BAB II KAJIAN TEORI
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Belajar Kata “belajar” yang sering kita dengar ternyata memiliki banyak pengertiannya. Pengertian tersebut terdapat kesamaan dan perbedaan. Berikut pengertian belajar menurut para tokoh pendidikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998), belajar merupakan upaya yang sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik yang berupa pengetahuan maupun keterampilan. Dalam konteks ini, seseorang menjalani aktivitas “belajar” untuk meningkatkan kualitas hidupnya agar semangkin baik, berguna, dan bermakna. Adapun kualitas belajar seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperolehnya saat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Untuk itu belajar bisa menghasilkan perubahan yang sederhana, namun juga bisa menghasilkan perubahan yang kompleks. Ngalim Purwanto (dalam Heri Rahyudi 2012), menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Menurut Oemar Hamalik (2004), belajar adalah perubahan tingkah laku yang baik dari latihan dan pengalaman. Menurut Slameto (1995) pengertian belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalaman dari belajar dan interaksi dengan lingkungan. Menurut Yunus (2012), belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu, apabila setelah belajar siswa tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuan tidak bertambah, maka dapat dikatakan belajar yang dilakukan belum benar dan belum sempurna. Berdasarkan beberapa pengertian tentang kata “belajar” yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa Belajar
5
merupakan sebuah proses yang dilakukan seorang dalam memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman selama proses pembelajaran.
2.1.2 Hasil Belajar Menurut Suprijono (dalam M.Thobroni 2015), hasil belajar adalah polapola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apersiasi dan keterampilan yang perpeoleh seorang dari belajar. Hal ini merujuk pada pemikiran Gagne, hasil belajar berupa hal-hal berikut: a. Informasi verbal, yaitu kapasistas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan. b. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kamampuan analitis-sintesis-fakta-konsep, dan mengembangkan prinsipprinsip keilmuan. Keterampilan merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. c. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. d. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehingga terwujud otoatisme gerak jasmani. e. Sikap adalah kemampuan menerima dan menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku. Menurut teori Bloom dalam Suprijono (dalam M. Thobroni 2015), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. 1) Domain kognitif mencakup: a. Knowledge (pengetahuan, ingatan) b. Comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas) c. Application (menerapkan)
6
d. Analysis (menguraikan, menentukan hubungan) e. Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru) f. Avaluating (menilai) 2) Domain afektif mencakup: a. Receiving (sikap menerima) b. Responding (memberikan respons) c. Valuing (nilai) d. Organization (organisasi) e. Characterization (karakterisasi) 3) Domain psikomotorik mencakup a. Intiatory b. Pre-routine c. Rountinized d. Keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual Selain itu, menurut Lindegren (dalam M. Thobroni 2015) hasil belajar meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Menurut M. Thobroni (2015) hasil belajar adalah perubahan prilaku secara keseluruhan bukan hanya dalam satu salah satu aspek potensi kemanusian saja. Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang didapat oleh seorang yang sedang melakukan pembelajaran adalah memiliki pengetahuan kemampuan, keterampilan dan sikap. Pengetahuan, keterampilan dan sikap itu didapatkan dari hasil belajar yang berupa pengalaman belajar. Dilihat dari hasil belajar siswa mampu memahami, menjelaskan, mengorganisasikan, menilai dan lainnya dalam kehidupan mereka.
