BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Agresi
2.1.1
Definisi Agresi Buss dan Perry (1992) menyebutkan perilaku agresi adalah keinginan untuk
menyakiti
orang
lain,
mengekspresikan
perasaan
sifat
negatifnya
seperti
permusuhan dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Breakwell (dalam Priliantini, 2008) juga menjelaskan agresivitas sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau merugikan orang lain yang memiliki kemauan yang bertentangan dengan orang tersebut. Berikut beberapa pengertian mengenai agresi: 1. Agresi merupakan perilaku yang dimaksdukan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis (Brehm & Kassin, 1993). 2. Berkowitz (1993) (dalam Krahe, 2005) mendefinisikan agresi dalam hubungannya dengan pelanggaran norma atau perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial berarti mengabaikan masalah bahwa evaluasi normatif mengenai perilaku seringkali berbeda, bergantung perspektif pihak-pihak yang terlibat (Krahe, 2005:18). 3. Menurut Aronson (dalam Koeswara, 1998) agresi adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan masuk melukai atau mencelakakan individu dengan atau tanpa tujuan tertentu. 4. Menurut Atkinson dkk (1981) agresi adalah tingkah laku yang diharapkan untuk merugikan orang lain, perilaku yang dimaksud untuk melukai orang lain (baik secara fisik atau verbal) atau merusak harta benda.
Agresivitas dapat diartikan sebagai perilaku atau kecenderungan perilaku yang diminati untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikologis (Buss & Perry, 1992; Baron & Byrne, 2004). Mereka yang frustrasi (merasa gagal mencapai tujuannya) adalah orang yang paling mudah melakukan tindakan agresi. Ahli psikologi sosial, yaitu Dollard dan Miller, menerangkan hal di atas dengan frustration-aggression hypothesis (Brigham, 1991; Baron & Byrne, 2004; Nashori, 2008). Orang-orang yang frustrasi kerap marah terhadap orang-orang yang dianggap sebagai penyebab atau perantara terjadinya rasa sakit. Disakiti atau dilukai perasaannya atau kepentingannya, itulah yang dijadikan alasan oleh sementara orang untuk bertindak agresif. Mereka frustrasi dengan apa yang terjadi, dan jadilah mereka menjarah, membunuh, menembak, melempar batu, memukul, membacok, dan seterusnya. Berdasarkan pengertian-pengertian agresi diatas dapat disimpulkan bahwa agresi adalah setiap tindakan baik berupa verbal maupun nonverbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain atau melukai pihak tertentu dan juga merupakan eksperi perasaan negatif yang dimiliki dan dapat menjadi suatu kecenderungan atau keinginan untuk terus melakukan tindak agresi (agresivitas) yang kemudian dapat menjadi suatu perilaku agresif.
2.1.2
Penyebab Agresi Menurut Buss dan Perry (1992) ada 4 jenis perilaku, yaitu kemarahan,
permusuhan, agresi verbal, dan agresi fisik. Ditambahkan pula oleh Santrock (2003), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas adalah identitas diri, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah,
kehidupan dalam keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi serta kualitas tempat tinggal. Beberapa faktor yang menurut para teoris dan peneliti agresi sangat sering ditemukan sebagai pengarah dan pencetus kemunculan agresi di antaranya adalah
frustasi, stres, deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan,
