perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Permintaan agregat (AD) dan Penawaran Agregat (AS) 2.1.1. Permintaan Agregat (AD) Permintaan agregat atau aggregate demand adalah jumlah total dari barang-barang yang diminta dalam suatu perekonomian. Permintaan agregat menjelaskan hubungan antara jumlah output yang diminta pada tingkat harga agregat, sehingga permintaan agregat menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli orang pada setiap tingkat harga. Peningkatan
jumlah
uang
beredar,
tingkat
konsumsi,
investasi,belanja pemerintah, net export, dan penurunan pengenaan pajak akan bersama-sama meningkatkan permintaan agregat / aggregate demand. Persamaan kuantitas sebagai permintaan agregat : MV =PY………………………………(2.1) Dimana M adalah jumlah uang yang beredar , V perputaran uang, P adalah tingkat harga, dan Y
adalah jumlah output. Jika perputaran uang
diasumsikan tetap atau konstan, maka persamaan ini menyatakan bahwa jumlah uang yang beredar menentukan nilai nominal output, yang pada akhirnya merupakan produk dari tingkat harga daan jumlah output. Persamaan kuantitas bisa di tulis kembali dalam bentuk penawaran dan permintaan untuk keseimbangan uang riil : M / P = (M / P )d = k Y,……………………………(2.2) commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di mana k = 1 / V adalah parameter yang menentukan berapa banyak uang yang orang ingin pegang untuk setiap pendapatan. Dalam bentuk ini, persamaan kuantitas menyatakan bahwa penawaran dari keseimbangan uang riil M / P sama dengan permintaan (M / P)d dan bahwa permintaan adalah proposional terhadap output Y. Perputaran uang V adalah “sisi lain” dari parameter permintaan uang k. Asumsi perputaran uang konstan sama dengan asumsi bahwa permintaan untuk keseimbangan uang riil untuk tiap satuan output adalah konstan. Diasumsikan untuk setiap jumlah uang yang beredar M
dan
perputaran V tetap, persamaan kuantitas menghasilkan hubungan negatif antara tingkat harga P dan output Y. Gambar 2.1 menunjukkan kombinasi P dan Y yang memenuhi persamaan kuantitas yang mempertahankan M dan V konstan. Kurva menurun kebawah ini disebut kurva permintaan agregat. Gambar 2.1 Kurva Permintaan Agregat
Tingkat Harga, P
Permintaan agregat, AD
Pendapatan, Output, Y Sumber : makroekonomi edisi keenam hal 257 (N. Gregory Mankiw)
Kurva permintaan agregat AD menunjukkan hubungan antara tingkat harga P dan jumlah barang jasa yang diminta Y, kurva itu commitdan to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digambarkan untuk nilai jumlah uang beredar M, tertentu. Kurva permintaan agregat miring kebawah dimana semakin tinggi tingkat harga P, semakin rendah tingkat keseimbangan riil M / P , dan karena itu semakin rendah jumlah barang dan jasa yang diminta Y. Kurva permintaan agregat dibuat untuk nilai dari jumlah uang yang beredar yang tetap. Dengan kata lain, kurva tersebut menyatakan kombinasi yang memungkinkan dari P dan Y berubah, yang berarti kurva permintaan agregat bergeser. Sebagai contoh, jika uang yang beredar berkurang, MV=PY menyatakan bahwa pengurangan jumlah uang yang beredar menyebabkan pengangguran proporsional dalam nilai nominal output PY. Untuk setiap tingkat harga, jumlah output adalah lebih rendah, dan untuk jumlah output apapun, tingkat harga adalah lebih rendah. Kurva permintaan akan begeser ke kiri. Gambar 2.2. Pergeseran Kurva Permintaan Agregat ke Kiri Tingkat Harga,P
AD1 AD2 Pendapatan, output, Y Sumber : Makroekonomi edisi keenam hal 258 (N. Gregory Mankiw)
Penurunan jumlah uang yang beredar M mengurangi nominal output PY. Untuk setiap tingkat harga tertentu P, output Y lebih rendah. Karena commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu, penurunan jumlah uang beredar menggeser kurva permintaan ke kiri dari AD1 ke AD2. Hal sebaliknya terjadi jika yang beredar meningkat. Persamaan kuantitas menyatakan bahwa kenaikan dalam M menyebabkan kenaikan dalam PY. Untuk setiap tingkat harga, jumlah output adalah lebih tinggi dan untuk jumlah output berapapun, tingkat harga adalah lebih tinggi. Sebagaimana ditujukan dalam Gambar 2.3, kurva permintaan bergeser ke kanan. Gambar 2.3. Pergeseran Kurva Permintaan Agregat ke Kanan Tingkat Harga, P
AD2 AD1 Pendapatan , Output, Y Sumber : Makroekonomi edisi keenam hal 258 (N. Gregory Mankiw)
