Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Beton Bertulang Beton merupakan batu buatan yang terbuat dari campuran agregat kasar, agregat halus, perekat hidrolis (semen) dan air. Campuran tersebut akan mengeras menjadi batu buatan setelah dicampur, karena proses reaksi kimia antara semen dan air. Sedangkan nilai kekuatan beton terebut dipengaruhi oleh factor perbandingan campuran / komposisi material, metode / proses pelaksanaan di lapangan, cuaca dan perawatan (treatment) yang dilakukan selama proses pengerasan.
Beton mempunyai sifat kuat terhadap gaya tekan, namun lemah jika menahan gaya tarik. Hal ini karena beton mempunyai sifat getas (brittle). Untuk itu, maka dalam perancangan struktur beton ditambahkan baja tulangan sebagai penahan gaya tarik. Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton murni sebagai penahan gaya tekan, dan baja tulangan sebagai penahan gaya tarik. Fungsi lain dari pemakaian baja tulangan untuk struktur beton bertulang adalah untuk menahan gaya geser. Dari kombinasi tersebut, maka akan diperoleh struktur dari beton bertulang yang mampu menahan gaya tekan, gaya tarik, gaya geser dan momen sesuai dengan pembebanan yang direncanakan.
II - 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Beton bertulang saat ini merupakan pilihan struktur yang paling banyak dipakai dalam dunia konstruksi. Struktur beton bertulang dapat dipakai untuk struktur bangunan gedung, jembatan, dermaga, jalan beton, bendungan, terowongan, turap, talang air, dan sebagainya.
Sebagai bahan konstruksi, beton bertulang mampunyai kelebihan antara lain sebagai berikut : o Mampu menahan gaya tekan dengan baik, o Tahan terhadap pengaruh lingkungan, antara lain korosi dan pelapukan, o Mempunyai ketahanan terhadap api dan air, o Mudah untuk dicetak sesuai dengan keinginan, o Biaya perawatan relatif murah / ekonomis.
Namun, selain memiliki kelebihan-kelebihan seperti tersebut di atas, beton juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain sebagai berikut : o Beton dianggap tidak mampu menahan gaya tarik dengan baik, sehingga mudah retak. Maka diperlukan baja tulangan sebagai penahan gaya tarik. o Beton memerlukan perancah dan cetakan / bekisting dalam proses pembuatannya, sehingga menimbulkan penambahan biaya. o Struktur beton relatif mempunyai sifat berat sendirinya besar, sehingga beban struktur juga bertambah besar. o Mutu / kualitas beton sangat tergantung dari komposisi campuran dan proses pelaksanaan di lapangan. o Mempunyai sifat susut saat proses pengerasan. II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Namun untuk pemilihan struktur bangunan yang akan dipakai juga dipengaruhi oleh kondisi di lapangan, antara lain : tinggi atau panjang bentang bangunan, ketersediaan bahan baku di lapangan, kondisi tanah setempat, maupun pertimbangan dari perencana arsitek. Namun secara umum, struktur beton bertulang banyak dipilih di Indonesia karena rata-rata memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas.
2.2 Shear Wall Shear wall merupakan elemen struktur beton bertulang yang digunakan untk menahan gaya lateral atau gaya geser yang terjadi pada suatu struktur bangunan gedung.
Pemakaian struktur shear wall dalam pembuatan gedung bertingkat telah lama dilakukan. Apabila shear wall ditempatkan pada posisi yang menguntungkan dapat membentuk sistem yang efisien untuk menahan gaya lateral. Untuk bangunan sampai dengan 30 lantai, dinding struktur (shear wall) menjadi keharusan dari sudut pandang kontrol terhadap lendutan lateral dan sudut ekonomi.
Struktur bangunan gedung yang dirangkai dengan struktur shear wall dapat memberikan kekakuan yang baik untuk menahan deformasi akibat
pengaruh
gempa. Untuk mendapatkan kekakuan akibat pengaruh gempa bumi, diperlukan penulangan longitudinal dan transversal yang baik.