kehadiran senjata, provokasi, obat-obatan dan alkohol, serta suhu udara (Koeswara, 1988). Baron dan Byrne (1994) mengelompokkan agresi menjadi tiga pendekatan dalam menerangkan penyebab dasar perilaku agresi, yaitu: faktor biologis, faktor eksternal, dan faktor belajar. 1. Faktor Biologis Menurut pendekatan ini, agresi pada manusia seperti telah diprogramkan untuk kekerasan dari pembawaan psikologis secara alami instinct theory seseorang menjadi agresif karena hal itu merupakan bagian alami dari reaksi mereka. Sigmund Frued yang merupakan pelopor teori ini mengatakan bahwa agresif muncul dari naluri atau instinct keingingan untuk mati yang kuat (thanatos) yang diproses oleh setiap individu (Baron & Byrne, 1994). 2. Faktor Eksternal Hal lain yang dipandang penting dalam pembentukan perilaku agresi adalah faktor eksternal. Menurut Dollard (dalam Praditya, 1999), frustasi, yang diakibatkan dari percobaan-percobaan yang tidak berhasil untuk memuaskan kebutuhan, akan mengakibatkan agresif. Frustrasi akan terjadi jika keinginan atau tujuan tertentu dihalangi. Berkowitz (1993) mengatakan bahwa frustasi menyebabkan sifat siaga untuk bertindak secara agresif karena kehadiran kemaharan (anger) yang
disebabkan oleh frustasi itu sendiri. Apakah individu bertindak secara agresif maupun tidak bergantung dari kehadiran isyarat agresif yang memicu kejadian aktual agresi tersebut. Jadi perilaku agresif mempunyai bermacam-macam penyebab, di mana frustasi hanyalah salah satunya. Sears dkk (1994) menambahkan bahwa meskipun frustasi sering menimbulkan kemarahan, dalam kondisi tertentu hal tersebut tidak terjadi. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan frustasi tidak otomatis menimbulkan perilaku agresi, melainkan ada beberapa faktor lain yang dapat mencetusnya. Menurut Baron dan Byrne (1994), timbulnya perilaku agresif dilihat dari dua kondisi, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal terdiri dari (1) Kepribadian ; (2) Hubungan interpersonal yang salah satunya adalah komunikasi ; (3) Kemampuan. Kondisi eksternal terdiri dari : (1) Frustasi ; (2) Provokasi langsung yang bersifat verbal ataupun fisik yang mengenai kondisi pribadi; (3) Model yang kurang baik dalam lingkungan. 3. Faktor Belajar Pendekatan belajar adalah pendekatan yang lebih kompleks dalam menerangkan agresi. Ahli-ahli dalam alinan ini meyakini bahwa agresi merupakan tingkah laku yang dipelajari dan melibatkan faktor-faktor eksternal (stimulus) sebagai determinan pembentukan agresi tersebut. Pendekatan ini dikembangkan lagi oleh ahli-hali yang percaya bahwa proses belajar berlangsung dalam ruang lingkup yang lebih luas di samping melibatkan faktor-faktor eksternal dan internal (Koeswara, 1988). Faktor tersebut adalah faktor sosial atau situasional.
Aplikasi dan perkembangan pendekatan ini ke dalam perilaku agresif dipelopori oleh Arnold Buss dan Albert Bandura (dalam Praditya, 1999). Teori Buss berfokus pada faktor-faktor sosial dan kepribadian sebagai variabel yang mempengaruhi perilaku agresif. Sedangkan Bandura menekankan bagaimana individu mempelajari perilaku agresif dengan mengamati orang. Menurut Bandura dkk (dalam Koeswara, 1988), agresi dapat dipelajari dan terbentuk melalui perilaku meniru atau mencontoh perilaku agresi yang dilakukan oleh individu lain yang dianggap sebagai contoh atau model. Dalam hal ini, individu dapat mengendalikan perilaku yang ditirunya dan menentukan serta memilih objek imitasinya. Sears
dkk
(1994)
memperjelas
dengan
menambahkan
sebuah
mekanisme penting dalam proses belajar. Proses tersebut adalah proses penguatan. Proses penguatan adalah proses penyerta yang akan menentukan perilaku imitasi sebelumnya akan diinternalisasi atau tidak. Jika suatu perilaku mendapatkan penguatan (reinforcement) atau terasa menyenangkan, maka timbul keinginan untuk mengulanginya. Sebaliknya jika perilaku tersebut mengakibatkan individu dihukum atau merasa tidak menyenangkan, individu cenderung untuk tidak mengulanginya.
