3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting dalam praktek pengelolaan air pada lahan pertanian. Secara kuantitatif hantaran hidrolik adalah kecepatan bergeraknya suatu cairan pada media berpori dalam keadaan jenuh. Hantaran hidrolik juga didefinisikan sebagai kecepatan air untuk menembus tanah pada priode waktu tertentu yang dinyatakan dalam centimeter per jam (Baver 1959). Hilel (1980) mendefinisikan hantaran hidrolik sebagai rasio fluks terhadap gradien hidrolik, sedangkan menurut O’neal (1949) hantaran hidrolik didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk melalukan air atau tingkat kecepatan perkolasi air melalui kolom tanah di bawah kondisi standar. Hantaran hidrolik dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Nilai hantaran hidrolik dipengaruhi oleh sarang (porous) suatu tanah dan retakan tanah. Selain itu, hantaran hidrolik juga dipengaruhi oleh total porositas, kondisi ukuran pori, pengembangan dan pengerutan tanah, jenis kation dalam tanah (kimia tanah) serta aktifitas biologi tanah. Menurut Foth (1984) hantaran hidrolik dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk pori yang dilalui air. Hantaran hidrolik pada tanah yang mempunyai porositas tinggi dengan jumlah pori besar sedikit akan lebih rendah dari pada tanah-tanah yang mempunyai porositas rendah dengan jumlah pori besar banyak. Hantaran hidrolik tanah baik vertikal maupun horizontal sangat penting peranannya dalam pengelolaan tanah dan air. Baver (1959) menyatakan bahwa tanah dengan hantaran hidrolik lambat lebih mudah tererosi daripada tanah yang mempunyai hantaran hidrolik cepat. Namun sebaliknya hantaran hidrolik yang terlalu cepat akan mempengaruhi produktifitas lahan pertanian akibat pencucian unsur hara tanah. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan jumlah, waktu dan kualitas air sebaik mungkin melalui cara pengelolaan tanah yang baik.
4 Berdasarkan kecepatanya Uhland dan O’neal (1951) dalam Sitorus, Haridjaja dan Brata (1980) mengklasifikasikan hantaran hidrolik ke dalam beberapa kategori seperti yang dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hantaran Hidrolik Tanah (Uhland dan O’neal 1951) Kelas Sangat Lambat Lambat Agak Lambat Sedang Agak Cepat Cepat Sangat Cepat
Hantaran Hidrolik Jenuh (cm/jam) < 0,125 0,125 – 0,500 0,500 – 2,000 2,000 – 6, 250 6,250 – 12,500 12,500 – 25,00 >25,00
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hantaran Hidrolik Air bergerak dalam suatu volume tanah melalui ruang pori tanah. Berbagai faktor yang mempengaruhi keadaan ruang pori tanah akan mempengaruhi hantaran hidrolik. Hilel (1980) menyatakan bahwa hantaran hidrolik dipengaruhi oleh tekstur, struktur, porositas total, dan distribusi ukuran pori. Pori-pori agregat yang cukup besar akan meningkatkan hantaran hidrolik. Mohr dan Van Baren (1954) menyatakan bahwa hantaran hidrolik meningkat bila (1) agregasi butir tanah menjadi remah, (2) adanya saluran bekas lubang akar yang terdekomposisi, (3) adanya bahan organik, (4) porositas tanah yang tinggi. Soedarmo dan Djojoprawiro (1984) menyatakan bahwa infiltrasi dan permeabilitas (hantaran hidrolik) mempunyai hubungan dengan distribusi ukuran pori dan kemantapan struktur tanah. 2.2.1. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif zarah pasir, debu, dan liat yang terkandung dalam suatu masa tanah. Zarah pasir mempunyai ukuran yang lebih besar daripada debu dan liat. Zarah pasir berukuran 50 µ - 2 mm, sedangkan zarah debu berukuran 2 µ - 50µ, sedangkan zarah liat berukuran < 2µ (Sinukaban 1986). Tekstur tanah mempunyai hubungan yang erat dengan hantaran hidrolik, karena tekstur berhubungan erat dengan distribusi ukuran pori. Air bergerak cepat melalui pori makro dan lambat melaui pori mikro. Ukuran pori yang besar
5 diantara partikel pasir mempengaruhi kecepatan air bergerak. Tanah yang bertekstur lempung, lempung berliat, dan liat dapat memperlambat pergerakan air (Troeh, Hobbs dan Donuhue 1980). Tanah-tanah yang mempunyai bobot isi yang tinggi akan memiliki ruang pori yang rendah. Bobot isi tanah akan memberikan perkiraan besarnya ruang pori total, tetapi tidak menunjukan cepatnya air bergerak menembus tanah. Tanah bertekstur pasir mempunyai ruang pori yang rendah (30%), tetapi memiliki hantaran hidrolik yang tinggi, sebab sebagian pori yang ada adalah pori makro. Tanah bertekstur liat mempunyai bobot isi rendah (1,2 g/cm3 – 1,3 g/cm3), tetapi mempunyai hantaran hidrolik yang rendah sebab sebagian ruang porinya adalah pori mikro (Sopher dan Jack 1982) 2.2.2. Porositas dan Distribusi Ukuran Pori Porositas merupakan bagian tanah yang ditempati air dan udara (Soepardi, 1983). Menurut Baver (1959) porositas merupakan bagian tanah yang tidak ditempati oleh padatan tanah baik bahan mineral maupun bahan organik. Ruang pori tanah terdiri dari ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Sitorus et al. 1980). Distribusi ukuran pori menunjukan persentase sebaran ukuran pori tanah yang didasarkan pada persen volume udara tanah pada berbagai nilai kurva pF, sedangkan porositas dihitung berdasarkan penetapan bobot isi dan bobot jenis partikel tanah (Hillel 1980). Persentase porositas total dapat dihitung dari bobot isi dan bobot jenis partikel tanah dengan rumus yaitu: Porositas total(%) = (1- bobot isi/bobot jenis partikel) x 100% Jumlah ruang pori ditentukan oleh penyusun zarah tanah. Tanah yang berhimpitan susunan zarahnya, seperti lapisan bawah yang padat atau pasir, akan mempunyai ruang pori yang sedikit. Tanah yang tersusun secara sarang, seperti tanah lempung berdebu, setiap satuan isi akan dijumpai banyak ruang pori. Buckman dan Brady (1964) menggolongkan pori tanah menjadi pori makro dan pori mikro. Pori makro adalah pori yang memberikan kesempatan terhadap pergerakan dan perkolasi secara cepat. Pori mikro merupakan pori yang dapat menghambat gerakan perkolasi menjadi gerakan kapiler.
6 Soedarmo dan Djojoprawiro (1984) membagi ukuran pori dengan batas ukuran pori dan tegangannya berdasarkan kemampuan tanaman menghisap air, kemampuan tanah menahan dan melalukan air. Kelompok tersebut adalah pori – pori berguna, yaitu dengan diameter > 0,2 µ, dan pori – pori tak berguna, yaitu dengan diameter < 0,2 µ. Pori-pori berguna meliputi : 1. Pori drainase dengan diameter > 8.6 µ yang dibagi atas :
Pori drainase cepat, berdiameter 28,8 µ dengan asumsi bahwa 28,8 µ adalah diameter pori pada tegangan 100 cm H2O atau 1/10 ber.
Pori drainase lambat, berdiameter 8,6 µ – 28,8 µ merupakan batas poripori terisi air pada kapasitas lapangan atau 0,337 bar.
