kekuatan geser, maka beton akan runtuh dalam tarik sebelum kekuatan gesernya tercapai. Akan tetapi, pengujian kuat geser beton selama bertahuntahun selalu menghasilkan nilai-nilai leleh yang terletak di antara 1/3 sampai 4/5 dari kuat tekan maksimumnya. Banyak penelitian telah dilakukan pada bidang geser dan tarik diagonal untuk balok beton bertulang nonhomogen,dan banyak teori dihasilkan. Akan tetapi tidak seorangpun mampu memberikan penjelasan mengenai mekanisme keruntuhan yang terjadi. Akibatnya, prosedur desain terutama didasarkan pada data uji.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1
Retak Geser dari Balok Beton Bertulang Retak miring karena geser dapat terjadi pada bagian web balok beton bertulang
baik sebagai retak bebas atau sebagai perpanjangan dari retak lentur. Retak pertama dari kedua jenis retak ini adalah retak lentur-geser. Ini adalah jenis retak yang biasanya dijumpai dalam balok prategang maupun non prategang. Agar retak ini terjadi, momen harus lebih besar dari momen retak dan geser. Retak harus membentuk sudut sekitar 45° dengan sumbu balok dan mungkin diawali pada puncak retak lentur. Retak lentur yang hamper vertical tidak berbahaya kecuali jika ada kombinasi kritis dari tegangan geser dan tegangan lentur yang terjadi pada puncak salah satu retak lentur. Kadang-kadang retak miring akan terjadi secara independen dalam balok, meskipun tidak ada retak lentur pada lokasi tersebut. Retak tersebut, yang disebut retak web-geser, kadang terjadi dalam web balok prategang, khususnya balok prategang dengan flens lebar dan web tipis.Jenis retak ini akan terbentuk dekat pertengahan penampang dan bergerak mengikuti alur diagonal ke permukaan tarik.
Gambar 2.6 Jenis-Jenis Retak Miring
Universitas Sumatera Utara
Dengan bergeraknya retak ke arah sumbu netral, mengakibatkan pengurangan jumlah beton untuk menahan geser; artinya tegangan geser akan meningkat pada beton di atas retak. Perlu diingat bahwa pada sumbu netral tegangan lentur adalah nol dan tegangan geser mencapai nilai maksimum.
2.5.2
Analisa Kuat Geser Balok Tanpa Tulangan Geser Setelah retak berkembang, batang akan runtuh kecuali penampang beton yang
retak dapat menahan gaya yang bekerja. Transfer dari geser di dalam unsur-unsur beton bertulang tanpa tulangan geser terjadi dengan suatu kombinasi dari antara beberapa mekanisme sebagai berikut: 1. Perlawanan geser dari penampang yang tak retak di atas bagian yang retak, VCZ (diperkirakan sekitar 20% s.d 40%). 2. Gaya ikat (interlocking) antara agregat (atau transfer geser antara permukaan) dalam arah tangensial sepanjang suatu retak, yang serupa dengan gaya gesek akibat saling ikat yang tidak teratur dari agregat sepanjang permukaan yang kasar dari beton pada masing-masing pihak yang retak (diperkirakan 30% s.d 50%). 3. Aksi pasak (dowel action) Vd , sebagai perlawanan dari penulangan longitudinal terhadap gaya transversal (diperkirakan 15% s.d 25%). 4. Aksi pelengkung (arch action) pada balok yang relatif tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Retribusi Perlawanan Geser Sesudah Terbentuknya Retak Miring.