II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2.2.1 Penempatan Shear Wall Pemilihan posisi shear wall pada bangunan gedung biasanya disesuaikan dengan fungsi peruntukan ruangan. Pada umumnya shear wall ditempatkan pada lokasi tangga darurat dan core lift.
Gambar 2.1
Contoh penempatan posisi shear wall untuk struktur gedung hotel dan apartemen.
Dalam penempatan posisi shear wall, yang penting untuk diperhatikan adalah letak antara titik pusat kekakuan (CR) dan titik pusat massa (CM) bangunan. Untuk mendapatkan struktur gedung yang stabil, maka kedua titik tersebut harus berdekatan / berhimpit, sehingga lengan momen menjadi kecil. Pusat kekakuan adalah resultan koordinat titik berat dari tiap-tiap elemen vertikal struktur bangunan, yang terdiri dari kolom dan dinding. Sedangkan pusat massa adalah resultan titik berat dari semua elemen horizontal bangunan pada setiap lantai, yang terdiri dari pelat, balok, kolom dan dinding. Lengan momen yang panjang akan menghasilkan momen puntir tehadap gedung.
Ilustrasi pertimbangan pemodelan struktur gedung secara vertikal dan horizontal adalah seperti pada gambar 2.2 berikut. Pada gambar 2.2 (a, c, f, h, j dan k) dapat dilihat sebagai ilustrasi gedung yang mengalami puntir akibat letak pusat kekakuan (CR) dan pusat massa (CM) yang berjauhan. Maka sebagai alternatif
II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
bisa dilakukan perubahan desain seperti gambar 2.2 (b, d, e, g, i, l dan m), dimana pusat kekakuan (CR) dan pusat massa (CM) letaknya berdekatan.
Gambar 2.2
Pengaruh pusat kekakuan (CR) dan pusat massa (CM) suatu rencana gedung
Dalam pemilihan lokasi penepatan shear wall untuk membentuk struktur yang mampu menahan gaya lateral, ada hal yang perlu dipertimbangkan yaitu untuk penahan gaya puntir terbaik, shear wall sebaiknya ditempatkan di tepi / perimeter bangunan gedung. Masing-masing dinding dapat berupa dinding maupun dinding majemuk yang saling terhubung.
II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/
tunggal,
Bab II Tinjauan Pustaka
Sedangkan dalam pemilihan bentuk gedung, pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :
Gambar 2.3 Model konfigurasi tapak gedung
1. Direkomendasikan untuk memilih bentuk tapak gedung yang simpel dan simetris, sedangkan untuk gedung dengan tapak T atau L sebaiknya dihindari. 2. Bentuk L seperti gambar 2.3 (b) relatif sulit untuk menahan simpangan horizontal, karena konsentrasi tegangan berada pada sudut pertemuan tapak. 3.
Gambar 2.3c adalah alternatif pemilihan tapak gedung untuk menghindari lendutan inelastic akibat respon dinamik struktur daktail.
4.
Apabila diperlukan opening untuk keperluan lalu-lintas vertikal seperti gambar 2.3(d), perlu diperhatikan pengaruh reduksi dinding untuk menahan gaya lateral. Maka dianjurkan untuk memilih penempatan
II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
opening vertical seperti gambar 2.3(e), dimana penempatan opening relatif simetris dengan tapak gedung.
2.2.2 Bentuk Struktur Shear Wall Untuk menentukan tebal penampang shear wall diperlukan pertimbangan terhadap persyaratan minimal untuk memastikan kemudahan dalam proses pengecoran dan tingkat ketahanan terhadap bahaya kebakaran. Namun untuk gaya gempa yang signifikan, dimana diperlukan stabilitas terhadap kekakuan dan gaya geser, maka perlu dilakukan perbesaran ketebalan dinding.
Beberapa alternatif bentuk penampang shear wall adalah sebagai berikut :
Gambar 2.4
Bentuk-bentuk penampang shear wall
Penampang pada gambar 2.2 (a) merupakan struktur shear wall kantilever. Sedangkan bentuk penampang shear wall seperti pada gambar 2.2(b) sampai dengan (d) sering dipilih untuk memberikan penjangkaran yang efektif pada balok transversal. Apabila kondisi tanpa balok, tipe ini dipilih untuk menentukan prinsip tulangan lentur untuk membuat struktur gedung tinggi dan langsing yang tahan terhadap bahaya tekuk lateral.
