BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Hasil Belajar 2.1.1. Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Pendapat tentang pengertian belajar ada bermacam-macam, pendapat-pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Slameto (2003) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (2002) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman Menurut Cronbach dalam Djamarah (2002) belajar sebagai usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Djamarah (2002) belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya
9
kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Dari beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. 2.1.1.2 Prinsisp-prinsip Belajar Proses belajar adalah suatu hal yang kompleks, tetapi dapat juga dianalisa dan diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asasasas belajar. Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan tekhnik belajar yang baik. Prinsip-prinsip itu adalah : 1) Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapanharapan. 2) Belajar memerlukan bimbingan, baik dari bimbingan guru maupun buku pelajaran itu sendiri. 3) Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian. 4) Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya.
10
5) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh
secara
dinamis
antara
murid
dengan
lingkungannya. 6) Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan. 7) Belajar
dikatakan
berhasil
apabila
telah
sanggup
menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari. (Zainal Aqib 2002)
2.1.2. Teory Belajar Kognitif 2.1.2.1 Teori belajar Kurt Lewin Kurt Lewin dalam Djaali (2011) teori belajar Cognitive Field menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikolog sosial, karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis, yang disebut Life Space mencakup perwujuduan lingkungan dimana individu bereaksi dalam fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material yang dihadapi. Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam individu, seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal dari luar diri individu, seperti tantangan dan permasalahan yang dihadapi. Menurut teori ini, belajar itu berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam
11
struktur kognitif, hal tersebut pertemuan dari dua kekuatan yaitu berasal dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang lainnya berasal dari kebutuhan internal individu. 2.1.2.2 Teori Belajar Piaget Piaget
dalam
Djaali
(2011)
dengan
teori
Cognitif
Development memandang bahwa proses berpikir merupakan aktivitas gradual dari fungsi intelektual, yaitu dari berpikir konkret menuju abstrak. Perkembangan kapasitas mental memberikan kemampuan baru yang sebelumnya tidak ada. Perkembangan intelektual itu terdiri dari tiga aspek, yaitu: 1) Struktur (scheme) ialah pola tingkah laku yang dapat diulang. 2) Isi (content) ialah pola tingkah laku spesifik ketika ketika seseorang menghadapi suatu masalah. 3) Fungsi (function) ialah yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual. Function terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi. Lebih lanjut Piaget dalam Daniel Muijis dan David Reynolds (2008) mengemukakan “ada tiga faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah:
12
1) Maturion (maturasi, kematangan), 2) Activity (aktivitas)”. Semakin meningkatnya maturasi menyebabkan semakin meningkatnya kemampuan anak untuk menghadapi lingkungannya, dan untuk belajar dari tindakannya. 3) Sosial transmission (tranmisi sosial) belajar dari orang lain. Implikasi teori kognitif Piaget pada pendidikan adalah sebagai
berikut
(Slavin,
1994
dalam
http://www.danardiri.or.id/file/yusufunsbab2.pdf). 1. Memusatkan perhatian kepada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Selain kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut. Pengalaman-pengalaman
belajar
yang
sesuai
dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan hanya jika guru penuh perhatian terhadap metode yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud. 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi
13
(ready made knowledge) tidak mendapat tekanan, melainkan
anak
di
dorong
menemukan
sendiri
pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan. Oleh karena itu, selain mengajar secara klasik, guru mempersiapkan beraneka ragam kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. 3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal. Hal ini sesuai dengan pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran kita menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif. 2.1.2.3 Teori belajar B. Bloom
B. Bloom dalam Budiningsih (2005) dengan teori taksonomi mengatakan bahwa „ada dua faktor utama yang dominan terhadap hasil belajar yaitu karakteristik siswa yang meliputi (kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya, motivasi) dan karakter pengajaran yang meliputi (guru dan fasilitas belajar). Secara ringkas,
14
taksonomi Bloom (S. Sagala, 2005) Domain kognitif, mencakup kemampuan intelektual mengenai lingkungan yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara hierarkis dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintetis, dan penilaian.