2.1.3 Efektivitas Pembelajaran Dalam menciptakan efektivitas pembelajaran yang baik guru harus memiliki kreativitas, hal ini dapat menciptakan suasana belajar mengajar di dalam kelas menjadi menyenangkan. Kreativitas berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia sendiri merupakan kemampuan untuk menciptakan. Hal tersebut bearti perlu adanya kemampuan seseorang dalam menciptakan sesuatu yang baru untuk
7
mencapi tujuan yang lebih baik, baik berupa gagasan atau karya nyata yang relatif berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya. Efektivitas merupakan sebuah kata yang berasal dari kata dasar efektif. Dimana kata efektif memiliki arti efek, pengaruh, akibat, atau dapat membawa hasil. Jadi, efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil pembelajaran yang dicapai sedangkan efesiensinya lebih menekankan pada bagaimana cara mencapai hasil yang didapatkan. Starawaji (2009) mengatakan bahwa efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau mujur. Efektivitas menunjukkan taraf
tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu
mencapai tujuannya. Slameto (2010) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat membawa siswa belajar efektif. Pembelajaran yang efektif adalah dimana seorang guru ketika mengajar lebih sedikit melakukan pembelajaran dengan ceramah melainkan lebih banyak fokus pada kegiatan intelektual dan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan sebuah usaha untuk mencapainya tujuan pembelajaran melalui kreatifivitas seorang guru dalam menciptakan sebuah pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya yang dapat dilihat dari keberhasilan belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
2.1.4 Hakekat Matematika Matematika, menurut Ruseffendi (dalam Heruman 2007) mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefiniskan, ke asioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Menurut Saniyah
8
(2004) matematika adalah disiplin ilmu yang mempunyai sifat khas disbanding ilmu yang lain, mempelajari tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Matematika, menurut Paling 1982 (dalam Tekhonly13 2010) menyatakan bahwa, Matematika adalah suatu cara menemukan jawaban terhadap suatu masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa Matematika adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Ini berarti bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas matematika yang deduktif aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga mereka dapat membelajarkan matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep sederhana sampai yang kompleks.
2.1.5 Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika menurut Gatot Mahesa (2001) adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi yang tentang bahan matematika yang dipelajari. Maksud dari pemberian pengalaman belajar ialah sebagai seorang guru harus membantu siswa belajar dan memahami proses penemuan konsep pada mata pelajaran matematika selama proses belajar mengajar terjadi. Dalam pelajaran matematika siswa diharapkan untuk terlibat langsung dalam proses belajar mengajar pada kegiatan menemukan konsep sebuah materi. Konsep-konsep yang ditemukan oleh siswa bukanlah hal baru bagi guru. Selain membantu siswa menemukan konsep sebagai seorang guru juga harus dapat menumbuhkan dan mengembangkan pola pikir dengan logika yang kuat tentang sebuah konsep.
9
2.1.6 Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar Menurut Heruman (2007), pembelajaran matematika disekolah diharapkan reinvention (menemukan kembali). Penemuan kembali adalah sebuah cara penyelesaian secara informal kembali pembelajaran di dalam kelas. Pada
pembelajaran
matematika
diharapkan
guru
dapat
memberi
pengalaman baru kepada siswa untuk membantu siswa menemukan kembali konsep-konsep baru. Konsep-konsep baru yang siswa temukan bukanlah hal baru bagi guru, oleh karena itu guru harus dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar.
Adapun hal-hal yang diharapkan selama proses pembelajaran
diantaranya ialah pembelajaran menjadi bermakna, siswa tidak hanya sekedar tahu, belajar melakukan sesuatu, belajar memahami sesuatu serta tahu bagaimana berinteraksi dengan teman. Siswa yang masih diumur sekolah dasar merupakan siswa yang masih pada tahap fase operasional kongkret menurut Piaget (dalam Gatot Mahesa 2001). Pada fase ini, siswa di sekolah dasar kemampuan proses berpikirnya masih pada mengoperasikan kaidah-kaidah dalam bentuk logika meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat kongkret. Siswa pada tahap ini masih terikat sangat kuat dengan pancaindra mereka. Oleh karena itu pembelajaran matematika khusus anak sekolah dasar harus menggunakan alat peraga yang nyata dan dapat diraba atau dilihat lansung oleh siswa sekolah dasar, dengan begitu mereka akan benarbenar belajar dan mendapatkan pengalaman baru.
2.1.7 Metode Demonstrasi Metode demonstrasi merupakan metode yang erat kaitannya dengan teori kognitif. Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Fairuzel Said (2011) menyatakan bahwa kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal). Adapun Fairuzel Said menegaskan kembali bahwa teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses
10
atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Ada beberapa pendapat mengenai
pengertian metode demonstrasi
menurut visi masing-masing, akan tetapi pengertian itu menuju ke arah yang sama. Menurut Roestiyah (dalam Miftahul Huda 2013) metode demonstrasi merupakan salah satu metode mengajar dimana guru memperlihatkan suatu benda asli, benda tiruan, atau suatu proses dari materi yang diajarkan kepada seluruh siswa. Menurut Syaiful Hahri Djamarah (2002) metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan suatu proses atau cara suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Menurut Sudjana (2010) metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan perserta didik terhadap suatu bahan belajar dengan cara memperlihatkan, memperhatikan, menceriterakan, dan memperagakan bahan ajar tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang dilakukan oleh guru dengan memperagakan, mencontohkan dan memperlihatkan sebuah barang, aturan, kejadian, atau urutan peristiwa secara langsung maupun media pembelajaran dalam proses belajar mengajar pada mata pelajaran tertentu untuk mencapai sebuah tujuan. Dalam metode demonstrasi ini, proses penerimaan siswa terhadap sebuah pembelajaran akan lebih berkesan dan mendalam pada diri siswa sehingga akan membentuk pengertian yang baik dan sempurna.
