BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keinginan Pindah Tempat Kerja (Intention Turnover) Keinginan (intention) merupakan fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu: pertama sikap individu terhadap perilaku, kedua adalah persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan, dan yang ketiga adalah aspek kontrol perilaku yang dihayati. Menurut Ajzen dan Fishbein (1991) dalam teori perilaku terencana (theory of planned behavior), sikap dan kepribadian seseorang berperilaku terhadap perilaku tertentu hanya jika tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan erat dengan perilaku. Faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan individu dalam teori perilaku terencana adalah keinginan untuk menampilkan perilaku tertentu. Keinginan diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Keinginan merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan perilaku. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut. Menurut Karr S.B, ada lima determinan perilaku. Pertama, adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus di luar dirinya. Kedua, adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Ketiga, terjangkaunya informasi (accessibility of information). Keempat, adanya otonomi
8 Universitas Sumatera Utara
atau kebebasan peribadi (personnal autonomy) untuk mengambil keputusan. Kelima, adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Menurut Tai, Barne dan Robbin (1998) dalam Adi dan Kristiani (2006), keinginan pindah tenaga kesehatan dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan), lama kerja, pelatihan kerja, profesionalisme, pengungkapan kebutuhan pribadi, jarak tempat kerja, keinginan dan dinyatakan untuk tinggal di organisasi. Variabel lain yaitu variabel organisasi kerja meliputi: kompensasi yang diberikan organisasi, kesempatan promosi karier dan komitmen organisasi. Berdasarkan teori tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat untuk memutuskan pindah kerja di suatu rumah sakit tidak terlepas dari faktor yang bersifat internal (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendapatan) dan eksternal (lingkungan kerja). 2.2 Pengertian Keinginan Pindah Tempat Kerja Keinginan adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Menurut Mobley (1982) keinginan turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mueller (2003) yang mengutip pendapat Steel (2002), penelitian mengenai proses turnover sebaiknya dimulai ketika karyawan baru mulai bekerja atau menjadi anggota organisasi. Keinginan pindah ada di bawah kontrol individu, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih cepat dan relatif mudah diprediksi dibanding perilaku turnovernya. Menurut Mobley (1982) dalam Jewell dan Steagell (1998) pindah kerja (turnover) adalah fungsi dari gaya tarik positif pekerjaan alternatif dan bukannya pelarian, penghindaran atau penarikan diri dari pekerjaan sekarang dan tidak memuaskan dan penuh stress. Klasifikasi pindah kerja antara lain pindah kerja sukarela yang didasarkan atas kemauan sendiri dengan alasan kompensasi, kenyamanan kerja, masalah kepemimpinan dan organisasi dan tidak sukarela, yaitu pindah atas intervensi organisasi misalnya pemecatan, habis masa kontrak kerja, pensiun serta masalah medis/kematian. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa keinginan berpindah merupakan variabel paling berhubungan dan lebih banyak menerangkan varian perilaku turnover. Tingkat turnover adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas yang terjadi di organisasi tersebut, dan juga bisa mencerminkan kinerja dari organisasi (Pare dan Tremblay, 2001) Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam bentuk tindakan pasti
Universitas Sumatera Utara
meninggalkan organisasi. Pengertian turnover tradisional mengasumsikan bahwa orang meninggalkan organisasi karena alasan yang sukarela dan yang tidak sukarela. 2.3. Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Pindah Tempat Kerja Menurut Mobley (1986) ada banyak faktor yang membuat individu memiliki keinginan untuk berpindah. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah: 1. Karakteristik Individu Organisasi merupakah wadah bagi individu untuk mencapai tujuan, baik tujuan pribadi maupun organisasi. Individu dengan karakter sendiri dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan. Berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa ke dalam tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan, pribadi, dan penghargaan kebutuhan dan pengalaman masa lainnya. Menurut Tai, Barne dan Robbin (1998) dalam Adi dan Kristiani (2006), keinginan pindah tenaga kesehatan dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan), lama kerja, pelatihan kerja, profesionalisme, pengungkapan kebutuhan pribadi, jarak tempat kerja, keinginan dan dinyatakan untuk tinggal di organisasi. Variabel lain yaitu variabel organisasi kerja meliputi: kompensasi yang diberikan organisasi, kesempatan promosi karier dan komitmen organisasi.
