BAB II LANDASAN TEORI
A. Perilaku Agresi 1. Definisi Perilaku Agresi Menurut Buss (dalam Morgan, 1989), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan
individu-
individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak harta benda. Menurut Goble (1987) agresi adalah suatu reaksi terhadap frustrasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan bukan naluri. Baron dan Bryne (2000) mendefinisikan perilaku agresi sebagai suatu bentuk perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Berdasarkan definisi tersebut didapat empat pengertian mengenai agresi, pertama adalah agresi merupakan suatu bentuk perilaku bukan emosi, kebutuhan atau motif kedua adalah si pelaku agresi mempunyai maksud untuk mencelakakan korban yang dituju, ketiga adalah korban agresi yaitu makhluk hidup bukan benda mati, sedangkan yang keempat adalah korban dari perilaku agresi ini tidak menginginkan atau menghindarkan diri dari perilaku pelaku agresi.
9
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa perilaku agresi adalah suatu bentuk perilaku yang merupakan reaksi terhadap frustasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar yang ditujukan untuk mencelakakan atau melukai makhluk hidup atau benda mati baik secara fisik atau verbal, baik secara langsung atau tidak langsung. 2. Teori-teori Agresi Teori tentang agresi terbagi dalam beberapa kelompok (dalam Sarwono, 2002) yaitu: a. Teori Bawaan. Teori Bawaan atau bakat ini terdiri atas teori Psikoanalisa dan teori Biologi. 1) Teori Naluri. Freud dalam teori Psikoanalisis klasiknya mengemukakan bahwa agresi adalah satu dari dua naluri dasar manusia. Naluri agresi atau tanatos ini merupakan pasangan dari naluri seksual atau eros. Naluri seks berfungsi untuk melanjutkan keturunan sedangkan naluri agresi berfungsi mempertahankan jenis. Kedua naluri tersebut berada dalam alam ketidaksadaran, khususnya pada bagian dari kepribadian yang disebut Id yang pada prinsipnya selalu ingin agar kemauannya dituruti (prinsip kesenangan atau Pleasure Principle) dan terletak pada bagian lain dari kepribadian yang dinamakan Super Ego yang mewakili
10
Universitas Sumatera Utara
norma-norma yang ada dalam masyarakat dan Ego yang berhadapan dengan kenyataan. 2) Teori Biologi. Teori biologi ini menjelaskan perilaku agresi, baik dari proses faal maupun teori genetika (illmu keturunan). Proses faal adalah proses tertentu yang terjadi otak dan susunan saraf pusat. Menurut tim American Psychological Association (1993), kenakalan remaja lebih banyak terdapat pada remaja pria, karena jumlah testosteron meningkat sejak usia 25 tahun. Produksi testosteron yang lebih besar ditemukan pada remaja dan dewasa yang nakal, terlibat kejahatan, peminum, dan penyalah guna obat dibanding pada remaja dan dewasa biasa. b. Teori Lingkungan. Inti dari teori lingkungan adalah perilaku agresi merupakan reaksi terhadap peristiwa atau stimulus yang terjadi di lingkungan. 1) Teori Frustrasi-Agresi Klasik, yaitu: agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi artinya adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Berdasarkan teori tersebut, agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustrasi. 2) Teori Frustrasi-Agresi Baru, yaitu: frustrasi menimbulkan kemarahan dan emosi, kondisi marah tersebut memicu agresi. Marah timbul jika sumber frustrasi dinilai mempunyai alternatif perilaku lain daripada yang menimbulkan frustrasi itu.
