BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian teori 2.1.1
Belajar Menurut Morgan (dalam Prasetyo dan Sumardjono, 2010) belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relative tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatau proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagi hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar (Sudjana, 2010). Adapun Winkel (2004) mengungkapkan, belajar adalah: “suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap atau bertahan dalam kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Menurut Cronbach (dalam Djamarah dkk, 2002) belajar adalah usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang
7
baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.Belajar berhubungan dengan perubahan perilaku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi tersebut.Perubahan perilaku itu dapat dijelaskan bukan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaankeadaan sesaat seseorang (Hilgard dan Bower, dalam Slavin, 2000). Menurut Slameto (2010), “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakuan individu untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan belajar adalah aktifitas perubahan tingkah laku yang melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga yang disebabkan oleh pengalaman secara berulang-ulang dalam situasi bukan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru secara keseluruhan. Belajar sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan, sehingga menghasilkan perubahan yang berupa perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan.Perubahan tersebut bersifat tetap pada setiap individu yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
2.1.2
Pembelajaran Pembelajaran menurut Undang-Undang No.20 tahun 2003 Pasal 1 adalah
proses interaksi peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 8
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Saiful Sagala, 2006) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam disain intruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan dan proses yang saling mempengeruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2008). Pembelajaran juga merupakan proses interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu kondisi yang disengaja, diciptakan agar terjadi perubahan tingkah laku (Jazuli, 2008). Menurut Dimyati (2002) pembelajaran berarti meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar. Perolehan pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif dan terus menerus. Dapat disimpulkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan guru secara disengaja untuk meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa, yang terprogram dalam disain intruksional pada suatu lingkungan belajar. Unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan dan proses merupakan kombinasi yang mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran juga diciptakan agar terjadi perubahan tingkah laku dan pengalaman belajar yang merupakan proses berlaku deduktif atau induktif dan terus menerus. Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina Sanjaya (2006) dalam Petrus (2012) karakteristik pembelajaran yaitu: 1. Pembelajaran Berarti Membelajarkan Siswa 9
Tujuan paling utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka harus ada kriteria keberhasilan proses pembelajaran yang dapat diukur dari sejauh manakah siswa telah mampu melakukan sebuah proses belajar, bukan dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran. Hal ini memberikan gambaran bahwa guru tidak lagi hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan berperan sebagai orang yang membimbing dan menfasilitasi supaya siswa mau dan mampu belajar. Melalui kondisi seperti ini guru dituntut untuk memperhatikan perbedaanperbedaan setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan siswa tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalisme sebagai guru yang menguasi cara mengajar harus dimiliki, cara mengajar tidak hanya menggunakan guru yang bersangkutan namun dengan cara yang dapat dimengerti atau dipahami oleh siswa. 2. Proses Pembelajaran Berlangsung Dimana Saja Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi pada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi di mana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa, tetapi siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Misalkan ketika siswa mempelajari tentang fungsi pasar, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar siswa. 3. Pembelajaran Berorientasi pada Pencapaian Tujuan
10
Tujuan dari pembelajaran bukanlah penguasaan dari materi pelajaran, akan tetapi lebih kepada proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian penguasaan materi bukanlah akhir dari proses pengajaran, tetapi hanya sebagai tujuan untuk pembentukan tingkah laku yang lebih luas. Artinya bahwa sejauh mana materi yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.
2.1.3
Hasil Belajar Oemar Hamalik (dalam Restika, 2009) menyatakan bahwa hasil belajar
tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.Hasil belajar ini merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami siswa.Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar.Hasil belajar termasuk dalam kelompok atribut kognitif “respons”, hasil pengukurannya tergolong pendapat (Judgment) yaitu respon yang dapat dinyatakan benar atau salah (Suryabrata, 2002).Sedangkan menurut Nana Sudjana (2010) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar sebagai aktifitas utama disekolah yang meliputi tiga unsur yaitu, tujuan pembelajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 11
Menurut Mulyono (2003) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.Dimyati dan Mudjiono (2006) berpendapat bahwa, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Penilaian hasil belajar terhadap siswa untuk mengetahui pemahaman tentang materi yang diajarkan.Hasil belajar dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran yang dilakukan.Selain itu hasilbelajar dipengaruhi oleh keberhasilan guru dalam menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Moh.Uzer (2003), menyatakan bahwa hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya, merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain : 1. faktor yang berasal dari diri sendiri (internal) a) faktor jasmaniah (fisiologi), seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna.
