ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit TB paru 2.1.1 Pengertian penyakit TB paru Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular kronik yang disebabkan oleh kuman M. tb. Sebagian besar kuman TB paru menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara lewat saluran pernafasan ke dalam paru. Kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas bronkus atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Penyakit TB paru dapat menyerang semua kelompok umur (Idris, 2002; Rumulo, 2005). 2.1.2 Patogenesis TB paru Alur masuknya kuman M.tb ke dalam tubuh adalah kuman masuk lewat saluran pernafasan dengan ukuran yang sangat kecil sampai (1-2 μm atau lebih kecil) untuk dapat mencapai saluran pernafasan paling bawah sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Droplet infection yang lebih banyak dihalau oleh saluran nafas bagian bawah melalui pertahanan fisik. Epitel saluran nafas mempunyai resistensi yang tinggi terhadap infeksi M.tb. Mycobacterium tuberculosis yang virulen mempunyai sifat sitotoksik terhadap sel alveolar tipe IL. Sifat antimikroba sel epitel saluran nafas (bronchus) terhadap M.tb secara
14 Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
langsung tidak ada, namun epitel bronchus mengeluarkan atau membentuk peptida antimicrobial yang mempunyai aktivitas sangat luas (Sanchez, 2009). Penyakit tuberkulosis dapat terjadi di hampir semua organ selama seminggu pertama infeksi. Pada kebanyakan pasien, infeksi primer terjadi asimtomatik atau gejala yang timbul sangat sedikit seperti demam, produksi sputum sedikit atau kering, dan kadang-kadang nyeri retrosternal. Infeksi primer menyebabkan pnemonia klinis pada 5%-10% pasien dewasa dan pada anak-anak. TB paru sekunder sering kali disebut sebagai reaktivasi penyakit dan terjadi pada 90% pasien TB paru (Wandawalo, 2006). 2.1.3. Konsep Penyebab Penyakit Pemahaman tentang penyebab penyakit sangat penting dalam bidang kesehatan tidak hanya untuk mencegah timbulnya penyakit, tetapi juga untuk mendiagnosis dan tindakan pengobatan yang benar. Penyebab penyakit adalah peristiwa, kondisi, sifat atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut yang dapat berperan penting dalam timbulnya penyakit. Logisnya suatu penyebab harus mendahului terjadinya sakit. Suatu sebab disebut sebagai “Sufficient” bila bisa menimbulkan atau memicu terjadinya suatu penyakit, dan disebut sebagai “Necessary” bila suatu penyakit tidak bisa timbul jika dia tidak ada. Suatu penyebab tidak selalu merupakan faktor tunggal, tetapi seringkali terdiri dari beberapa unsur. Proses kejadian penyakit menular dalam masyarakat ditentukan oleh beberapa unsur utama, yaitu adanya faktor penyebab penyakit (agent), sumber penularan (reservoir ataupun resources), cara penularan (mode of
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
transmission), cara meninggalkan pejamu dan cara masuk ke pejamu serta keadaan ketahanan pejamu itu sendiri (Beaglehole, 1993). Beaglehole (1993) menyatakan bahwa ada empat faktor yang sangat berperan sebagai penyebab penyakit. Keempat faktor tersebut adalah 1) Faktor kecenderungan (predisposing); seperti umur, jenis kelamin, penyakit sebelumnya yang bisa membuat seseorang peka terhadap suatu agent penyakit; 2) Faktor pendukung (enabling); seperti pendapatan rendah, gizi buruk, kondisi perumahan yang buruk dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai yang mendukung timbulnya penyakit. Keadaan yang mendukung penyembuhan penyakit atau perawatan kesehatan yang baik, juga termasuk dalam faktor enabling; 3) Faktor penyebab (precipitating); seperti pemaparan terhadap suatu agent penyakit tertentu atau bahan berbahaya beracun yang berhubungan dengan terjadinya penyakit; 4) Faktor penguat (reinforcing); seperti pemaparan berulang dan kerja berat dapat memperburuk suatu keadaan yang sudah terjadi. Kejadian suatu penyakit menurut Gordon (1950) yang dikutip oleh Azwar (1999) menyebutkan bahwa timbul tidaknya suatu penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang digambarkan dalam segi tiga yang dikenal dengan istilah segitiga epidemiologi yang saling mempengaruhi, yaitu: 1. Faktor pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat timbul serta perjalanan suatu penyakit. Faktor tersebut, yaitu; keturunan, daya tahan tubuh, umur, jenis kelamin, status gizi, pekerjaan, kebiasaan, dan lain-lain
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
2. Faktor bibit penyakit (agent) adalah suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan penyakit. Elemen tersebut dibagi menjadi dua yaitu; pertama adalah golongan Abiotik seperti golongan nutrient (kelebihan dan kekurangan gizi seperti karbohidrat, lemak, protein dan vitamin), chemical/kimia (peptisida, logam berat, obat-obatan), physical (suhu, kelembaban panas, radiasi, kebisingan), mechanical (pukulan tangan, kecelakaan, benturan, gesekan dan getaran), psychis (gangguan phisikologi, stress dan depresi) dan yang kedua adalah golongan biotik seperti; protozoa (plasmodium, amoeba), metazoa (arthopoda, helminthes), bakteri (salmonella, Mycobacterium tuberculosis), jamur (candida, tinia Algae, hystoplesosis dan sebagainya. Penyebab penyakit yang tergolong dalam biotik yaitu penyakit infeksi (infection disease). Penyakit infeksi ada yang bersifat menular (communicable disease), dan ada yang bersifat tidak menular (non communicable disease). Berat ringannya suatu penyakit infeksi sangat ditentukan oleh sifat bibit penyakit seperti patogenitas, virulensi dan lain-lain. 3. Faktor lingkungan (Environment) adalah agregat dari seluruh kondisi atau pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisme seperti cuaca, keadaan geografi, sosial ekonomi, dan sebagainya. Cara timbulnya suatu penyakit yang oleh Gordon (1950) digambarkan sebagai adanya interaksi antara tiga faktor utama, yaitu host, agent dan environment dapat diuraikan secara garis besar dalam model Gordon, sebagai berikut :
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
Host
Agent
Environment
Gambar 2.1 Pengungkit seimbang (masyarakat sehat) Sumber: Soemirat, 2008 Model ini menggambarkan terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit, mempunyai titik tumpu di tengah-tengahnya. Pada kedua ujung batang terdapat pemberat, yakni agent, host dan tumpuannya adalah environment Model ini agent, host dan environment dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan dalam interaksi sehingga terjadi keadaan sehat dan sakit. Kasus penyakit TB paru misalnya jika terjadi ketidakseimbangan pada agent. Hal ini menunjukkan bahwa agent/penyebab penyakit dalam hal ini kuman M.tb dapat menimbulkan penyakit pada host. Noor (2008); Kodim (2005) menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat akan sakit atau keseimbangan terganggu disebabkan 1) Kemampuan agent yang kuat untuk mengakibatkan infeksi (infektivitas); 2) Kemampuan agent yang kuat untuk mengakibatkan penyakit (patogenitas); dan 3) Tingkat patogenitas atau keganasan agent yang tinggi (virulensi). Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut: Host Agent Environment
Gambar: 2.2 Pengungkit agent (A) memberatkan keseimbangan (sakit) Sumber: Soemirat, 2008
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
Kasus lain apabila host atau pejamu memberatkan keseimbangan sehingga batang pengungkit miring ke arah host. Keadaan ini memungkinkan host atau penjamu menjadi terpapar oleh suatu penyakit, misalnya penduduk usia tua yang menderita penyakit TB paru lebih banyak daripada usia muda, status imunitas rendah sehingga cakupan imunisasi penduduk juga rendah (kurang 80%), status gizi yang masih kurang, maka akan menyebabkan keseimbangan terganggu. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 (model Gordon) sebagai berikut: Agent Host Environment
Gambar 2.3 Pengungkit host (H) memberatkan keseimbangan Sumber: Soemirat, 2008 Kasus lain dari ketidakseimbangan tersebut adalah apabila terjadi pergeseran kualitas lingkungan yang berubah seperti terjadi banjir, air meluap kemana-mana hingga akhirnya mencapai lingkungan tempat tinggal/perumahan sehingga terjadi kelembaban yang tinggi. Hal ini sangat mendukung berkembangbiaknya kuman penyakit (agent/M.tb) sehingga host lebih mudah terpapar oleh agent penyakit. Begitu pula jika terjadi pencemaran udara oleh kuman M.tb, yang mempunyai transmisi lewat udara, sehingga sebagian besar masyarakat dapat tertular melalui udara yang tercemar tersebut. 2.1.4 Diagnosis TB paru pada orang dewasa Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya Basil Tahan Asam yang biasa disingkat dengan BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila ditemukan