11
Universitas Sumatera Utara
3) Teori Belajar Sosial, yaitu lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura menekankan kenyataan bahwa perilaku agresi, perbuatan yang berbahaya, perbuatan yang tidak pasti dapat dikatakan sebagai hasil bentuk dari pelajaran perilaku sosial. Bandura menerangkan agresi dapat dipelajari dan terbentuk pada individuindividu hanya dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh orang lain atau model yang diamatinya, walaupun hanya sepintas dan tanpa penguatan. c. Teori Kognitif. Teori kognitif ini memusatkan proses yang terjadi pada kesadaran dalam membuat penggolongan (kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan pembuatan keputusan. 3. Jenis-jenis Agresi Myers (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu agresi rasa benci atau agresi marah (hostile aggression) dan agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression). Agresi rasa benci atau agresi marah (hostile aggression) adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi dimana perilaku agresi ini adalah tujuan agresi itu sendiri. Akibat dari agresi ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat. Agresi instrumental (instrumental aggression) pada umumnya tidak disertai emosi, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan
12
Universitas Sumatera Utara
pribadi. Agresi disini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain, misalnya: seorang preman yang memukuli pemilik toko untuk memungut uang paksa bagi organisasinya. Menurut Atkinson (1999) ada beberapa jenis perilaku agresi yaitu: a. Agresi instrumental, yaitu: agresi yang ditujukan untuk membuat penderitaan kepada korbannya dengan menggunakan alat-alat baik benda ataupun orang atau ide yang dapat menjadi alat untuk mewujudkan rasa agresinya, misalnya: orang melakukan penyerangan atau melukai orang lain dengan menggunakan suatu benda atau alat untuk melukai lawannya. b. Agresi verbal, yaitu: agresi yang dilakukan terhadap sumber agresi secara verbal. Agresi verbal ini dapat berupa kata-kata kotor atau kata-kata yang dianggap mampu menyakiti atau menyakitkan, melukai, menyinggung perasaan atau membuat orang lain menderita. c. Agresi fisik, yaitu: agresi yang dilakukan dengan fisik sebagai pelampiasan marah oleh individu yang mengalami agresi tersebut, misalnya: agresi yang pada perkelahian, respon menyerang muncul terhadap stimulus yang luas baik berupa objek hidup maupun objek yang mati. d. Agresi emosional, yaitu: agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan marah dan agresi ini sering dialami orang yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan agresi secara terbuka, misalnya: karena keterbatasan kemampuan, kelemahan dan ketidakberdayaan. Agresi ini dibangkitkan oleh perasaan tersinggung atau kemarahan, tetapi agresi
13
Universitas Sumatera Utara
ini hanya sebagai keinginan-keinginan (bersifat terpendam), misalnya: individu akan merasa terluka jika individu lain tidak menghargai dirinya secara langsung, seperti orang yang memegang kepala orang lain, orang yang dipegang kepalanya akan merasa tersinggung. e. Agresi konseptual, yaitu: agresi yang juga bersifat penyaluran agresi yang disebabkan oleh ketidakberdayaan untuk melawan baik verbal maupun fisik. Individu yang marah menyalurkan agresinya secara konsep atau saran-saran yang membuat orang lain menjadi ikut menyalurkan agresi, misalnya: bentuk hasutan, ide-ide yang menyesatkan atau isu-isu yang membuat orang lain menjadi marah, terpukul, kecewa ataupun menderita. 4. Dimensi Perilaku Agresi Buss (dalam Morgan, 1989) menyatakan bahwa perilaku agresi dapat digolongkan menjadi tiga dimensi, yaitu: fisik-verbal, aktif-pasif dan secara langsung-tidak langsung. Perbedaan dimensi fisik-verbal terletak pada perbedaan antara menyakiti fisik (tubuh) orang lain dan menyerang dengan kata-kata. Perbedaan dimensi aktif-pasif adalah pada perbedaan antara tindakan nyata dan kegagalan untuk bertindak, sedangkan agresi langsung berarti kontak face to face dengan orang yang diserang dan agresi tidak langsung terjadi tanpa kontak dengan orang yang diserang. Kombinasi dari ketiga dimensi ini menghasilkan suatu framework untuk mengkategorikan berbagai bentuk perilaku agresi, yaitu: a. Perilaku Agresi Fisik Aktif Langsung
14
Universitas Sumatera Utara
Tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung. b. Perilaku Agresi Fisik Aktif Tak Langsung Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya. c. Perilaku Agresi Fisik Pasif Langsung Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung. d. Perilaku Agresi Fisik Pasif Tak Langsung Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung. e. Perilaku Agresi Verbal Aktif Langsung Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain. f. Perilaku Agresi Verbal Aktif Tak Langsung Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya. g. Perilaku Agresi Verbal Pasif Langsung
15
Universitas Sumatera Utara
Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung. h. Perilaku Agresi Verbal Pasif Tak Langsung Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung 5. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresi Beberapa faktor penyebab perilaku agresi menurut Davidoff (1991), yaitu: a. Amarah Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak dan saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan timbul pikiran yang kejam. b. Faktor Biologis, bahwa ada tiga faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu: 1) Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. 2) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit
16
Universitas Sumatera Utara
melakukan agresi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan dan kegembiraan. 3) Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progesterone menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan. c. Kesenjangan generasi. Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara remaja dengan orangtuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orangtua dan remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresi pada remaja. d. Lingkungan, bahwa ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi yaitu : 1) Kemiskinan, bila seorang remaja dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. 2) Anonimitas, bahwa terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal. Setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri) dan bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia
17
Universitas Sumatera Utara
merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain. 3) Suhu udara yang panas, tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari diterik panas matahari, tapi bila musim hujan relative tidak ada peristiwa tersebut. Aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap perilaku sosial berupa peningkatan perilaku agresi. e. Peran belajar model kekerasan Anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan juga “games”, ataupun mainan yang bertema kekerasan. f. Frustrasi Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai sehingga mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi. g. Proses pendisiplinan yang keliru Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu
18
Universitas Sumatera Utara
akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. Menurut Kartono (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada remaja meliputi : a. Kondisi pribadi remaja yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan. b. Lingkungan rumah dan keluarga yang kurang memberikan kasih sayang dan perhatian orang tua sehingga remaja mencarinya dalam kelompok sebayanya, kurangnya komunikasi sesama anggota keluarga, status ekonomi keluarga yang rendah, ada penolakan dari ayah maupun ibu, serta keluarga yang kurang harmonis. c. Lingkungan masyarakat yang kurang sehat, keterbelakangan pendidikan pada masyarakat, kurangnya pengawasan terhadap remaja serta pengaruh norma-norma baru yang ada diluar. d. Lingkungan sekolah, seperti kurangnya fasilitas pendidikan sebagai tempat penyaluran bakat dan minat remaja, kurangnya perhatian guru, tata cara disiplin yang terlalu kaku atau norma-norma pendidikan yang kurang diterapkan.
19
Universitas Sumatera Utara
B. Emosi Dasar Negatif 1. Definisi Emosi Goleman (2002) mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap kegiatan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi merupakan tanggapan rasa sayang, marah, benci yang dialami individu dan menyatakan bahwa ada emosi yang membawa rasa enak atau menyenangkan, ada juga emosi yang menimbulkan rasa kurang menyenangkan. Emosi berasal dari kata “emotus” atau “emovere” yang artinya sesuatu hal yang mendorong terhadap sesuatu yang lain, yang mempengaruhi keadaan reaksi psikologis dan fisiologis manusia seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan dan kecintaan (Depdikbud, 2001). Chaplin (1989) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacammacam keadaan jasmaniah. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang mempengaruhi keadaan reaksi psikologis dan fisiologis dan kecenderungan untuk bertindak manusia. 2. Pengelompokan Emosi Goleman (2002), mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut: 1) Marah, didalamnya meliputi brutal, mengamuk, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan.
20
Universitas Sumatera Utara
2) Kesedihan, didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi. 3) Rasa takut, didalamnya meliputi cemas, takut, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, gugup, panik, dan fobia. 4) Rasa bersalah, di dalamnya meliputi perasaan menyesal, tertekan atau perasaan tersiksa. 5) Kenikmatan, didalamnya meliputi bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania. 6) Cinta, didalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang. 7) Terkejut, didalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana. 8) Jijik atau muak, didalamnya meliputi hina, benci, mual, tidak suka, dan mau muntah. 9) Malu, didalamnya meliputi malu hati, hina, aib, dan hati hancur lebur. Menurut Albin (2005) emosi-emosi yang biasa pada manusia adalah emosi yang menyedihkan (sedih, dukacita, depresi), emosi yang menandakan bahaya (takut, cemas), marah, cinta, gembira, rasa bersalah, rasa malu, iri dan benci. Watson (dalam Gunarsa, 1996) menyatakan bahwa emosi dasar yang dimiliki individu adalah fear (takut/cemas), rage (marah), love (cinta/simpati) kemudian berdasarkan akibatnya bagi individu (menyenangkan atau tidak menyenangkan), Watson membaginya lagi ke dalam dua kelas, yaitu positif dan negatif. Interest,
21
Universitas Sumatera Utara