Kenaikan jumlah uang beredar M meningkatkan nilai nominal output PY. Untuk setiap harga P, output Y lebih tinggi. Karena itu, kenaikan jumlah uang yang beredar menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD1 ke AD2. 2.1.2. Penawaran Agregat (AS) Penawaran agregat adalah hubungan antara jumlah barang dan jasa yang ditawarkan dan tingkat harga agregat. Secara umum fungsi dari faktor produksi adalah fungsi dari modal (Capital) dan tenaga kerja commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(labor), karena jumlah output yang diproduksi tergantung pada jumlah modal dan tenaga kerja maka model penawaran klasik terbentuk : Y=f(K.L)= Y………………………………………………………..(2.3) Dimana Y adalah total output , K adalah capital ( modal ) dan labor (tenaga kerja) Dalam jangka panjang perusahaan biasanya menawarkan barang dan jasa dengan harga yang fleksibel dan dalam jangka pendek tingkat harga umummnya bersifat kaku, sehingga penawaran agregat sangat bergantung pada horizon waktu. Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara penawaran agregat jangka panjang (long run aggregate supply) dan penawaran agregat jangka pendek (short run aggregate supply) Penawaran agregat dalam jangka panjang bersifat vertikal, karena tingkat output ditentukan oleh jumlah modal dan tenaga kerja serta ketersediaan teknologi dimana tingkat output tidak bergantung pada tingkat harga, menurut model klasik. Untuk menunjukkan bahwa output sama untuk semua tingkat harga, kita gambar kurva penawaran agregat vertikal, sebagaimana terlihat pada gambar 2.4. Pada jangka panjang, perpotongan antara kurva permintaan agregat dengan kurva penawaran agregat vertikal menentukan tingkat harga. Pada jangka pendek, tingkat harga bersifat kaku dan penawaran agregat bersifat horizontal, dan pergeseran permintaan agregat akan menyebabkan fluktuasi pada output. Dalam konsep jangka pendek adalah commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jangka waktu dimana hanya harga-harga barang dan harga bahan mentah (seperti minyak) yang akan mengalami perubahan. Gambar 2.4 Kurva Penawaran Agregat Jangka Panjang Tingkat Harga, P LRAS
Pendapatan, Output, Y Sumber : Makroekonomi edisi keenam hal 259 (N. Gregory Mankiw)
Contoh ekstrim dalam penerapan penawaran jangka panjang dapat diterangkan seperti ini. Anggaplah seluruh perusahaan menerbitkan catalog harga dan untuk menerbitkan catalog baru yang diperlukan banyak biaya. Jadi, seluruh harga tertahan pada tingkat yang sudah ditentukan sebelumnya. Pada harga ini, perusahaan ingin menjual produk sebanyak yang ingin dibeli konsumen, dan mereka memperkejakan tenaga kerja yang cukup untuk memproduksi jumlah yang diminta. Karena tingkat harga adalah tetap, maka dapat ditampilkan situasi ini dalam Gambar 2.5 penawaran agregat horizontal. Gambar 2.5 Kurva Penawaran Agregat Jangka pendek Tingkat Harga, P
Penawaran agregat jangka pendek, SRAS
Pendapatan, Output, Y commit to userhal 261 (N. Gregory Mankiw) Sumber : Makroekonomi edisi keenam
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk menjelaskan implikasi dari penawaran agregat jangka pendek terdapat tiga pendekatan, yaitu harga kaku ( sticky price model ), upah kaku (sticky wage model) dan informasi tidak sempurna (imperfect information model). Sedangakan untuk implikasi dari penawaran agregat jangka panjang terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, teknologi, dan tingkat harga yang diterapkan. Pendekatan dalam penawaran agregat jangka pendek dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Model Harga yang Kaku Tingkat harga yang lebih tinggi menunjukkan bahwa biaya perusahaan lebih tiinggi, sehingga semakin tinggi tingkat harga keseluruhan maka semakin besar harga yang akan dibebankan kepada konsumen, selanjutnya tingkat pendapatan yang lebih tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan dan biaya marginal akan naik pada tingkat model harga kaku (sticky price model) menekankan bahwa perusahaan tidak secara instan menyesuaikan tingkat harga yang mereka tetapkan sebagai respon terhadap perubahan permintaan karena tingkat harga biasanya ditetapkan oleh kontrak jangka panjang. Tingkat harga tergantung pada dua variabel makro yaitu tingkat harga keseluruhan dan tingkat pendapatan agregat.