2. Pori pemegang air, berdiameter antara 0,2 µ – 8,6 µ ekuivalen dengan tegangan 15 atm, yaitu batas atas kemampuan akar tanaman menghisap air. Porositas dan distribusi ukuran pori mempunyai hubungan yang erat dengan hantaran hidrolik. Porositas tanah yang tinggi tidak menjamin hantaran hidrolik yang tinggi, tergantung dari ukuran pori dan kesinambungan pori. Tanah– tanah yang mempunyai porositas total tinggi tidak selalu mempunyai hantaran hidrolik yang tinggi, terutama jika tanah didominasi oleh pori-pori mikro. Tanah yang mempuyai ruang pori berukuran besar dan sinambung, seperti pasir mempunyai hantaran hidrolik lebih tinggi, walaupun pori totalnya rendah. Pori halus dan tidak sinambung yang ditemui pada tekstur sedang atau halus akan menahan pergerakan air. Rata-rata porositas total pada beberapa jenis tanah kurang dari 50%. Tanah pasir memiliki porositas lebih kecil dibandingkan dengan liat dan tanah organik. Pori tanah bervariasi dengan bergantung pada ukuran partikel dan keadaan agregat tanah (Baver 1959) 2.2.3. Struktur dan Kemantapan Agregat Struktur tanah didefinisikan sebagai agregasi dari partikel-partikel tanah. Partikel-partikel tanah tersebut meliputi partikel-partikel primer (pasir, debu, dan liat) dan partikel-partikel sekunder (agregat). Baver (1959) mengatakan bahwa struktur tanah merupakan susunan partikel-partikel primer menjadi sekunder ke dalam suatu pola tertentu, sedangkan agregat merupakan keadaan tanah yang
7 terletak pada peralihan antara struktur lepas dan struktur masif yang menunjukkan unit struktural dari masa tanah yang terbentuk akibat interaksi dari partikelpartikel primer membentuk partikel sekunder (Hilel 1980) Struktur dapat berkembang dari keadaan lepas maupun keadaan masif. Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan struktur antara lain: (1) pembasahan dan pengeringan, (2) pembekuan dan pencairan, (3) kegiatan fisik akar tumbuhan, (4) pengaruh bahan organik atau pun bahan buatan jasad mikro dan (5) pengolahan tanah (Soepardi 1983) Struktur tanah sangat penting peranannya dalam menentukan hantaran hidrolik, karena struktur yang mantap dapat mempertahankan kemantapan ruang pori sehingga air akan mudah bergerak (Hilel 1971). Tanah yang berstruktur baik akan lebih permeabel dari pada tanah yang bertekstur sama tetapi tidak berstruktur. Hal ini terjadi karena terbentuknya agregat stabil yang akan mempertahankan ruang pori aerasi yang efektif untuk melewatkan air dan udara (Schwab et al. 1981). Arsyad (1983) menambahkan bahwa struktur granular akan lebih terbuka dan bersarang, sehingga lebih cepat melewatkan air daripada tanah yang berstruktur dengan susunan partikel-partikel lebih rapat. Struktur mantap yaitu struktur yang tidak mudah tersuspensi, sehingga menyebabkan infiltrasi cukup besar, aliran permukaan dan erosi tidak begitu hebat. Struktur tanah bersifat dinamik dan dapat berubah dari waktu ke waktu dalam responya terhadap perubahan alam, aktifitas biologi dan pengolahan tanah (Hilel 1980). 2.2.4. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hantaran hidrolik. Aktivitas yang dilakukan oleh manusia baik berupa fisik maupun kimia dapat menyebabkan perubahan pada tanah. Vegetasi berperan dalam menghalangi butiran air hujan supaya tidak langsung jatuh di permukaan tanah, sehingga kekuatan menghancurkan tanah berkurang, menghambat aliran permukaan , dan meningkatkan infiltrasi (Hardjowigeno 2003). Hal ini didukung oleh Kartasapoetra (1989) yang mengemukakan bahwa adanya vegetasi menutupi atau melindungi tanah dari pukulan air hujan, akar-
8 akarnya dapat menigkatkan stabilitas tanah, dan tanaman yang akarnya telah mati dapat menambah terbentukya pori tanah, yang mengakibatkan infiltrasi meningkat.