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
paling sedikit dua dari tiga spesimen dahak penderita yang diambil Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) BTA hasilnya positif. Pada waktu pemeriksaan mikroskopis tersebut hanya ditemukan satu spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan yang lebih lanjut, yaitu foto roentgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Apabila hasil roentgen mendukung TB paru, penderita didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif. Jika roentgen tidak mendukung TB paru, pemeriksaan dahak SPS diulangi (Fisher, 2005). Fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Pemerikasaan spesimen dahak yang hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1– 2 minggu. Jika tidak menunjukkan adanya perubahan pada penderita yang telah diobati, gejala klinis tetap mencurigakan TB paru, sehingga dilakukan pemeriksaan ulang dahak SPS, dengan kriteria, yaitu 1) Hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA(+); 2) Hasil roentgen mendukung TB paru, didiagnosis sebagai penderita TB BTA negatif, roentgen positif dan 3) Hasil roentgen tidak mendukung TB paru, penderita tersebut bukan TB paru (Donal, 2004; Payne, 2009). 2.1.5 Gejala klinis TB paru Sanchez (2009) menyatakan bahwa gejala klinis TB paru, yaitu 1) Batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap sebagai “Suspek Tuberkulosis” atau penderita tersangka TB paru dan segera diperiksa dahaknya di laboratorium; 2) Mengeluarkan dahak bercampur darah (haemoptysis), sesak nafas dan rasa nyeri pada dada; dan 3) Lemah badan,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
kehilangan nafsu makan dan berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam tanpa disertai kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan. Semua gejala tersebut diperkuat dengan riwayat kontak dengan seorang penderita Tuberkulosis maka kemungkinan besar dia juga menderita Tuberkulosis. 2.1.6 Klasifikasi Penderita TB paru 2.1.6.1 Klasifikasi TB paru menurut manifestasi klinis Kabat (2003); Donal (2004); Benenson (2006) mengklasifikasi penyakit TB paru menurut manifestasi klinisnya terdiri dari kelainan pada paru dan kelainan di luar paru. Tujuan penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita adalah untuk menetapkan panduan OAT yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan. TB paru menurut manifestasi klinis dapat digolongkan sebagai berikut. 2.1.6.1.1 Tuberkulosi Paru TB pada paru biasanya ditemukan pada daerah puncak posterior dari lobus atas paru dan bagian atas dari lobus bawah paru (Benenson, 2006). Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TB paru dibagi dalam TB paru BTA(+) dan BTA(-)
(Wandawalo, 2000; Benenson, 2006; Payne, 2009) menyatakan
bahwa TB paru dengan BTA(+) adalah TB paru yang pada pemeriksaan sputumnya didapatkan BTA pada sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen sputum SPS (sewaktu, pagi, sewaktu) yang diperiksa atau 1 spesimen sputum SPS hasilnya BTA(+) dan foto roentgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. TB paru dengan BTA(-) adalah TB paru yang pada pemeriksaan sputumnya tidak ditemukan BTA dan foto roentgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. TB paru BTA(-) roentgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
yaitu berat dan ringan berdasarkan gambaran kerusakan paru yang luas dan atau keadaan umum penderita buruk. 2.1.6.1.2 Tuberkulosis Ekstra – Paru Kelainan TB di luar paru (ekstra-paru) biasanya terletak pada organ kelenjar limfa, pleura, saluran kemih, tulang dan persendian, selaput otak, peritoneum, pericardium,usus dan darah (Donal, 2004; Benenson, 2006). TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu TB ekstra-paru ringan dan TB ekstra paru berat (Donal, 2004). 2.1.6.2 Klasifikasi TB paru menurut riwayat pengobatan Donal (2004); WHO Report (2006); Wang, (2009) menyatakan bahwa kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. Kasus kambuh adalah penderita TB paru yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB paru dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA(+). Kasus pindah adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu tempat kemudian pindah berobat ke tempat lain. Kasus berobat adalah penderita yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+) setelah putus berobat (drop-out) dua bulan atau lebih. Kasus gagal adalah kasus penderita BTA(+) masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 atau lebih serta kasus yang terjadi apabila penderita BTA (-) roentgen positif yang menjadi BTA(+) pada akhir bulan kedua pengobatan.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
2.1.6.3 Program penanggulangan TB paru Strategi DOTS Program penanggulangan TB paru Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen pendukung, yaitu 2.1.6.3.1 Komitmen politik para penentu kebijakan termasuk dukungan dana Komitmen yang dimaksud adalah komitmen dari seluruh pelaksana strategi DOTS. Untuk membangun komitmen bersama, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membentuk Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB paru (Depkes,1999). Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB paru adalah salah satu gerakan multi sektor dan multikomponen dalam masyarakat yang terkait dengan P2TB. Keputusan Menteri Kesehatan RI, No: 203/Menkes/III/1999 telah ditetapkan Gerdunas TB paru, yang secara organisasi terdiri dari Komite Nasional Penanggulangan TB paru, Komite Ahli Penanggulangan TB paru, dan Tim Teknis Penanggulangan TB paru. Menteri Kesehatan
Komite Nasional TB paru
Dirjen P2M & PL
Komite Ahli TB paru
Tim Teknis Gambar 2.4 Struktur organisasi Gerdunas TB paru Sumber: Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB paru Depkes RI (1999) Komitmen pemerintah dalam P2TB, WHO (2004) telah ditemukan indikator administratif, yaitu berdirinya unit P2TB di tingkat pusat, adanya staf purna waktu dengan tim yang multidisiplin, merancang koordinator regional untuk monitor dan supervisi program, merancang sistem referensi Nasional laboratorium TB paru, membentuk jaringan regional untuk pelatihan/monitor, supervisi laboratorium,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
24
pembangunan pedoman P2TB, alokasi pembiayaan yang dapat mendanai aktivitas esensial dan penjaminan kesiapan bantuan dana dari pihak luar. Koordinasi antarorganisasi sangat diperlukan, khususnya dengan sektor swasta dan organisasi profesi kedokteran, karena P2TB Nasional tidak akan dapat mencapai sasaran program (penurunan transmisi penyakit, penurunan angka kesakitan dan kematian) hanya melalui sektor pelayanan kesehatan publik. 2.1.6.3.2 Diagnosis TB paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik Diagnosis TB dengan sputum memiliki spesifitas dan tingkat kepercayaan yang tinggi, tetapi memilik sensitivitas yang rendah. Suatu program pengendalian TB dilakukan dengan beban kerja yang padat, ada kecenderungan terdapat kasus BTA (+) yang tidak terdeteksi. Peningkatan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik, dapat dipakai metode sedimentasi atau sentrifugasi sputum dengan Natrium Hipoklorit dilanjutkan dengan pembuatan preparat apus dengan metoda ZiehlNeelsen. Kedua metode tersebut dapat meningkatkan sensitivitas pemeriksaan sebesar 15–20% (Wandawalo, 2000; Benenson, 2006; Payne, 2009). 2.1.6.3.3 Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat Setiap penderita yang baru ditemukan dan mendapatkan pengobatan dengan Starategi DOTS harus diawasi menelan obatnya setiap hari agar terjamin kesembuhan, tercegah dari kekebalan obat atau resistensi. Penderita dan PMO harus memberi penyuluhan secara singkat tentang perlunya pengawasan menelan obat setiap hari sebelum memulai pengobatan pertama kali. Keberhasilan PMO
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
dalam menjalankan tugasnya dapat diukur melalui hasil konversi setelah menjalankan masa pengobatan intensif (Kendall, 2000; Wang, 2009). Pedoman Nasional Penanggulangan TB paru (Depkes RI, 2008) disebutkan bahwa persyaratan PMO adalah seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun penderita. Petugas PMO harus disegani dan dihormati oleh penderita, tinggal dekat dengan penderita, bersedia membantu penderita secara sukarela, serta bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita. PMO sebaiknya petugas kesehatan misalnya bidan desa, perawat, pekarya, sanitarian, dan juru imunisasi. 2.1.6.3.4 Tuberculosis Latent Penatalaksanaan pasien dengan infeksi M.tb dengan cara mencegah infeksi TB paru menjadi tidak aktif merupakan komponen penting dalam mengendalikan TB paru. Suatu hal yang jelas penyakit ini tidak perlu terjadi dan dapat dicegah jika orang yang memiliki risiko tinggi, diperiksa dan diobati. Panduan untuk pengobatan TB latent yang dulu disebut “kemoprofilaksis”. Seiring dengan penurunan angka tuberkulosis aktif, identifikasi dan penatalaksanaan individu dengan infeksi TB latent yang memiliki risiko tinggi untuk menjadi TB paru aktif menjadi komponen penting strategi P2TB untuk mengeliminasi TB paru. Individu yang berisiko untuk terkena Latent Tuberculosis adalah: pertama, orang yang kontak dekat dengan pasien TB paru aktif atau orang yang bekerja atau tinggal dengan penderita TB paru aktif; kedua, tempat, orang-orang berkumpul (penampungan penjara, dan beberapa pasilitas kesehatan) yang diketahui terdapat kasus TB paru BTA(+); ketiga, individu yang lahir di negara yang memiliki