Universitas Sumatera Utara
a. Umur Menurut Tai, et al. (1998) umur merupakan salah satu karakteristik personal yang mempengaruhi keinginan pindah tenaga kerja. Menurut Sunarto (2004) usia pekerja atau sumber daya manusia suatu organisasi berhubungan terbalik dengan kemangkiran dari pekerjaannya dan migrasi ke lokasi kerja lainnya. Semakin tua usia seorang pekerja, maka semakin sedikit kesempatan atau alternatif pekerjaan bagi mereka. Maier (1971) mengemukakan pekerja muda memiliki tingkat perpindahan yang lebih tinggi dari pekerja yang usianya relatif lebih tua. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dan keinginan pindah dengan arah hubungan negatif. Artinya semakin tinggi usia seseorang semakin rendah keinginan pindahnya. Karyawan yang lebih muda memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berpindah. Hal ini diesebabkan pekerja yang lebih tua enggan untuk melakukan perpindahan kerja karena berbagai alasan seperti tanggung jawab keluarga, mobilitas yang menurun, tidak mau repot pindah kerja dan memulai pekerjaan di tempat baru, atau karena energi yang berkurang, dan senioritas di tempat kerja belum tentu di dapatkan meskipun gaji dan fasilitas lebih baik (Mobley, 1986). b. Pendidikan Menurut Tai, Barne dan Robbin (1998) dalam Adi dan Kristiani (2006), keinginan pindah tenaga kesehatan dipengaruhi oleh pendidikan. Secara umum perpindahan perawat di Indonesia cenderung didominasi oleh pendidikan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi karena memiliki peluang yang lebih besar untuk memperoleh kesempatan untuk bekerja di tempat yang dianggap lebih baik. Selain itu, jumlah perawat yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif lebih tinggi lebih sedikit, sehingga memiliki tingkat persaingan yang lebih rendah dalam memperoleh pekerjaan. c. Status Perkawinan Beberapa penelitian menunjukkan bahwa karakteristik individu berhubungan dengan keinginan pindah tenaga kerja suatu organisasi, baik organisasi privat maupun publik. Penelitian Ali dan Kristiani (2006) bahwa ada hubungan antara status perkawinan dengan keinginan pindah kerja pada tenaga kesehatan. Dilihat dari status perkawinan, tenaga kesehatan yang tidak kawin mempunyai peluang 2,4 kali lebih besar ingin pindah kerja dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berstatus kawin. Menurut Mobley (1982:77), determinan turnover karyawan, termasuk perawat, dipengaruhi oleh karakteristik individu, seperti, status perkawinan. 2. Lingkungan Kerja Menurut MacCarthy, dkk. (2002), karakteristik pekerjaan adalah ciri-ciri dari lingkungan pekerjaan yang meliputi lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik meliputi suasana kerja dilihat dari faktor fisik seperti keadaan suhu, cuaca, kontruksi bangunan dan temperatur lokasi pekerjaan. Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja seprofesi, dan kualitas kehidupan kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Thai, et al. (1998), beberapa indikator dari karakteristik pekerjaan yaitu beban kerja, rutinitas kerja, imbalan yang diterima dan hubungan kerja seprofesinya. Secara keseluruhan berdampak terhadap kualitas kehidupan kerjanya yang
dilihat
dari
keamanan
kerja,
kenyamanan
dan
kesempatan
untuk
mengembangkan diri pekerja. Beberapa karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi keinginan pindah karyawan/tenaga suatu organisasi adalah sebagai berikut: a) Beban Kerja Beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang berlebihan dari tugas pokok dan fungsinya pada batas waktu tertentu. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stress. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit ”kuantitatif” yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/terlalu sedikit ”kualitatif”, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stress. Implikasi dari gejala psikologis tersebut mencetus terjadinya kebosanan terhadap pekerjaannya dan akhirnya dapat berpotensi
Universitas Sumatera Utara
terhadap keinginan pindah kerja atau ketidakhadiran secara terus-menerus (Munandar, 2001) Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat pada saat-saat tertentu, dalam hal tertentu waktu akhir (deadline) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif (Munandar, 2001) Beban kerja terlalu sedikit juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan kurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal bertindak tepat dalam keadaan darurat. Beban kerja berlebihan merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia semakin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak (Munandar, 2001).