12
b) faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri c) faktor kematangan fisik maupun psikis 2. faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) a) faktor sosial, seperti lengkungan, kelurga, sekolah, masyarakat dan kelompok. b) faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. c) faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar. d) faktor lingkungan spiritual dan keagamaan. Bersadarkan faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu dari dalam diri sendiri (interen) dan faktor dari luar (eksteren). Faktor interim meliputi faktor jasmani, psikologi dan kematangan fisik.Sementara faktor eksternal terdiri dari faktor sosial, budaya, lingkungan fisik dan spiritual.
2.1.4 2.1.4.1
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Games-Tournament (TGT) Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi jenis kerja
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Agus Suprijono, 2010).Lie (2008) menyatakan bahwa ada tiga pilihan model pembelajaran yaitu kompetisi, individual dan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
cooperative
learning
merupakan
sistam
pembelajaran
yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa dengan 13
tugas-tugas yang terstruktur yang disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong”.Dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator. Lebih lanjut Lie (2008) berpendapat model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tidak sama sekedar belajar dalam sebuah kelompok. Ada unsur-unsur pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pembelajaran
kooperatif
(cooperatif
learning)
merupakan
bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaraboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2011). Artzt & Newman (1990) dalam Trianto (2010) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurul Hayati,2002) dalam Rusman (2011). Menurut Robert E. Salvin dalam Restika Parendrati (2009) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain 14
untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Sehingga pembelajaran koopertif mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Johnson & Jhonson (dalam Anita Lie, 2008) mengemukakan sistem kerja pembelajaran kooperatif dalam lima unsur, yaitu: 1. Saling Ketergantungan Positif Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada anggota kolompok agar terjadi kesinambungan dan mencapai tujuan bersama.Agar kelompok dapat bekerja secara efektif, maka pengajar perlu menyusun tugas dengan jelas sehingga setiap anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya sendiri sehingga tercapai tujuan bersama.Serta dalam penilaianya, pengajar mengevaluasi setiap anggota secara menyeluruh. Maka setiap anggota kelompok dapat memberikan kontrobusi kepada kelompok secara merata dan akan terpacu untuk meningkatkan usaha mereka karena adanya kemauan. 2. Tanggung Jawab Individu Unsur ini merupakan akibat dari unsur yang pertama.Jika setiap anggota kelompok memiliki kemaun untuk memberikan yang terbaik bagi kelompok agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. Jika salah satu anggota kelompok tidak melaksanakan tugasnya maka kelompok tersebut tidak akan mencapai tujuan bersama. Maka anggota kelompok akan
15
menuntut anggota tersebutagar tidak menghambat kelompoknya dan segera menyelesaikan tugasnya. 3. Interaksi Personal Unsur ini sangat penting dalam pelaksanaan belajar bersama. Karena dengan adanya tatap muka akan terjadi komunikasi antar anggotayang dapat menimbulkan sinergi yang dapat menguntungkan kelompok tersebut. Setelah terjadi sinergi dalam kelompok tersebut maka setiap anggota kelompok akan menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dari anggota kelompok lainnya dan mengisi kekuranggan anggota lainya. Selain itu dengan adanya pemikiran dari beberapa orang akan memperkaya hasil pemikiran satu orang. 4. Keahlian Kerjasama Dalam kegitan berkelompok ketrampilan berkomunikasi sangatlah penting. Dengan adanya komunikasi antar anggota akan mengutarakan pendapat yang kemudian menyatukan pendapat tersebut menjadi suatu hasil. Selain itu dengan adanya ketrampilan berkomunikasi, para siswa dapat berlatih mendengarkan orang lain berbicara dan menghormatinya. Dengan berkomunikasi, anggota kelompok dapat juga belajar menyampaikam pendapat tampa menyinggung perasaan anggota lain maupun orang lain. Ketrampilan berkomunikasi ini bukan hal yang dapat dipelajari dengan waktu yang singkat tetapi dalam kurun waktu yang panjang dan seberapa banyak siswa dilatih berkomunikasi. 16
5. Evaluasi Proses Kelompok Pada unsur ini pengajar perlu menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok tersebut dan hasil kerjasama agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih baik dan lebih efektif. Menurut Robert E. Salvin dalam Restika Parendrati (2009) pembelajaran koopertif memiliki ciri-ciri : 1. Menuntaskan materi belajar, siswa belajar dalam kelompok secara koopertif. 2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. 4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Keterampilan kooperatif yang harus ada dalam pembelajaran kooperatif yaitu, (Made Wena, 2009): 1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. 2. Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerjasama diantara anggota kelompok.