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
prevalensi TB paru yang tinggi; 4) Orang yang memiliki kelainan fibrotik pada gambar radiologi paru yang sesuai dengan adanya infeksi TB paru sebelumnya yang belum diobati; 5) Orang-orang dengan keadaan klinis yang berhubungan dengan progresivitas TB paru seperti infeksi HIV, diabetes, gagal ginjal kronis, karsinoma kepala dan leher, dan kekurangan berat badan lebih dari 15%; 6) Pemakai obat narkoba dan Tunawisma;
dan 7) Anak-anak yang memenuhi
kriteria ini atau yang memiliki kontak secara teratur pada orang dewasa yang memilki risiko (WHO, 2009). Program penanggulangan Tuberkulosis paru tidak akan berhasil dengan baik tanpa meningkatkan indikator dari MDG’S, dan tanpa diiringi program eradikasi Tuberculosis latent, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini. PENULARAN DI MASYARAKAT
TIDAK SAKIT TB PARU
5% MENJADI SAKIT TB/TB AKTIF SEBELUM 2 TAHUN
TERTULAR DAN TIDAK SAKIT TB PARU DIDALAM TUBUH ADA KUMAN TB PARU
5% MENJADI SAKIT TB PARU/ AKTIF SESUDAH 2 TAHUN
MENJADI TB LATEN (3,55%-3,9% DARI JUMLAH PENDUDUK)
IMUNITAS TUBUH MENURUN
TB PARU AKTIF MASYARAKAT
Gambar 2.5 Latent tuberculosis, dimodifikasi dari WHO Global TB (2009)
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
PROGRAM YANG PALING EFEKTIF
DETEKSI KESELURUHAN (100%) KASUS MENULAR DAN TIDAK MENULAR DIMASYARAKAT OLEH KADER TB PARU DAN PENGOBATAN DI PUSKESMAS DAN DOKTER
PENIMNGKATAN CAKUPAN BCG MENJADI 100%
TINDAKAN PENGOBATAN KEMOPROPILAKSIS KASUS LATEN TUBERKULOSIS
PREVALENSI TB PARU MENURUN
Gambar 2.6 Program P2TB yang efektif, dimodifikasi dari WHO Global TB (2009) 2.1.6.3.5 Kesinambungan penyediaan Obat Anti Tuberkulosis untuk penderita Setiap penderita TB paru pada saat pengobatan sudah siap satu paket obat lengkap untuk menjamin kesinambungan pengobatan. Obat Anti Tuberkulosis masuk dalam peserta obat sangat esensial, agar pengadaan obat lebih terkendali maka obat yang berisiko tinggi harus tersedia atau tidak boleh terlambat disediakan. Obat program ini harus dijamin ketersediaannya secara tepat waktu, tepat jenis dengan mutu terjamin untuk menjamin kesinambungan pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota. 2.2.6.3.6 Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan Tuberkulosis Pemantauan yang baik dalam hal deteksi kasus, manjemen kasus dan hasil pengobatan merupakan faktor penting untuk menjamin kualitas P2TB. Pelaksanakan pemantauan, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan buku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Hasil pemantauan sangat
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
diperlukan untuk mengevaluasi kinerja P2TB. Depkes RI (2008) menetapkan indikator Nasional yang dipergunakan untuk mengevaluasi kinerja P2TB, yaitu Case Detection Rate = 70%, angka kesembuhan (Cure Rate) = 85%, angka konversi (Convertion Rate) > 80% dan angka kesalahan laboratorium (Error Rate) < 5%. Penerapan strategi DOTS di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1995 namun belum berhasil secara optimal. Tahun 1998 di Indonesia CDR= 14%, CR = 50% dan tahun 2003 CDR = 33%. Salah satu penyebab tidak optimalnya penerapan strategi DOTS adalah belum dilibatkannya masyarakat secara penuh dalam penemuan suspek TB paru (Harding and Preker, 2003). Fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah telah siap dengan pelayanannya, jika suspek TB tidak datang ke sarana pelayanan kesehatan maka penanggulangan TB paru menjadi gagal. Keterlibatan masyarakat dan pemerintah wilayah setempat diperlukan dalam mengkampanyekan pemberantasan Tuberkulosis pada wilayahnya. Departemen Kesehatan RI (2008) telah menetapkan bahwa penemuan penderita TB paru dilakukan secara pasif yang hanya dilaksanakan pada suspek TB paru yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan yang didukung dengan penyuluhan secara aktif oleh petugas kesehatan guna meningkatkan cakupan.
2.2
Epidemiologi
2.2.1 Definisi epidemiologi Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari ilmu kesehatan masyarakat (Public Health) yang menekankan perhatiannya terhadap keberadaan
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
penyakit ataupun masalah kesehatan lainnya dalam masyarakat. Keberadaan penyakit dalam masyarakat itu didekati oleh epidemiologi secara kuantitatif. Beaglehole & Bonit, 1993 menyatakan bahwa secara etimologi, epidemiologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa penduduk. Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, dimana epi=upon, pada atau tentang; demos = people, penduduk; dan login = know-ledge, ilmu. Nama epidemiologi sendiri berkaitan dengan sejarah kelahirannya di mana mengenai penduduk pada waktu itu hingga akhir abad 19 adalah penyakit wabah atau epidemi (penyakit yang mengenai penduduk secara luas). Epidemiologi memberikan perhatian tentang epidemi yang banyak menelan korban kematian. Perkembangan epidemiologi pada awalnya mempunyai pengertian yang sempit dan dianggap sebatas ilmu tentang epidemi. Perkembangan selanjutnya hingga dewasa ini, epidemiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang distribusi (penyebaran) dan determinan (faktor penentu) masalah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk pembuatan perencanaan (development) dan pengambilan keputusan dalam menanggulangi masalah kesehatan (Beaglehole,1993). 2.2.2 Epidemiologi TB paru Epidemiologi TB paru selain mencakup prevalensi, insidensi, kematian karena TB paru (mortalitas) tetapi juga karena keunikannya mencakup pula, prevalensi dan insidensi penyakit tersebut yang timbul dari populasi yang terinfeksi, serta rata-rata yang tertular penyakit TB paru oleh seorang penderita TB paru menular (Roy, 2007).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
Pengetahuan tentang berapa besarnya frekuensi, distribusi dan determinan yang ada menurut umur, jenis kelamin, suku bangsa dan letak daerah memberi pengetahuan tentang keadaan penyakit TB paru di wilayah tertentu. Diperkirakan dengan mengetahui besarnya prevalensi, distribusi dan determinan dari TB paru di masyarakat. Besarnya permasalahan tuberkulosiss tersebut, dapat ditentukan prioritas dan strategi yang harus dilaksanakan pada program pemberantasan penyakit TB paru (Aswar, 2008; Soewarta, 2006). Parameter yang digunakan dalam epidemiologi TB paru ada empat yang penting, yaitu; 1) Angka insidensi penderita TB paru, yaitu banyaknya kasus baru TB paru pada populasi tertentu dalam satu tahun per 100.000 penduduk; 2) Angka prevalensi penderita TB paru, yaitu banyaknya kasus TB paru lama dan baru yang ditemukan pada populasi tertentu, biasanya dinyatakan pasif dengan mikroskopik dalam jangka waktu tertentu; 3) ARTI yaitu suatu probabilitas/kemungkinan seseorang yang belum perna terinfeksi TB paru akan terinfeksi oleh kuman tersebut dalam satu tahun; 4) Angka mortalitas karena TB paru, yaitu banyaknya kematian karena TB paru pada populasi tertentu dalam satu tahun per 100.000 penduduk (Arata, 2005; Roy, 2007; Azwar, 2008) Insidensi dan mortalitas TB paru merupakan parameter yang baik untuk menggambarkan epidemiologi TB paru. Surveilans yang tidak adekuat di berbagai negara, tidak mungkin untuk menunjukkan data insidensi dan mortalitas TB yang sebenarnya. Beberapa parameter epidemiologi secara tidak langsung digunakan yaitu ARTI, perkiraan insidensi BTA (+), jumlah dan pencatatan kasus TB paru, perkiraan cakupan populasi dibandingkan dengan pelayanan kesehatan, dan
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
perkiraan kasus fatal pada BTA (+) dan bentuk lain TB paru (Arata, 2005). Styblo melakukan penelitian terhadap 19.000 orang mendapatkan bahwa kematian karena TB paru: insidensi BTA (+): prevalensi BTA(+) = 1 : 2 : 4 (Depkes, 2006). Diperkirakan untuk setiap 1% ARTI, mencakup 50 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk (Arata, 2005).