Selain itu metode
demonstrasi juga baik digunakan untuk mata pelajaran tertentu dalam proses penanaman
konsep.
Penanaman
konsep
dengan
menggunakan
metode
demonstrasi akan lebih mudah untuk guru dalam menerangkan, karena semua siswa akan mengamati proses penemuan konsep yang diterangkan dalam proses pembelajaran berlansung. Sebagaimana metode yang digunakan dalam mengajar, tetap memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode demonstrasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan seperti halnya metode lainnya. Berikut kelebihan dan kekurangan dari metode demonstrasi menurut Miftahul Huda (2013): a. Kelebihan metode demonstrasi 1) Membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret 2) Memusatkan perhatian siswa
11
3) Lebih mengarahkan proses belajar siswa pada materi yang sedang dipelajari 4) Lebih melekat pengalaman dan kesan sebagai sebagai hasil pembelajaran dalam diri siswa 5) Membuat siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari 6) Membuat proses pengajaran lebih menarik 7) Merangsang siswa untuk aktif mengamati dan menyesuaikan antara teori dengan kenyataan 8) Membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda 9) Memudahkan berbagai jenis penjelasan 10) Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah melalui pengamatan dan contoh konkret dengan menghadirkan objek sebenarnya b. Kekurangan metode demonstrasi 1) Mengharuskan keterampilan guru secara khusus 2) Tidak tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung, seperti peralatan, tempat, dan biaya yang memadai di setiap kelas 3) Memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang di samping waktu yang cukup panjang 4) Kesulitan siswa terkadang untuk melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan 5) Tidak semua benda dapat didemonstrasikan 6) Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi atau barang yang didemonstrasikan Langkah-langkah (syntaks) metode pembelajaran demonstrasi terdiri dari 3 langkah yaitu sebelum kegiatan dimulai, pada saat kegiatan pembelajaran, dan akhir kegiatan pembelajaran. Ketiga langkah itu dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Langkah-Langkah Metode Demonstrasi Langkah-langkah Deskripsi kegiatan Sebelum Pembelajaran 1) Membuat tujuan yang jelas, baik dari segi kecakapan atau kegiatan 2) Menetapkan garis besar langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan
12
Kegiatan pembelajaran
3) 4) 5) 6)
Mengatur waktu yang dibutuhkan Menetapkan rencana penilaian terhadadap siswa Mempersiapkan alat peraga Memeriksa semua bahan belajar atau alat yang dibutuhkan 7) Memulai demonstrasi dengan menarik perhatian siswa 8) Mengingat inti dari materi demonstrasi agar dapat mencapai tujuan 9) Memperhatikan keadaan siswa 10) Memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memikirkan tentang hasil demonstrasi dan dapat mengajukan pertanyaan 11) Menghindari ketengangan
Akhir Pembelajaran
12) Pemberian tugas (soal)
2.1.8 Metode Bermain Peran Metode bermain peran adalah bagian dari teori kontruktivisme. Kontruktivisme merupakan teori tentang bagaimana pembelajar mengontruksi pengetahuan dari pengalaman dan proses yang khas untuk setiap individu (Teguh Ernawan 2010). Dalam pandangan kontruktivisme, siswa berusaha aktif untuk mencari arti tentang sesuatu bagi dirinya melalui interaksi dengan lingkungan dengan membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan pengetahuan yang sedang dipelajari. Adapun banyak tokoh pendidikan mengemukakan pendapat mengenai pengertian dari metode bermaian peran dapat juga disebut role play maupun sosiodrama. Pengertian metode bermain peran menurut para tokoh pendidikan: menurut Mulyasa (dalam Sudjana 2004) metode bermain peran adalah mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial. Menurut Sudjana (2010) metode bermain peran adalah kegiatan belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan siswa untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak yang terdapat pada kehidupan nyata. Menurut Sagala (dalam Tuniredja dkk 2011) menyatakan metode bermain peran adalah metode mengajar yang mendramatisasi suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar perserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari situasi sosial. Menurut Frogg (dalam Miftahul Huda 2013) metode bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang di