joy, love dan surprise termasuk kedalam emosi positif dan selainnya adalah emosi dasar negatif. 3. Emosi Dasar Negatif Goleman (2002) mengatakan emosi dasar negatif adalah perasaan individu yang dirasakan kurang menyenangkan (ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kebencian, kemarahan) yang berlebihan yang dapat membuat individu bertindak dengan sangat tidak rasional atau diluar kontrol. (Plutchick, 1987) mendefinisikan emosi dasar negatif adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang dirasakan kurang menyenangkan sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam berhubungan dengan orang lain. Goleman (2002) membagi emosi dasar negatif atas: a. Marah Yaitu reaksi emosional yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, pengekangan diri, serangan, kekecewaan atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi yang kuat pada sistem saraf. Salah satu cara orang melampiaskan marah adalah dengan katarsis. Marah juga dapat diekspresikan dalam bentuk menyerang, melukai dan menghancurkan objek kemarahan. Ekspresi marah ditandai dengan adanya ciri-ciri kulit wajah yang memerah, sudut mata yang melebar, urat memerah dimata, kontraksi dan mengatupnya bibir, mengatupnya rahang, tangan yang mengepal, suara dan lengan yang gemetaran, jantung berdebar keras, dada terasa sesak,
22
Universitas Sumatera Utara
kepala seperti berdenyut, muka terasa panas, peredaran darah cepat, dan sukar berbicara. b. Jijik atau muak Merupakan suatu sikap yang sangat menolak atau menentang, penuh sakit hati serta ada keinginan yang kuat untuk menimbulkan derita pada objek yang tidak disukai. Ekspresi jijik/muak yaitu bibir atas memonyong ke samping sedang hidung mengerut sedikit, menutup cuping hidung atau meludahkan makanan, senyum menyeringai atau isolasi dari masyarakat. Rasa jijik/muak memunculkan pola reaksi yang kaku, muntah, menghindari kontak dengan substansi yang menyebabkan rasa jijik/muak, sulit untuk menyenangi atau menghargai apa yang orang lain, secara individu atau normatif dalam budaya atau subbudaya lain, adalah menyenangkan atau berharga. Emosi jijik/muak menghalangi hubungan sosial, keinginan seksual dan kesenangan lain, dan dapat mendorong untuk menghindari sekumpulan situasi pengalaman-pengalaman yang tidak menjijikkan/memuakkan bagi orang lain. c. Malu Merupakan suatu kondisi kegelisahan, tidak menyenangkan dan terhambat, disebabkan oleh kehadiran orang lain. Rasa malu diekspresikan dengan bersembunyi, menghindari orang yang membuat kita merasa malu, menyembunyikan kebenaran, bunuh diri, mengucilkan diri dari hubungan sosial, sulit menjalin persahabatan atau bertemu dengan orang lain yang
23
Universitas Sumatera Utara
baru dikenal, sulit mengatakan perasaan, tidak berani memprotes pandangan
orang
lain
yang
salah
mengenai
dirinya,
enggan
memperlihatkan kemampuannya, menunduk dan terlalu kaku. d. Rasa bersalah Merupakan perasaan emosional yang berasosiasi dengan realisasi bahwa seseorang telah melanggar peraturan sosial, moral atau etis dan susila. Rasa bersalah diekspresikan lewat proyeksi atau isolasi diri, menderita dan tidak dapat menyesuaikan diri, menebus kesalahan di depan umum, menggunakan apa yang dirasakan, permintaan maaf, mengambil hati orang yang menyebabkan kita merasa bersalah atau bunuh diri. e. Sedih Merupakan suatu keadaan kemurungan, kesedihan, patah semangat yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Ekspresi sedih adalah menangis, apatis, tidak semangat dalam hidup, sering bernafas panjang sebagai respon dari kesedihannya, depresi dan bunuh diri. f. Takut Adalah suatu reaksi emosional yang kuat, mencakup perasaan subjektif, penuh ketidaksenangan dan keinginan untuk melarikan diri atau bersembunyi, disertai kegiatan penuh perhatian. Ketakutan ini merupakan
24
Universitas Sumatera Utara
satu reaksi terhadap satu bahaya yang tengah dihadapi atau khawatir karena mengantisipasi satu bahaya. Ekspresi rasa takut adalah menjerit, melarikan diri, menghindar, pucat dan keringat, sembunyi, buang air dan muntah, lemas dan gemetar, nafas memburu, denyut jantung meningkat, air liur mengering, bulu roma berdiri, otot-otot menegang dan bergetar. 4. Faktor-faktor Penyebab Emosi Dasar Negatif Menurut Markam (2004), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya emosi dasar negatif yaitu: a. Antesenden stimuli atau antesenden situasional Pengalaman emosi memiliki penyebab yang lebih tepat disebut antesenden. Emosi akan timbul apabila dijumpai suatu stimulus yang sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan harapan, misalnya: suatu keadaan atau stimuli yang dihadapi sesuai dengan harapan individu, maka emosi yang akan terjadi adalah emosi positif dan sebaliknya, apabila seseorang menghadapi stimuli yang bertentangan dengan apa yang diharapkan, maka yang terjadi adalah emosi negatif. b. Kepedulian dan antesenden disposisi lainnya. Disposisi adalah kepekaan subjek terhadap stimulus tertentu, karena tidak semua stimulus dapat membangkitkan emosi. Kepedulian adalah disposisi untuk menginginkan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa, yang memacu subjek untuk mencari kepuasan tertentu atau menghindarinya. Penyebab emosi pada umumnya adalah masalah
25
Universitas Sumatera Utara