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Suspek TB paru 2.3.1 Kurangnya pengetahuan mengenai gejala dan penyebab TB paru Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor determinan yang mempunyai pengaruh pada hampir semua aspek kehidupan. Kurangnya pengetahuan mengenai gejala TB paru dapat mempengaruhi dalam menemukan kasus TB paru. Hambatan nonmedik seperti kurangnya pengetahuan merupakan faktor penyebab dalam kegagalan penemuan suspek TB paru. Salah satu contoh kasus seperti pengetahuan tentang batuk, demam dan hilangnya nafsu makan tidaklah begitu mudah dikenal masyarakat sebagai gejala TB paru sampai ditemukan gejala yang serius seperti batuk sampai mengeluarkan darah dan menurunnya berat badan (Lonnort, 2004). Ada dua gejala utama untuk mengenali panyakit TB paru di India yaitu berupa kuman dan kesusahan. Kesusahan dipercaya sebagai penyebab penyakit TB paru, penderita tidak melakukan penyembuhan, tetapi mencari asal permulaan kesusahan mereka. Kesusahan yang dipercaya dalam menimbulkan penyakit seperti masalah keuangan, atau kecurigaan antar suami-istri tentang kesetiaan mereka (Lonnort, 2004).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
32
Hasil wawancara 36 pasien penderita TB baru di India, ditemukan bahwa sebagian dari mereka tidak menyadari akan penyebab atau gejala penyakit TB paru. Ada 4 pasien yang mengetahui gejala TB paru sebelum mereka diagnosis menderita TB paru (Lonnort, 2004). 2.3.2 Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi merupakan faktor determinan yang mempunyai pengaruh pada hampir semua aspek kehidupan. Penemuan tingkat kesejahteraan masyarakat seringkali menggunakan keadaan sosial ekonomi sebagai indikator utama. Berdasarkan beberapa indikator, maka masyarakat dapat digolongkan menjadi beberapa kategori seperti miskin-tidak miskin, prasejahtera-sejahtera (Aditama, 2005; Yuswianto, 2006). Status sosial ekonomi, walaupun tidak secara langsung dapat mempengaruhi penemuan suspek TB paru dan penemuan penderita, Rasyid (2009) menyatakan adanya korelasi yang positif antara status sosial ekonomi dengan penemuan suspek dan penderita TB paru. Penderita TB paru yang mempunyai status sosial ekonomi tinggi memberikan kemungkinan lebih banyak menggunakan layanan kesehatan yang memadai. Budiyanto (2003) tidak menemukan hubungan yang bermakana antara penemuan suspek, kejadian TB paru dengan status sosial ekonomi seseorang. Hubungan antara sosioekonomi dengan kejadian TB paru masih dipengaruhi oleh faktor lainnya. Faktor yang berperan dalam sosioekonomi untuk meningkatkan risiko timbulnya penyakit TB paru, yaitu kepadatan jumlah orang dalam rumah, kualitas perumahan yang meliputi ventilasi rumah, jenis dinding,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
jenis lantai, dan luas kamar. Sosioekonomi seseorang juga mempengaruhi kemampuannya untuk penyediaan pangan (Rasyid, 2009). 2.3.3 Stigma tentang TB paru Stigma memiliki kontribusi dalam mempengaruhi alasan mengapa presentasi penemuan dan penyembuhan mengenai TB paru belum maksimal. Stigma sosial TB paru juga memainkan peran yang cukup besar dalam hal tersebut. Stigma ini disebabkan sepenuhnya oleh penyakit menular, yang membawa isolasi sosial dalam jumlah besar. Pasien TB paru dianggap ostracized oleh teman-temannya begitu juga dengan keluarganya, misalnya makan secara terpisah dan memakai alat makan yang berbeda. Di Pakistan, India, dan Ethopia infeksi TB paru dapat mengakibatkan perceraian, 29% perceraian yang terjadi di Ethopia dikarenakan mereka menderita TB paru, wanita dikembalikan ke keluarganya hingga mereka sembuh kembali atau menikah lagi bagi sang suami (Lonnort, 2004). Suku Zulus di Afrika meyakini bahwa penyebaran panyakit TB paru merupakan bagian dari kepercayaan dalam dunia gaib yang membawa kepada stigma sosial. Suku ini mempercayai bahwa seorang yang mengidap penyakit TB paru dan menyebarkannya ke orang lain dianggap sebagai penyihir yang memiliki kemampuan untuk menyebarkan penyakit tersebut. Perkumpulan orang pengidap penyakit TB paru yang hidup di bawah garis kemiskinan mempertegas stigma akan penyakit ini. Vietnam, pengidap TB paru dipandang sebagai orang yang kotor atau jorok yang disebabkan oleh
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
kesehatannya semakin memburuk. Pasien tersebut diasingkan oleh temantemannya sendiri bahkan mereka dicemohkan (Lonnort, 2004). 2.3.4 Perilaku mencari pengobatan pasien TB paru Dalam melakukan tindakan untuk memperoleh kesembuhan, seseorang mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda dalam hal ini dokter pribadi (dokter swasta dan dukun). Anderson (2004) menjelaskan perbedaan ini disebabkan oleh adanya karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung dan karakteristik kebutuhan. Karakteristik predisposisi adalah setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan yang berbeda seperti halnya dokter praktek dan dukun. Karakteristik kebutuhan seseorang individu mempunyai karakteristik predisposisi dan karakteristik pendukung, faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud dalam tindakan apabila tindakan tersebut dirasakan sebagai kebutuhan. Penelitian di India mendapatkan 70-80% penderita TB paru memilih pelayanan swasta sebagai pilihan pertama dan di Malaysia mendapatkan bahwa 48-82% penderita TB paru memilih pelayanan swasta sebagai pilihan pertama (Lonnort, 2004). Hasil penelitian Lonnort (2004), secara rinci menggambarkan perilaku pencarian pengobatan TB paru di India, yaitu sebanyak 18% penderita TB paru berobat ke dokter praktek swasta, 30% penderita berobat ke farmasi swasta, 8% berobat ke kerumah sakit swasta, 12% berobat ke puskesmas, 15% berobat ke rumah sakit pemerintah dan 17% berobat ke lain-lain.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
2.3.5 Pemberdayaan masyarakat dalam penemuan suspek TB paru Pemberdayaan masyarakat secara penuh memiliki kontribusi dalam mempengaruhi alasan mengapa presentasi penemuan dan penyembuhan mengenai TB paru belum maksimal. Pemberdayaan masyarakat juga memainkan peran yang cukup besar dalam penemuan suspek TB paru. Depkes RI (2006) merumuskan bahwa pemberdayaan masyarakat secara penuh merupakan upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah kesehatan, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi yang ada. Pemberdayaan kelompok masyarakat seperti yang dilakukan dokter praktek swasta sukses dalam meningkatkan penemuan suspek sekaligus CDR, yaitu Myanmar (CDR=99%), China (CDR=80%) pada tahun 2005 (Rumulo, 2005).