Universitas Sumatera Utara
b) Lama Bekerja U.S Civil Service Commission (1977) menyatakan bahwa pada setiap kelompok tertentu dari orang-orang yang dipekerjakan, dua pertiga sampai tiga perempat bagian dari mereka yang kelaur terjadi pada akhir tiga tahun pertama masa bakti. Berdasarkan data ini, lebih dari setengahnya sudah terjadi pada akhir tahun pertama. Hasil penelitian Prihastuti (1992) menunjukkan adanya korelasi yang negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat (Parson, 1985). Interkasi dengan usia, kurangnya sosialisasi awal merupakan keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya perpindahan tersebut. Karyawan sering pula menemukan harapan-harapan mereka terhadap pekerjaan atau perusahaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Disamping itu, umumnya pekerja-pekerja baru itu masih muda usianya, masih punya keberanian untuk mencari perusahaan dan pekerjaan yang sesuai dengan yang diharapkan. Sebaliknya pekerja-pekerja yang dapat bertahan lama bekerja di suatu perusahaan, merupakan pekerja yang berhasil menyeseuaikan dirinya dengan perusahaan dan pekerjaanya. Mereka juga mempunyai kebangaan atas senioritas mereka, karena itu mereka mempunyai tanggung jawab yang lebih besar daripada pekerja-pekerja baru.
Universitas Sumatera Utara
Akibatnya secara langsung mereka enggan untuk berpindah ke perusahaan yang lain (Handoyo, 1987). c) Dukungan Sosial Manusia diciptakan sebagai mahluk sosial membutuhkan dukungan orang lain, termasuk keluarga. Demikian juga dengan karyawan/tenaga suatu organisasi, mereka membutuhkan dukungan dari pasangan, keluarga, teman, rekan kerja dan atasan. Dukungan sosial menunjukkan hubungan untuk membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan. Dukungan ini bersifat langsung maupun tidak langsung. Menurut Istijanto (2006) yang mengutip pendapat Ganster (1986) bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendukung aspek psikologis tenaga/karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi,
termotivasi
dan
mempunyai
komitmen
yang
tinggi
terhadap
organisasinya. Sedangkan karyawan/tenaga yang kurang atau tidak mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya adalah tingginya absensi kerja, keinginan pindah tempat kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja. d) Kompensasi Dalam buku manajemen sumber daya manusia, insentif merupakan bagian dari imbalan. Secara umum imbalan dibagi menjadi dua kategori, yaitu imbalan langsung, yang terdiri dari komponen imbalan yang diterima secara langsung, rutin atau periodik oleh pekerja/karyawan dan tidak langsung, terdiri dari komponen
Universitas Sumatera Utara
imbalan yang diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada karyawan. Berikut ini dua penjelasan dari dua kategori imbalan tersebut, yaitu: pertama, imbalan langsung, terdiri dari: (a) upah/gaji pokok; (b) tunjangan tunai sebagai suplemen upah/gaji yang diterima setiap bulan atau minggu; (c) tunjangan hari raya dan hari keagamaan lainnya; (d) bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja atau kinerja perusahaan; (e) insentif sebagai penghargaan untuk prestasi termasuk komisi. Kedua, imbalan tidak langsung, terdiri dari: (a) fasilitas/kemudahan seperti transportasi, pemeliharaan kesehatan dan lain sebagainya; (b) upah/gaji yang tetap diterima oleh pekerja selama cuti dan izin meninggalkan pekerjaan; (c) bantuan dan santunan untuk musibah, pendidikan gratis dan asuransi (Ruky, 2001). Pemberian imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat penting, mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan atas sesuatu dari organisasi, sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja. Imbalan selain berbentuk uang dapat juga berupa fasilitas dan bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Masalah pengelolaan imbalan sangat penting bukan hanya merupakan dorongan utama seseorang untuk menjadi karyawan/tenaga, tetapi juga karena imbalan yang diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan kegairahan kerja para personil organisasi (Sunarto, 2005). Menurut Zeffane (1994), kompensasi merupakan bagian yang sangat mempengaruhi terjadinya perpindahan tenaga kerja. Secara teoritis faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya perpindahan tenaga kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja, faktor