2.1.3
Jenis Agresi Pengelompokan jenis agresi menurut berbagai ahli tentu saja cukup beragam
antara lain oleh Brigham, Sears dkk, Berkowitz, Moyer serta Buss dan Perry. Pada penelitian ini, peneliti memilih teori dari Buss dan Perry, karena menurut peneliti,
teori agresi dari Buss dan Perry dapat melihat tingkat agresivitas dari para gamers DotA dan Ragnarok Online melalui empat jenis agresi. Menurut Buss dan Perry, agresi terbagi dalam empat jenis yang menggambarkan perilaku agresi dari setiap indivdu diantaranya adalah Physical Agression, Verbal Agression, Anger, dan Hostility. 1. Physical Agression Physical Agression merupakan perilaku agresi yang dapat diobservasi (terlihat/overt). Physical Agression kecenderungan individu untuk melakukan serangan secara fisik untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut seperti memukul, mendorong, menendang, dan lain sebagainya. Misalnya seperti pemain dari tim yang kalah terpancing untuk marah dan memukul pemain lainnya baik rekannya sendiri ataupun lawan tandingnya. 2. Verbal Agression Verbal Agression merupakan perilaku agresi yang diobservasi (terlihat/overt). Verbal Agression adalah kecenderungan untuk menyerang orang lain atau memberikan stimulus yang merugikan dan menyakitkan kepada organisme lain secara verbal, yaitu melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal tersebut seperti cacian, ancaman, mengumpat, atau penolakan. Misalnya seorang pemain mengeluarkan kata-kata kasar saat bermain yang ditujukan kepada lawannya yang dalam dunia DotA sering disebut “bacot kasar”. 3. Anger Beberapa bentuk anger adalah perasaan marah, kesal, sebal, dan bagaimana cara mengontrol hal tersebut. Termasuk di dalamnya Irritability,
yaitu mengenai temperamental, kecenderungan untuk cepat marah, dan kesulitan untuk mengendalikan amarah. Hal ini dapat ditunjukan melalui sifat pemain DotA yang cepat marah dan terpancing emosinya saat sedang bertanding dikarenakan tekanan dari publik (penonton dan lawan tanding). 4. Hostility Hostility tergolong dalam agresi covert (tidak terlihat). Hostility terdiri dari dua bagian, yaitu: Resentment seperti cemburu dan iri terhadap orang lain, dan Suspicion seperti adanya ketidakpercayaan, kekhawatiran, dan proyeksi dari rasa permusuhan terhadap orang lain. Misalnya pemain iri terhadap tim lawan yang bermain lebih baik dan selalu menjadi tim unggulan
2.2 Computer Game 2.2.1
Definisi Computer Game Menurut Crawford (1997), Computer Game adalah satu bentuk seni karena
menghadirkan pengalaman berkhayal bagi pemainnya dan menstimulasi emosi pemainnya. Menurut Chris Crawford (1997), fitur paling utama dari game dalam komputer adalah kemampuan respon/tanggapannya. Kemampuan respon adalah kunci vital untuk interaktivitas, sehingga penting dalam sebuah game. Computer game yang lebih dikenal dengan istilah PC games memiliki berbagai bentuk dan salah satunya adalah game online. Game online atau sering disebut Online Games adalah sebuah permainan (games) yang dimainkan di dalam suatu jaringan baik Local Area Network (LAN) maupun internet (Muslikah, 2010). Kata Game Online sendiri berasal dari kata game dan online. Online adalah langsung dengan bantuan internet. Disadari atau tidak, game online mengubah
kehidupan manusia modern dalam kehiduan sehari-hari, termasuk bagaimana menghibur dirinya sendiri (Afrianti, 2009).
2.2.2
Sejarah Game Online Perkembangan game online tidak lepas dari perkembangan teknologi
komputer dari jaringan komputer (Muslikah, 2010). Meledaknya game online sendiri merupakan cerminan dari pesatnya jaringan komputer yang dahulunya berskala kecil (small local network) sampai menjadi internet dan terus berkembang sampai sekarang. Game online saat ini tidaklah sama seperti ketika game online pertama kali diperkenalkan. Pada saat muncul pertama kalinya tahun 1960, komputer hanya bisa dipakai untuk dua orang saja untuk bermain game (Irina, 2011). Lalu muncullah komputer dengan kemampuan time sharing sehingga pemain yang bisa memainkan game tersebut bisa lebih banyak dan tidak harus berada di suatu ruangan yang sama (Multiplayer Games) (Irina, 2011). Pada tahun 1970 ketika muncul jaringan komputer berbasis paket (packet based computer networking), jaringan komputer tidak hanya sebatas LAN saja tetapi sudah mencakup World Area Network (WAN) dan menjadi internet. Game online pertama kali muncul kebanyakan adalah game simulasi perang ataupun pesawat yang dipakai untuk kepentingan militer yang akhirnya dilepas lalu dikomersialkan, game ini kemudian menginspirasi game yang lain muncul dan berkembang.