2.1.3. Hasil Belajar 2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut A. Tabrani Rusyan (2000) hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat. Menururt Sudjana (2005) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pembelajaran. Dan menurut Dede Rosyada (2004) hasil belajar adalah mengembangkan berbagai metode untuk mencatat dan memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran yang dibahas dan dikaji bersama. Sedangkan menurut Yuni Tri Hewindati dan Adi Suryanto (2004) hasil belajar merupakan suatu proses di mana suatu organisme mengalami perubahan perilaku karena adanya
15
pengalaman dan proses belajar telah terjadi jika di dalam diri anak telah terjadi perubahan, perubahan tersebut diperoleh dari pengalaman sebagai interaksi dengan lingkungan. Jadi hasil belajar merupakan kemampuan yang di peroleh individu setelah memperoleh pembelajaran yang berupa perubahan tingkah laku baik berupa pengetahuan, pemahamanan, sikap dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya Hasil belajar menempatkan seseorang dari tingkat abilitas yang satu ke tingkat abilitas yang lain. Mengenai perubahan tingkat abilitas menurut Bloom dalam Sardiman A.N. 2004 meliputi tiga ranah, yaitu: Kognitif, Afektif dan Psikomotor. Dalam penelitian ini penulis lebih menekan pada ranah kognitif saja. Tujuan pengajaran dalam kawasan kognitif menurut Bloom dalam Gulo,2002 terdiri atas enam tingkatan. Tingkatan pertama pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan untuk mengetahui, mengenal, mengingat segala sesuatu yang pernah ditemukan dari suatu aktivitas atau kegiatan seperti istilah, fakta, aturan, urutan, metode , dan sebagainya. Pengetahuan merupakan kemampuan yang paling dasar dalam ranah kognitif. Tingkatan
kedua
Pemahaman
(Comprehension),
yaitu
kemampuan memahami merupakan kegiatan mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Sejauh mana seseorang dapat memahami segala materi yang telah dipelajari
16
untuk di sesuaikan ke dalam struktur kognitif yang ada, sehingga menjadikan struktur kognitif yang lama menjadi berubah yang berarti orang yang bersangkutan mengalami perubahan dalam perilakunya. Peristiwa inilah yang disebut dengan mengerti atau memahami. kemampuan
Kemampuan
ini
menerjemahkan,
termasuk
didalamnya
menafsirkan,
adalah
memperkirakan,
memahami isi pokok, mengartikan tabel, dan sebagainya. Ketiga Penerapan (Application), merupakan kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur atau teori yang sudah dimiliki untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu, misalnya menggunakan konsep matematika untuk menyelesaikan masalah dalam berbagai bidang. Kemampuan ini termasuk didalamnya adalah kemampuan memecahkan masalah, membuat bagan, menggunakan konsep, kaidah, prinsip, metode, dan sebagainya. Keempat Analisis (Analysis), merupakan kemampuan untuk menguraikan suatu bahan atau materi kedalam unsur-unsurnya kemudian menghubungkan bagian bagian tersebut dengan cara menyusun dan menggorganisasikan. Kelima Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan semua unsur yang diketahui sehingga membentuk suatu bagian yang utuh dan baru. Keenam evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan, menyatakan pendapat
17
atau memberi penilaian berdasarkan kriteria tertentu baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dari ke-6 tingkatan tersebut dapat diperoleh suatu bagan kemampuan kognitit menurut Bloom sebagai berikut: Tinggi
6. Evaluasi 5.
Kemampuan menilai berdasar norma seperti menilai mutu Sintesis karangan Kemampuan menyusun seperti karangan, rencana program kerja.
4. Analisis Kemampuan memisahkan, membedakan, seperti merinci bagian-bagian, hubungan antara, dan sebagainya.
3. Penerapan Kemampuan memecahkan masalah, membuat bagan, menggunakan konsep, kaidah, prinsip, metode, dan sebagainya. Rendah
2. Pemahaman 1. Pengetahuan
Kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, memahami isi pokok, mengartikan tabel
Kemampuan mengetahui atau mengingat istilah, fakta, aturan, urutan, metoda
Bagan Hierarkis Jenis Perilaku dan Kemampuan Internal menurut Taksonomi Bloom dalam Dimyati dan Mudjiono (2002) 2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Shabri (2005), hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari lingkungan dan faktor yang datang dari diri siswa. Faktor yang datang dari diri siswa seperti kemampuan belajar (intelegensi), motivasi belajar, minta dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, faktor fisik dan psikis.
18
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dalam Anni, (2005) yaitu sebagai berikut: 1) Faktor Internal Faktor internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional
dan
kondisi
sosial
seperti
kemampuan
bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki siswa akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar. 2) Faktor Eksternal Faktor eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana lingkungan dan budaya belajar masyarakat. Faktor eksternal ini juga akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar siswa Clark dalam Shabri (2005) mengemukakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Artinya, selain faktor dari diri siswa sendiri, masih ada faktor-faktor di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah
satu
lingkungan
belajar
yang
paling
dominan
mempengaruhi hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran juga dipengaruhi oleh karakteristik kelas. Variabel karakteristik kelas antara lain:
19
1) Ukuran kelas (class size). Artinya, banyak sedikitnya jumlah siswa yang belajar. Ukuran yang biasanya digunakan adalah 1:40, artinya, seorang guru melayani 40 orang siswa. Diduga makin besar jumlah siswa yang harus dilayani guru dalam satu kelas maka makin rendah kualitas pengajaran, demikian pula sebaliknya. 2) Suasana belajar. Suasana belajar yang demokratis akan memberi peluang mencapai hasil belajar yang optimal, dibandingkan dengan suasana yang kaku, disiplin yang ketat dengan otoritas yang ada pada guru. Dalam suasana belajar demokratis ada kebebasan siswa belajar, mengajukan pendapat, berdialog dengan teman sekelas dan lain-lain. 3) Fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Kelas harus diusahakan sebagai laboratorium belajar bagi siswa. Artinya, kelas harus menyediakan sumbersumber belajar seperti buku pelajaran, alat peraga, dan lain-lain. Dari informasi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu: 1) Faktor
pada
diri
siswa
diantaranya
intelegensi,
kecemasan (emosi), motivasi belajar, minat dan
20
perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, dan faktor fisik dan psikis. 2) Faktor di luar diri siswa, seperti ukuran kelas, suasana belajar (termasuk di dalamnya guru), fasilitas dan sumber belajar yang tersedia.