13
dalamnya ada tujuan, aturan dan edutainment. Artinya dalam role play, siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Berdasarkan beberapa pendapat para tokoh pendidikan dapat disimpulkan bahwa Metode bermain peran merupakan sebuah cara dalam mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial pada siswa yang dilakukan dengan spontan penuh penghayatan seperti sedang berada di luar kelas. Metode bermain peran biasanya digunakan oleh guru untuk mata pelajaran yang berhubungan dengan kehidupan sosial seperti mata pelajaran PKn dan IPS sebagai penerapan dari materi yang dipelajari. Selain digunakan pada mata pelajaran PKn dan IPS, metode bermain peran juga memiliki keterhubungan dengan mata pelajaran matematika untuk materi pecahan. Materi tersebut akan dilakukan dengan metode bermain peran dengan tema “Mencari rumus keliling persegi dan persegi panjang serta menghitung kelilingnya”. Dalam tema itu siswa akan memainkan peran sebagaimana
karakter-karakter
yang
ada
di
kartun
sponsbob.
Adanya
keterhubungan dengan mata pelajaran tertentu, metode bermain peran memiliki kelebihan dan kekurangan seperti metode lainnya. Berikut kelebihan dan kekurangan metode bermain peran menurut Miftahul Huda (2013): a. Kelebihan metode bermain peran 1) Peran yang ditampilkan siswa dengan menarik akan segera mendapat perhatian siswa lainnya 2) Metode ini dapat digunakan dalam kelompok besar atau kelompok kecil 3) Dapat membantu siswa memahami pengalaman orang lain dan mendapatkan pengalaman baru 4) Dapat membantu siswa untuk menganalisis, memahami situasi serta memikirkan masalah yang terjadi dalam bermain peran 5) Menumbuhkan rasa kemampuan percaya diri siswa untuk berperan dalam menghadapi masalah b. Kekurangan metode bermain peran 1) Kemungkinan siswa tidak menyukai peran yang tidak senang dalam memainkan peran tertentu 2) Lebih menekankan pada masalah dari pada peran
14
3) Mungkin akan terjadi kesulitan dalam penyesuaian diri terhadap peran yang harus dilakukan 4) Mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk memerankan sesuatu dalam kegiatan belajar 5) Bermain peran terbatas pada beberapa situasi kegiatan belajar Langkah-langkah metode bermain peran terdiri dari 3 langkah yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penutup. Adapun langkah-langkah metode bermain peran dengan deskripsi kegiatan yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Bermain Peran LangkahDeskripsi kegiatan langkah Persiapan 1) Guru bersama siswa menyiapkan bahan pelajaran berupa topik yang akan dibahas. 2) Guru bersama siswa mengidentifikasi dan menetapkan peranperan berdasarkan kedudukan dan tugas masing-masing 3) Guru membantu siswa mempersiapkan tempat, waktu, dan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran Pelaksanaan 4) Guru membantu untuk melaksanakan permainan peran dengan 5) Menjelaskan tujuan dan langkah-langkah bermain peran 6) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok 7) Guru menjelaskan tugas masing-masing peran dalam kelompok 8) Guru dan siswa bersama melakukan permainanan peran 9) Setiap kelompok mencatat hasil bermain peran dengan berdiskusi Penutup 10) Guru bersama siswa membahas hasil kelompok 11) Guru melakukan penilaian 2.2
Kajian Penelitian Yang Relavan
a. Penelitian tentang metode demonstrasi telah dilakukan oleh peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk penelitian tindakkan kelas yang dilakukan oleh Darmasto (2012). Judul penelitiannya adalah “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika tentang FPB dan KPK Melalui Penerapan Metode Demonstrasi pada Siswa Kelas V Semester 1 SD Negeri 1 Tlogorejo Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan”.