2.4
Monitoring dan Evaluasi Program Penanggulangan TB paru Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
menilai kebersamaan pelaksanaan program penanggulangan TB paru. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan TB paru yang telah direncanakan supaya dapat dilakukan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun, dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
berguna untuk kepentingan perencanaan program. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang dilaksanakan dengan baik dan benar (Depkes RI, 2008). Program penaggulangan TB paru, bila CDR = 70%, dengan Cure Rate = 85% dan didukung oleh angka kesalahan laboratorium < 5% maka dalam waktu 5 tahun jumlah penderita berkurang sampai 50%. Indikator Nasional yang dipakai untuk memantau pencapaian target program (Depkes RI, 2008), seperti berikut. 2.4.1 Indikator Nasional TB paru Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan penaggulangan program TB paru secara Nasional yaitu 1) Angka penemuan penderita (Case Detection Rate); 2) Angka kesembuhan (Cure Rate); 3) Angka konversi (Conversion Rate) dan 4) Angka kesalahan laboratorium ( Error rate). 2.4.2 Cara menghitung dan menganalisis indikator TB paru 1. Proporsi suspek TB paru yang akan diperiksa dahaknya. Angka ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan = (Jumlah suspek TB paru yang diperiksa/estimasi suspek)x 100% 2. Proporsi penderita BTA Positif di antara suspek TB paru PP BTA+ di antara suspek = Jumlah ` seluruh penderita BTA positif Jumlah seluruh yang diperiksa 3. Angka Kesembuhan (Cure Rate) Cure Rate =
Jumlah penderita baru BTA positif yang sembuh Jumlah penderita BTA positif yang diobati
x 100%
x 100%
4. Case Notification Rate (CNR) CNR =
Desertasi
Jumlah penderita baru BTA positif yang dilaporkan 100 % Jumlah penduduk
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
5. Case Detection Rate (CDR) Jumlah penderita baru BTA yang dilaporkan TB. 07 x 100% Perkiraan jumlah penderita baru BTA positif 6. Insidensi= (Case Notification Rate / Case Detection Rate).
CDR =
7. Prevalensi= Insidensi x Duration of illnes, Duration of illnes dipakai rujukan Nasional hasil survei prevalensi TB paru Nasional. Duration of illnes= 1,04 tahun=12,48 bulan.
2.5. Konsep Sistem 2.5.1 Konsep Dasar Sistem Prabawa (2004); Jogiyanto (2005) menyatakan bahwa istilah sistem berasal dari bahasa Yunani "systema" yang mempunyai pengertian bahwa sistem adalah 1) Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian; 2) Hubungan yang berlangsung di antara satuan atau komponen secara teratur. Kata lain dari istilah "systema" itu mengandung arti sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan (whole). Sistem dapat juga merupakan suatu jaringan kerja dari prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Sistem memiliki karakteristik atau sifat yang tertentu yaitu komponen (components), batas sistem (boundary), lingkungan (environment), penghubung (interface), masukan (input), keluaran (output), (process), dan sasaran (objectives) atau tujuan (goals). Sistem dapat dikelompokkan kedalam beberapa kelompok yaitu, sistem abstrak dan sistem fisik, sistem alamiah dan sistem buatan manusia, sistem tertentu dan sistem tak tentu, sistem tertutup dan sistem terbuka.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
2.5.2 Konsep analisis sistem Analisis sistem merupakan kajian mengenai suatu sistem yang bertujuan untuk (1) mengidentifikasi berbagai unsur penyusun sistem atau sub sistem; (2) memahami berbagai proses yang terjadi dalam sistem, dan (3) memprediksi berbagai kemungkinan keluaran sistem yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan di dalam sistem. Analisis sistem dapat diartikan sebagai suatu metode pendekatan masalah (problem solving methodology) atau metode ilmiah yang merupakan dasar dalam pemecahan masalah dan pengelolaan sistem (Prabawa, 2004). Tahap analisis sistem bertitik tolak pada kegiatan dan tugas sehingga sistem yang berjalan dipelajari lebih mendalam. Konsepsi dan usulan dibuat untuk menjadi landasan bagi sistem baru yang akan dibangun atau sistem yang akan dikembangkan. 2.5.3 Komponen sistem Davis (2002); Hannu (2009) berpendapat bahwa komponen Sistem Informasi Kesehatan yang harus diperhatikan adalah: 1) Surveilans epidemiologi untuk penyakit menular tertentu, kondisi lingkungan tertentu dan faktor risiko; 2) Pelaporan rutin dari pelayanan kesehatan dasar di tingkat masyarakat Puskesmas dan Rumah Sakit; 3) Pembiayaan kesehatan, pelaporan pegawai/tenaga kesehatan, pelaporan obat dan logistik kesehatan, pelaporan keuangan, pelaporan pendidikan dan pelatihan, pelaporan penelitian dan pembangunan serta dokumentasi kesehatan dan 4) Registrasi vital untuk kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
Hubungan fungsional yang teratur antar unsur sistem digambarkan pada Gambar 2.7 berikut.
Kontrol
Input
Proses
Output
Umpan Balik
Gambar 2.7 Unsur fungsional sistem Sumber: Davis (2002); Hannu (2009) Unsur
dalam sistem diatas saling berhubungan satu dengan yang lain.
Adapun unsur tersebut: 1) Input adalah kumpulan bahan atau benda yang diperlukan bagi bekerjanya fungsi sistem. Ada dua macam masukan bagi sistem, yaitu: input yang diolah oleh proses sistem dibutuhkan untuk mengolah dalam proses sistem. Input yang pertama adalah materi yang akan diolah atau masalah yang akan ditangani. Input yang kedua adalah segala sesuatu sumber daya yang dibutuhkan yang turut terlibat dalam mengolah dan menangani materi, seperti manusia, uang, perlengkapan, peralatan dan bahan lainnya; 2) Proses adalah unsur sistem yang mengolah sehingga dihasilkannya keluaran. Bentuk proses pengolahan atau pengalihbentukan mencerminkan bentuk sistem. Proses berfungsi menghantarkan masukan untuk berubah menjadi keluaran; 3) Output adalah hasil kerja langsung dari suatu sistem sehingga wujud keluaran harus nyata, dapat dilihat dan dapat diukur; 4) Umpan balik adalah kegiatan yang berlangsung dalam sistem. Sumber rangsangan untuk terjadinya kegiatan balikan ini adalah keluaran
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
hasil kegiatan sistem. Balikan dilakukan berdasarkan bentuk hasil yang sudah diperoleh. Fungsi umpan balik dalam sistem adalah memperbaiki proses alih bentuk input menjadi output sehingga dihasilkan mempunyai nilai yang sesuai dengan tujuan, atau standar yang ditetapkan. Umpan balik dapat dilakukan penyesuaian secara otomatis terhadap input dan proses sehingga diperoleh output yang sesuai. Informasi hasil umpan balik diberikan kepada sistem sendiri; dan dapat juga kepada supra sistem. Informasi dari mekanisme umpan balik yang sampai keputusan supra sistem dipakai untuk menjalankan mekanisme kontrol; 5) Kontrol adalah kegiatan yang berlangsung dalam sistem, yang berfungsi mengendalikan kerja sistem sehingga proses yang dilakukan sistem berusaha agar dapat menghasilkan keluaran sesuai tujuan. Kontrol datang dari pusat sistem sendiri. Kendali dari supra sistem terhadap sistem datang melalui mekanisme kontrol ini. Kontrol yang datang dari supra sistem adalah usaha yang sengaja dari luar sistem untuk mengendalikan bagaimana proses sistem harus berlangsung dan 6) Lingkungan adalah dunia tempat sistem hidup. Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap sistem, dan sebaliknya lingkungan pun dapat dipengaruhi oleh sistem, sehingga terjadi interaksi antara lingkungan dan sistem. Model sistem penemuan suspek TB paru dengan pemberdayaan peserta barazanji, dapat dipakai dalam proses pengembangan model. Model ini memberdayakan peserta barazanji yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, Rukun Tetangga serta kepala keluarga.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
41
2.5.4 Analisis dan perancangan sistem Informasi sebagai sumber daya yang menentukan keberhasilan suatu program dalam organisasi, untuk itu diperlukan pengelolaan informasi sebagaimana halnya mengelola sumber daya lainnya. Analisis sistem merupakan suatu upaya melakukan analisis, terhadap input data atau aliran data secara sistematis, memproses atau mentransformasikan data, menyimpan data, dan menghasilkan output. Tahap pengembangan sistem dilakukan setelah melakukan tahap analisis sistem yang sedang berjalan, seperti ditunjukkan dalam gambar 2.8 Siklus pengembangan sistem berikut. 2. Menentukan syarat 3. Menganalisis kebutuhan sistem
1. Identifikasi masalah, peluang dan tujuan
Implementasi & evaluasi sistem
4. Merancang sistem
6. Menguji & memper tahankan sistem
5. Mengembangkan & mendokumentasikan perangkat lunak
Gambar 2.8 Siklus pengembangan sistem Sumber: Prabawa (2004); Hannu (2009) Melakukan analisis diperlukan diagram aliran data, yang secara grafis menandai
proses
serta
aliran
data
dalam
suatu
sistem,
diagram
ini
menggambarkan mengenai masukan, proses dan keluaran dari sistem, selain itu digunakan untuk mempresentasikan dan menganalisis prosedur yang mendetil dalam sistem. Pendekatan analisis melalui diagram aliran data memiliki 4 (empat)
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
kelebihan utama melalui penjelasan naratif mengenai berpindahnya data disepanjang sistem, kelebihan tersebut yaitu: 1) Kebebasan dari menjalankan imptementasi teknis sistem yang terlalu dini; 2) Pemahaman lebih jauh mengenai keterkaitan satu sama lain dalam sistem dan subsistem; 3) Mengkomunikasikan pengetahuan sistem yang ada dengan pengguna melalui diagram aliran data; 4) Menganalisis sistem yang diajukan untuk menentukan apakah data dan proses yang diperlukan sudah ditetapkan. Diagram aliran sangat berguna selama proses analisis dan desain, serta digunakan untuk mendokumentasikan sistem, dengan kata lain; diagram aliran data akan lebih bertahan lebih lama dari orang yang menggambarkannya. 2.5.5 Sistem informasi kesehatan Sistem informasi kesehatan adalah suatu sistem yang menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di setiap jenjang administrasi kesehatan, baik di tingkat unit pelaksana upaya kesehatan, di tingkat Kabupaten/Kota, di tingkat Provinsi, maupun di tingkat Pusat. Sebagaimana sistem pada umumnya, sistem informasi kesehatan juga mempunyai komponen sub sistem yang saling berkaitan. Sistem informasi harus memiliki kompetitif seperti prosedur, kecepatan respon; kemudahan transaksi dan kemudahan untuk diperbaharui baik prosedur, data maupun model penyajiannya.
Sistem
informasi
kesehatan
terdapat
rangkaian antara data, informasi, keputusan, tindakan dan tujuan. Data yang diperoleh diolah menjadi informasi yang dibutuhkan dalam membuat keputusan,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
yang berwujud tindakan dalam pencapaian tujuan. Rangkaian tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.9 di bawah ini.
Data
Informasi
Keputusan
Tindakan
Tujuan
Gambar 2.9 Rangkaian data menuju tujuan Sumber: Kenneth (2009) Kebutuhan sistem informasi untuk pengambilan keputusan pada setiap level manajemen kesehatan berbeda dengan unit kerjanya dan tingkatannya masingmasing serta disesuaikan dengan tujuan utama organisasi. Pada manajemen organisasi kesehatan, kebutuhan informasi disesuaikan dengan tingkatan administrasi kesehatan, yang dapat digambarkan sebagai sebuah piramida berikut.
Untuk perumusan kebijakan, perencanaan strategis dukungan teknis (Nasional
Kebijaksanaan operasional, perencanaan wilayah/regional, dukungan teknis dalam pembimbing, pengendalian, dan penilaian (propinsi)
Untuk menentukan pelaksanaan operasional (Kabupaten / Kotamadya) Untuk tindak lanjut, saran perbaikan, kepada sasaran unit pelaksana teknis (Puskesmas)
Gambar 2.10 Piramida kebutuhan sistem informasi Sumber: Kenneth (2009)
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
2.6. Sistem Surveilans 2.6.1 Pengertian sistem surveilans Sistem surveilans epidemiologi kesehatan merupakan subsistem dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional). Sistem ini mempunyai fungsi strategis dalam intelijen penyakit dan masalah kesehatan untuk penyediaan data dan informasi epidemiologi dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat dengan melakukan manajemen kesehatan berbasis fakta yang cepat, tepat dan akurat. Sistem
surveilans
penyelenggaraan
surveilans
epidemiologi epidemiologi
merupakan yang
tatanan
terintegrasi
prosedur
antara
unit
penyelenggara surveilans dengan laboratorium, sumber data, pusat penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, provinsi dan pusat (Depkes RI, 2008). Ruang lingkup sistem surveilans epidemiologi meliputi surveilans epidemiologi penyakit mata, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan dan perilaku, masalah kesehatan dan surveilans epidemiologi kesehatan matra. Halperin (1992); Thacker (2002) mendefinisikan surveilans epidemiologi sebagai suatu kegiatan yang berkesinambungan, sistematik dan teratur untuk mengetahui adanya distribusi suatu penyakit atau faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit, serta mengetahui besarnya masalah serta menentukan suatu upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, batasan ini diartikan secara sangat sempit dengan penerapan yang sangat sempit pula. Surveilans epidemiologi seakan-akan hanya diperlukan untuk menangani pencatatan dan pelaporan penyakit. Ada anggapan bahwa surveilans epidemiologi
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
hanya diperlukan atau digunakan pada saat berhadapan dengan masalah wabah, KLB atau hal yang berhubungan dengan kejadian penyakit menular di suatu tempat pada suatu kurun waktu tertentu dan mengancam sekelompok masyarakat tertentu pula (Thacker, 2000). Surveilans epidemiologi digunakan untuk mengamati laporan rutin mengenai penyakit menular, melakukan analisis kecendrungan dan menyebarluaskan hasilnya. Perkembangan berbagai disiplin ilmu termasuk didalamnya epidemiologi cenderung menyesuaikan dengan tuntutan zaman, contoh telah berkembang epidemiologi penyakit menular, epidemiologi lingkungan, epidemiologi gizi dan lain sebagainya (Halperin and Baker, 1992). Thacker (2002) menjelaskan bahwa sistem surveilans dianalogikan dengan suatu sistem syaraf yang mempunyai tangan aferen guna menerima informasi, badan sel guna menganalisis data, dan tangan aferen untuk mengambil tindakan tetap. Pengertian surveilans epidemiologi (Thacker, 2002; Noor, 2008) merupakan kegiatan
pengumpulan
dan
pengamatan
terus
menerus,
sistematis,
berkesinambungan, analisis, interpretasi data dalam proses menjelaskan dan memonitoring peristiwa kesehatan secara aktif ataupun pasif, serta penyebaran informasi epidemiologi. 2.6.2 Mekanisme kerja, tujuan dan komponen surveilans epidemiologi Mekanisme kerja surveilans epidemiologi (Thacker, 2002), yaitu 1) Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya; 2) Perekaman, pelaporan dan pengolahan data; 3) Analisis dan interpretasi data; 5)
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya; 6) Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut dan 7) Umpan balik. Tujuan sistem surveilans epidemiologi kesehatan, yaitu tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan lainnya sebagaimana tersebut dalam pengertian, terdapat beberapa komponen yang menyusun bangunan sistem surveilans, yaitu 1) Tujuan yang jelas dan dapat diukur; 2) Unit surveilans epidemiologi terdiri dari kelompok kerja surveilans epidemiologi dengan dukungan tenaga profesional; 3) Konsep surveilans epidemiologi, sehingga terdapat sumber dan cara memperoleh data, cara mengolah data, cara melakukan analisis data, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan informasi epidemiologi, serta mekanisme kerja surveilans epidemiologi; 4) Dukungan advokasi peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran; 5) Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi; 6) Jejaring surveilans epidemioiogi yang dapat membangun kerjasama dalam pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis dan peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi. Langkah awal dalam mengembangkan kebutuhan sistem surveilans adalah mengidentifikasi kebutuhan tujuan kesehatan yang jelas, terutama dalam penanggulangan masalah kesehatan masyarakat, seperti angka kesakitan dan
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
kematian. Pembangunan sistem surveilans dapat oleh daerah dilakukan bila suatu masalah kesehatan menjadi masalah di daerah tetapi tidak terakomodasi dalam sistem surveilans Nasional, atau daerah ingin mengembangkan sistem surveilans yang telah ada agar dapat secara optimal mendukung program (Depkes RI, 2008). Alur sistem surveilans yang digunakan selama ini dapat dilihat pada Gambar 2.11 di bawah ini.