hubungan antar manusia, berita baik buruk, situasi ketidakadilan, situasi baru dan berbagai peristiwa yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. c. Regulasi atau pengaturan emosi Manusia tidak hanya memiliki emosi, menjadi emosional akibat situasi yang mengubah kesiapan aksinya, tapi manusia juga mengatur dan menangani emosinya (handle). Manusia dapat mengambil jarak terhadap emosinya, dapat menghindar dari situasi agar tidak emosional dan dapat menyeleksi informasi agar stimulus yang dihadapinya tidak begitu menyakitkan. Regulasi adalah semua proses yang mempunyai fungsi mengubah proses lain pengalaman dan aksi yang ditimbulkan stimulus tertentu. Ada dua dualisme regulasi, yaitu sebagai kegiatan
yang
mengatur dan sebagai kegiatan yang diatur. Regulasi dapat mempengaruhi perilaku dan sifat pengalaman emosional. Menurut Morgan (1996), emosi terjadi disebabkan dua hal yaitu: a. Terhalangnya keinginan (frustrasi), misalnya dapat menyebabkan anger (marah). b. Tercapainya motivasi, misalnya dapat mengakibatkan pleasure (senang).
C. Remaja 1. Definisi Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh
26
Universitas Sumatera Utara
menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti diungkapkan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja, secara psikologis, adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orangorang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurangkurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1999). Masa remaja secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas tahun atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara sosial (Hurlock, 1999). World Health Organization (dalam Sarwono, 2004) mendefinisikan remaja sebagai fase ketika seorang anak mengalami hal-hal sebagai berikut: a. Individu berkembang dari sifat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Monks (dalam Haditono, 2002) membagi masa remaja atas beberapa fase yaitu: a. Remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun) b. Remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun)
27
Universitas Sumatera Utara
c. Remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun). Papalia (2004) memberikan definisi remaja sebagai masa peralihan dari masa anak-anak kemasa dewasa yang diawali dengan masa puber, yaitu proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual, kognisi dan psikososial yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang berlangsung dari usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang ditandai dengan perubahan fisik, kognisi, kepribadian serta sosial dalam diri individu. 2. Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Monks (dalam Haditono, 2002), pada setiap tahapan perkembangan terdapat karakterisitik yang berbeda dalam hal perkembangan emosi remaja, yaitu: a. Remaja Awal (12-15 tahun) Selama masa ini perkembangan fisik remaja yang semakin tampak adalah perubahan fungsi alat kelamin. Perubahan tersebut membuat remaja seringkali mengalami kesukaran dalam penyesuaian diri. Akibatnya tidak jarang remaja cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain atau bahkan merasa tidak ada orang yang peduli. Kontrol terhadap diri remaja bertambah sulit dan remaja cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya.
28
Universitas Sumatera Utara
b. Remaja Madya (15-18 tahun) Pada masa ini, remaja seringkali menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang remaja ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik dan buruk sehingga remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka yang anggap benar, baik dan pantas untuk mereka. Berkurangnya pengendalian terhadap emosi menyebabkan remaja sulit mengontrol perilaku dalam kehidupan sehariharinya. c. Remaja Akhir (18-21 tahun) Selama masa ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orangtua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orangtua yang menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secara penuh. Remaja juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap diri remaja sendiri, orangtua dan masyarakat. Hurlock (1999) menyatakan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Disebut sebagai periode yang penting karena pada masa remaja terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikis yang akan sangat mempengaruhi
29
Universitas Sumatera Utara
perkembangan jiwa dan karakter dari remaja tersebut. Perubahan dan perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Terjadinya peralihan pola psikologis dan karakter, dari seorang anak-anak, tetapi belum sampai pada tahapan dewasa, maka dalam tahap ini sering terjadi kebingungan dari remaja akibat pencarian dan pematangan jati dirinya. c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Masa perubahan yang terjadi bersamaan baik fisik, psikis dan perilaku dan perubahan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat. Pada saat fisiknya berkembang dengan baik dan pesat, maka perilaku dan psikisnya juga akan mengalami peningkatan, begitu juga sebaliknya. d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Remaja adalah manusia biasa yang merupakan makhluk sosial, maka mereka akan berusaha untuk mencari identitas dirinya, apakah dalam kelompok, lingkungan atau mengidolakan seseorang. e. Masa remaja adalah usia yang menimbulkan ketakutan. Perubahan yang terjadi terutama dalam bentuk fisik, mengakibatkan remaja “memaksa” untuk dianggap sebagai orang dewasa. Remaja ingin menentukan sendiri apa yang mereka inginkan. Remaja merasa sudah cukup
mengetahui
tentang
kehidupan
sehingga
remaja
tidak
membutuhkan adanya bimbingan dari orang tua yang berlebihan.