2.3. Sifat Umum Latosol Latosol terbentuk dari bahan induk tufa dan batuan beku, dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 2000 – 7000 mm dan bulan kering dari tiga bulan, topografi bergelombang sampai bergunung, vegetasi tropika basah serta tingkat pelapukan lanjut (Soepraptohardjo 1961). Tanah ini sudah mengalami perkembangan profil, bersolum dalam, berwarna merah, kuning dan coklat, sedangkan sifat fisiknya relative baik, dengan tekstur berlempung hingga liat, konsistensi gembur, kemantapan agregat tinggi dan permeabilitas sedang sampai agak cepat (Dudal dan Soepraptohardjo 1957) Latosol mempunyai solum yang tebal, batas horison baur, lapisan atas sedikit mengandung bahan organik dan lapisan bawah mempunyai warna cerah (Atmosentono 1968). Sifat lain yang menonjol dan penting dari latosol adalah terbentuknya keadaan granul. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik. Pembentukan latosol terjadi di bawah curah hujan yang tinggi dan suhu tinggi di daerah tropik dan semi tropik, gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan pengaruhnya lebih ekstrim daripada di daerah dengan curah hujan sedang. Selain itu hidrolisis dan oksidasi berlangsung sangat intensif dan mineralmineral silikat cepat hancur. Kapasitas tukar kation latosol rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi 1983). 2.4. Lubang Resapan Biopori 2.4.1. Pengertian Lubang Resapan Biopori Menurut Brata dan Nelistya (2008) biopori merupakan ruangan atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) dan bercabang-
9 cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan dari dalam tanah. Liang pada biopori terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta meningkatnya aktifitas fauna tanah, seperti cacing tanah, rayap, dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Lubang resapan biopori (LRB) merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah. Biopori didefinisikan sebagai lubang-lubang yang ada di dalam tanah yang diciptakan oleh akar dan hewan, pori-pori tanah yang terbentuk berfungsi untuk bergeraknya air, udara, dan akar baru bagi tanaman (Anonim, 1990).
2.4.2. Bahan Organik Tanah Bahan organik merupakan bahan – bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Menurut Ma’shum, Soedarsono dan Susilowati (2003), bahan organik terbagi menjadi dua kelompok yaitu (1) bahan yang belum mengalami perubahan, meliputi sisa-sisa yang masih segar dan komponen-komponen yang belum mengalami transformasi, yaitu senyawa yang masih berupa sisa penguraian terdahulu, (2) produk yang telah mengalami transformasi yang sering disebut dengan humus. Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik bagi tanah adalah berkaitan dengan perubahan sifat – sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologi, dan kimia tanah. Secara fisika tanah, bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil, konsistensi tanah dan meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Sebagai fungsi kimia dari bahan organik, yaitu meningkatnya daya jerat dan kapasitas tukar kation (KTK). Menurut Ma’shum et al. (2003) secara kimia bahan organik mampu mengkelat logam, oksida, dan hidrooksida logam yang bermanfaat dalam mengurangi keracunan oleh logam bagi tanaman, sedangkan pengaruhnya
10 terhadap sifat biologi tanah, yaitu dengan meningkatnya pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Menurut Hardjowigeno (1989) penambahan bahan organik ke dalam tanah tidak menimbulkan pencemaran bagi lingkungan. Menurut soepardi (1983) bahan organik berpengaruh terhadap hamper semua sifat fisik tanah kecuali tekstur. Bahan organik merupakan pemantap agregat yang tak ada taranya, pengatur aerasi, cenderung meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan dan tersedia bagi tanaman. Pendapat ini di dukung oleh Donahue, Miller, dan Schickluna (1977) yang menyatakan bahwa bahan organik dapat meningkatkan porositas tanah, memperbaiki hubungan air dan udara, memperbaiki struktur tanah, dan mengurangi erosi. Kadar bahan organik tanah yang tinggi akan memperbaiki struktur, porositas dan agregat tanah menjadi lebih mantap, sehingga meningkatkan hantaran hidrolik tanahnya.