Universitas Sumatera Utara
institusi yakni kondisi ruang kerja, upah (insentif), ketrampilan kerja, supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti, inteligensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. Perpindahan kerja sukarela juga dapat disebabkan karena alasan-alasan upah yang lebih baik di tempat lain, kondisi kerja yang lebih baik di organisasi lain, masalah dengan kepemimpinan/administrasi yang ada, serta adanya organisasi lain yang lebih baik. Sedangkan perpindahan kerja secara sukarela yang tidak dapat dihindari disebabkan oleh alasan-alasan: pindah ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan arah karier individu, harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan/anak, dan kehamilan (Suwandi dan Indriartoro, 1999). 2.4.
Perawat dan Keperawatan Perawat adalah seorang yang telah mampu menempuh serta lulus pendidikan
formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsiko, sosiokultural, dan spiritual yang komprehensif, baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan atau mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Keperawatan juga dapat dipahami sebagai pelayanan/asuhan profesional yang bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan obyektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis, dan moral. Hal ini dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas perawat melalui pendidikan lanjutan pada program pendidikan Ners (Nursalam, 2007). 2.4.1
Hak dan Kewajiban Perawat Hak dan kewajiban perawat telah diatur secara rinci dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Hak dan kewajiban tersebut adalah: a. Hak perawat adalah: 1. Memperoleh perlindungan hukum yang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi. 2. Mendapat jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya. 3. Mendapat perlakuan adil dan jujur oleh pimpinan sarana kesehatan, klien/pasien, dan atau keluarganya. 4. Menerima imbalan jasa pelayanan keperawatan. 5. Mendapat hak cuti dan hak kepegawaian.
Universitas Sumatera Utara
6. Memperoleh kesempatan mengembangkan diri melalui pendidikan formal dan informal. 7. Menjaga privasi profesional sebagai perawat. 8. Mendapat pelayanan pemeriksanaan secara rutin. 9. Menuntut jika nama baiknya dicemarkan oleh klien/pasien atau tenaga kesehatan lainnya. 10. Menolak pihak lain yang memberi anjuran atau permintaan tertulis untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan, standar profesi, dan kode etik profesi. 11. Mendapat informasi yang benar dan jujur dari klien. 12. Dilibatkan secara aktif dalam penyusunan kebijakan kesehatan di sarana kesehatan. 13. Memperoleh kesempatan dalam pengembangan karir sesuai bidang profesi di sarana kesehatan. b. Kewajiban perawat adalah: 1. Perawat wajib memiliki Surat Ijin Perawat (SIP), Surat Ijin Kerja (SIK), dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP). 2. Perawat wajib menghormati hak pasien. 3. Perawat wajib merujuk pada kasus yang tidak dapat ditangani. 4. Menyimpan rahasia klien. 5. Memberikan informasi kepada klien sesuai batas kewenangannya.
Universitas Sumatera Utara
6. Meminta persetujuan setiap tindakan keperawatan. 7. Mencatat/mendokumentasikan semua tindakan keperawatan. 8. Mematuhi standar profesi dan kode etik keperawatan. 9. Meningkatkan pengetahuan. 10. Melakukan pertolongan darurat yang mengancam jiwa pasien/klien. 11. Melaksanakan program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan. 12. Menaati semua peraturan perundang-undangan. 13. Mengumpulkan angka kredit profesi. 14. Menjaga hubungan kerja dengan sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.4.2
Fungsi dan Peran Perawat
1. Fungsi Perawat Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi perawatan kesehatan (Depkes, 2005). Dalam prakteknya, fungsi perawat terdiri atas tiga fungsi, yaitu: independen, interdependen, dan dependen (Praptianingsih, 2007).