KESEHATAN
DIAGNOSIS
MASYARAKAT
U M P A N B A L I K
P E N Y E B A R L U A S A N
* Oleh siapa * Bagaimana
SUMBER DATA
-
PUSKESMAS RUMAH SAKIT LABORATORIUM PENERIMA DATA TINGKAT KABUPATEN
TINGKAT PROVINSI PUSAT
Proses pelaporan
Pengelolaan data = Pengumpulan = Perekaman = Editing = Analisis = Penyusunan laporan = Penyebarluasan
Gambar 2.11 Diagram alur sistem surveilans (Depkes RI, 2008) Petugas kesehatan melakukan diagnosis terhadap setiap pasien yang berkunjung ke sarana kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Laboratorium) kemudian dilakukan pencatatan di buku registrasi pasien. Data dibuku registrasi dinalisis dalam rangka pembuatan laporan. Pembuatan laporan yang sudah selesai, kemudian dikirim ke sumber penerima data (Kabupaten, Propinsi dan Pusat) untuk dilakukan penyebaran informasi ke masyarakat.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
2.6.3 Manfaat sistem surveilans epidemiologi Kebutuhan sumber daya manusia yang handal dan menguasai teknologi program kesehatan, menguasai epidemiologi sebagai cara pendekatan logis, dan mampu melaksanakan sistem surveilans epidemiologi sebagai suatu fungsi penilaian masalah kesehatan. Sistem surveilans epidemiologi sebagai bagian dari perangkat manajemen kesehatan mempunyai beberapa manfaat utama, menurut (Teutsch and Churchill, 2000; Thacker, 2000), yaitu (1) Mengenal adanya masalah kesehatan, mencegah dan mengenal serta menanggulangi KLB (Kejadian Luar Biasa) penyakit; (2) Untuk memantau pelaksanaan dan efektifitas suatu program penanggulangan tertentu, dengan membandingkan besarnya masalah sebelum pelaksanaan program dengan sesudah pelaksanaan program; (3) Membantu perencanaan program kesehatan dengan penentuan prioritas; dan (4) Menentukan kelompok risiko tinggi, baik dari segi wilayah, kelompok umur maupun berkaitan dengan waktu; meningkatkan pemahaman mengenai vektor, reservoir, cara serta variasi penyebaran penyakit menular. 2.6.4 Penilaian sistem surveilans Halperin (1992); Rotman (1998) berpendapat bahwa untuk penilaian dari suatu sistem surveilans, dapat dilakukan penilaian terhadap sifat utama dari suatu sistem surveilans yang meliputi: 1. Kemudahan (Simplicity) Simplicity yang dimaksud adalah struktur yang sederhana dan mudah dioperasikan, tetapi tetap dapat mencapai objektif; pihak yang terlibat dalam
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
49
sistem bersedia memberikan data dan memonitor sistem; serta data yang relevan untuk surveilans harus dapat diperoleh dengan mudah. 2. Flexibility/Acceptability Flexibility/Acceptability yang dimaksud adalah dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan di lapangan, dapat diterapkan pada keadaan penyakit yang baru dengan perubahan definisi kasus dan sumber pelaporan; serta mampu menjaga penerimaan dan komitmen pihak yang terlibat dalam sistem surveilans. 3. Akurat (Sensitivity) Sensitivity/akurasi yang dimaksud adalah kemampuan suatu sistem surveilans untuk mendeteksi semua insidensi penyakit dan bukan penyakit yang sesungguhnya dalam populasi, mampu meramalkan kecenderungan akan terjadinya atau tidak terjadinya insidensi penyakit yang akan datang dan keakurasian dipengaruhi oleh infrastruktur laboratorium dan kemampuan petugas. 4. Keterwakilan (Representativeness) Representativeness yang dimaksud adalah mampu menguraikan dengan
tepat
kejadian
peristiwa
kesehatan
sepanjang
waktu
dan
memperhatikan keterwakilan dan kelengkapan data survailans. 5. Ketepatan waktu (Timeliness) Cara yang dilakukan dalam meningkatkan ketepatan waktu, yaitu analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer; lembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu; ikut sertakan sektor swasta melalui
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50
peraturan perundangan; lakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat berdasarkan hasil analisis dan penentuan prioritas; implementasikan sistem umpan balik yang teratur dan segera. Pelaksanaan sistem surveilans yang baik minimal dapat menjawab ketiga pertanyaan, yaitu: who, dapat mendeteksi siapa yang terganggu kesehatannya; why, dapat mendeteksi mengapa terganggu kesehatannya; dan how, dapat memberikan solusi alternatif bagaimana mengatasi gangguan kesehatan.
2.7
Promosi Kesehatan Penyakit Tuberkulosis Paru Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah tindakan
yang tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan antara lain: 1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors) Faktor
predisposisi/Predisposing
mempermudah
terjadinya
perilaku
factors seseorang
atau atau
faktor
yang
dapat
masyarakat,
yaitu
pengetahuan dan sikap masyarakat itu sendiri terhadap apa yang harus dilakukannya. Pengetahuan yang baik akan menghasilkan sikap dan perilaku positif misalnya pengetahuan yang cukup tentang penyakit TB paru baik cara pengobatan dan penularan maka akan timbul sikap dan perilaku positif seseorang untuk melindungi diri untuk tidak tertular TB paru yang dapat berupa: 1) Memeriksakan diri ke dokter atau ke Puskesmas dan berobat bila menderita TB paru; 2) Mematuhi cara berobat berupa makan obat secara teratur sampai waktu pengobatan selesai dan dinyatakan sembuh oleh dokter; 3) Berusaha untuk melindungi keluarganya untuk tidak tertular penyakit yang
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
51
sama dengan memanfaatkan enabling factors/faktor pemungkin dan 4) Berusaha mengatasi faktor penghambat dengan berbagai cara yang positif. 2. Faktor pemungkin (Enabling factors) atau nama lainnya faktor pendukung perilaku Faktor pemungkin (Enabling factors) atau nama lainnya faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana, prasarana yang mendukung terjadinya perilaku masyarakat yang tentunya suatu perilaku yang positif. Khusus untuk penyakit TB paru faktor pendukungnya, yaitu 1) Fasilitas pelayanan kesehatan TB paru; 3) Fasilitas diagnosis yang cukup dan berkualitas; 2) Jarak tempuh kefasilitas kesehatan yang tidak jauh/dekat sehingga
mengurangi biaya transfortasi; 3) Bantuan pembelian obat bagi
masyarakat yang mampu kepada penderita TB paru yang kurang mampu berupa amal sodaqah. 3. Faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor penguat adalah pengaruh eksternal antara lain: 1) Pengaruh tokoh masyarakat sebagai panutan yang menganjurkan berobat; 2) Perundang undangan/regulasi, misalnya setiap dokter yang menemukan kasus TB paru BTA (+) harus menganjurkan keluarga yang kontak untuk memeriksakan diri ke dokter atau ke UPK P2TB setempat. 2.7.1 Teori Lawrence Green Green (1990), kesehatan seseorang atau kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh: 1) Faktor perilaku (behavior causes); 2) Faktor non perilaku (non behavior Causes). Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh 3 faktor lainnya, yaitu: 1)
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
52
Faktor kecenderungan (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dalam masyarakat dan lainnya; 2) Faktor pendukung (enabling factors) terwujud dalam bentuk ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan baik jumlah maupun kualitasnya, ketersediaan obat anti tuberkulosis dalam jumlah yang cukup, tersedianya fasilitas pemeriksaan mikroskopik sputum dalam jumlah dan kualitas yang baik dan lainnya; 3) Faktor penguat (reinforcing factors) terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku petugas kesehatan, kader kesehatan, pemerintah setempat dan tokoh masyarakat yang merupakan kelompok referensi dan perilaku masyarakat. 2.7.2. Teori Lalonde dan Blum Blum (1983) menyatakan hanya terdapat empat faktor yang mempengaruhi status
kesehatan
masyarakat,
yaitu
(1)
perilaku;
(2)
lingkungan;
(3)
biologi/genetik; (4) pelayanan medik. Dalam teori ini dijelaskan pelayanan medis hanya memberikan kontribusi 10% terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Kuantifikasi teori Laonde dan Blum 1983 Faktor Peran 1. Perilaku 50% 2. Lingkungan 20% Sumber: Blum, Hendrik, (1983)
Faktor 3. Biologi/Genetik 4. Pelayanan Kesehatan
Peran 20% 10%
Teori Blum ini yang paling banyak dipakai di Indonesia dalam menentukan kebijaksanaan pemerintah di bidang kesehatan. Model kuantifikasi ini menyatakan bahwa pelayanan kesehatan memiliki peran yang paling kecil dalam meningkatkan status kesehatan, sehingga mengharuskan upaya reorientasi terhadap program kesehatan yang sedang berlangsung, terutama reorientasi
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
terhadap pembangunan fisik dari pelayanan kesehatan. Pembangunan fisik untuk pelayanan kesehatan harus dikurangi, sebaliknya pembangunan/pembentukan perilaku yang dapat menunjang tercapainya status kesehatan yang optimal semakin ditingkatkan. Perilaku secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan dan keadaan lingkungan. Perilaku seseorang sangat kompleks dan mempunyai bentangan luas. Blum mengatakan bahwa adan 3 (tiga) area wilayah perilaku yaitu kognitif/cipta (cognitive), afektif/rasa (affective) dan psikomotor/karsa (psychomotor). Teori Blum dijadikan dasar dalam menetukan kebijakan dalam pelayanan kesehatan dan lebih mengkonsentrasikan ke perubahan perilaku walaupun tidak mengabaikan faktor yang lain.