2.2.3
Jenis-Jenis Game Menurut Lindsay Grace (2005) PC games dibedakan menjadi beberapa jenis
berdasarkan gameplay atau bentuk permainannya, yaitu : 1. Action Action game menekankan pada intensitas dari aksi sebagai atraksi utamanya. Respon reflek adalah kemampuan utama yang diperlukan dalam memainkan game bertipe action. 2. Adventure Adventure game adalah game yang menyediakan eksplorasi dan pemecahan
misteri
sebagai
atraksi
utamanya.
Adventure
game
umumnya menawarkan cerita yang mengasyikan. Pemikiran, kreativitas, dan rasa penasaran adalah kemampuan umum yang diperlukan untuk menjadi pemain adventure game. 3. Puzzle Puzzle game adalah game yang menyediakan puzzle sebagai atraksi utamanya. Game bertipe puzzle biasanya diluncurkan dalam anggaran yang rendah melalui web. 4. Role Playing Role Playing game (RPG) adalah game yang menyediakan sebuah peluang bagi setiap pemain untuk menghayati situasi dari karakter game. Role Playing game (RPG) memiliki karakter yang tergolong banyak, memiliki durasi yang panjang, dan manajemen karakter merupakan hal teknis.
5. Simulation Elemen utama dari dari game bertipe simulation adalah kemampuan untuk menyamai situasi pada dunia nyata. Simulation game menyediakan kesenangan melalui pemeragaan. 6. Strategy Strategy game adalah game yang menghibur melalui pemikiran dan pemecahan misteri.
2.2.4
Ragnarok Online Salah satu jenis game Role Playing Game, menyediakan peluang bagi
pemain untuk menghayati situasi dari karakter game. Role Playing game (RPG) memiliki karakter yang tergolong banyak, memiliki durasi yang panjang, dan pengendalian/kontrol terhadap karakter merupakan hal mendasar. Bentuk lanjutan dari RPG dalam game online adalah MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game). Hampir seluruh versi resmi Ragnarok Online sudah memasuki masa komersil yang mana pemain harus membayar untuk bermain (pay-to-play). Perlu dibedakan, terdapat pula private server yang merupakan server ilegal dan tidak ada toleransi dari Gravity serta penyelenggara Ragnarok Online di seluruh belahan dunia.
2.2.5
Defense of the Ancient (DotA) Defense of the Ancient (DotA) adalah permainan online custom map yang
dimainkan secara multiplayer buatan Blizzard berjudul Warcraft III: Frozen Throne, yang dibuat berdasarkan area “Aeon of Strife” dari permainan Blizzard lainnya, yaitu Starcraft. Tujuan utama permainan ini adalah menghancurkan “Ancient” musuh,
sebuah struktur yang dijaga ketat di pojok kiri bawah atau kanan atas. Kedua sisi bertarung adalah 5 orang yang tergabung dalam tim The Sentinel dan 5 orang yang tergabung dalam tim The Scourge. Pemain dapat menggunakan tokoh yang disebut “hero”, dengan dibantu oleh sekumpulan creep. Permainan dikembangkan dengan menggunakan World Editor dari permainan Warcraft III: Reign of Chaos, dan diubah dengan istilah The Frozen Throne. Terdapat berbagai konsep dasar dengan yang paling popular adalah “DotA Allstars”. Sejak diliris, DotA Allstars muncul dalam beberapa turnamen dunia, termasuk BlizzCon Blizzard dan World Cyber Games Asia, dan juga Cyberathlete Amateur & CyberEvolution. DotA dapat dimainkan secara 1 lawan 1 ataupun secara tim yang beranggotakan 5 pemain dalam 1 tim sehingga 1 game dapat dimainkan oleh 10 orang sekaligus dan dalam memainkan game ini dapat memakan tenaga yang sangat banyak karena harus berkonsentrasi tinggi mengemangkan kreativitas dan juga memakan waktu yang cukup panjang yang berkisar kurang lebih 1 jam untuk 1 game DotA. Game ini terus berinovasi sesuai perkembangan zaman sehingga orang-orang pun terus termotivasi untuk mencoba hal-hal baru yang coba ditantang oleh “Ice Frog” didalam game ini.