II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Pada bentuk penampang dinding majemuk, biasanya diberi struktur pengaku / flens. Setiap dinding pada umumnya diperhitungkan untuk bisa menahan gaya gempa pada setiap arah gedung. Dinding-dinding tersebut memberikan energi potensial yang besar. Ini akan terjadi pada kondisi dimana flens pada keadaan tekan, maka dinding akan memberikan kekakuan yang besar. Untuk dinding dengan penampang L dan T seperti pada gambar 2.2 (e) dan (g), kemungkinan hanya bisa memberikan kekakuan yang terbatas, apabila flens pada kondisi tarik.
2.3 Standar Perencanaan Struktur Beton Berdasarkan SK-SNI-03-28472002 Faktor keamanan merupakan bagian utama dari diadakannya peraturan / standar perencanaan suatu struktur. Penerbitan buku standar / peraturan perencanaan struktur tidak terlepas dari pertimbangan teknik, penelitian terhadap kemajuan teknologi, serta pengaruh pelaksanaan di lapangan.
Peraturan perencanaan struktur beton bertulang di Indonesia yang dipakai saat ini adalah SNI-03-2847-2002 yang merupakan penyempurnaan dari peraturan yang telah ada sebelumnya. Hal-hal baru yang perlu diperhatikan dalam peraturan ini antara lain sebagai berikut : 1)
Perhitungan perencanaan lebih diarahkan ke metode kekuatan batas (ultimit) dari material yang dipakai.
II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
2)
Perhitungan keamanan dan beban yang lebih realistik yang dihubungkan dengan tingkat daktilitas struktur;
3)
Perhitungan geser dan puntir pada keadaan ultimit (batas);
4)
Ketentuan-ketentuan detail penulangan yang lebih rinci untuk beberapa komponen struktur.
2.4 Pembebanan Terhadap Struktur Untuk melakukan desain struktur, yang paling utama harus diperhatikan adalah pembebanan yang akan terjadi pada struktur tersebut. Beban-beban tersebut kemudian dipisah menurut sifat / karakteristiknya, menjadi dua beban utama, yaitu beban statis dan beban dinamis.
Beban statis adalah beban yang bekerja pada struktur secara fix / tetap, baik posisi maupun nilai bebannya. Sedangkan beban dinamis adalah beban yang tidak tetap, baik nilai maupun posisinya. Dari kedua beban tersebut kemudian dikombinasikan untuk memperoleh nilai pembebanan yang maksimum, untuk mendesain struktur yang optimum.
2.4.1 Beban Statis Beban statis umumnya terbagi menjadi beban mati, beban hidup, dan beban akibat penurunan.
II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a.
Beban Mati
Beban mati (D) adalah berat dari semua bagian dari gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap.