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Model Upah Kaku Model upah kaku (sticky wage model) menunjukkan implikasi dari upah nominal yang kaku pada penawaran agregat. Tingkat upah cenderung kaku dikarenakan tingkat upah biasanya ditetapkan dalam kontrak jangka panjang, sehingga tingkat upah tidak dengan cepat disesuaikan ketika kondisi ekonomi berubah. Perlu diperhatikaan apa yang terjadi pada jumlah output yang diproduksi ketika tingkat harga naik. Ketika upah nominal tidak berubah, kenaikan tingkat harga akan menurunkan upah riil, yang akan membuat tenaga kerja menjadi murah. Selanjutnya upah riil yang lebih rendah akan mendorong perusahaan menggunakan lebih banyak tenaga kerja dan tenaga kerja tambahan ini akan memproduksi lebih banyak output. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat harga dan jumlah output berhubungan positif, kenaikan tingkat harga akan menaikkan jumlah output selama upah nominal tidak disesuaikan. c) Model Informasi tidak Sempurna Model informasi tak sempurna (Imperfect information model) mengasumsikan bahwa dalam pasar semua upah dan harga akan bebas menyesuaikan diri untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Model ini juga mengasumsikan bahwa setiap produsen dalam
perekonomian
memproduksi
barang
tunggal
dan
mengkonsumsi banyak barang. Karena jumlah barang begitu commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
banyak para produsen tidak dapat mengamati seluruh harga baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Produsen memantau dengan ketat harga barang yang mereka produksi, tetapi kurang memantau harga seluruh barang yang mereka konsumsi. Ringkasnya model ini menyatakan bahwa bila harga aktual naik melibihi harga yang diharapkan, maka para produsen akan meningkatkan output mereka. 2.2. Kebijakan moneter Kebijakan moneter dapat dijelaskan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter dalam hal ini bank sentral untuk memperngaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat (Nopirin, 1992:45). Sementara menurut Mankiw (2003) kebijakan moneter adalah kontrol atas jumlah uang yang beredar. Perry Warjiyo dan Solikhin (2003), membedakan kebijakan moneterr menjadi dua. Yang pertama, Counter-Cyclical monetary policy yaitu kebijakan moneter yang secara aktif bersifat memperlunak perkembangan kegiatan ekonomi nyang cenderung menuju titik balik ekstrim. Kebijakan ini biasanya diterapkan agar perekonomian terhindar dari gejolak struktural (shocks). Yang kedua, Pro-cyclical monetary policy atau accomodative monetary policy yaitu kebijakan yang mengakomodasikan fluktuasi ekonomi. Menurut Bank Indonesia, tujuan dari kebijakan moneter tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7b tentang Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara nilai rupiah. Dalam pelaksanaanya maka Bank commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
Indonesia menetapkan Inflation Targeting Framework sejak tahun 2005 agar tercapai tingkat harga barang dan jasa yang stabil. Secara operasional, pembentukan kebijakan moneter mencerminkan pada penetapan suku bungan (BI rate) dengan harapan dapat mempengaruhi suku bunga pasar uang, suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan yang akhirnya akan mempengaruhi output dan inflasi. Selain suku bunga maka Bank Indonesia juga menggunakan kebijakan nilai tukar dengan harapan akan tercapainya stabilitas harga dan system keuangan. Kebijakan nilai tukar ini digunakan untuk mengurangi voltalitas nilai tukar yang berlebihan bukan untuk menetapkan nilai tukar pada level tertentu, karena tingkat nilai tukar akan berubah secara sendrinya akibat permintaan dan penawaran di pasar uang. 2.3. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter. Keyakinan bank sentral terhadap suatu proses mekanisme transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi output perekonomian ( pertumbuhan ekonomi dan inflasi) hingga saat ini masih menjadi fokus perhatian, mengingat banyak jalur yang perlu diperhatikan. Apabila mengikuti alur pemikiran aliran monetarist maka dapat menggunakan besaran-besaran moneter atau jumlah uang beredar sebagai sasaran antara ( biasanya M1 atau M2 ) maupun sasaran operasional (biasanya M0 atau komponennya ). Pendekatan ini disebut dengan pendekatan quantity targeting . dalam pandangan aliran ini, variabel uang dan perputaran uang ( velocity of money ) memiliki keterkaitan yang stabil dengan kegiatan ekonomi dan laju inflasi. Bank sentral cukup hanya mengendalikan laju pertumbuhan uang beredar yang besarnya konsisten dengan sasaran laju inflasi yang diinginkan. Bila commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
mengikuti aliran Keynesian maka uang beredar pada dasarnya tidak dapat sepenuhynya dikendalikan oleh bank sentral. Perubahan atas permintaan uang didasarkan kepada motif masyarakat memegang uang yang dalam hal ini antara lain dipengaruhi oleh perkembangan suku bunga. Oleh karena itu, bank sentral harus mengendalikan suku bunga untuk mengendalikan pertumbuhan uang beredar agar terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawarannya. Apabila situasi keseimbangan di pasar uang dapat dipelihara maka tidak akan terjadi tekanan-tekanan terhadap kenaikan harga. Pendekatan ini sering disebut dengan Price Targeting. Satu hal yang pelu diperhatikan adalah bahwa kedua pendekatan tersebut pada dasarnya percaya kepada sasaran akhir, misalnya inflasi yang relatif stabil dan diprediksi dengan baik. Namun pandangan ini dalam praktiknya tidak sepenuhnya benar. Bahkan menurut Milton Freidman yang merupakan bapak aliran monetarist (1963), proses transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses penyesuaian portofolio yang kompleks dan menyangkut berbagai jalur yang belum sepenuhnya dapat diidentifikasikan dengan baik serta terkait dengan berbagai jenis asset maupun pengeluaran. Terlebih lagi dengan perkembangan yang terjadi di sektor asset maupun pengeluaran. Terlebih lagi dengan perkembangan yang terjadi di sektor keuangan dewasa ini maka mekanisme transmisi kebijakan moneter tersebut menjadi semakin kompleks (Heroika, 2011). Kebijakan moneter pada dasarnya mempunyai tujuan menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Salah satu instrument yang utama dalam commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mencapai tujuan Bank Indonesia selaku bank sentral tersebut dengan menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate. Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahanperubahan instrument moneter dan target operasionalnya di berbagai variabel ekonomi dan keuangan. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, sektor riil. Perubahan BI Rate memperngaruhi inflasi melalui berbagai jalur diantaranya jalur suku bunga, jalur kreditt, jalur nilai tukar, jalur harga asset dan jalur ekspetasi. Terlihat dalam gambar dibawah ini : Gambar 2.6. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
Sumber : www.bi.go.id
Bank Indonesia dalam (www.bi.go.id) menjelaskan bahwa pada jalur suku bunga. Perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui suku bunga yang diturunkan unuk mendorong aktifitas ekonomi apabila perekonomian mengalami kelesuan. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Perubahan suku bunga BI Rate dapat juga mempengaruhi nilai tukar, sehingga sering disebut juga jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate akan mendorong kenaikan selisih anatar suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal kedalam instrumen-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal asing masuk pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor akan kita diluar menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Dari hal itu net ekspor kita akan turun dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kegiatan ekonomi. Selain mempengaruhi nilai tukar, perubahan suku bunga juga dapat mempengaruhi ekspetasi publik akan inflasi (jalur ekspetasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi pada akhirnya menyeababkan inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga. 2.4. Teori Keynesian Baru Pemikiran Keynesian baru masih mempertahankan tradisi dari Keynesian yaitu adanya kekakuan dalam harga dan upah nominal, sehingga Keynesian baru berusaha untuk mencari penjelasan yang lebih dapat diterima. David Romer merupakan salah satu tokohnya dan berpendapat bahwa pasar tidak kompetisi sempurna dan ada penghalang untuk menerapkan harga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
nominal yang fleksibel. Adanya kekakuan riil dapat meningkatkan kekakuan nominal (Romer, 1993). Sedangkan Bruce Greenwald dan Joseph Stiglitz yang juga masuk dalam kelompok ini,mereka berpendapat bahwa adanya pasar yang tidak sempurna dapat menyebabkan berbagai hal, seperti : meningkatnya biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat dan terjadinya informasi yang tidak sempurna. 2.4.1. Pokok Pemikiran Aliran Keynesian Baru. Perhatian utama dalam Keynesian Baru yaitu mencari model yang kuat dan menjelaskan adanya kekakuan upah dan harga dengan berlandaskan pada memaksimalkan perilaku dan ekspektasi rasional. Disamping itu, Keynesian baru juga menaruh perhatian pada penelitian tentang proses penyesuaian harga yang terjadi di perusahaan. Salah satu kajiannya berfokus pada aspek menentukan tingkat upah dalam pasar tenaga kerja. Tingkat upah yang efisien timbul dari suatu gagasan yang apabila upah yang diterima oleh pekerja adalah terlalu rendah mengakibatkan hal-hal seperti : a) Pekerja tidak termotivasi untuk menghasilkan output yang optimal (bermalas-malasan) b) Masalah tentang moral dalam suatu perusahaan. c) Kesulitan didalam mendapatkan dan mempertahankan pekerja yang berkualitas dan lain sebagainya. Kelompok Keynesian baru tidak juga sepenuhnya menolak pandangan klasik baru. Tetapi tetap memberikan kontribusi kepada pandangan Keynes yaitu : commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Dalam perekonomian adanya pengangguran yang tidak sukarela selalu berlaku. 2. Pemerintah secara aktif perlu menjalankan kebijakan untuk mengatasi masalah pengangguran dan atau inflasi dan mewujudkan kegiatan pada kesempatan kerja penuh. Keynesian baru berkeyakinan bahwa dalam jangka panjang ekonomi pasar masih tidak akan mampu dengan sendirinya menciptakan kesempatan kerja penuh, sehingga tetap dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah yang dimaksudkan disini adalah yang besrsifat untuk mengurangi terjadinya ketidaksempurnaan pasar. Pada dasarnya keynesian baru berpendapat bahwa walaupun terdapat pengangguran yang tidak suka rela dan kelebihan penawaran barang pada masa resesi harga-harga barang tidak menurun ke tingkat yang akan mewujudkan kesempatan kerja penuh. Adanya bentuk pasar yang bukan persaingan sempurna, pasar yang tidak lengkap dan informasi yang tidak simetris membuat harga barang bersifat kaku dan tidak mudah berubah seperti pada pasar persaingan sempurna. 2.4.2. Kekakuan Upah Kekakuan Upah dapat diartikan sebagai gagalnya upah melakukan penyesuaian antara penawaran kerja sama dengan permintaanya. Penyebab kekakuan harga diantara nya sebagai berikut : 2.4.2.1. Model Kontrak Implisit. Model berasal dari D.F. Gordon (1974) dan Azariadis (1975) kemudian dikembangkan menjadi hipotesis tingkat commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alamiah (Natural rate hypothesis) oleh Freidman (1968) dan Phelps
(1968)
yang
lebih
menekankan
pada
prose
memaksimumkan perilaku untuk pasar tenaga kerja. Secara ringkas model ini menunjukkan bahwa upah pekerja disuatu perusahaan ditentukan secara kontrak antara majikan dan serikat pekerja. Serikat pekerja akan melakukan negosiasi dan menandatangani kontrak kerja diantara pekerja yang diwakilinya untuk suatu periode tertentu. Bila perusahaan ingin menyesuaikan kontrak sebelum waktunya makaakan dapat mempunyai dampak yang tidak menguntungkan karena : a) Negosiasi Konrak memerlukan biaya dan waktu baik bagi pengusaha maupun serikat pekerja b) Kegagalan dalam bernegosiasi dapat berdampak yang luas seperti terjadinya aksi mogok pekerja. c) Bukan suatu strategi yang optimum bagi perusahaan untuk mengurani upah, karena bila berlaku demikian akan banyak pekerja yang pindah ke perusahaan lain yang tidak menurunkan tingkat upahnya. 2.4.2.2.
Model Upah Efisien. Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1990), Yellen (1984), Katz (1986,1988), Harley (1990) , weless(1991) dan Solow (1979) yang memberikan dasar pada model ini. Upah efisien akan sama yang dapat diturunkan berdasarkan syarat kondisi cukup untuk memaksimumkan keuntungan di suatu commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perusahaan. Menurut teori ini perusahaan cenderung untuk menetapkan
upah
yang
lebih
tinggi
dari
pada
upah
keseimbangan pasar persaingan sempurna. Ada 4 alasan perusahaan untuk memberikan upah yang tinggi, yaitu : 1. Dengan upah yang lebih inggi ini dimaksudkan untuk alat memaksimumkan disiplin pekerja
dalam melaksanakan
tugas. Upah yang tinggi akan membuat pekerja lebih giat bekerja dan meningkatkan produktifitasnya dan sumbangan kerjanya
dapat
meningkatkan
produktifitas
total
perusahaan. Upah yang tinggi ini menyebabkan mereka takut kehilangan pekerjaan dan hal ini menyebabkan mereka bekerja dengan lebih giat. 2. Untuk menghindari biaya penggantian pekerja. Dengan system upah yang baik maka kemungkinaan pekerja keluar dan perusahaan dapat diperkecil, sehingga dapat dihindari pengeluaran biaya untuk mencari pekerja baru. 3. Sebagai alat untuk memilih tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Tenaga kerja yang tersedia bersifat heterogen, yang berbeda baik dari segi kepandaian, kerajinan, ketekunan maupun sikap dalam menjalankan tugas. 4. Upah yang tinggi merupakan imbalan yang seimbang bagi pekerja yang mempunyai prestasi yang baik. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.4.2.3.
Model Orang Dalam-Orang Luar Model ini dikembangkan pada tahun 1980 an oleh Lindbeck dan Snower. Pada dasarnya teori ini menganggap pasar barang dan pasar tenaga kerja bersifat persaingan tidak sempurna. Bila dalam pasar tenaga kerja terdapat serikat pekerja dan jumlah perusahaan relatif terbatas, maka tingkat upah ditentukan dari perjanjian kontrak kolektif antara serikat pekerja dengan majikan. Dalam pasar yang demikian tenaga kerja dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Yang menjadi anggota serkat buruh atau disebut orrang dalam (insider). 2) Yang tidak menjadi anggota serikat buruh atau disebut orang luar (Outsider).
2.4.3. Kekakuan Harga Penganut aliran New Keynesian berpendapat bahwa sintesis yang timbul sebagai respon terhadap kritik ekspetasi rasional pada dasarnya adalah benar, yakni asumsi yang menyatakan bahwa nilai-nilai ekspetasi perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan perekonomian nasional, dimana nilai tersebut harus serasional mungkin berdasarkan informasi yang tersedia. Aliran New Keynesian menggali lebih dalam kepada isu-isu yang berkaitan dengan peranan dari ketidaksempurnaan pasar terhadap fluktuasi perekonomian. Kekauan harga dapat diartikan sebagai berikut yaitu kelambanan respon perubahan harga-harga barang secara umum commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap adanya dampak kebijakn ekonomi. Terdapat 6 teori penyebab kekakuan harga, yaitu : 2.4.3.1. Teori Biaya Menu Teori ini ditemukan oleh Akerlof dan Yallen (1982), Mankiw (1985), Parkin (1986) dan terakhir oleh Rotemberg (1987) dan sering disingkat menjadi pandangan PAYM. Istilah biaya menu dimaksudkan sebagai biaya yang akan dibayar suatu restoran apabila membuat perubahan harga makanan yang dijualnya. Biaya untuk menentukan daftar harga yang baru tersebut dapat berupa : pencetakan, pengedaran, pemberitahuan kepada agen, kekecewaan pelanggan bila mengetahui adanya perubahan harga. Berbagai bentuk biaya ini belum tentu dapat ditutupi oleh keuntungan tambahan yang diperoleh. Pasar barang pada umumnya bukan merupakan pasar persaingan sempurna. Sehingga kurva permintaan yang dihadapi menurun ke kanan yang berati penambahan penjualan maka harus mengurangi harga. Hal ini dapat mengurangi tambahan
keuntungan
yang
diperoleh
karena
bersifat
deminishing return. Apabila keuntungan mengalami tambahan tidak dapat melebihi biaya menu, perusahaan akan lebih suka mengurangi produksi dan mempertahankan harga semula.
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.4.3.2. Harga Mark Up. Dalam pasar persaingan tidak sempurna, penemuan harga pada umumnnya didasarkan pada penentuan nilai mark up atau tambahan harga diatas biaya per unit untuk memproduksi barang tersebut. Cara penentuan harga secara sederhana adalah menggunakan rumus berikut : P=M + AC…………………………………………(2.4) Dengan P adalah harga barang. M tingkat Mark Up dan AC adalah biaya rata-rata per unit untuk memproduksi barang tersebut. Perusahaan akan cenderung menaikkan harga sesuai dengan mark up yang telah ditetapkan apbila biaya produksi rata-rata meningkat, tetapi akan mempertahankan harga yang lama dan menambah mark up apabila biaya produksi rata-rata menurun. Dengan kencederungan ini berarti harga barang industri biasanya sukar untuk diturunkan walaupun dalam keadaan resesi. Dengan kata lain harga barang di pasar persaingan tidak sempurna bersifat kaku ke bawah. 2.4.3.3. Eksternalitas Pasar yang Tebal. Dalam dunia nyata penjual dan pembeli tidak dapat bertemu tanpa adanya biaya mencari (Search Cost). Sehingga ada kecenderungan orang akan lebih suka mencari pasar yang tebal karena mempunyai banyak pilihan. Jika eksternalitas pasar yang tebal ini membantu biaya marginal ke atas pada saat commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
resesi dan kebawah pada saat ekonomi membaik maka hal ini akan member kontribusi pada terjadinya kekuan harga. 2.4.3.4. Pasar Konsumen Pembeli selalu mempunyai informasi yang terbatas tentang harga yang termurah di pasar tersebut. Karena biaya mencari
terkait
dengan
proses
belanja
maka
penjual
mempunyai kekakuan monopoli meskipun banyak perusahaan yang menjual barang yang sama di pasar tersebut. Karena banyaknya konsumen membeli barang yang sama berulangulang sehingga ada kecenderungan bagi
pejual untuk
mengahalangi pembeli mencari ketempat lain. Bila harga naik maka konsumen akan bereaksi berpindah ke penjual lain dan jika jika harga turun knsumen akan lambat reaksinya, karena perlu waktu untuk menyebabkan informasi ini ke pembeli di perusahaan lain. Perbedaan reaksi perubahan harga ini dapat menyebabkan terjadinya kekakuan harga relatif. Perusahaan cenderung tidak mau menurunkan harga bila penurunan permintaan karena adanya anggapan bahwa harga merupakan indikator dari kualitas barang. Dengan menurunkan harga ada resiko konsumen akan menganggap bahwa kualitas barang tersebut sudah diturunkan.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.4.3.5. Kekakuan Harga dan Tabel Input-Output Saat ini satu perusahaan berhubungan dengan ratusan perusahaan lain melalui table input-output yang sangat kompleks. Bila ada kejutan permintaan maka tidak ada jaminan bahwa keuntungan marginal akan bergerak bersama-sama dengan biaya marginal. Jika terjadi penurunan permintaan agregat dan satu perusahaan individu menurukan jumlah produksinya maka belum
tentu biaya
marginalnya akan menurun secara
proposional. Setiap perusahaan akan mempunyai kondisi permintaan agregat yang berbeda, sehingga menurunkan harga pada kondisi tersebut bisa menyebabkan bangkrut. 2.4.3.6. Pasar Modal yang Tidak Sempurna Keterbatasan
suatu
perusahaan
untuk
mendapat
pendanaan dari luar adalah adanya informasi yang asimetri antara peminjam dan pemilik modal. Peminjam lebih tahu tentang investasi yang akan dilakukan daripada pada pemilik modal. Sehingga biaya untuk mendapatkan pendanaan dari luar akan lebih akan lebih mahal daripada pendanaan sendiri. Selama ekonomi baik, perusahaan akan mendapat keuntungan lebi banyak dan mampu mendanai sendiri proyeknya. Selama resesi biaya untuk memperoleh dana meningkat karena adanya kebutuhan untuk memperoleh modal dari luar. Sehingga terlihat bahwa biaya untuk memperoleh modal bersifat Counter commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cyclical. Uraian ini belum secara langsung menerangkan adanya kekakuan harga, tetapi lebih ditekankan pada pengaruh pasar modal terhadap terjadinya siklus bisnis. 2.5. Inflasi 2.5.1. Pengertian Inflasi Inflasi dapat didefinisikan berbagai ragam, tetapi definisi itu mencakup pokok-pokok yang sama. Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi. Dari definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uanag suatu negara. Menurut Manrung dan Rahardja (2004) suatu perekonomian dikatakan telah mengalami inflasi jika 3 karakteristik berikut dipenuhi, yaitu ; 1) terjadi kenaikan harha, 2) kenaikan harga bersifat umum, 3) berlangsung terus-menerus. Laju pertumbuhan inflasi dapat dihitung dari perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK banayak digunakan utuk menghitung angka inflasi, termasuk di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika (BPS). 2.5.2. Jenis Inflasi Laju Inflasi dapat berbeda dari negara satu dengan negara lain atau dalam satu negara dalam waktu yang berbeda. Sehubungan dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan pengelompokan jenis inflasi berdasarkan sudut pandang sebagai berikut : 2.5.2.1. Inflasi Berdasarkan Sebabnya Adapun jenis –jenis inflasi menurut sebabnya adalah (Nopirin, 2000:28) : a. Inflasi Tarikan permintaan (Demand-Pull Inflation) Merupakan inflasi yang disebabkan karena tarikan permintaan. Sedangkan menurut Boediono (1994 : 162) masalah inflasi terjadi sebagai akibat dari adanya kondisi permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat yang akhirnya ada kecenderungan untuk output naik secara bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Inflasi inti bermula dari adanya permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hamper mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan seperti ini, kenaikkan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi atau output. Apabila kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai, makan
penambhan
permintaan
ini
menyebabkan
keseimbangan GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat “inflationary gap” yang akhirrnya akan dapat menimbulakan masalah inflasi. b. Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation) commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adalah inflasi yang terjadi akibat kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan adanya penurunan penawaran. Kenaikan biaya produksi ini ditimbulkan oleh beberapa faktor diantaranya: i.
Persatuan
serikat
buruh
dalam
menentukan
kenaikan upah ii.
Industri yang bersifat monopolistik, sehingga dapat menggunakan kekuasaanya di pasar untuk menentukan harga yang lebih tinggi.
iii.
Kenaikan harga bahan baku industri.
2.5.2.1. Inflasi Berdasarkan Bobotnya Inflasi menurut bobotnya (Khalwaty, 2000:34), inflasi dibagi menjadi 4 tahapan yaitu : a. Inflasi Ringan Inflasi ringan disebut juga Creeping inflation. Inflasi ringan adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berbeda pada posisi satu digit atau dibawah 10% pertahun. b. Inflasi Sedang Inflasi sedang (moderat) adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantar 10-30% pertahun atau melebihi dua digit dan sangat menggancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. c. Inflasi Berat commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantar 30-100% pertahun. Pada kondisi demikian, sektorsektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara. d. Inflasi Sangat Berat Inflasi sangat berat yang juga disebut Hyper Inflation adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampui 100% pertahun. Untuk keperluan perang terpaksa harus dibiayai dengan cara mencetak uang secara berlebihan. 2.5.3. Teori Inflasi Boediono (1994:167) menjelaskan tiga kategori teori inflasi sebagai berikut : 2.5.3.1. Teori Kuantitas Teori kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi. Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang yang beredar, dan (b) psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inti dari teori ini adalah inflasi hanya bias terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Selain itu laju inflasi ditentukan oleh laju partambahan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa yang akan dating, dalam hal ini ada tiga kemungkianan keadaan, pertama adalah bila commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat tidak atau belum mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang, kedua, adalah keadaan di mana masyarakat mulai sadar adanya inflasi. Dan keadaan ketiga adalah keadaan di mana inflasi telah terjadi lebih parah (hiperinflasi). Teori kuantitas adalah suatu teori yang mengemukakan bahwa terjadinya inflasi sebenarnya hanya disebabkan oleh faktor, yaitu kenaikan jumlah uang yang beredar. Inti dari teori ini sebagai berikut: a. Inflasi hanya bias terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (penambahan uang kartal atau penambahan uang giral). b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertumbuhan jumlah uang
yang beredar
dan oleh psikolog
(harapan)
masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang. 2.5.3.2. Teori Keynes. Teori ini menyatakan bahwa, inflasi terjadi karena suatu masyarakat
ingin
perekonomiannya.
hidup Hal
di ini
luar
batas
kemampuan
menyebabkan
permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melibihi jumlah barangbarang yang tersedia. Penyebab terjadinya kenaikan permintaan ini, menurut Keynes adalah akibat dari kenaikan ekspansi commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah uang beredar, peningkatan pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, atau ekspor netto. Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan pada teori makronya. Menurut teori Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti ini ditandai dengan permintaan masyarakat akan barang-barang melebihi jumlah barang-barang yang tersedia, sehingga menimbulkan “inflationary gap”. Selama “inflationary gap” tetap ada, selama itu pula proses inflasi akan berkelanjutan. Keynes tidak sependapat dengan pandangan dari teori kuantitas bahwa kenaikan jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kenaikan tingkat harga, dan bahwa perubahan dalam jumlah uang yang beredar tidak menimbulkan peningkatan
pendapatan
nasional.