30
Universitas Sumatera Utara
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja
memandang,
melihat
dan
memutuskan
segala
sesuatu
berlandaskan pada “kacamata” remaja saja. Remaja sangat sulit menerima informasi dari orang lain, kecuali berasal dari “kelompok”nya. Remaja cenderung memiliki kecerdasan emosi yang rendah, sikap empati remaja juga sangat kecil. g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meningkatkan image belasan tahun dan untuk memberi kesan mereka sudah hampir dewasa. Remaja akan berusaha menempatkan dirinya sebagai orang dewasa, dan remaja akan mengikuti perilaku keseharian orang dewasa. 3. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Remaja Tugas-tugas
perkembangan
pada
masa
remaja
yang
penting
akan
menggambarkan seberapa jauh perubahan yang dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Hurlock (1999) menyatakan terdapat sepuluh tugas perkembangan yang harus dilalui seorang remaja, yaitu: a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang. b. Mencapai peran jenis kelamin sebagai laki-laki atau perempuan. c. Menerima keadaan jasmaninya dan menggunakan jasmaninya secara efektif. d. Mencapai kemandirian secara emosional dari ketergantungan pada orang tua dan orang dewasa lainnya.
31
Universitas Sumatera Utara
e. Mencapai keyakinan akan kemandirian secara ekonomi pada masa mendatang. f. Memilih dan mempersiapkan
diri untuk menjalankan suatu pekerjaan
tertentu. g. Menyiapkan diri untuk perkawinan dan berkeluarga. h. Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual sebagai warga masyarakat. i. Menginginkan dan melakukan tindakan-tindakan yang secara sosial bertanggung-jawab. j. Memilih seperangkat sistem tata nilai dan tata krama yang menuntun perilakunya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan masa remaja yaitu memilih seperangkat sistem tata nilai dan tata krama yang menuntun perilaku remaja, dimana pada masa tersebut remaja harus menyesuaikan diri dengan tugas perkembangan yang dilaluinya yaitu remaja harus memiliki tata krama yang sesuai norma atau aturan yang benar yang menjadikan remaja menjadi individu dengan perilaku tidak menyimpang karena pada masa remaja, emosinya masih labil sehingga dapat memicu munculnya perilaku agresi.
D. Pengaruh Emosi Dasar Negatif terhadap Perilaku Agresi Remaja Goleman (2002) mengatakan ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola berfikir maupun perilaku individu. Ciri utama pikiran emosional tersebut yaitu respon yang cepat tetapi
32
Universitas Sumatera Utara
ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pikiran. Goleman mengemukakan bahwa emosi dasar individu terbagi atas dua yaitu emosi dasar positif dan emosi dasar negatif. Emosi dasar positif merupakan perasaan yang membawa kenyamanan atau kesenangan bagi individu sedangkan emosi dasar negatif merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang membawa ketidaknyamanan pada individu, seperti marah, jijik atau muak, malu, rasa bersalah, sedih, takut yang dapat memunculkan perilaku agresi. Yusuf (2006) mengatakan bahwa emosi merupakan warna afektif atau warna dari perasaan yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami individu pada saat menghadapi suatu situasi tertentu, misalnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya, misalnya melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari kegagalan ini adalah timbulnya rasa putus asa (frustrasi), menghambat atau menggangu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara, terganggu penyesuaian sosial bahkan dapat memicu munculnya perilaku agresi terhadap orang lain.
E. Hipotesa Penelitian Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “ada pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila emosi dasar negatif
33
Universitas Sumatera Utara
yang dimiliki remaja semakin tinggi, akan menyebabkan perilaku agresi remaja semakin tinggi, dan begitu sebaliknya.
34
Universitas Sumatera Utara