Beban mati sangat dipengaruhi oleh jenis material yang dipakai dalam konstruksi gedung tersebut. Berat jenis untuk tiap-tiap material bangunan dapat dilihat seperti dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Berat Sendiri Bahan Bangunan dan Komponen Gedung BAHAN BANGUNAN Pasir (kering udara sampai lembab) Pasir (jenuh air) Kerikil (kering udara sampai lembab, tidak diayak) Pasir kerikil (kering udara sampai lembab) Batu pecah (tidak diayak) Batu karang (berat tumpuk) Batu belah, batu gunung dan batu bulat (berat tumpuk) Tanah, tanah liat dan tanah geluh (kering udara sampai lembab) Tanah, tanah liat dan tanah geluh (basah) Batu alam Beton *) **) Beton bertulang **) Pasangan batu bata Pasangan batu belah, batu gunung dan batu bulat Pasangan batu karang Besi tuang Baja Timah hitam (timbel) Jenis-jenis kayu : lihat P.K.K.I - N.I. 5 Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit dengan bentang maksimum 5 m dan untuk muatan hidup paling tinggi 200 kg/m2 Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tetapi tanpa penggantung langit-langit atau pengku-pengku), terdiri dari : a. Semen asbes (eternit dan bahan lain sejenis, dengan tebal maksimum 4 mm) b. Kaca, dengan 3-4 mm Panggung langit-langit (dari kayu) , dengan bentang maksimum 5m dan jarak s.ks.s minimum 0,80 Adukan, per cm tebal :
II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
BERAT 1600 1800 1650 1850 1450 700 1500 1700 2000 2600 2200 2400 1700 2200 1450 7250 7850 11400
SATUAN kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3 kg/m3
40
kg/m2
11
kg/m2
10
kg/m2
7
kg/m2
Bab II Tinjauan Pustaka
21 17
kg/m2 kg/m2
450 250
kg/m2 kg/m2
24
kg/m2
Aspal, termasuk bahan-bahan mineral penambah, per cm tebal
14
kg/m2
Penutup atap genting dengan reng dan usuk/kaso per m2 bidang atap Penutup atap sirap dengan reng dan usuk/kaso, per m2 bidang atap Penutup atap seng gelombang (BWG 24) tanpa gordeng/ gulunggulung Semen asbes gelombang (tebal 5 mm)
50 40
kg/m2 kg/m2
10
kg/m2
a. Dari semen b. Dari kapur, tras atau semen merah Dinding-dinding pasangan batu bata : a. Satu batu b. Setengah batu Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan, per cm tebal
kg/m2
11
Sumber : Pedoman Perancangan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI – 1.3.53.1987)
b. Beban Hidup Beban hidup adalah semua beban akibat penggunaan gedung, termasuk beban dari barang-barang yang dapat dipindah, mesin dan peralatan yang dapat berpindahpindah.
Besaran beban hidup untuk masing-masing fungsi konstruksi bangunan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.2 Beban Hidup Pada Lantai Gedung a b
Lantai dan tangga rumah tinggal Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang-gudang tidak penting, yang bukan untuk toko atau ruang kerja
200
kg/m2
150
kg/m2
c d e f g
Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, restoran, hotel, asrama Lantai ruang olah raga Tangga, bordes tangga, gang, dari yang disebut dalam c Lantai ruang dansa Lantai dan balkon - dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan tidak termasuk dari a s/d f seperi gereja, ruang konser, ruang pertunjukan, ruang rapat, bioskop, dsb, juga panggung penonton dengan tempat duduk tetap Panggung penonton tempat berdiri atau dengan tempat duduk tidak tetap Tangga, bordes tangga, lantai dan gang dari ruang-ruang yang disebut dalam d, f, g, dan h
250 400 300 500
kg/m2
400
kg/m2
500
kg/m2
500
kg/m2
h i
II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
kg/m2 kg/m2
Bab II Tinjauan Pustaka
j
Lantai ruang pelengkap dari ruang-ruang yang disebut dalam c, d, f, dan g
k
Untuk lantai-lantai ruang kerja, ggudang, garasi, perpustakaan, ruang arsip, toko, buku, toko besi, ruang alat-alat dan mesin, dll; muatan hidup harus ditentukan tersendiri, sesuai dengan muatan hidup maksimum yang dapat diharapkan akan tetapi tidak boleh kurang dari Balkon-balkon yang menjorok bebas ke luar harus diperhitungkan terhadap muatan hidup dari lantai dalam yang berbatasan dengan minimum
l
250
kg/m2
250
kg/m2
300
kg/m2
Sumber : Pedoman Perancangan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI – 1.3.53.1987)
2.4.2 Beban Dinamis Akibat Gempa Pengaruh gempa pada struktur bangunan menimbulkan gaya lateral akibat goyangan gempa. Kestabilan bangunan terhadap pengaruh gaya gempa ditentukan oleh faktor massa bangunan dan kekakuan dari struktur bangunan tersebut. Nilai inersia dari elemen struktur bangunan adalah faktor terpenting dalam mencapai nilai massa dan kekakuan yang optimum untuk mendukung tingkat kestabilan bangunan.
Namun, unsur lain yang juga berpengaruh terhadap desain bangunan terhadap gaya gempa adalah kondisi tanah setempat, lokasi bangunan, dan perkakuan struktur yang dipakai.