Selanjutnya
Keynes
berpendapat bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh kenaikan jumlah uang ytang beredar saja, tetapi juga ditentukan oleh kenaikan ongkos produksi. 2.5.3.3. Teori Strukturalis Teori strukturalis ini menekankan pada ketegaran (infleksibilitas) dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktorfaktor struktural perekonomian (yang menurut definisi faktorfaktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panjang), maka teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”. Menurut teori ini ada dua ketegaran dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu : a) Ketidakelastisan dari penenerima ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban disbanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini disebabkan oleh : 1). Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan, 2). Suplai atau produski barangbaranag ekpsor tidak responsif terhadap kenaikan harga (tidak elastis) b) Ketidakelastisan dari suplai atau produksi bahan makanan. Pertumbuhan bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pengahasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung naik melebihi kenaikan harga barangbaranag lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntunan dari para karyawan di sektor industri untuk memperoleh kenaikan gaji/upah. Kenaikan upah berarti kenaikan biaya produksi yang berarti kenaikan harga-harga barang produksi.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.6. Indeks Produksi Industri Menurut BPS konsep Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan
ini
adalah
jasa
industri/makloon
dan
pekerjaan
perakitan
(assembling). Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiatan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapat imbalan sejumlah uang atau barang sebagai balas jasa (upah makloon), misalnya perusahaan penggilingan padi yang melakukan kegiatan menggiling padi/gabah petani dengan balas jasa tertentu. Perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan yaitu : 1) Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih) 2) Industri sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang) 3) Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang) 4) Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang) commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan
kepada
banyaknya
tenaga
kerja
yang
bekerja,
tanpa
memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakn mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu. 2.7. Penelitian Terdahulu Paul rabanal (2003) dengan judul penelitian “The Cost Channel of monetary policy : Further Evidance For the United States and the Euro Area”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat time series triwulanan dari tahun 1984:1 – 2002:4. Variabel yang diteliti yaitu output, inflasi, upah riil dan suku bunga data aggregat dari Negara di Amerika Serikat dan Eropa. Model yang digunakan dalam penelitian tersebut dengan model Bayesian dan alat analisis Linearized Model dengan pendekatan log liner. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut bahwa efek saluran biaya ( Cost Channel ) tidak berpengaruh signifikan dalam data agregat di amerika dan eropa dan tidak relevan dalam sebuah kebijakan moneter. Eugenio dan secchi (2006), dengan judul penelitian “ Is There a Cost Channel of Monetary Policy Transmission ?an Investigation into The Pricing Behaviour of 2000 Firms”. Variabel yang digunakan adalah harga output setiap perusahaan, pinjaman utang, neraca perusahaan, dan suku bunga pinjaman. Dengan jenis data kualitatif dan kuantitatatif 2000 peruashaan bukan keuangan di Italia. Menggunakan alat analisis kualitatif dan panel data menghasilkan kesimpulan kebijakan moneter juga bekerja melalui sisi penawaran dan pengaruh suku bunga terhadap harga menjadi sebanding dengan rasio antara modal kerja dan penjualan , sehingga mendukung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
pandangan bahwa efek saluran biaya secara hakiki berhubungan dengan peran modal kerja dalam proses produksi perusahaan. Bart dan ramey (2001), dengan judul “The Cost Channel of Monetary Transmission”. Penelitian ini secara empiris mengeksplorasi saluran biaya dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Data yang digunakan triwulan dari tahun 1947-1990 dengan alat analisis yang digunakan adalah VAR ( Vektor Auto Regresi ) variabel output industri, produktifitas, upah riil, dan suku bunga pinjaman. Menurut hasil penelitian menyajikan bukti yang melibatkan saluran sisi penawaran sebagai kolaborator yang kuat dalam transmisi nyata, efek jangka pendek dari perubahan kebijakan moneter. Ravenna dan Walsh (2005), dengan judul “Optimal monetary policy with the cost channel”. Variabel yang digunakan adalah PDB konstan, Indeks Harga Konsumen, biaya tenaga kerja, suku bunga dan output gap dalam data agregat di Amerika Serikat. Alat analisis yang digunakan VAR dan menggunakan GMM estimator. Hasil penelitian menyajikan saluran biaya hadir ketika biaya marjinal perusahaan 'tergantung pada tingkat nominal bunga sehingga bagi kebijakan kebijakan moneter optimal mempengaruhi perekonomian melalui saluran biaya. 2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian Pada penelitian ini memfokuskan untuk mengetahui peranan transmisi kebijakan moneter melalui jalur biaya (Cost Channel) di Indonesia. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter melalui jalur biaya (Cost Channel) terhadap inflasi di Indonesia pada periode tahun 2003-2012. Dengan demikian kerangka dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BI rate
Indeks Produksi
Upah Riil
Inflasi Gambar 2.7. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh otoritas moneter akan mempengaruhi aktifitas perekonomian. Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini dapat dapat dilakukan melalui beberapa jalur dengan pengaruhnya terhadap permintaan. Akan tetapi Negara-negara maju mengembangkan alternatif kebijakan moneter mempengaruhi penawaran agregat dalam hal ini perusahaan (Householder). Dimana dengan beban bunga perusahaan atas modal kerja akan mempengaruhi biaya marjinal harga produksi dan output. Salah satu instrumen kebijakan moneter adalah suku bunga yang diukur dengan BI rate mempunyai keterkaitan terhadap biaya produksi perusahanan dan jumlah produksi perusahaan. Tingkat suku bunga BI rate yang tinggi menyebabkan peningkatan beban perusahan atas bunga modal kerja dapat menimbulkan naiknya biaya produksi, dimana di dalam biaya produksi tersebut terdapat biaya tenaga kerja yang di ukur dengan indeks upah riil. Biaya produksi yang meningkat mempengaruhi output harga barang produksi akan naik. Sama hal nya dengan pengaruh suku bunga terhadap jumlah produksi, dikarenakan kenaikan suku bunga akan direspon oleh pelaku pasar dalam hal ini produsen untuk menurunkan produksinya yang pada akhirnya berpengaruh pada harga barang yang dihasilkan cenderung naik karena commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penawaran menurun akan tetapi permintaan tetap. Kecenderungan hargaharga barang naik tersebut dapat menyebabkan inflasi. Fokus pembahasan pada penelitian ini ialah menganalisis peranan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran biaya (Cost Channel) sebagai implikasi terhadap alternatif kebijakan moneter di Indonesia. 2.9. Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang tdelah dilakukan sebelumnya, dapat ditarik hipotesis yaitu : Hipotesis 1 : Diduga terdapat jalur biaya dalam transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Hipotesis 2 ; Diduga jalur biaya berpengaruh terhadap Inflasi di Indonesia.
commit to user