17
3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi,dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflikkognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. Berdasarkan uarian diatas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaraboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok sebagai suatu tim. Dalam pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa bekerjasama dengan siswa lainnya menyelesaikan tugastugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama dan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.Dalam pembelajaran kooperatif ini guru bertindak sebagai fasilitator dan dibutuhkan seorang pendidik yang mampu mengelola kelas dengan lebih efektif. 2.1.4.2
Team-Games-Tournament (TGT) Pembelajaran
kooperatif
(cooperatif
learning)
merupakan
bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaraboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
18
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2011). Adapun macammacam tipe pembelajaran kooperatif menurut Robert E. Salvin (2010) diantaranya: 1. Student Team-Achievement Division (STAD), 2. Teams-Games-Tournament (TGT), 3. Jigsaw, 4. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), 5. Team Accelerated Instruction (TAI). Tipe pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT). Tipe ini dipilih karena memiliki keunggulan dari segi motivasi, gotong royong, interaksi di kelas menjadi hidup, dan menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa untuk memahami materi dan menyalesaikan tugas kelompok tampa mengenal latar belakang masing-masing siswa (Tanirendja dkk, 2011).
2.1.4.2.1
Definisi TGT
Team-Games-Tournament (TGT) merupakan bagian dari pembelajaran coopertife learning.Robert E. Salvin (2008) mengutarakan, secara umum TGT sama dengan STAD (student team achievement division) kecuali salah satu hal, TGT menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis serta sistem skor kemajuan individu di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademiknya setara dengan mereka. Lebih lanjut Robert E. Salvin (2008) mengatakan bahwa dalam pembelajaran ini, para siswa 19
dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 4 sampai dengan 5 orang yang berbedabeda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang etniknya. Pembelajaran kooperatif TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan (reinforcement). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007). Sementara menurut Saco (2006) dalam Rusman (2011), TGT adalah siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.
Team-Games-Tournament (TGT) merupakan bagian dari pembelajaran coopertife learning.Robert E. Salvin (2008) mengutarakan, secara umum TGT sama dengan STAD (student team achievement division) kecuali salah satu hal, TGT menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis serta sistem skor kemajuan individu di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademiknya setara dengan mereka. Lebih lanjut Robert E. Salvin (2008) mengatakan bahwa dalam pembelajaran ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 4 sampai dengan 5 orang yang berbedabeda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang etniknya. Pembelajaran kooperatif TGT adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa, melibatkan 20
peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan (reinforcement). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007). Sementara menurut Saco (2006) dalam Rusman (2011), TGT adalah siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan pembelajaran koopertif TGT adalah secara umum TGT sama dengan STAD (student team achievement division) kecuali salah satu hal, yaitu menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-kuis serta sistem skor kemajuan individu, siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 4 sampai dengan 5 orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin dan latar belakang etniknya. Siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.
Pembelajaran ini melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status. Siswa berperan sebagai tutor sebaya, siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing dan
penguatan (reinforcement). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. 2.1.4.2.2
Komponen pembelajaran kooperatif tipe Team-Games-Tournament (TGT) 21
Menurut Slavin (2008) ada lima komponen dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu : 1. Penyajian kelas (class presentation) Penyajian
kelas
dalam
penbelajaran
koopertif
tipe
Team-Games-
Tournament(TGT) tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran klasik oleh guru, hanya pengajaran difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja.Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dengan penyajian kelas biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung dengan ceramah atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Disamping itu guru juga menyanpaikan tunjuan tugas atau kegiatan yang harus dilakukan siswa dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa benar-benar harus memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membuat siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan saat game/tournament skor game/turnamen akan menentukan skor kelompok. 2. Belajar kelompok (tim) Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4 sanpai 5 orang yang heterogen yang dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik yang berbeda.Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan
22
lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai meteri pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara koopartif sangat menyenangkan. Pada saat pembelajaran fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game/ turnamen.Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi menggunakan modul.Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam memjawab.Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga propses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.
3. Persiapan Permainan / Pertandingan Pertanyaan dalam game disusun dan dirancang dari materi yang relevan dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang diperoleh mewakili kelompok. Sebagian besar pertanyaan dalam kuis adalah bentuk sederhana.Dalam penelitian ini pertanyaan disusun bentuk kartukartu permainan.Setiap siswa mengambil sebuah kartu yang diberi nomor dan jawaban pertanyaan sesuai dengan kartu tersebut. 4. Permainan / Pertandingan (game / turnamen) 23
Game / turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang diperoleh oleh siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila setiap anggota dalam satu tim tidak bisa menjawab pertanyaan, maka pertanyaan tersebut dilempar pada kelompok lain, searah jarum jam.Tim yang bisa menjawab dengan benar pertanyaan akan mendapat skor yang telah tertera dibalik kartu tersebut. 5. Rekognisi tim (penghargaan tim) Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan dapat dilihat dalam tabel1 :
Tabel 1.Penghargaan Tim kriteria (rata-rata tim)
Penghargaan
40
Tim baik
45
Tim sangat baik
50
Tim super (Slavin , 2008)
24
Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. 2.1.4.2.3
Langkah-langkah dan aktifitas pembelajaran kooperatif tipe Teams– Games Tournament (TGT)
1. Pembelajaran diawali dengan memberikan pelajaran (tahap penyajian kelas) dan belajar dalam kelompok/Tim yang beranggotakan 4-5 orang. Dalam kelompok, siswa mempelajari materi yang diberikan sesuai dengan kemampuan masingmasing, saling bekerjasama memadukan kemampuan untuk saling mengisi, saling membantu guna mengerjakan tugas belajar yang diberikan oleh guru. Selanjutnya diumumkan kepada semua siswa akan dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan siawa diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim. Kepada siswa disampaikan bahwa mereka harus bekerja sama dengan kelompok belajar selama beberapa pertemuan, mengikuti turnamen akademik untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta diberitahukan tim yang mendapat nilai tertinggi akanmendapat penghargaan. 2. Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 4-5 siswa dengan kemampuan setara. Pada permulaan turnamen diumumkan penetapan yang ditetapkan. Nomor meja turnamen bisa diacak. Setelah kelengkapan dibagi maka dapat dimulai kegiatan turnamen. Untuk memulai permainan para siawa menarik kartu untuk menentukan tugas masing-masing dalam putaran pertama. Siswa memperoleh angka tertinggi ditugaskan sebagai reader 1,tertinggi ke dua 25
menjadi penantang 1, tertinggi ke tiga menjadi penantang ke 2, dan angka terendah menjadi reader 2. Pada putaran pertama reader 1 mengocok kartu nomor mengambil satu kartu soal sesuai dengan kartu nomor yang diambilnya.Reader 1membacakan soal kemudian menjawab soal yang dibaca. Apabila ada anggota kelompokyang tidak setuju dengan jawaban reader 1 maka penantang 1 diberikan kesempatan untuk menjawab atau melewatinya, jika jawaban penantang 1 juga tidak disetujui maka penantang 2 berhak menjawab. Reader 2 membacakan kunci jawaban. Pada putaran kedua posisi reader 1 ditempati penantang 1 posisi penantang 1 ditempati penantang, penantang 2 ditempati reader 2 dan posisi reader 2 ditempati reader 1. Setiap pergantian nomor soal posisi tempat duduk berpindah searah jarum jam.Permainan berlanjut seperti yang telah ditentukan oleh guru, sampai periode kelas berakhir atau jika seluruh soal terambil. Bagan dari putaran permainan TGT dalam satu meja turnamen dapat dilihat dari bagan berikut ini:
Bagan 1.Peratuaran Permainan
Reader 2
Reader 1 1.
2. 3.
Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, Reader 2 memeriksa lembar jawaban dengan mengambil kartu kunci jawaban sesuai dengan kartu soal.
Ambil satu kartu bernomor dan ambillah satu kartu soal sesuai dengan kartu nomor yang diambil. Bacalah pertanyaannya dengan keras. Cobalah untuk menjawab.
26 Penantang 1
Penantang 2
Menantang jika memang dia mau (dan memberi jawaban yang berbeda) atau
Boleh menantang jika penantang 1 melewati, dan jika memang dia atau
3. Apabila permainan sudah berakhir, para siswa mencatat/ merekap total skor yang telah mereka dapatkan. Penskoran didasarkan pada jumlah perolehan kartu yang diperoleh siswa. 4. Setelah siswa dalam kelompok merekap masing-masing skor yang diperoleh pada lembar penilaian guru mengumpulkan lembar tersebut kemudian mengemukakan perolehan skor untuk setiap kelompok dan memberikan penghargaan pada kelompok dan individu yang memperoleh skor tertinggi.
2.1.4.2.4
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe TeamsGames-Tournament (TGT)
Tanirendja dkk (2011) mengemukakan kelebihan pembelajaran kooperatif tipeTeams-Games-Tournament (TGT) sebagai berikut : 1. Siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan pendapatnya. 2. Rasa percaya diri siswa lebih tinggi. 3. Motivasi belajar siswa bertambah. 27
4. Meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasan yang dipelajari. 5. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi, antar siswa dengan siswa dan antar siswa dengan guru. 6. Siswa bebas dalam mengaktualiasasikan diri dengan seluruh potensi. 7. Interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan. Sedangkan
kekurangan
pembelajaran
kooperatif
tipe
Teams-Games-
Tournament (TGT) menurut Taniredja dkk (2011) adalah sebagai berikut: 1. Dalam pembelajaran tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan pendapatnya. 2. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran 3. Jika guru tidak dapat mengelola dan mengusai kelas sering terjadi kegaduhan. Slavin (2008), melaporkan beberapa laporan hasil riset tentang pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap pencapaian belajar siswa yang secara insplisit mengemukakan keunggulan dan kelemahan pembelajaran TGT, sebagai berikut: Kelebihan : 1. Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional. 2. Meningkatkan perasaan siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan. 3. TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka. 28
4. TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit) 5. Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak. 6. TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain. Kelemahan : 1. Dengan pembelajaran TGT
nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai
individual siswa. 2. Guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan diatas dapat disimpulkan dengan TGT siswa
bebasan
berinteraksi,
rasa
percaya
diri,
pemahaman
lebih
mendalam,meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi dan interaksi menjadi hidup dan tidak membosankan. Sementara kelemahanya adalah nilai kelompok tidak mencerminkan nilai individu dan memerlukan waktu yang sangat banyak.
2.1.5
Metode Ekspositori Ekspositori adalah metode yang menenkankan pada proses penyampain materi
secara verbal dari seorang guru kepada sekolompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal (Wina Sanjaya, 2012). Metode ekspositori dikenal dengan istilah pembelajaran langsung (direc intruction), karena 29
dalam proses pembelajaran meteri disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menentukan materi itu.Meteri pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena ekspositori lebih menekankan pada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah strategi “chalk and talk” (Roy Killen, (1998) dalam Wina Sanjaya, (2012)). Ekspositori sama dengan ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi (Sagala, 2010 dalam Nurwulan, 2012). Dalam ekspositori, siswa diharapkan dapat menangkap informasi yang telah disampaikan oleh guru serta dapat mengungkapkanya kembali apa yang telah dimilikinya melalui respon yang telah diberikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru (Anitah W, dkk 2008 dalam Salvia Afriyani, 2011). Prinsip-prinsip ekspositori (Wina sanjaya, 2012): 1. Beorientasi pada tujuan Ciri utama adalah menggunakan metode ceramah, namun tidak berarti tanpa tujuan pembelajaran; justru tujuan menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. 2. Prinsip komunikasi Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi yang menujukan pada proses seseorang atau kelompok.pesan yang disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yang ingin dicapai. 3. Prinsip kesiapan Dalam teori belajar konektifisme, “kesiapan” merupakan salah satu hukum belajar yang menyatakan bahwa setiap individu akan memproses dengan cepat 30
dari setiap stimulus manakala dalam dirinya memiliki kesiapan.Maka dapat disimpulkan guru harus memposisikan siswa dalam keadaan siap, baik secara fisik maupun psikis.
4. Prinsip berkelanjutan Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorng siswa untuk mempelajari materi pelejaran lebih lanjut. Ekspositori yang berhasil manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi tidak seimbang, sehingga mendorong siswa untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri. Langkah-langkah penerapan metode ekspositori (Wina Sanjaya, 2012): 1. Persiapan Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam metode ekspositori, keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung pada langkah persiapan 2. Penyajian Tahap penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.Hal yang harus diperhatikan oleh guru adalah bagaimana materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. 3. Menghubungkan
31
Tahap menghubungkan adalah langkah yang dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimiliki siswa maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa. 4. Menyimpulkan Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Sebab melalui langkah menyimpulkan, siswa dapat mengambil inti sari dari proses penyajian. Menyimpulkan berarti pula memberikan keyakinan kepada siswa tentang kebenaran suatu paparan. Sehingga siswa tidak merasa ragu lagi akan penjelasan guru. Menyimpulkan bisa dilakukan dengan cara mengulang kembali inti- inti materi yang menjadi pokok persoalan, memberikan beberapa pertanyaan yang relevan dengan materi yang diajarkan, dan membuat maping atau pemetaan keterkaitan antar pokok-pokok materi. 5. Penerapan Tahap aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori. Sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini diantaranya, dengan membuat tugas yang relevan,
32
serta dengan memberikan tes materi yang telah diajarkan untuk dikerjakan oleh siswa. Keunggulan dan kelemehan stategi pembelajran ekspositori (Wina Sanjaya, 2012) sebagai berikut: Keunggulan : 1. Dengan ekspositori guru bisa mengontrol urutan materi pembelajaran, dengan demikian guru dapat mengetahui sejauh mana siswa menguasai dalam pelajaran yang disampaikan. 2.
Ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas.
3. Melalui ekspositori selain siswa dapat mendengarkan melalui penuturan tentang materi pelajaran, sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi. 4. Ekspositori ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang luas. Kelemahan : 1. Ekspositori ini hanya dapat dilakuakan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengarkan dan menyimak secara baik. 2. Tidak melayani perbedaan setiap indvidu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat, dan bakat serta perbedaan gaya belajar.
33
3. Lebih banyak menggunakan ceramah maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal sosialisasi, hubungan interpersonal, dan kemempuan berpikir kritis. 4. Keberhasilan ekspositori tergantung pada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, motivasi, dan kemempuan bertutur. 5. Gaya komunikasi ekspositori ini lebih banyak terjadi satu arah. Sementara keunggulan dan kelemahan ekspositori menurut Direktorat Tenaga Kependidikan (2008) sebagai berikut: Keunggulan, di antaranya: 1. Dengan ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. 2. Ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. 3. Melalui ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). 4. Keuntungan lain bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.
34
Di samping memiliki keunggulan metode ekspositori juga memiliki kelemahan, di antaranya: 1. Hanya dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strategi lain. 2. Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. 3. Banyak
diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan
kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. 4. Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru. Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa metode ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekolompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran secara optimal, siswa tidak dituntut untuk menentukan materi itu. Siswa diharapkan dapat menangkap informasi yang telah disampaikan oleh guru serta dapat mengungkapkanya kembali apa yang telah 35
dimilikinya melalui respon yang telah diberikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru. Ekspositori sama dengan ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan kepada guru sebagai pemberi informasi, oleh karena itu ekspositori lebih menekankan pada proses bertutur. Dalam metode ini memiliki kelebihan yaitu guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, sangat efektif apabila materi cukup luas. Sementara waktu belajar terbatas, siswa dapat mendengar melalui ceramah dan bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. Namun pembelajaran ekspositori juga memiliki kelemahan yaitu tidak semua siswa memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik, metode ekspositori tidak melayani perbedaan setiap siswa,
pembelajaran
disampaikan
melalui
ceramah
dan
gaya
komunikasi
pembelajaran lebih banyak terjadi satu arah.
2.1.6
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
2.1.6.1 Pengertian Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan karakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005). Dalam standar kompetensi kurikulun 2004 (Dasim Budiansyah, 2007) pendidikan kewarganegraan adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial-kultural, bahas, usia dan 36
suku-suku bangsa yang menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil serta berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. Menurut Ahmad Haris (2009) pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan mahkluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat interdisipliner ilmu-ilmu sosisal yang secara setruktural yang bertumpu pada disiplin ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek hak dan kewajiban (Abdul Aziz dkk, dalam Petrus, 2012) Jadi dapat disimpulkan pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran pembentukan diri, mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil serta berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945. 2.1.6.2 Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Darmadi (2010) mengemukakan bahwa peranan Pendidikan Kewarganegaraan adalah : 1. Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai, moral, dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggungjawab;
37
2. Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia yang seutuhnya, agar berkepribadian pancasila dan melek politik yang mampu menjadi insan teladan dan narasumber dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2.1.6.3 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasl 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kratif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Terkait dengan tujuan UU no. 20 tahun 2003 maka kompetensi tamatan SMA / MA adalah sebagai berikut: 1. Memahami, meyakini, dan menjalankan agama yang diyakini dalam kehidupan. 2. Menunjukkan kemampuan dan rasa percaya diri, kemampuan untuk belajar secara mandiri, bertanggung jawab terhadap pekerjaan, serta kemampuan untuk memecahkan masalah secara mandiri. 3. Memiliki nilai kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan rasa man serta mengokohkan persatuan dan kesatuan. 4. Menunjukkan kemampuan berkarya secara produktif,kompetiti dan koperatif 5. Menujukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain secara santun. 6. Mencintai lingkungan serta mampu memanfatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab. 38
7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis inovatif, dan kreatif dalam memecahkan masalah. 8. Kemampuan berkomunikasi sesuai dengan konteksnya melalui berbagai media termasuk teknologi informasi. 9. Mampu berolahraga, menjaga kesehatan, membangun ketahanan dan kebugaran jasmani. 10. Menyenangi dan menghargai karya seni. 11. Berpartipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dengan demokratis 12. Mengembangkan ketrampilan dan kemampuan akademik serta kecakapan hidup untuk belajar lebih lanjut/ bermasyarakat. Menurut NCSS (Nation Council for the Social Ctudies) dalam Suriakusuma dalam Dashim (2007) civic education bertujuan untuk: 1. Pengetahuan dan ketrampilan guna memecahkan masalah dewasa ini. 2. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi peradaban serta manfaat untuk memperbaiki kehidupan. 3. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif 4. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap nilai-nilai kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan 5. Kesadaran bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang yang membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru serta cara hidup yang baru. 39
6. Berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan melalui pernyataan pendapat kepada wakil-wakil rakyat, para pakar dan spesialis. 7. Keyakinan akan kebebasan individu serta persamaan hak dan kewajiban setiap orang yang dijamin oleh konstitusi 8. Menggunakan seni yang kreatif untuk menyensitifkan dirinya terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu. 9. Kebanggaan terhadap prestasi bangsa, sumbangan yang diberikan bangsa lain serta dukungan untuk perdamaian dan kerja sama. 10. Mengasihani serta peka terhadap kebutuhan, perasaan dan cita-cita manusia lainnya. 11. Pengembangan prinsip-prinsip demokrasi serta pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut BSNP dalam Petrus (2012) adalah: 1. Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif, dalam menanggapi isu kewarganegaraan sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaran. 2. Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 40
4. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 5. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam Tesis, Ahmad Haris Bhakti (2009) mengatakan bahwa tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik dapat: 1. Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukan sikap dan perilaku sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara yang bertanggung jawab. 2. Memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. 3. Mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang berasaskan nilai, moral dan nilai Pancasila serta UUD 1945. 4. Menjadi warga negara Indonesia yang memiliki politik, cinta pembangunan dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 2.1.6.4 Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan Paul R. Hanna dan Jhon R. Lee dalam Dasyim (2007) mengungkapkan bahwa ruang lingkup materi PKn meliputi: 1. Informal content 2. Formal disciplines
41
3. The person of pupils both to the Informal and Formal studies. Informal content merupkan bahan-bahan yang diambil dari kehidupan seharihari yang ada di sekitar siswa.Formal disciplines yaitu materi PKn yang diambil dari berbagai disiplin ilmu social seperti ilmu politik, hukum, filsafat, etika, sosiologi, dan antropoligi. Sementara The person of pupils both to the Informal and Formal studies artinya materi PKn diperoleh dari respon siswa terhadap bahan formal yang diberikan oleh guru serta bahan formal yang berasal dari kehidupan masyarakat. Ahmad Haris Bakti dalam Petrus (2012) mengatakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah 1. Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan
terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 2. Kehidupan ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di
negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2.1.6.5 Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Fungsi Pendidikan kewarganegaraan menurut Hamid Darmadi (2010) adalah: 1. Mendidik siswa dengan tatanan konsep, nilai, norma dan moral berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2. Membentuk, membina, dan mengembangkan potensi serta kualifikasi peserta didik. 3. Membentuk totalitas diri peserta didik yang berjiwa atau berkepribadian Pancasila dan UUD 1945.
42
4. Membina dan membentuk warga negara Indonesia yang baik, cinta bangsa dan negara, serta memiliki ketahanan fisik dan nofisik yang tinggi. Menurut Dashim (2007) fungsi PKn dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Fungsi PKn dalam membina kecerdasan peserta didik (pengetahuan kewarganegraan) 2. Fungdi PKn dalm membina ketrampilan peserta didik
(ketrampilan
kewarganegaraan) 3. Fungsi
PKn
dalam
membina
watak/karakter
pesrta
didik
(watak
kewarganegaraan).
2.1.6.6 Materi PKn kelas XI Semester Ganjil
No 1
2
Kompetensi dasar Mendeskripsikan pengertian dan pentingnya keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Indikator Mendiskripsikan pengertian keterbukaan dan jaminan keadilan
Tujuan
Materi
Keterbukaan dan Siswa mampu jaminan keadilan mendiskripsikan makna keterbukaan dan jaminan keadilan Mengidentifikasi Macam-macam Siswa paham dan macam-macam keadilan mampu menguraikan keterbukaan macam-macam keadilan Mendiskripsikan Siswa mampu Pentingnya pentingnya menjelaskan Keterbukaan dan keterbukaan dan pentingnya jaminan keadilan jaminan keadilan keterbukaan dan dalam kehidupan jaminan keadilan. Menganalisis dampak Menguraikan Siswa paham dan Prinsip-prinsip penyelenggaraan karakteristik prinsip- mampu menguraikan good government pemerintahan yang prinsip good karakteristik prinsiptidak transparan government prinsip good 43
3
Menganalisis dampak penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan Menguraikan sikap Keterbukaan dan Jaminan Keadilan
Menunjukkan sikap keterbukaan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Mendeskripsikan peran serta masyarakat dalam meningkatkan keterbukaan dan jaminan keadilan