Untuk gelagar yang hanya dibebani gaya geser dan lentur ditetapkan bahwa; pada retakan (geser), kekuatan geser Vc yang disumbangkan oleh beton ditentukan dari kekuatan geser nominal Vu yang saling mempengaruhi dan momen M u yang terjadi. Dari sejumlah percobaan yang diturunkan secara statistic, ternyata terdapat hubungan yang ditetapkan menurut persamaan di bawah ini:
Vu bw d f ' c
= 0,14 + 17,1
ρVu d Mu
f 'c
≤ 0,3 ......................2.14
Universitas Sumatera Utara
Hubungan ini ditetapkan dalam grafik yang tertera pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Hubungan Antara Vu dan Mu
Pendekatan secara eksperimen menghasilkan sekelompok titik-titik yang berkerumun di sekitar garis yang menetapkan hubungan antara Vu dan M u . Persamaan tersebut memberi ukuran untuk harga Vc yaitu kekuatan geser nominal yang disumbangkan oleh beton. Tanpa dengan yang disumbangkan oleh tulangan geser (sengkang) yang berarti tanpa Vs , bentuknya menjadi Vu = φVc . Kemudian rumus tersebut diturunkan sebagai berikut:
Vc bw d f ' c
= 0,14 + 17,1
ρVu d Mu
f 'c
……….2.15
atau sebagai:
ρV d Vc = 0,14 f ' c + 122 u bw d Mu
……………….2.16
Universitas Sumatera Utara
Pada SKSNI T15-1991-03 rumus ini dijumpai kembali dalam bentuk
Vc =
ρ wVu d 1 ' ' f c + 120 .bw d ≤ 0,3 f c .bw d (dalam SI) ……….2.17 7 Mu
V d Vc = 1,9 f ' c + 2500 ρ w u bw d ≤ 3,5 f ' c bw d (Persamaan ACI 11-5) ...........2.18 Mu Dalam rumus ini: f
'
c
= nilai kekuatan tarik beton, dimana pengaruh mutu beton terhadap Vc dapat ditentukan.
bw
= lebar badan balok T atau L dan b untuk lebar balok yang berpenampang persegi.
d
= tinggi efektif balok.
ρw
= rasio tulangan; Untuk balok T atau L : ρ w =
Untuk balok persegi: ρ =
Vu d Mu
As bw d
As bd
= nilai kelangsingan struktur dan dalam pemakaian rumus (2.18), nilai ini tidak boleh lebih besar daripada. Dari rumus ini dapat dilihat bahwa Vc meningkat dengan bertambahnya jumlah
tulangan (dinyatakan dengan ρ w ). Dengan meningkatnya jumlah tulangan, panjang dan lebar retak akan tereduksi. Jika retak dipertahankan sesempit mungkin, akan lebih
Universitas Sumatera Utara
banyak beton yang tersisa untuk menahan geser dan akan terjadi kontak lebih dekat antara beton pada sisi-sisi yang berlawanan dari retak. Oleh karena itu akan lebih besarlah tahanan geser oleh friksi (aggregate interlock) pada kedua sisi. Pembatasan rumus dengan Vc ≤ 0,3 f ' c .bw d diutamakan agar dapat mencegah peningkatan tulangan supaya situasi “interlocking” lebih menurun karena tegangan beton yang membesar. Untuk mudahnya, sebagai pendekatan yang aman boleh berdasarkan rumus berikut:
Vc =
1 6
f ' c .bw d
……….2.19
Di sini Vc ditentukan tanpa pengaruh kelangsingan dan persentase tulangan. Rumus ini dianggap sebagai batas bawah yang aman dan akan ditunjukan melalui Gambar(sebelumnya). Nilai
Vc bw d f ' c
=
1 = 0,167 dinyatakan dalam gambar sebagai garis putus-putus 6
(Grafik 2.1). Untuk balok berpenampang persegi berlaku sebagai besaran
Vc = vc , maka bd
rumus (2.5) berubah menjadi:
vc =
Vc 1 = bd 6
f 'c
.………...2.20
vc adalah batas tegangan geser dari penampang yang dapat melawan beban lentur dan geser.