Universitas Sumatera Utara
a.
Fungsi Independen Fungsi independen perawat adalah those activities that are considered to be
within nursing’s of diagnosis and treatment. Dalam fungsi ini, tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari tindakan yang diambil. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah: b. Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasien/keluarganya dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan. c. Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki kesehatan. d. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari. e. Mendorong untuk berperilaku secara wajar. b. Fungsi Interdependen Fungsi interdependen perawat adalah carried out conjuction with other health team members. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lainnya berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter. Sebagai sesama tenaga kesehatan, masing-masing tenaga kesehatan mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai dengan bidang ilmunya.
Universitas Sumatera Utara
Pasien menjadi fokus upaya pelayanan kesehatan. Contohnya, untuk menangani ibu hamil yang menderita diabetes, perawat bersama tenaga gizi berkolaborasi membuat rencana untuk menentukan kebutuhan makanan yang diperlukan bagi ibu dan perkembangan janin. Ahli gizi memberikan kontribusi dalam perencanaan makanan dan perawat mengajarkan pasien memilih makan sehari-hari. Dalam fungsi ini, perawat bertanggung jawab secara bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain terhadap kegagalan pelayanan kesehatan terutama untuk bidang keperawatannya. c. Fungsi Dependen Fungsi dependen perawat adalah the perfomed based on the physician’s order. Dalam fungsi ini, perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter. Setiap tindakan perawat yang berdasarkan perintah dokter, dengan menghormati hak pasien tidak termasuk dalam tanggung jawab perawat. 2.
Peran Perawat Aktifitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan,
praktek keperawatan, pengelola institusi keperawatan, pendidikan klien, serta kegiatan penelitian di bidang keperawatan (Nursalam, 2007):
Universitas Sumatera Utara
a. Peran Pelaksana Peran ini dikenal dengan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga, dan masyarakat, dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran ini, perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate, communicator, dan rehabilitator. Perawat sebagai comforter, berperan memberi kenyamanan dan rasa aman pada klien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban klien agar terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peran sebagai communicator, perawat bertindak sebagai penghubung antara klien dengan anggota kesehatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan keberadaan perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan selama 24 jam, sedangkan rehabilitator, berhubungan erat dengan tujuan pemberian keperawatan, yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal. b. Peran sebagai Pendidik Perawat berperan sebagai pendidik dalam mendidik individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini berupa penyuluhan kepada klien, maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
c. Peran sebagai Pengelola Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai dengan manajemen keperawatan dalam kerangka
paradigma
keperawatan.
Sebagai
pengelola,
perawat
melakukan
pemantauan dan menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan serta mengorganisasikan dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. Secara umum, pengetahuan perawat tentang fungsi, posisi, lingkup kewenangan, dan tanggung jawab sebagai pelaksana belum maksimal. Mayoritas perawat hampir tidak berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. d. Peran sebagai Peneliti Perawat sebagai peneliti di bidang keperawatan diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi di bidang kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan profesi keperawatan. 2.4.3. Standar Kompetensi Perawat Berdasarkan Surat Keputusan DPP PPNI No. 03/DPP/SK/I/1996, maka standar keperawatan di Indonesia dikategorikan menjadi empat jenis standar, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1) Standar Pelayanan Kesehatan 2) Standar Praktik Keperawatan 3) Standar Pendidikan Keperawatan 4) Standar Pendidikan Berkelanjutan Bagi Keperawatan. Dalam praktik keperawatan, standar tersebut terdiri atas: a. Standar 1: Pengumpulan data tentang kesehatan klien/pasien dilakukan secara
sistematis
dan
berkesinambungan.