2.2. Proses Pembelajaran 2.2.1. Pembelajaran Kooperatif 2.2.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut
Sugiyanto
(2008)
pembelajaran
kooperatif
(cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada
bekerjasama
penggunaan
dalam
kelompok
memaksimalkan
kecil
kondisi
siswa
untuk
belajar
untuk
mencapai tujuan belajar. Slavin (2008) Mendefinisikan bahwa model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam suatu kelompok.” Di dalam pembelajaran kooperatif para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Wina Sanjana (2007) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil yaitu 4 sampai 6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Etin Solihatin
21
(2005) “ cooperative learning” adalah suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari anggota kelompok itu sendiri. Jadi Pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan adalah sebuah pembelajaran yang menekankan dalam belajar kelompokkelompok kecil dan berkerja sama untuk mempelajari materi pelajaran secara bersama-sama. Ada banyak hal yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur praktik dunia pendidikan alasannya adalah untuk meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa dan akibat positif lainya adalah dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lainnya adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu
belajar
mengintegrasikan pengetahuan
berfikir, serta
mereka,
menyelesaikan mengaplikasikan
dan
bahwa
masalah,
dan
kemampuan
dan
pembelajaran
kooperatif
merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal-hal tersebut. 2.2.1.2 Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif Ciri utama dari belajar kooperatif adalah kerja sama yang intensif antar siswa dalam kelompok. Kerja sama kelompok
22
ditandai
oleh
keterlibatan
siswa
memberikan
sumbangan
pemikiran, bertukar pikiran, saling berinteraksi, dan bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Johnson dalam Anita Lie (2002) mengemukakan bahwa ada lima ciri yang menandai dilaksanakannya pembelajaran kooperatif, yakni 1. Saling ketergantungan positif (positif interdependence), 2. Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student), 3. Tanggung jawab individu untuk menguasai materi yang ditetapkan (individual accountability), 4. Ketrampilan
interpersonal
dalam
kelompok
kecil
(interpersonal and small-group skills), 5. Evaluasi proses kelompok. Saling ketergantungan positif (positif interdependence) bermakna bahwa lewat pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Saling ketergantungan
positif
bertentangan
dengan
ketergantungan
negatif. Dalam ketergantungan negatif siswa berada dalam situasi saling bersaing, dimana kemajuan, kemampuan, dan kecerdasan masing-masing anggota kelompok tidak digunakan untuk saling membantu antar siswa. Karena itu, untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
23
sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap anggota kelompok kooperatif harus bekerja keras dan berusaha sampai ia benar-benar menguasai materi pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student) merupakan kegiatan interaksi yang bertujuan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bersinergi demi keuntungan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik dibanding pemikiran seorang diri. Inti dari sinergi itu adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain. Tanggung jawab individu (individual accountability) adalah setiap anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif perlu menyadari tanggung jawab pribadi dalam kelompoknya. Secara individu
seseorang
menentukan
keberhasilan
kelompok
menyelesaikan tugasnya. Karena itu, kunci utama keberhasilan mendorong tanggung jawab individu dalam kelompok terletak pada tugas yang dirancang guru untuk dikerjakan setiap kelompok ( Anita Lie, 2002). Ketrampilan sosial (social skills) merupakan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif. Ketrampilan sosial berperan mengarahkan seorang siswa berinteraksi dan
24
membangun kerja sama dengan siswa yang lain. Ketrampilan sosial yang dimiliki akan menuntun siswa lebih peka menghargai berbagai perbedaan di antara teman belajar, sehingga ia mampu menempatkan diri di antara berbagai keragaman baik budaya, ekonomi, dan bahasa yang justru dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan dalam belajar. 2.2.1.3 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Agar pelaksanaan model pembelajaran cooperatif learning dapat bermanfaat secara maksimal, perlu diperhatikan prinsipprinsip dasar berikut ini (Anita Lie, 2002). 1. Manajemen Pembelajaran Kooperatif Sebaiknya, siswa tidak dibiarkan mencari kelompoknya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya cliques dan keterasingan beberapa siswa. Dalam proses pembelajaran kooperatif, guru juga berperan dan menentukan pembagian kelompok
dan
memfasilitasi
kekompakan
kelompok.