Universitas Sumatera Utara
Bila tegangan geser akibat Vu ditentukan sebagai vu =
Vc , maka penampang beton yang bd
dapat menerima tegangan geser harus memenuhi persyaratan: vc ≤ φvc Besar factor reduksi kekuatan φ terhadap tegangan geser menurut pasal 3.2.3.2 sebesar φ = 0,6 . Nilai reduksi ini ternyata lebih rendah dibanding dengan nilai “standar” φ = 0,8 yang dipakai dalam beban lentur. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai
tegangan geser ditetapkan suatu nilai φ = 0,6 yang berhubungan erat dengan “keamanan”. Tegangan batas φvc berubah menjadi φvc = 0,6
1 6
f ' c .Nilai φvc untuk mutu
beton yang berbeda-beda dirangkum pada Tabel ( φvc dihitung menurut formula (3.4.3) dari SKSNI). Bila dipakai rumus 3.4-6 dari SKSNI T-15-1991-03, maka diperoleh sebagai:
1
V d
φvc = 0,6 f ' c + 120 × ρ w u ≤ 0,6.0,3 f ' c .bw d …….….2.21 7 Mu
Tabel 2.10 Nilai-nilai φvc Mutu beton
f ' c (MPa)
15
20
25
30
35
φvc (rumus 2.5)
0,39
0,45
0,50
0,55
0,59
φvc (rumus 2.6)
≤ 0,70
≤ 0,80
≤ 0,90
≤ 0,99
≤ 1,06
Universitas Sumatera Utara
Bila nilai-nilai φvc yang didapat lebih kecil daripada vu , maka penampang beton saja tidak kuat menahan tegangan geser. Berarti untuk vu > φvc perlu diberi tulangan tambahan.
2.5.3 Analisa Kuat Geser Balok Yang Bertulangan Geser Mekanisme Analogi Rangka (‘vakwerkanalogi’) Analogi rangka merupakan konsep lama dari struktur beton bertulang. Konsep ini menyatakan bahwa balok beton bertulang dengan tulangan geser dikatakan berperilaku seperti rangka batang sejajar statis tertentu dengan sambungan sendi. Beton tekan lentur dianalogikan sebagai batang atas rangka batang, sedangkan tulangan tarik sebagai batang bawah. Web rangka batang tersusun dari sengkang sebagai batang tarik vertikal dan bagian beton antara retak tarik diagonal mendekati 45° bekerja sebagai batang tekan diagonal. Tulangan geser yang digunakan berperilaku seperti batang web dari suatu rangka batang.
Gambar 2.9 Mekanisme analogi rangka batang
Universitas Sumatera Utara
(a) Rangka Baja
Beton
Tulangan badan
(b) Aksi rangka dalam balok beton bertulang
(c) Balok beton bertulang dengan tulangan geser miring
Beton
Tulangan badan
(d) Aksi rangka dalam balok beton bertulang
(e) Balok beton bertulang dengan tulangan geser vertikal
Gambar 2.10 Aksi rangka dalam balok beton bertulang dengan tulangan geser miring dan tulangan geser vertikal
Universitas Sumatera Utara
Meskipun analogi rangka batang telah digunakan bertahun-tahun untuk menjelaskan perilaku balok beton bertulang dengan tulangan web, tetapi tidak menjelaskan dengan tepat bagaimana gaya geser dipindahkan. Tentu saja penulangan geser akan meningkatkan kekuatan geser dari suatu unsur, akan tetapi penulangan sedemikian
hanya
akan
menyumbangkan
sedikit
perlawanan
geser
sebelum
terbentuknya retak miring. Retak diagonal akan terjadi dalam balok dengan tulangan geser pada beban yang hampir sama jika retak tersebut terjadi dalam balok dengan ukuran yang sama tetapi tanpa tulangan geser. Adanya tulangan geser hanya dapat diketahui setelah retak mulai terbentuk. Pada saat itu, balok harus mempunyai tulangan geser yang cukup untuk menahan gaya geser yang tidak ditahan oleh beton. Setelah retak geser terbentuk dalam balok, hanya sedikit geser yang dapat ditransfer melalui retak tersebut kecuali jika tulangan web dipasang untuk menjembatani celah tersebut. Jika tulangan tersebut ada, beton pada kedua sisi retak akan dapat dipertahankan supaya tidak terpisah. Beberapa keuntungan dapat diambil termasuk: 1. Baja tulangan yang melalui retak memikul geser secara langsung, Vcz 2. Tulangan mencegah retak semakin besar dan hal ini memungkinkan beton mentransfer geser sepanjang retak melalui kuncian agregat, Va 3. Sengkang yang membungkus keliling inti beton berperilaku seperti gelang (hoop) sehingga meningkatkan kekuatan dan daktilitas balok. Dengan cara yang sama, sengkang mengikat tulangan memanjang ke dalam inti beton dari balok dan menahannya dari tarikan selimut beton, Vd
Universitas Sumatera Utara
4. Dengan mengikat beton dari kedua sisi retak,tulangan web membantu mencegah retak untuk bergerak ke dalam daerah tekan dari balok. Aksi pasak pada sengkang dapat memindahkan suatu gaya kecil menyeberangi retak, dan aksi ikat (confinement) dari sengkang pada beton tekan dapat meningkatkan kekuatan beton.
Gambar 2.11 Distribusi geser dalam pada balok dengan tulangan geser
Jenis umum dari penulangan geser, seperti yang terlihat pada Gambar berikut dibawah ini adalah: (1) sengkang yang tegak lurus dengan tulangan memanjang; (2) sengkang yang membuat sudut 45° atau lebih dengan tulangan memanjang; (3) pembengkokan dari tulangan memanjang sehingga as dari bagian yang dibengkokkan membuat sudut 30° atau lebih dengan as memanjang; (4) kombinasi dari (1) atau (2) dengan (3).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Jenis tulangan geser
Sengkang miring atau diagonal yang hampir segaris dengan arah tegangan utama lebih efisien dalam memikul geser dan mencegah atau memperlambat terbentuknya retak diagonal. Tetapi sengkang semacam ini biasanya dianggap tidak praktis digunakan di Amerika Serikat karena diperlukan upah kerja yang tinggi untuk menempatkan sengkang tersebut. Sebenatnya ini lebih praktis untuk balok beton precast di mana tulangan dan sengkang disusun terlebih dahulu dalam bentuk kerangka sebelum digunakan dan balok yang sama diduplikasi beberapa kali.
2.6.
RAGAM KEGAGALAN BALOK Perbandingan antara bentang bersih dengan tinggi balok disebut kelangsingan
balok merupakan penentu dalam keruntuhan balok. Pada dasarnya terjadi 3 (tiga) ragam
Universitas Sumatera Utara
keruntuhan, yaitu: keruntuhan lentur, keruntuhan tarik diagonal dan keruntuhan tekan akibat geser. Ragam kegagalan balok dapat dilihat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ragam keruntuhan sebagai fungsi dari kelangsingan balok: a) Keruntuhan lentur; b) Keruntuhan tarik diagonal; c) Keruntuhan geser tarik.
Universitas Sumatera Utara
2.6.1
Keruntuhan Lentur Pada daerah yang mengalami keruntuhan lentur, retak terjadi pada sepertiga
tengah bentang dan tegak lurus arah tegangan utama. Retak tersebut diakibatkan oleh tegangan geser vyang sangat kecil dan tegangan lentur yang dominan yang besarnya hampir mendekati tegangan utama horizontal. Dalam keadaan runtuh lentur demikian, beberapa retak halus berarah vertical terjadi didaerah tengah bentangsekitar 50% dari yang diakibatkan oleh beban runtuh lentur. Apabila beban bertambah terus, retak-retak ditengah bentang bertambah dan retak awal yang terjadi bertambah lebar dan semakin panjang menuju sumbu netral penampang. Hal ini bersamaan dengan semakin besarnya lendutan ditengah bentang. Jika balok tersebut under-reinforced, maka keruntuhan ini merupakan keruntuhan yang daktail (ductile) yang ditanda dulu dengan lelehnya tulangan tarik. Perilaku diktail ini memberikan peringatan terlebih dahulu kepada pemakai bangunan sebelum terjadi kehancuran total balok. Agar berperilaku daktail biasanya perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang harus lebih besar dari 5,5 dalam hal beban terpusat dan melebihi 15 untuk beban terdistribusi (Nawy, 1998).
2.6.2
Keruntuhan Tarik Diagonal Keruntuhan ini dapat terjadi apabila kekuatan balok dalam diagonal terik lebih
kecil dari pada kekuatan lenturnya. Perbandingan antara bentang geser dengan tinggi penampang adalah menengah, yaitu a/d bervariasi antara 2,5 dan 5,5 untuk beban terpusat. Balok demikian disebut balok kelangsingan menengah. Retak-retak mulai
Universitas Sumatera Utara
terjadi ditengah bentang, berarah vertical yang berupa retak halus dan diakibatkan oleh lentur. Hal ini diikuti dengan rusaknya lekatan antara baja tulangna dengan beton disekitarnya pada perletakan. Maka tanpa adanya peringatan sebelum runtuh, dua atau tiga retak diagonal terjadi pada jarak sekitar 1,5d sampai 2d dari muka perletakan. Untuk mencapai kestabilan, satu retak diagonal ini melebar kedalam retak tarik diagonal utama (Nawy, 1998).
2.6.3
Keruntuhan Tekan Geser Balok-balok yang mengalami keruntuhan demikian mempunyai perbandingan
antara bentang geser dengan tinggi penampang a/d sebesar 1 sampai 2,5 untuk beban terpusat dan kurang dari 5,0 untuk beban terdistribusi. Keruntuhan ini dimulai dengan timbulnya retak lentur vertical ditengah bentang dan tidak terus menjalar karena terjadi kehilangan lekatan antara tulangan membujur (longitudinal) dengan beton disekitarnya pada daerah perletakan. Setelah itu diikuti dengan retak miring yang lebih curam daripada retak diagonal tarik, secara tiba-tiba dan menjalar terus menuju sumbu netral. Kecepatan menjalar ini semakin berkurang sebagai akibat dari hancurnya beton pada tepi tertekan dan terjadi retribusi tegangan pada daerah atas. Pada saat bertemunya terak miring ini dengan tepi beton yang tertekan, terjadilah keruntuhan secara tiba-tiba. Ragam keruntuhan ini dapat dipandang kurang getas dibandingkan dengan ragam keruntuhan tarik diagonal karena adanya retribusi regangan. Tabel berikut memberikan ringkasan mengenai pengaruh kelangsingan balok dengan ragam keruntuhan:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.11 Pengaruh kelangsingan balok dengan ragam keruntuhan
Kategori balok
Ragam keruntuhan
Langsing Lentur (F) Sedang Tarik Diagonal (DT) Tinggi Tekan Geser (SC) a
Perbandingan bentang geser dengan tinggi sebagai ukuran dari ketinggian a Beban terpusat,
Beban
a/d
terdistribusi, Ic/d
> 5,5
> 16
2,5-5,5 1-2,5
11-16 b 1-5b
a
= bentang geser beban terpusat Ic = bentang geser beban terdistribusi = tinggi efektif balok d b Untuk beban terdistribusi, ada transisi antara balok tinggi dengan balok menengah.
2.7
Kontribusi Lembaran FRP Dalam Memikul Lentur dan Geser
2.7.1
Konstribusi Lembaran FRP Terhadap Lentur Perhitungan perkuatan lentur dengan FRP mengacu pada ACI committee 440.