Data
yang
diperoleh
dikomunikasikan dan dicatat. b. Standar 2: Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan. c. Standar 3: Rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan. d. Standar 4: Rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan pendektatan tindakan keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang disusun berdasarkan diagnosis keperawatan. e. Standar 5: Tindakan keperawatan memberi kesempatan klien atau pasien untuk berpartisipasi dalam peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan. f. Standar 6: Tindakan keperawatan membantu klien atau pasien untuk mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat. g. Standar 7: Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan oleh klien atau pasien dan perawat.
Universitas Sumatera Utara
h. Standar 8: Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberi arah untuk melakukan pengkajian ulang, pengaturan kembali urutan prioritas, penetapan tujuan baru, dan perbaikan rencana asuhan keperawatan (Nursalam, 2007). 2.5 Rumah Sakit Rumah sakit bukan hanya sebuah tempat, tetapi sebuah fasilitas, sebuah institusi, sebuah organisasi yang padat karya, pada modal, padat pakar, pada teknologi dan padat masalah (Aditama, 2003). Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Sebuah rumah sakit juga dapat diartikan sebuah organisasi yang memiliki strukur, sumber daya manusia (dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya), fasilitas dan berbagai bidang lainnya. Kehadiran tenaga kesehatan, yaitu perawat, di rumah sakit menjadi bagian yang sama dengan posisi tenaga kerja pada organisasi/perusahaan (Loebis, 2004). Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu: rumah sakit pemerintah dan swasta. Rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan kapasitas dan jenis pelayanan yang disediakan, terdiri dari: klas A, B, C, D dan E. Untuk rumah sakit swasta diklasifikasikan atas dasar derajat perbedaan kemampuan, ketengaan dan sarana atau peralatan terdiri dari: rumah sakit utama, madya dan pratama (Loebis, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Klasifikasi RS Pemerintah Menurut Departemen Kesehatan RI Klasifikasi Kapasitas Pengelola Klas A 1000-1500 TT Depkes RI Klas B 400-1000 TT Pemda Tk. I Klas C 100-400 TT Pemda Tk. I dan Tk II Klas D 25-100 TT Pemda Tk II Klas E Rumah Sakit Khusus Depkes RI
Tabel 2.2. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta Penggolongan Sifat Pelayanan RS Utama Medis Spesialis dan Sub Spesialis RS Madya 4 Cabang Spesialis dan Medis Umum RS Pratama Medis Umum Sumber: Loebis, 2004 Menurut data Dinas Kesehatan Kota Medan, pada tahun 2005, tercatat jumlah rumah sakit di Kota Medan sebanyak 50 rumah sakit. Terdiri dari 8 rumah sakit pemerintah dan 42 rumah sakit swasta. 2.6 Landasan Teori Arti keinginan adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Menurut Mobley (1982) keinginan turnover adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela maupun tidak sukrela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Menurut Tai, Barne dan Robbin (1998) dalam Adi dan Kristiani (2006), keinginan pindah tenaga kesehatan dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur,
Universitas Sumatera Utara
jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan), lama kerja, pelatihan kerja, profesionalisme, pengungkapan kebutuhan pribadi, jarak tempat kerja, keinginan dan dinyatakan untuk tinggal di organisasi. Variabel lain yaitu variabel organisasi kerja meliputi: kompensasi yang diberikan organisasi, kesempatan promosi karier dan komitmen organisasi. 2.7 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu, karakteristik perawat (umur, pendidikan dan status perkawinan) dan lingkungan kerja perawat (beban kerja, lama kerja, dukungan sosial dan kompensasi), sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah keinginan pindah perawat. Hal ini ditentukan berdasarkan pada teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pindah kerja pada tenaga kerja yang dikemukakan oleh Mobley. Menurut Mobley (1982), faktor-faktor yang membuat individu memiliki keinginan pindah kerja antara lain, karakteristik individu (umur, pendidikan, status perkawinan), lingkungan kerja (beban kerja, lama kerja, dukungan sosial, kompensasi).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik Perawat - Umur - Pendidikan - Status Perkawinan Keinginan Pindah Perawat Lingkungan Kerja - Beban Kerja - Lama Kerja - Dukungan Sosial - Kompensasi
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara