BAB II KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Definisi belajar ada beraneka ragam karena hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar. Berdasarkan pada suatu teori belajar, pada intinya bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam diri seseorang melalui latihan, penyesuaian, dan pengalaman atau pengamatan secara langsung terhadap sesuatu yang memandu perilaku selanjutnya. Peserta didik belajar untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal dalam kegiatan individu maupun kegiatan kelompok. Hal ini didasarkan pada teori perkembangan kognitif yang berasaskan teori Piaget dan Vygotsky bahwa konstruktivisme adalah cabang dari kognitivisme. “Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi.”9 Teori konstruktivisme ini merupakan suatu pandangan bahwa dalam belajar peserta didik mengolah sendiri pengetahuan yang berupa konsep-konsep secara aktif, kemudian peserta didik harus menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan yang baru. Ide dari teori konstruktivisme ini adalah peserta didik aktif membangun pengetahuannya sendiri karena pada dasarnya semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari
9
Trianto, 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka, hal. 13.
12
13
kegiatan atau tindakan seseorang. Jika peserta didik harus dapat memahami dan menerapkan pengetahuan, maka peserta didik tersebut harus memecahkan suatu masalah, menemukan sesuatu serta mengembangkan ide-ide dalam dirinya. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif sehingga peserta didik menjadi pusat kegiatan belajar di kelas. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan penekanan dari teori konstruktivisme. Hal ini disebabkan selama proses pembelajaran peseta didik harus berinteraksi dengan masalah agar dapat membuat penyelesaiannya karena yang akan menerima pengetahuan dari proses pembelajaran tersebut adalah peserta didik. Guru berperan sebagai fasilitator yang akan membantu peserta didik dalam memecahkan masalah selama proses pembelajaran berlangsung. Pandangan konstruktivisme yang berasaskan teori Piaget dan Vygotsky menjelaskan ada hubungan langsung antara kualitas berpikir peserta didik dengan aktivitas kelompok selama proses pembelajaran. Pembentukan kelompok menjadi sangat penting agar peserta didik dapat berinteraksi dengan teman sebayanya. Kelompok belajar memberikan kesempatan kepada peserta didik secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan peserta didik kepada teman sebayanya.
2.2. Pengertian Pembelajaran Kooperatif “Pembelajaran kooperatif.”10
yang
Pembelajaran
bernaung kooperatif
dalam
teori
konstruktivis
(Cooperative
Learning)
adalah adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta 10
Ibid, hal. 41.
14
didik untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. “Menurut Slavin (1985), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4 - 6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans (2000) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaiaan strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl (1994) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar peserta didik lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial.”11 Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi yang menggunakan kelompok kecil untuk mendorong peserta didik aktif belajar bekerja sama mempelajari sesuatu yang dapat menghasilkan sesuatu pendapat yang sempurna. Pendidikan di semua tingkatan menghendaki peserta didik belajar kelompok yang mempercayai peranan pada anggotanya bekerja sama dengan satu sama lain. Sesuai dengan kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Begitu pula setiap peserta didik tidak akan bertambah pengetahuannya tanpa belajar bekerja sama dengan kelompok. Peserta didik aktif belajar kelompok untuk mengetahui beberapa kegiatan yang bermanfaat baginya, seperti berfikir, bekerja sama, kompromi, saling mendukung individu-individu dalam melibatkan pada sesuatu kegiatan dan sebagainya. Pengetahuan yang diperoleh dari belajar bekerja sama yang positif itulah berguna bagi peserta didik didalam menghadapi kehidupannya sehari-hari di masa depan. 11
Isjoni, op., cit., hal. 15.
15
Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi peserta didik agar berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Selain itu dalam belajar biasanya peserta didik dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena peserta didik dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya. Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu peserta didik memahami kosep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Terdapat tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial. “Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al.(2000), yaitu: a. Hasil belajar akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai peserta didik pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar
16
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada peserta didik kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. c. Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga pembelajaran koperatif adalah mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh peserta didik, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah social yang semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.”12 Pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, peserta didik dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Kelebihan berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan peserta didik dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat dilaksanakan melalui berbagai tipe, guru dapat memilih tipe yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD ( Student Teams Achievement Divisions). 12
Ibid, hal. 39-41.
17
2.3. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) STAD
(Student
Teams
Achievement
Division)
merupakan
model
pembelajaran kooperatif untuk pengelompokan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawan dari univesitas John Hopkins. “STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.”13 Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) lebih dikehendaki menekankan pada berbagai ciri pengajaran langsung yaitu peserta didik bekerja dalam kelompok kecil untuk melatih menyelesaikan masalah. Peserta didik bekerja dalam situasi yang didorong dan dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas yang bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas, sehingga melalui pembelajaran model STAD ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan seluruh peserta didik dalam proses pembelajaran. Lima komponen utama belajar kooperatif tipe STAD yang dikemukakan oleh Slavin (2011) pada proses pembelajarannya, yaitu: “presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.”14
13 14
Robert E. Slavin, op., cit., hal. 143. Ibid, hal. 143.
18
Presentasi kelas, dilakukan guru untuk menyampaikan materi. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan. Bedanya Presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para peserta didik akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. Tim (kerja kelompok), yang setiap kelompoknya terdiri sari empat atau lima peserta didik. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggotatim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Kuis, untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas. Para peserta didik tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap peserta didik bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya. Skor kemajuan individual, dihitung berdasarkan skor awal yang sebelumnya tiap peserta didik diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata kinerja peserta didik tersebut sebelumnya. Peserta didik selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
19
Skor tim dihitung berdasarkan pada perolehan skor masing-masing anggotanya. Kriteria perhitungan skor tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu Skor tes Poin Peningkatan Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5
10 hingga 1 poin di bawah skor awal
10
Skor awal sampai 10 poin di atasnya
20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal
30
Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal)
30
Sumber : Isjoni15 Rekognisi tim, penghargaan untuk kelompok ini diberikan berdasarkan perolehan skor rata-ratayang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.
2.4. Pembelajaran Matematika Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus diajarkan di sekolah dasar kelas III. Matematika tersebut terdiri atas bagian-bagian yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan peserta didik. Sejalan dengan hal tersebut, mata pelajaran matematika pada jenjang sekolah dasar menekankan pada pembentukan nalar, sikap, dan keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan pembelajaran matematika itu sendiri. Mata pelajaran matematika di sekolah dasar digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, sistematis, kritis, dan kreatif. Pembelajaran matematika itu sendiri harus memberikan peluang pada peserta 15
Isjoni, op., cit., hal. 76.
20
didik untuk mencari pengalaman tentang matematika. Menurut Wahyudi dan Kriswandani, “pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan peserta didik belajar matematika sekolah.”16 Pengertian pembelajaran matematika yang telah dijabarkan tersebut memberi gambaran bahwa dalam suatu pembelajaran matematika ada guru sebagai salah satu perancang proses. Proses yang disengaja tersebut kemudian disebut sebagai proses pembelajaran dan peserta didik sebagai pelaksanaan kegiatan belajar. Mata pelajaran matematika itu sendiri adalah sebagai objek yang dipelajari oleh peserta didik.
2.5. Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Eni Fuji Hastuti yang berjudul “Pengaruh Metode Cooperative Learning Model STAD Pada Pelajaran IPS Terhadap Prestasi Belajar Peserta didik Kelas IV SD N Ngawen Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2010/2011.” Hasil penelitian ini setelah dilaksanakan analis data hasil dari uji t-tes diketahui nilai t adalah 4,710 dengan probabilitas signifikan 0.00<0,05, maka terdapat perbedaan yang signifikan untuk pembelajaran menggunakan metode Cooperative Learning 16
Wahyudi, Kriswandani, 2010, Pengembangan Pembelajaran Matematika SD, Salatiga, Widya Sari, hal. 13.
21
Model STAD dengan pembelajaran konvensional. Perbedaaan rata-rata berkisar antara 3,69900 sampai 9,16767 dengan perbedaan rata-rata 6.43333. Dilihat skor rata-rata
hitung
prestasi
belajar,
peserta
didik
yang
pembelajarannya
menggunakan metode Cooperative Learning Model STAD mempunyai skor ratarata hitung 72 peserta didik yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional mempunyai rata-rata hitung 65,56 dari hasil uji t-test disimpulkan bahwa metode Cooperative Learning Model STAD berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS kelas IV SD N Ngawen Kecamatan Wedung Kabupaten Demak. Hasil penelitian yang telah dijabarkan bahwa hasil belajar peserta didik dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada dengan pembelajaran konvensional. Hal itu ditunjukkan adanya perubahan pada hasil belajar peserta didik setelah guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada proses pembelajaran. Namun peneliti masih ragu apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sekali pelajaran itu menunjukkan perubahan yang signifikan pada hasil belajar peserta didik, oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian dengan melakukan pembelajaran secara bertahap (bersiklus) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).
22
2.6. Kerangka Berfikir Tinggi rendahnya pencapaian hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika akan mencerminkan tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran tersebut. Dalam proses pembelajaran seorang guru dapat memilih metode pengajaran yang sesuai dengan materi yang akan diberikan pada peserta didik. Pada kondiosi awal, guru belum menggunakan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasilnya adalah hasil belajar matematika peserta didik masih rendah. Kemudian guru mengadakan tindakan kelas dalam pembelajaran matematika. Kegiatan sebelum tindakan kelas dilakukan pada siklus I dengan menggunakan cara belajar berkelompok dalam pembelajaran konvensional. Pada siklus II guru sudah melakukan tindakan, yaitu dalam pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang terdiri dari 4-5 peserta didik setiap kelompoknya. Sehingga pada kondisi akhir melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, diharapkan hasil pembelajaran matematika peserta didik kelas III SD Negeri Tlahap meningkat. Untuk memberikan penjelasan, dapat digambarkan dalam skema kerangka berpikir sebagai berikut:
23
Kondisi Awal
Tindakan Siklus I dan Siklus II
Kondisi Akhir
Guru belum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Dalam pembelajaran matematika guru mulai menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD Dalam pembelajaran matematika guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Diduga melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD hasil pembelajaran matematika meningkat
Kondisi Peserta didik : Hasil belajar matematika rendah Siklus I : Peserta didik bekerja dalam kelompok STAD (4-5 peserta didik), dalam pembelajaran matematika materi mengidentifikasi sifat dan unsur bangun datar sederhana
Siklus II : Peserta didik bekerja dalam kelompok STAD (4-5 peserta didik), dalam pembelajaran matematika materi menggambar bangun datar sederhana sesuai dengan unsurnya
Gambar I. Kerangka berfikir penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika kelas IIIA.
2.7. Hipotesis Tindakan Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran matematika di kelas III SD Negeri Tlahap Kecamatan Kledung Kabupaten Temanggung Semester II 2011/2012, dapat: 1. mengembangkan keterampilan sosial., 2. meningkatkan toleransi terhadap adanya keragaman., 3. meningkatkan hasil belajar akademik.