Analisa perkuatan FRP terhadap lentur yang tertera pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Analisa Perkuatan FRP Terhadap Lentur
Universitas Sumatera Utara
………………………………………………….. 2.66 Untuk melindungi kemampuan lekatan FRP diberikan persamaan untuk menghitung koefisien lekatan yaitu: untuk
………..2.67
Dengan memberikan asumsi bahwa nilai regangan maksimum pada beton sebesar 0.003, maka regangan yang terjadi pada FRP dapat dihitung dengan persamaan berikut: ………………………………..2.68 Setelah mendapat nilai regangan pada FRP, nilai tegangan pada FRP dapat dihitung dengan persamaan berikut: ……………………………………………………..2.69 Dari diagram regangan didapat: …………………………………………….2.70 ……………………………………………………2.71
Maka:
………..............………………………………… 2.72
Sehingga kapasitas momen nominal perkuatan lentur dengan FRP dapat dihitung dengan persamaan berikut: ……………………2.73
Universitas Sumatera Utara
2.7.2 Kontrubusi Lembaran FRP Terhadap Geser Dalam mendesain kekuatan lentur diperlukan faktor reduksi terhadap momen yang terjadi.Berdasarkan analogi rangka, kontribusi lembaran FRP dalam memikul gaya geser yang bekerja dapat diperhitungkan dengan menambahkan suku Vf
pada
persamaan (ACI Committee 440) sehingga: …………..................….2.74
dengan: 𝜙𝜙 = faktor reduksi kekuatan, 0,65
𝜓𝜓 = faktor reduksi tambahan untuk FRP,
𝜓𝜓 = 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran keliling penampang atau keempat sisinya
𝜓𝜓 = 0,85 untuk U-wrap tiga sisi atau bentuk pelat
Gambar 2.14 Notasi perkuatan geser
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa pendekatan yang berhasil dikembangkan untuk memperhitungkan Vf yaitu: Kontribusi geser dari lembaran FRP transversal yang dipasang pada badan penampang dapat diperhitungkan sebagai berikut:
φV f = A f . f fe .(sin β + cos β ).
df sf
f fe = R. f fu
dengan ;
R = 0,562.(ρ f .E f
……….2.75
…….…2.76
)
2
− 1,218(ρ f .E f ) + 0,778 ≤ 0,5
…............……2.77
dimana: ffu= kuat tarik ultimit serat transversal ffe = tegangan efektif serat transversal ρf = rasio tulangan serat transversal FRP =
2.t f .w f bw .s f
β = sudut antara serat transversal dengan sumbu longitudinal balok df= tinggi efektif serat FRP Af= luas penampang serat transversal = 2t f .w f sf= jarak/ spasi pemasangan serat transversal wf= lebar serat transversal tf= tebal serat transversal Ef = modulus elastisitas searat , dalam Gpa φ = faktor reduksi serat = 0.7 (ACI)
Universitas Sumatera Utara
2.8
Perhitungan Lendutan dengan Metode Kerja Virtual (unit load) Dengan metoda metode kerja virtual dapat ditentukan deflection (lendutan) pada
suatu titik dengan pemberian beban satu satuan gaya (satu unit load).
2.8.1
Gaya Normal Perubahan memanjang pada suatu batang oleh gaya normal dapat ditentukan
dengan: ……………………......………………………… 2.78 Dimana: = gaya normal akibat beban sebenarnya = gaya normal akibat beban 1 satuan di suatu titik = Modulus elastis = luas penampang Akibat beban dalam oleh gaya normal dapat ditentukan sebagai berikut: ………………………......………………. 2.79
2.8.2
Momen Lentur Pembebanan dengan momen lentur akan menyebabkan balok melengkung.
Perubahan bentuk oleh sudut
pada garis elastic dapat ditentukan dan akibat beban
dalam oleh momen lentir dapat ditentukan dengan: …………………………………………… 2.80
Universitas Sumatera Utara
Dimana: = momen lentur akibat beban sebenarnya = momen lentur akibat beban 1 satuan di suatu titik E = Modulus elastis I = Momen innersia
2.8.3
Gaya Lintang Pengaruh gaya lintang dapat dikatakan terlalu kecil dan boleh diabaikan, dalam
menentukan akibat gaya dalam. Tapi pergeseran pada garis sumbu oleh gaya lintang dapat ditentukan dengan: …………………………………………………. 2.81
Dan akibat bebna dalam oleh gaya lintang dapat diperhitungkan dengan: ……………………………………………… 2.82
2.8.4
Pengaruh Lendutan Dari persamaan 2.80; 2.81 dan 2.82 dapat dihitung besarnya lendutan yang
terjadi: ………………………………………. 2.83
Universitas Sumatera Utara