2.3
Agresi dan Game Online Orang yang memainkan violent video games mendeskripsikan karakter
utama sebagai berperilaku lebih agresif, berpikir lebih agresif, dan mempunyai perasaan lebih mudah marah. Ini menunjukkan bahwa memainkan video game dapat menimbulkan ekspetasi permusuhan terhadap orang lain (Anderson & Bushman, 2001). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anderson & Bushman (2001) menjelaskan bahwa semakin tinggi intensitas memainkan violent video
games akan meningkatkan agresivitas dari pemainnya tentu agresi dan game online yang dalam konteks ini merupakan violent video game memiliki hubungan yang kuat. Seperti dalam studi terhadap agresi media, efek dari video game kekerasan terhadap agresi lebih kuat pada lelaki dibanding wanita (Bartholow & Anderson, 2002). Setelah game semakin digemari dan kekerasan di game tampak lebih mirip dengan kekerasan di dunia nyata, perhatian pada dampaknya, khususnya pada lelaki yang cenderung agresi, kemungkinan akan bertambah. Hal tersebut menjadi salah satu alasan pendukung bagi peneliti ingin melihat tingat agresivitas dari gamers Ragnarok dan DotA pada remaja saat ini.
2.4
Remaja
2.4.1
Definisi Remaja Hurlock (1981) menyebutkan remaja adalah mereka yang berada pada usia
12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 1223 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek. Menurut Erickson (dalam Feist & Feist 2008) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia (1993) yang menemukan bahwa ada empat status identitas
diri
pada
remaja
yaitu identity
diffusion/
confussion,
moratorium,
foreclosure, dan identity achieved. Karakteristik remaja yang sedang berproses
untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja. 2.4.2
Karakteristik Perilaku Remaja Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat
menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu: a. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. b. Ketidakstabilan emosi. c. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup. d. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua. e. Pertentangan didalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua. f.
Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
g. Senang bereksperimentasi. h. Senang bereksplorasi. i.
Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
j.
Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, masa remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja.
2.4.3
Remaja dan Agresivitas Berdasarkan berbagai penjelasan mengenai karakterisik remaja, dapat dilihat
bahwa remaja memiliki ketidakstabilan emosi yang disebabkan oleh masa transisi secara biologis. Perkembangan tersebut dapat menghantarkan perilaku remaja ke hal yang positif maupun menyimpang yang dalam konteks ini adalah perilaku agresif. Santrock (2003) menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi agresivitas adalah kontrol diri. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Gunarsa (2008) menyebutkan juga salah satu dasar bagi remaja untuk berkembang secara normal adalah memiliki konsep diri yang baik. Pembelajaran terhadap sikap atau stimulus dari luar harus diorganisir secara baik agar tidak dapat mengurangi konflik. Dalam studi menyangkut tingkat agresivitas (Gunarsa & Yulia, 2008) dikemukakan bahwa seorang pria lebih agresif dibandingkan dengan seorang wanita dan hal ini mulai pada usia sangat dini. Di samping itu, faktor lingkungan keluarga dan masyarakat mempengaruhi besar kecilnya agresivitas ditambah masa menjelang remaja, ada begitu banyak tekanan-tekanan sosial yang dialami seseorang dan berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan konsep dirinya. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa agresivitas tidak lepas dari remaja.
2.5
Kerangka Berpikir Remaja
Game Online/Off line
Karakteristik memainkan Ragnarok Online
DotA & Ragnarok Online
Karakteristik memainkan DotA
Bermain umumnya secara personal
Bermain hanya dalam 30-60 mnt / match Selalu berhadapan dengan gamers lain
Violent Video Games dimainkan = meningkatnya perilaku
Pengaruh sosial(pembelaja ran kelompok yg lebih luas)
bermain non-stop tanpa batas
Player vs player secara berkala (umumnya hanya killing monster)
Hanya dalam 1 kelompok bahkan memainkan dalam waktu yg lama secara individual
Bermain umumnya secara kolektif
Timelimit dalam mini game dan tekanan dari rekan/musuh
Agresivitas