15
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi faktor prima. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai rata-rata sebelum dilakukan tindakan yaitu 71,60, setelah proses belajar mengajar dilakukan degan metode demonstrasi nilai rata-rata siswa Kelas V Semester 1 SD Negeri 1 Tlogorejo Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan tahun ajaran 2011/2012 meningkat menjadi 86,90. b. Penelitian dilakukan oleh Mulyati (2011) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Kemampuan Mengukur Waktu Melalui Metode Demonstrasi Siswa Kelas II SDN Jatimulyo Kecamatan Wedarijkasa Kabupaten Pati”. Penelitian tersebut bebentuk penelitian tindakan kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SD Jatimulyo kecamatan Wedarika kabupaten pati dengan nilai rata-rata sebelum tindakan adalah 64, 4 kemudian didilakukan proses belajar mengajar dengan metode demonstrasi hasil belajar siswa meningkat menjadi 78,7. Hal itu terbukti bahwa metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika c. Penelitian dengan menggunakan metode bermain peran telah dilakukan dengan penelitian tindakan kelas jenis kolaborasi (PTK). Penelitan itu dilakukan oleh Reiny (2012) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pembagian Dua Angka Melalui Metode Bermain Peran pada Siswa Kelas II SD Muhammadiyah Ambarketawang 3 Gamping Sleman Semester 2”. Penelitian yang dilakukan oleh Reiny, menunjukkan hasil bahwa metode bermain peran dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas II SD Muhammadiyah Ambarketawang 3 gamping sleman semester 2 tahun ajaran 2011/2012. Hal tersbut dibuktikan dengan nilai rata-rata sebelum tindakan kelas 70 kemudian meningkat pada siklus dua menjadi rata-rata 82. d. Penelitian dengan menggunakan metode bermain peran yang dilakukan oleh Angraeni (2012) dengan judul “Pengaruh Metode Bermain dengan Puzzle Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Sifat Bangun Datar pada
16
Siswa Kelas III SD Kristen Satya Wacana Salatiga” dengan menggunakan metode penelitian eksperimen. Dalam penelitian metode bermain peran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar dengan menggunakan metode bermain peran dengan nilai t 0,000 > 0,05.
2.3
Kerangka Berpikir Mata pelajaran matematika identik dengan mata pelajaran yang cukup
rumit dikalangan para siswa baik itu di sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas. Hal itu dapat dilihat dari hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika. Hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika tidak
cukup memuaskan. Hampir semua siswa remedial atau
perbaikan setelah evaluasi dilakukan.
Permasalahan itu timbul karena
pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran masih berpusat pada guru sedangkan siswa pasif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada guru dapat dikatakan kurang efektif digunakan untuk proses pembelajaran. Adanya persepsi mata pelajaran matematika identik dengan mata pelajaran cukup rumit dikalangan siswa sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa, sebagai seorang guru harus memperhatikan apa penyebab terjadinya hal itu. Berdasarkan persepsi itu perlu adanya perbaikan dari metode yang digunakan untuk proses pembelajaran dengan tujuan untuk membantu siswa memperbaiki persepsi mereka dengan pembelajaran yang menyenangkan dan menantang bagi siswa khususnya mata pelajaran matematika. Oleh karena itu diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa dalam proses pencarian konsep untuk materi tertentu. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran dalam proses pencarian konsep ialah metode demonstrasi dan metode bermain peran. Pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi dan metode bermain peran dapat menuntut siswa untuk lebih aktif di dalam pembelajaran dengan memberikan pengalaman belajar
melalui kegiatan
menemukan kembali konsep-konsep baru, sehingga hasil belajar yang akan dicapai lebih baik. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika dengan menggunakan meode demonstrasi dan metode
17
bermain peran. Hasil belajar dapat dilihat melalui hasil tes siswa sebelum diberi perlakuan dan setelah diberi perlakukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas yang signifikan antara metode demonstrasi dengan metode bermain peran terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Adapun kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir 2.1 2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian atau penjabaran dari kerangka berpikir, penulis
mengemukakan bahwa akan ada perbedaan efektivitas (hasil belajar) antara penggunaan metode demonstrasi dengan metode bermain peran pada mata pelajaran matematika kelas III semester II materi menghitung keliling persegi dan persegi panjang di SD Kristen 3 salatiga tahun ajaran 2015/2016.
18