government Siswa mampu Penyelenggaraan menganalisa dampak pemerintahan yang penyelenggaraan tidak transparan pemerintahan yang tidak transparan Siswa mampu Sikap Keterbukaan menguraikan sikap dan Jaminan Keterbukaan dan Keadilan Jaminan Keadilan Siswa mampu Peran serta menyabutkan dan masyarakat dalam menjelaskan peran meningkatkan serta masyarakat dalam keterbukaan dan meningkatkan jaminan keadilan keterbukaan dan jaminan keadilan
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Suatu penelitian yang dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu antara lain sebagai berukut: 1. Penelitian yang dilakukan Winarsi di Sekolah Dasar Negeri 8 Pondok Kelapa yang berada di Jakarta, tentang peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif learning tipe
Teams-Games-Tournament (TGT). Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif learning tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dapat meningkatkan kualitas proses dan prestasi belajar Matematika siswa
44
kelas V di Sekolah Dasar Negeri 8 Pondok Kelapa. Relevansi penelitian ini pada variable terbuka yaitu pembelajaran kooperatif TGT. 2. Penelitian lain dilakukan oleh Sri Pertiwi tentang Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Dan Jigsaw pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII SMP Di Kabupaten Blora. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Pembelajaran materi Teorema Pythagoras dengan menggunakan model kooperatif tipe TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan prestasi belajar yang menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw (2) Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa dengan motivasi sedang atau rendah, hasil belajar matematika siswa dengan motivasi sedang lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa dengan motivasi belajar rendah. (3) Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran dan motivasi belajar matematika terhadap prestasi belajar matematika pada materi Teorema Pythagoras. 3. Penelitian yang dilakuakan Lis Lingga Hermawati tentang perbandingan antara metode ekspositori dan metode penemuan terbimbing terhadap hasil belajar matematika pada pokok bahasan alajabar si SMP Negeri 1 panjata yang hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika yang diajar antara metode ekspositori dan
45
metode penemuan terbimbing. Adapun relevansi penelitian ini dalah metode ekspositori. 2.3 Kerangka Pikir Bagan 2. Alur Kerangka Berpikir 1. melibatkan aktivitas seluruh siswa
TGT
2. siswa sebagai tutor sebaya
Hasil belajar
3. unsur permainan dan penguatan,
Proses pembelajaran
4.
belajar rileks, tanggung jawab, kerja sama, keterlibatan belajar
1. menekankankan proses bertutur. ekspositori 2. Materi diberikan secara langsung, Proses
pembelajaran
3. siswa menyimak dan yang dilakukan dalam mendengarkan
penelitian
Hasil belajar
ini
dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif TGT dan metode ekspositori. Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan pembelajaran yang membelajarkan siswa melalui permainan atau sebuah turnamen dalam kelompok kelompok kecil yang anggotanya heterogen.Kegiatan dalam pembelajaran ini dimulai dengan penyampaian meteri atau informasi dengan menggunakan ceramah atau diskusi.Setelah guru selesai menyampaikan materi siswa di masukan dalam kelompok-kelompok kecil yanga heterogen, untuk melakukan diakusi dan belajar bersama materi yang baru saja disampaikan oleh guru. Seluruh proses pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru. Selain itu dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa mendapat
46
pengalaman belajar yang lebih mendalam dikarenakan siswa mengalami sendiri pembelajaran tersebut dan materi atau informasi yang diproleh tidak akan mudah hilang dalam waktu lama. Proses pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan materi yang didapatkan dari guru. Pembelajaran
yang
kedua
yang
dipergunakan
adalah
metode
ekspositori.Dalam metode ekpositori memiliki kelebihan yaitu cocok digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang sangat besar. Oleh sebab itu pembelajaran ini lebih banyak digunakan oleh guru. Metode ekspositori ini menempatkan guru sebagai sumber informasi satu-satunya dalam kelas. Meskipun dengan pembelajan ini mudah dan murah dalam penggunaannya namun pembelajaran ini menempatkan siswa menjadi pasif.Siswa hanya duduk, diam dan mendengarkan penjelasan dari guru. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja, sehingga siswa tidak terbiasa menggunakan gagasan atau pendapatnya yang menyebabkan kemampuan psikomotor dan afektif siswa menjadi tidak dikembangkan dan diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran ini juga memungkinkan siswa mendapatkan informasi yang ada dan segera hilang dalam waktu yang relatif singkat. Retensi yang pendek seperti ini disebabkan siswa kurang mengalami pengalaman proses belajar yang terkadang tujuan dari pembelajaran tidak tercapai. Dari penerapan TGT dan ekspositori akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa. Secara teoritis hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif TGT diharapkan lebih baiak dibandingkan dengan yang menggunakan metode ekspositori. 47
2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir diatas maka hipotesa penelitian ini adalah ada perbedaan pengaruh yang signfikan antara pembelajaran kooperatif Team-GamesTournament (TGT) dengan metode ekspositori terhadap hasil belajar pendidikan kewarganegaraan (PKn) kelas XI IPS MAN Temanggung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013.
48