Pembebanan akibat gempa dihitung menggunakan metode analisa statik ekivalen. Pemodelan beban gempa yang berupa beban dinamis dirubah menjadi beban horizontal statis yang bekerja pada pusat massa tiap-tiap lantai bangunan. Perhitungan ini diatur dalam SNI 03 – 1726 – 2002.
II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Besarnya nilai gaya gempa statik ekivalen (V), dihitung menggunakan rumus berikut ini : V=
C.I Wt R
(2.1)
Dimana : I
: faktor keutamaan bangunan
R
: faktor reduksi gempa
C
: nilai faktor respons gempa
Wt : berat total bangunan
Kemudian faktor lain yang berpengaruh dalam perhitungan gempa antara lain nilai faktor keutamaan gedung, faktor reduksi gempa, nilai respon spektrum gempa sesuai wilayah gempa dan waktu getar alami. Nilai faktor keutamaan gedung tergantung dari fungsi bangunan yang direncanakan. Nilai faktor reduksi gempa dipengaruhi oleh tingkat daktilitas / kekakuan bangunan. Nilai waktu getar fundamental (T) untuk struktur beton dihitung dengan rumus berikut :
T = 0,06 x H3/4
(2.2)
Sedang untuk menentukan besarnya nilai respon spektrum gempa diperoleh dengan menggunakan contoh grafik respon spektrum gempa rencana sesuai SNI 03 – 1726 – 2002 berikut ini :
II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.1 Contoh Grafik Respon Spektrum Gempa Rencana Wilayah Gempa 3 (sumber : Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung SNI – 1726 – 2002)
Nilai waktu getar pada rumus (2.2) di atas hanyalah perkiraan awal, maka perlu dikoreksi kembali menggunakan rumus Rayleigh yang akan digunakan dalam perencanaan berikut ini : n
T1 = 6.3
W d i 1 n
i
2 iX
g FiX d iX i 1
Dimana : Wi : Berat lantai pada tingkat ke-i. d : Simpangan horizontal tingkat ke-i yang dinyatakan dalam mm. g : Percepatan gravitasi yang nilainya ditetapkan sebesar 9810 mm/det 2.
II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.3)
Bab II Tinjauan Pustaka
Fi : Beban gempa nominal statik ekivalen lantai pada tingkat ke-i yang bekerja pada pusat massa lantai yang besarnya dihitung dengan persamaan berikut ini :
Fi =
n
Wi x z i
W i 1
i
xV
(2.4)
x zi
Dimana : zi : Ketinggian lantai tingkat ke-i.
simpangan horizontal (d) maksimum yang diijinkan pada rumus (2.3) di atas dihitung dengan persamaan :
di
0.03 hi R
(2.5)
Dimana : di : Simpangan horisontal tingkat ke-i yang dinyatakan dalam mm R : Faktor reduksi gempa hi : Tinggi lantai ke-i
Faktor respon gempa rencana (C) ditentukan menggunakan grafik pada gambar 2.1 di atas, berdasarkan nilai waktu getar alami dan klasifikasi tanah sesuai dengan wilayah gempa dimana bangunan tersebut direncanakan.
2.5 Perencanaan Elemen Struktur Beton Bertulang Perencanaan elemen beton bertulang dapat dilakukan dengan menggunakan dua metoda sebagai berikut :
II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a.
Metode beban berfaktor
Pada metode beban berfaktor, tiap-tiap beban yang bekerja pada elemen struktur bangunan dikalikan dengan faktor perkalian sesuai dengan peraturan yang sudah ditentukan, untuk memperoleh beban maksimal yang akan terjadi pada struktur. Sedangkan faktor kekuatan beton bertulang dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan (ɸ) sebagai kekuatan batas dari struktur beton bertulang tersebut.