Komposisi kelompok perlu dibuat seheterogen mungkin. 2. Struktur Tugas Dalam
kelompok
pembelajaran
kooperatif,
guru
menyusun tugas melalui pembagian kerja, sarana dan keahlian. Penyusunan tugas ini akan menciptakan saling ketergantungan yang positif antara anggota kelompok. Siswa akan merasa kontribusinya sangat berarti bagi kelompok dan
25
pada saat yang bersamaan merasa bergantung pada kontribusi anggota yang lain. 3. Tanggung Jawab Pribadi dan Kelompok Jika penilaian hasil kerja siswa tidak didasarkan pada kontribusi individual, kemungkinan akan ada siswa yang bersikap seperti benalu, atau siswa lain yang bekerja terlalu keras untuk teman-temannya. Akibatnya akan muncul ketidak adilan. Tanggung jawab pribadi dapat dibentuk melalui beberapa cara, bergantung pada isi dan metode cooperative learning yang dipakai. Siswa bisa didorong untuk bertanggung jawab sendiri dengan dinilai secara mandiri untuk bagian tugasnya dalam kerja kelompok ( Anita Lie, 1999). Selain itu, siswa juga perlu bertanggung jawab atas kegiatan kolektif kelompoknya, misalnya dengan hasil karya bersama, presentasi kelas, dan laporan kelompok. 4. Peran Guru dan Siswa Kelompok pembelajaran kooperatif membuat siswa belajar secara aktif dan mandiri, namun guru tetap berperan penting dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, tidak berarti guru bisa mengabaikan dan meninggalkan pekerjaannya, sebab guru berperan sebagai fasilitator dan mendorong siswa untuk saling tergantung
26
dengan siswa lain. Guru harus tetap memonitor, mengamati proses pembelajaran, dan turun tangan jika diperlukan. 5. Proses Kelompok Untuk memantapkan keberhasilan yang berkelanjutan, guru perlu menanam waktu dan usaha untuk proses kelompok. Anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk merefleksikan tindakan mana yang positif dan negatif, serta membuat tindakan-tindakan yang harus dilanjutkan dan diubah. Tujuan proses kelompok adalah meningkatkan keberhasilan masing-masing anggota dalam memberikan kontribusi mereka terhadap pencapaian tujuan kelompok. 2.2.1.4 Macam-Macam Pembelajaran Kooperatif Adapun macam-macam pembelajaran kooperatif (Anita Lei,2002) adalah sebagai berikut 1. Teknik Think-Pair-Share Think-Pair-Share
merupakan
teknik
sederhana
untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Melalui teknik ini suatu permasalahan diajukan, siswa berpikir sendiri dulu selama beberapa menit, kemudian berpasangan untuk mendiskusikan permasalahan tersebut. Setelah itu siswa dipanggil untuk membagikan jawaban mereka pada seluruh kelas.
27
2. Roundrobin/Roundtable Roundrobin adalah bentuk lisan roundtable. Siswa bergiliran mengemukakan ide-ide atau jawaban mereka. Rounrobin bisa dipakai jika partisipasi yang lebih diutamakan, dan bukannya hasil kerja semata. 3. Three Stay, One Stay Tiga
anggota
kelompok
berputar
ke
meja
kelompok lain, sementara satu anggota yang lain tinggal di meja sendiri dan menjelaskan kepada anggota kelompok lain yang bertamu ke kelompoknya. Sesudah siswa kembali, siswa kedua tinggal, sementara tiga anggota lain bertamu ke kelompok-kelompok lain. Demikian seterusnya sehingga siswa bisa melihat hasil kerja kelompok lain dan menjelaskan hasil kerja mereka sendiri. Pada kesempatan ini, siswa bisa membahas perbedaan di antara semua hasil kerja kelompok dan mengolah informasi yang masuk untuk memperbaiki hasil kerja mereka sendiri. 4. Wartawan Keliling Ketika
siswa
sedang
bekerja,
satu
anggota
kelompok bisa berpura-pura menjadi wartawan keliling, mengumpulkan informasi seperti penemuan-penemuan kelompok lain yang mungkin berguna.
28
5. Talking Chips Masing-masing anggota kelompok diberi dua atau tiga benda kecil (kancing atau klip kertas). Setiap kali seseorang berbicara, dia harus melepaskan satu kancing. Dia tidak boleh berbicara lagi jika semua kancingnya sudah habis. Jika semua kancing dalam kelompok sudah terpakai dan mereka merasa masih perlu berdiskusi, mereka bisa bersepakat untuk mengambil beberapa kancing lagi dan meneruskan proses diskusi. Teknik ini sangat efektif untuk mendorong masing-masing anggota kelompok memberikan partisipasi dan kontribusi yang aktif, adil dan merata. 6. Jigsaw Siswa dibagi dalam kelompok berempat atau berlima. Masing-masing membaca atau mengerjakan salah satu bagian yang berbeda dengan yang dikerjakan oleh anggota kelompok yang lain. Kemudian mereka saling berbagi dengan yang lain dalam kelompok masing-masing. Cara ini membuat masing-masing anggota menjadi pemilik unik dan ahli sejumlah informasi, sehingga kelompok akan menghargai peranan setiap anggotanya. Setelah ini guru bisa mengevaluasi
29
pemahaman siswa megenai keseluruhan tugas. Jelas siswa akan saling bergantung pada rekan-rekan mereka. 7. Investigasi Kelompok Investigasi
kelompok
dilakukan
untuk
menyatukan interaksi dan komunikasi di dalam kelas dengan proses pencarian akademis. Metode ini berusaha menterjemahkan filosofi John Dewey. Ada enam tahap dalam investigasi kelompok. Tahap pertama, seluruh kelas menentukan beberapa sub topik dan membentuk kelompok-kelompok penelitian. Tahap kedua,
merencanakan
melaksanakan
penelitian.
penelitian.
Tahap
Tahap
ketiga, keempat,
melaksanakan investigasi. Tahap kelima, menyusun laporan. Tahap keenam, melaksanakan presentasi. 8. Bertutur Cerita Berpasangan (Paired Storytelling) Teknik
ini
bertujuan
membantu
siswa
mengaktifkan skemata mereka untuk meningkatkan pemahaman atas bacaan. Teknik ini paling cocok untuk teks yang bersifat narasi. Teks bacaan dibagi menjadi dua bagian dan siswa bekerja berpasangan. Masing-masing siswa membaca atau menyimak bagian teks yang berlainan dengan pasangannya. Sesudah selesai, masing-masing menuliskan kurang
30
lebih sepuluh kata atau frasa kunci sesuai bagiannya sendiri. Kemudian mereka saling menukarkan daftar kata/frasa kunci ini dengan pasangannya masingmasing. Berdasarkan petunjuk dari kata /frasa kunci ini, masing-masing siswa berusaha menebak bagian cerita yang tidak dibaca/disimak dan mengembangkan versi ceritanya sendiri. Setelah selesai, mereka bisa membaca atau mendengarkan keseluruhan cerita yang asli dan melanjutkannya dengan diskusi. 9. STAD (Student Teams Achievement Divisions) Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dalamnya siswa di bentuk kelompok belajar yang terdiri dari lima atau enam anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda atau kelompok ditentukan secara heterogen. Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran secara singkat dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran yang diberikan dan mereka harus telah mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya, walaupun dalam satu kelompok.
31
2.2.2. Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Model pembelajaran STAD merupakan model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning yang paling sederhana. Pembelajaran cooperative learning model STAD yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan. STAD melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok atas pembelajaran dalam kelompok yang terdiri dari anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda. Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dalamnya siswa di bentuk kelompok belajar yang terdiri dari lima atau enam anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda atau kelompok ditentukan secara heterogen. Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran secara singkat dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing untuk memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran yang diberikan dan mereka harus telah
32
mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya, walaupun dalam satu kelompok. Student Team Achievement Division STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu (1) pengajaran, (2) kerja tim dan presentasi kelas kelompok, (3) tes, (4) nilai peningkatan individu dan (5) penghargaan kelompok 4 - 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, dan jenis kelamin (Slavin, 2009). Kemudian Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu untuk mengetahui seberapa besar siswa mengusai materi yang telah dipelajari. Penerapan Student Team Achievement Division (STAD) dalam proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan tipe koopertif yang lain. Student Team Achievement Division (STAD) mempunyai ciri khusus pada akhir pembelajaran guru memberikan kuis. Seperti hal pembelajaran lainnya. Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Adapun persiapan-persiapan yang diungkapkan oleh Slavin (2008) adalah:
33
a. Perangkat Pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta jawabannya. b. Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota kelompok diusahakan agar siswa dalam kelompok adalah heterogen dan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan agama, jenis kelamin dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas agama dan latar belakang yang relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademis, yaitu : 1) Siswa dalam mata pelajaran dahulu dirangking sesuai kepandaian dalam setiap mata pelajaran. Tujuannya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai dan digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok. 2) Menentukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok
atas,
kelompok
menengah
dan
kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25 % dari seluruh siswa yang diambil rangking satu,
34
kelompok tengah 50 % dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah. c. Menentukan skor awal Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat dijadikan skor awal d. Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan model pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. e. Kerja Kelompok Untuk
mencegah
adanya
hambatan
pada
model
pembelajaran kooperatif tipe STAD terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk labih jauh mengenal masing-masing kelompok.
35
Sedangkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif model STAD yang diungkapkan menurut Slavin (2009) ada 5 langkah pelaksanaan adalah sebagai berikut: a. Persiapan Pada tahap ini guru memulainya dengan menyampaikan kepada siswa apa yang hendak dipelajari dan mengapa hal itu penting. Selanjutnya guru menyampaikan secara khusus tujuan pembelajaran. Guru membangkitkan motivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi apa yang akan mereka pelajari. Kemudian dilanjutkan dengan memberikan apersepsi sebagai pengantar menuju materi. b. Penyajian Materi Dalam mengembangkan materi pembelajaran perlu ditekankan beberapa hal sebagai berikut: 1) mengembangkan
materi
pembelajaran
sesuai
dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok 2) menekankan bahwa belajar adalah memahami makna dan bukan sekadar hafalan 3) memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa 4) memberi
penjelasan
atau
alasan
mengapa
jawaban itu benar atau salah dan beralih pada
36
materi berikutnya jika siswa telah memahami masalah yang ada. c. Tahap Kerja Kelompok Pada tahap ini, siswa diberi kertas kerja sebagai bahan yang akan dipelajari dalam bentuk open-ended tasks. Dalam kerja kelompok ini siswa saling berbagi tugas, saling bantu menyelesaikan tugas dengan target setiap anggota kelompok mampu memahami materi secara benar. Pada tahap ini guru harus mampu berperan sebagai fasilitator dan motivator kerja kelompok. Selanjutnya langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh guru adalah sebagaiberikut: 1) Mintalah anggota kelompok untuk memindahkan meja/bangku agar mereka berkumpul menjadi satu kelompok. 2) Berilah waktu lebih kurang 10 menit untuk memilih nama kelompok 3) Bagikan lembar kegiatan siswa. 4) Serahkan pada siswa untuk bekerja sama dalam pasangan, bertiga atau satu kelompok utuh, tergantung pada tujuan yang sedang dipelajari. Jika mereka mengerjakan soal, masing-masing siswa harus mengerjakan soal sendiri
37
dan
kemudian dicocokkan dengan temannya. Jika salah
satu
tidak
dapat
mengerjakan
suatu
pertanyaan, teman satu kelompok bertanggung jawab menjelaskannya. Jika siswa mengerjakan dengan jawaban pendek, maka mereka lebih sering bertanya dan kemudian antara teman saling bergantian
memegang
lembar
kegiatan
dan
berusaha menjawab pertanyaan itu. 5) Tekankan pada siswa bahwa mereka belum selesai belajar sampai mereka yakin teman-teman satu kelompok dapat mencapai nilai sampai 100 pada kuis. Pastikan siswa mengerti bahwa lembar kegiatan tersebut untuk belajar tidak hanya untuk diisi dan diserahkan. Jadi penting bagi siswa mempunyai lembar kegiatan untuk mengecek diri mereka dan teman-teman sekelompok mereka pada saat mereka belajar. Ingatkan siswa jika mereka
mempunyai
pertanyaan,
mereka
seharusnya menanyakan teman sekelompoknya sebelum bertanya guru. 6) Sementara siswa bekerja dalam kelompok, guru berkeliling dalam kelas. Guru sebaiknya memuji kelompok yang semua anggotanya bekerja dengan
38
baik, yang anggotanya duduk dalam kelompoknya untuk mendengarkan bagaimana anggota yang lain bekerja dan sebagainya. d. Tahap Tes Individu Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara individual atau quiz mengenai
materi
yang
telah
dipelajari
dengan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan open-ended tasks dimana tes individu dilakukan pada akhir setiap pertemuan. Tujuannya agar siswa dapat menunjukkan pemahaman dan apa yang telah dipelajari sebelumnya. Skor yang diperoleh siswa setiap individu ini didata dan diarsipkan sebagai
bahan untuk
perhitungan skor
kelompok. e. Tahap Penghargaan Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok. Skor kelompok adalah rata-rata dari peningkatan individu dalam kelompok tersebut. Penghargaan diberikan pada anggota tim yang paling baik/berprestasi. Penghargaan kelompok dilakukan dalam tahapan berikut ini: 1) Menghitung skor individu kelompok.
39
2) Nilai
perkembangan
individu
dihitung
berdasarkan selisih perolehan skor tes awal dan tes berikutnya, sehingga setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk member sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Adapun kelemahan pembelajaran Kooperatif tipe STAD menurut Kagan ataupun Slavin dalam bukunya Kauchak (1998) mengatakan adanya masalah menetapkan metode belajar bersama di kelas yaitu ramai, gagal untuk saling mengenal, perilaku yang salah dan penggunaan waktu yang tidak efektif, Ramai, biasanya yang dihasilkan dalam interaksi siswa yang produktif. Penggunaan waktu yang tidak efektif oleh siswa terjadi karena siswa yang bergurau dan bermain sendiri sedangkan siswa lainnya sibuk melakukan aktivitas kelompok. Sedangkan
Soewarso
(1998)
dalam
disertasinya
mengemukakan kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran kooperatif bukanlah obat yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil. b. Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berfikir tidak dapat berlatih belajar mandiri.
40
c. Pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi. d. Pembelajaaran kooperatif tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat. e. Penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya. Soewarso
(1998)
dalam
disertasinya
mengungkapkan
keuntungan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: a. Pelajaran kooperatif membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas. b. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya. c. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama. d. Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
41
e. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. f. Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuannya g. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor siswa dalam belajar bekerja sama. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi kelemahan-kelemahan, pelaksanaan pembelajaran kooperatif tidak digunakan dalam pelajaran PKn setiap hari. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan satu bulan hanya beberapa kali. Untuk mengejar materi dapat dilakukan pembelajaran ceramah. Sedangkan dari keuntungan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan bagi seluruh anggota untuk mampu bekerja sama, bersosialisasi antar teman, belajar untuk saling berbagi pengetahuan dengan sesama anggota kelompoknya. 2.2.3. Metode Ekspsositori Metode Ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. (Suyitno, 2004)
42
Dalam
kegiatan
belajar
mengajar
dengan
metode
ekspositori, kegiatan belajar mengajar masih terpusat pada guru sebagai pemberi informasi. Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal. Siswa tidak hanya mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individual, menjelaskan lagi kepada siswa secara individual atau klasikal. Adapun karakteristik metode Ekspositori
dalam Surya
Dharma (2008) adalah a. Metode
Ekspositori
dilakukan
dengan
cara
menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan metode ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah. b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang. c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran
itu
pembelajaran
43
sendiri. berakhir
Artinya, siswa
setelah
diharapkan
proses dapat
memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan Metode Ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam metode ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui metode ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama metode ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Adapun dalam Surya Dharma (2008) prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan
oleh
guru
dalam
penggunaan
metode
Ekspositori adalah: a. Berorientasi pada Tujuan b. Prinsip Komunikasi c. Prinsip Kesiapan d. Prinsip Berkelanjutan Langkah-langkah metode Ekspositori dalam Surya Dharma (2008) adalah sebagai berikut: a. Persiapan (Preparation) Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam Metode Ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat
44
penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode Ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya adalah: 1) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif. 2) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai. 3) Bukalah file dalam otak siswa. b. Penyajian (Presentation) Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu: 1) penggunaan bahasa 2) intonasi suara, 3) menjaga kontak mata dengan siswa, dan 4) menggunakan joke-joke yang menyegarkan.
45
c. Korelasi (Correlation) Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
Langkah
korelasi
dilakukan
untuk
memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa. d. Menyimpulkan (Generalization) Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti {core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam metode Ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian e. Mengaplikasikan (Application) Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses metode Ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan
46
dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya: 1) membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, 2) memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan. Sedangkan untuk kelemahan dari metode Ekspositori adalah: a. Metode pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan metode lain. b. Metode ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta perbedaan gaya belajar. c. Karena metode ini lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi, hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis. d. Keberhasilan metode Ekspositori sangat tergantung kepada apa yang dimiliki guru, seperti persiapan,
47
pengetahuan, rasa percaya diri, semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemampuan bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas.
Tanpa
itu
sudah
dapat
dipastikan
proses
pembelajaran tidak mungkin berhasil. e. Oleh karena gaya komunikasi metode pembelajaran Ekspositori lebih banyak terjadi satu arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki siswa akan terbatas
pada
apa
yang
diberikan
guru.
(Surya
Dharma,2008) Adapun untuk kebaikan dari penarapan Metode Ekspositori adalah: a. Dengan metode Ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. b. Metode Ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang dimiliki untuk belajar terbatas. c. Melalui metode Ekspositori selain siswa dapat mendengar melalui penuturan tentang suatu materi pelajaran, juga
48
sekaligus siswa bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi). d. Keuntungan lain adalah metode pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar. (Surya Dharma,2008)
2.3. Pendidikan Kewarganegaraan 2.3.1. Pengertian Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat interdisipliner ilmu-ilmu sosial pada disiplin
yang secara struktural bertumpu
ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik
untuk aspek hak dan kewajiban (Abdul Asis dkk,2011). Menurut Peraturan
Pemerintah
No
19
tahun
2005,
Pendidikan
kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warga
negara
yang
memahami
dan
mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi wag negara Indonesia yang cerdas terampil dan kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Menurut Haris Bakti (2009) Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik,
49
baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. 2.3.2. Tujuan Pelajaran Kewarganegaraan Mata pelajaran PKn juga memiliki tujuan yang mana dipaparkan Depdiknas ( Sulasmono : 2008 ), yaitu mengembangkan kompetensi sebagai berikut: a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggap isu kewarganegaraan; b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara tegas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter – karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa – bangsa lainnya; d. Berinteraksi dengan bangsa – bangsa lain dalam percaturan dunia
secara
langsung
atau
tidak
langsung
dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. 2.3.3. Ruang
Lingkup
Isi
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan Selain aspek kompetensi yang perlu dikembangkan, maka perlu juga diketahui ruang lingkup atau isi mata pelajaran PKn yaitu yang mencakup dimensi politik, hukum, dan moral. Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek – aspek sebagai berikut:
50
a.
Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
b.
Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan – peraturan daerah, Norma – norma dalam kehidupan bangsa dan negara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan Internasional.
c.
Hak asasi manusia, meliputi; Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat,Instrumen nasional dan internasional
HAM,
Pemajuan,
penghormatan
dan
perlindungan HAM. d.
Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga
diri
berorganisasi,
sebagai
warga
Kemerdekaan
masyarakat,
Kebebasan
mengeluarkan
pendapat,
Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warganegara. e.
Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
51
f.
Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
g.
Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h.
Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
2.4. Kajian Relevan 1. Penelitian yang dilakukan Hesti Setianingsih (2007) dengan judul Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD pada
Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 1 Slawi Tahun Pelajaran 2006/2007. Memperoleh
kesimpulan
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Ekspositori
52
2. Penelitian yang dilakukan Retno Listiyani (2010) dengan judul Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD Dan
Kemampuan Numerik Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas Xi SMA N I Banguntapan Pada Materi Pokok Turunan Fungsi Komposisi Dengan Aturan Rantai. Memperoleh kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar matematika antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) lebih baik dari pada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Ekspositori. 3. Penelitian yang dilakukan Ahmad Haris Bhakti (2009) dengan judul Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ( Student Team Achievement Division ) Dan Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Ditinjau Dari Minat Belajar Siswa SMP Negeri Di Kecamatan Ngawi diperoleh kesimpulan ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Secara umum prestasi belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada kelompok siswa yang belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif Jigsaw. 4. Penelitian yang dilakukan Riska Larasati N.S. dengan judul Analisis Metode Pembelajaran Kooperatif
53
Tipe STAD Dan Pengaruhnya
Terhadap Upaya Peningkatan Hasil Belajar Akuntansi Dalam Pokok Bahasan Pencatatan Transaksi Perusahaan Dagang Mata Pelajaran Akuntansi pada Siswa Kelas II Semester I SMU Negeri 7 Purworejo. Dalam penelitian ini memperoleh kesimpulan rata-rata prestasi belajar kelompok eksperimen lebih baik dari pada kelompok kontrol atau rata-rata prestasi belajar siswa mata pelajaran Akuntansi yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Akuntasi yang menggunakan metode ceramah.
2.5. Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini guru mengunakan dua kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kegiatan pembelajaran untuk di kelas kontrol dikenai dengan menggunakan Metode Ekspositori,sedangkan kelas Eksperimen dikenai pembelajaran kooperatif model STAD. Dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Kelas Eksperimen
Pretes
Pembelajaran kooperatif model STAD
Postes
Uji beda hipotesis Kelas Kontrol
Metode Ekspositori
Pretes
54
Postes
Dari kedua kelas tersebut yaitu kelas kelas eksperimen dan kontrol dikenai pretes digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan yang dimiliki siswa sebelum guru melakukan penelitian, Apakah kemampuan yang dimiliki siswa antara kedua kelas tersebut seimbang atau tidak. Setelah pemberian pretes diberikan perlakuan yaitu kelas eksperimen dikenai dengan pembelajaran megunakan metode STAD. Kelas kontrol dikenai dengan pembelajaran mengunakan metode Ekspsitori. Untuk kelas eksprimen yang digunakan adalah kelas X4 dengan di kenai Pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah merupakan pendekatan kooperatif yang sederhana. Kinerja guru yang mengunakan STAD mengacu pada belajar kelompok, menyajikan informasi akademik baru pada siswa dengan menggunakan prosentase verbal atau tes. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu persiapan, penyajian materi, kerja kelompok, test individu, penghargaan. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif model STAD lebih terpusat pada murid, jadi disini murid di tuntut untuk berfikir kritis dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Untuk kelas kontrol yang digunakan adalah kelas X3 dengan dikenai Metode Ekspositori. Secara teori metode Ekspositori adalah pembelajaran yang digunakan dengan memberikan keterangan terlebih dahulu definisi, prinsip dan konsep materi pelajaran serta memberikan contoh-contoh latihan pemecahan masalah dalam bentuk ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan penugasan. Dalam pembelajaran pada prinsispnya sama dengan metode
55
ceramah atau metode konvensonal lainya yaitu masih berpusat pada guru sedangkan murid lebih banyak mendengarkan ceramah dari guru. Setelah pemberian perlakuan diberikan postes ini digunakan untuk mengukur seberapa besar keberhasilan guru dalam menerapkan dua pembelajaran dan seberapa besar siswa menguasai materi yang dijelaskan oleh guru. Dari kedua pembelajaran tersebut yaitu STAD dan Metode Ekspositori dibandingkan apakah ada pengaruh atau perbedaan secara signifikan terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa.
2.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka teori yang sudah disusun maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Ada pengaruh secara signifikan
metode STAD
terhadap prestasi
belajar siswa 2. Ada pengaruh secara signifikan metode Ekspositori terhadap prestasi belajar siswa. 3. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara Metode Ekspositori dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap prestasi belajar siswa.
56