Adapun kombinasi pembebanan atau kuat perlu, yang terdiri dari beban-beban terfaktor yang direkomendasikan oleh SK SNI 03 – 2847 – 2002 adalah sebagai berikut : 1) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan : U = 1,4 D
(2.6)
2) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban atap A atau beban air hujan R, paling tidak harus sama dengan : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
(2.7)
3) Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi bebal D, L, dan W, berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar yaitu : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)
(2.8)
4) Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, yaitu : U = 1,2 D ± 1,6 W
(2.9)
II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
5) Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan delam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E
(2.10) atau
U = 0,9 D ± 1,0 E
(2.11)
2.5.1 Perencanaan Struktur Pelat Lantai Pelat lantai merupakan struktur panel beton bertulang yang berfungsi menerima beban langsung dari material / pengguna gedung, kemudian menyalurkannya ke struktur balok yang menumpunya. Pada pemodelan perencanaan penulangan struktur pelat lantai dibedakan menjadi dua macam, yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah. Pelat lantai satu arah (one way) adalah pelat lantai yang sistem penulangannya hanya satu arah untuk tulangan pokok searah bentang. Pelat dengan tulangan pokok satu arah ini akan dijumpai jika pelat beton lebih dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. Contoh pelat satu arah adalah pelat kantilever (luifel) dan pelat yang ditumpu oleh 2 tumpuan. Karena momen lentur hanya bekerja pada satu arah saja, yaitu searah bentang, maka tulangan pokok juga dipasang satu arah yang searah bentang tersebut. Untuk menjaga agar kedudukan tulangan pokok (pada saat pengecoran beton) tidak berubah dari tempat semula maka dipasang pula tulangan tambahan yang arahnya tegak lurus tulangan pokok. Tulangan tambahan ini lazim disebut tulangan bagi.
II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Kedudukan tulangan pokok dan tulangan bagi selalu bersilangan tegak lurus, tulangan pokok dipasang dekat dengan tepi luar beton, sedangkan tulangan bagi dipasang di bagian dalamnya dan menempel pada tulangan pokok. Tepat pada lokasi persilangan tersebut, kedua tulangan diikat kuat dengan kawat bendrat. Fungsi tulangan bagi, selain memperkuat kedudukan tulangan pokok, juga sebagai tulangan untuk penahan retak beton akibat susut dan perbedaan suhu beton. Pelat lantai dua arah (two way) adalah pelat beton bertulang dengan sistem penulangan dua arah. Pelat dengan tulangan pokok dua arah ini akan dijumpai jika pelat beton menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang dua arah. Contoh pelat dua arah adalah pelat yang ditumpu oleh empat sisi yang saling sejajar. Karena momen lentur bekerja pada dua arah, yaitu searah dengan bentang (lx) dan bentang (ly), maka tulangan pokok juga dipasang pada 2 arah yang saling tegak lurus (bersilangan), sehingga tidak perlu tulangan lagi. Tetapi pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja momen lentur satu arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan ini tetap dipasang tulangan pokok dan bagi. Bentang (ly) selalu dipilih > atau = (lx), tetapi momennya Mly selalu < atau = Mlx, sehingga tulangan arah (lx) (momen yang besar ) dipasang di dekat tepi luar (urutan ke-1) Persyaratan yang harus diperhatikan dalam merencanakan pelat beton bertulang antara lain adalah sebagai berikut :
II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
a.
Tebal minimum pelat lantai
Syarat-syarat untuk menentukan tebal minimum pelat berdasarkan SNI 03-28472002 adalah : Untuk αm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, ketebalan pelat minimum harus memenuhi fy n 0.8 1500 120 mm h 36 5 m 0.2
(2.12)
Untuk αm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari: fy n 0.8 1500 h 90 mm 36 9
(2.13)
Dimana : ln
: Panjang bentang terpendek antara kedua sisi pelat lantai
: Rasio / perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek pelat lantai
m : Rasio / perbandingan rata-rata kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur suatu pelat dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan (bila ada) pada tiap sisi dari balok.
2.5.2 Prarencana Balok Untuk menentukan dimensi penampang balok yang akan dipakai dalam suatu struktur bangunan, maka pertama-tama harus dilakukan prarencana desain ukuran penampang. Pemilihan dimensi acuan ukuran balok dipilih pada lokasi dengan II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
pembebanan paling kritis, untuk mendapatkan dimensi balok yang optimum. Metode seperti ini adalah masih dalam tahap coba-coba, sedangkan ukuran penampang balok yang akan dipakai nantinya diperhitungkan / dievaluasi kembali terhadap stabilitasnya.
Namun, dalam SNI 03-2847-2002 juga mengatur standar penampang balok yang bisa dipakai untuk mengasumsikan dimensi balok yang akan dipakai nantinya. Dalam tabel SNI tersebut di atas hanya mengilustrasikan tinggi balok, sedangkan lebar balok (b) diambil antara ½ sampai dengan ¾ tinggi balok (h). Berikut adalah tabel tinggi balok (h) minimum menurut SNI 03-2847-2002 : Tabel 2.4 Tinggi (h) minimum balok beton bertulang
Dua tumpuan sederhana Balok atau pelat rusuk satu arah
ℓ/16
Satu ujung menerus
Kedua ujung menerus
ℓ/18.5
ℓ/21
Kantilever ℓ/8
Sumber : Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Gedung (SNI 03 – 2874 – 2002)
Setelah diperoleh dimensi penampang balok, selanjutnya dihitung besaran momen ultimit (Mu) yang bekerja pada balok. Besarnya nilai momen ultimit berbanding lurus dengan besarnya bentang atau besarnya pembebanan yang bekerja pada balok. Momen ultimit adalah momen maksimum yang direkomendasikan untuk bisa ditahan oleh balok.
II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Ukuran balok, yaitu tinggi balok (h) dan lebar balok (b) dihitung kembali berdasarkan nilai momen ultimit tersebut di atas. Maka dmensi penampang balok yang akan dipakai dihitung dengan persamaan berikut ini : bd 2
Mu f c ' 1 0.59
(2.14)
Dimana :
fy. fc '
(2.15)
Yang perlu diperhatikan adalah nilai ukuran penampang balok hasil perhitungan tersebut harus lebih besar dari ukuran penampang minimum yang dipersyaratkan menurut SNI 03-2847-2002.
2.5.3 Prarencana Kolom Definisi kolom menurut SNI 03-2847-2002 adalah komponen struktur bangunan yang bertugas menyangga beban aksial tekan vertikal. Kolom menyalurkan beban yang diterima dari pelat dan balok ke struktur pondasi.
Kolom dirancang harus dapat menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur akibat gaya-gaya lateral dan pengaruh eksentrisitas.
Prarencana kolom dilakukan untuk memperoleh kisaran awal dimensi penampang kolom optimum untuk menahan gaya aksial yang bekerja pada kolom.
II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Persamaan untuk menetukan dimensi awal penampang kolom adalah sebagai berikut :
Ag
Pu 0.4 f c ' f y t
(2.16)
Dimana : Ag : luas penampang kotor kolom Pu : beban aksial terfaktor ρt : rasio tulangan tekan
2.5.4 Prarencana Struktur Shear Wall Shear wall / dinding geser adalah struktur beton bertulang untuk menahan gayagaya lateral akibat angin dan gempa. Praktek yang umum adalah mengasumsikan gaya lateral bekerja pada semua tingkatan lantai. Kekakuan pelat lantai secara horizontal cukup besar dibandingkan dengan kekakuan dinding dan kolom. Maka diasumsikan bahwa tiap-tiap lantai bergeser pada bidang horizontalnya sebagai sebuah struktur yang kaku.
Dinding harus cukup kuat, sehingga batas lendutan berada pada nilai yang rasional. Selanjutnya dinding harus didesain sedemikian rupa sehingga tegangan tarik yang disebabkan gaya lateral tidak melebihi tegangan tekan yang disebabkan oleh berat bangunan di atasnya.
II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II Tinjauan Pustaka
Dinding geser bekerja sebagai sebuah balok kantilever vertikal dan dalam menyediakan tahanan lateral, menerima gaya tekuk maupun geser.
Persyaratan Tebal Dinding Geser (Shear Wall)
Menurut SNI 03-2847-2002, persyaratan ketebalan minimum struktur dinding adalah tidak boleh kurang dari 1/25 tinggi atau panjang bagian dinding yang ditopang secara lateral, diambil yang terkecil, dan tidak kurang dari 100mm.
II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/