2.8 Konsep Perilaku Glanz (1990); Knutson (1999) menyatakan bahwa perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri, oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang luas, mencakup, berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organisme dipengaruhi oleh faktor genetik dan keturunan, ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup selanjutnya. Lingkungan merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Suatu mekanisme pertemuan
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
54
antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process). Notoatmodjo (2005) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) yang terdiri dari: 1) Respondent respon atau reflexive respon ialah respon yang timbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli, responden respon (respondent behavior) mencakup juga emosi respon atau emotional behavior. Emosional respon ini timbul karena hal yang kurang menyenangkan organisme yang bersangkutan, sebaliknya hal yang mengenakan pun dapat menimbulkan perilaku emotional misalnya tertawa, berjingkat jingkat karena senang; 2) Operant respon atau instrumental respon adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau resinforcer, karena perangsangan tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan organisme. 2.8.1 Domain perilaku kesehatan Glanz (1990) membagi perilaku menjadi tiga domain (ranah/kawasan), meskipun domain tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian domain dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga domain perilaku tersebut terdiri dari: 1) Domain kognitif (cognitive domain), 2) Domain efektif (effective domain), 2) Domain psikomotor (psychomotor domain). Ketiga domain tersebut dapat diukur dengan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktek (practice).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
2.8.2 Pengukuran dan indikator perilaku kesehatan Knutson (1999) membagi perilaku mencakup tiga domain, yakni pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau praktek (practice). Mengukur perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan juga mengacu kepada tiga domain. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Pengetahuan kesehatan (Health knowledge) Pengetahuan kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui seseorang terhadap cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara memelihara kesehatan meliputi: 1) Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit, cara penularannya, pencegahannya, mengatasi atau menangani sementara); 2) Pengetahuan tentang faktor yang terkait atau mempengaruhi kesehatan seperti gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara dan sebagainya; 3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun yang tradisional; 4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan, kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas maupun tempat umum. Pengetahuan kesehatan dapat diukur dengan mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan tentang kesehatan adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel atau komponen kesehatan, misalnya berapa persen responden atau masyarakat yang tahu tentang cara mencegah penyakit TB paru, atau berapa
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
persen responden atau masyarakat yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang penyakit Malaria dan sebagainya. 2. Sikap terhadap kesehatan Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang mencakup sekurangkurangnya empat variabel yaitu: 1) Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara); 2) Sikap terhadap faktor yang terkait atau mempengaruhi kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara dan sebagianya; 3) Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun yang tradisional; 4) Sikap
untuk
menghindari kecelakaan, kecelakaan rumah tangga, lalu lintas maupun kecelakaan tempat umum. 3. Praktek kesehatan (Health practice) Praktek kesehatan atau tindakan untuk hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas orang dalam rangka memelihara kesehatan. Tindakan atau praktek kesehatan meliputi empat faktor seperti pengetahuan dan sikap kesehatan tersebut di atas yaitu: 1) Tindakan atau praktek sehubungan dengan penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara); 2) Tindakan paktek sehubungan dengan faktor yang terikat atau mempengaruhi kesehatan; 3) Tindakan atau praktek sehubungan dengan penggunaan (utilisasi) fasilitas pelayanan kesehatan; 4)
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57
Tindakan atau praktek untuk menghindari kecelakaan, kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalu lintas maupun tempat umum. Pengukuran atau cara untuk mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Pengamatan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode dilakukan melalui pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005). 2.8.3 Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Anderson, 2004). Glanz (1990), menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan dari penelitian tersebut juga terungkap bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu: 1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus atau obyek; 2) Interest, dimana orang mulai tertarik terhadap stimulus; 3) Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58
atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; 4) Trial, dimana orang sudah mencoba berperilaku baru; 5) Adaptation, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus. Glanz (1990) menyatakan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap tersebut di atas akan tetapi pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni: 1) Tahu (know). Tahu diartikan mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangasan yang telah diterima, oleh sebab itu “tahu”
merupakan tingkah pengetahuan yang paling rendah. Cara mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan lain sebagainya; 2) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar (Knutson, 1999). Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek yang dipelajari; 3) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu situasi dan kondisi sebenarnya (real). Aplikasi diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain, misalnya pengetahuan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian dapat menggunakan prinsip siklus
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan; 4) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu metode ke dalam komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan
(membuat
bagan),
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya; 5) Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru (Knutson, 1999). Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada; 6) Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang telah ada, misalnya dapat menafsirkan sebab mengapa ibu tidak mau ikut ber-KB, dan sebagainya. 2.8.4 Sikap (attitude) Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni: 1) Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (Obyek), misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60
ceramah; 2) Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut; 3) Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga; 4) Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 2.8.5 Praktek dan tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas, faktor dukungan (support) dari pihak lain (Knutson, 1999). Tingkat praktek yaitu: 1) Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; 2) Respon terpimpin (guided respon). Melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai; 3) Mekanisme (mechanism). Seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan; 4) Adaptasi (adaptation). Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61
2.8.6 Bentuk perubahan perilaku Glanz (1990); Anderson (2004) menyatakan bahwa perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi tiga yakni: 1) Perubahan alamiah (natural change). Perilaku
manusia selalu berubah, sebagai perubahan itu disebabkan karena
kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat di dalamnya juga mengalami perubahan; 2) Perubahan rencana (planned change). Perubahan perilaku terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subyek; 3) Kesediaan untuk berubah (readiness to change). Terjadinya suatu inovasi atau program pembangunan di masyarakat berbeda-beda, sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya) dan sebagian lainnya sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, hal ini disebabkan karena pada setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda. Perubahan perilaku yang sesuai dengan norma kesehatan diperlukan usaha konkret dan positif. Knutson (1999) menyatakan bahwa strategi perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu: 1) Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh melalui peraturan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu akan berlangsung lama, karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan kesadaran sendiri. 2) Pemberian informasi. Memberikan
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62
informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, menghindari penyakit dan sebagainya, sehingga akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Pengetahuan akan menimbulkan kesadaran mereka yang pada akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini akan memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari pada kesadaran mereka sendiri (bukan karena paksaan); 3) Diskusi dan partisipasi. Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua yang tersebut diatas. Informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja tetapi dua arah, hal ini berarti masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi tetapi juga harus aktif berpartisipasi melalui diskusi tentang informasi yang diterimanya. Pengetahuan kesehatan sebagai perilaku mereka diperoleh secara lebih mendalam. Diskusi partisipasi adalah salah satu cara yang baik dalam rangka informasi dan pesan kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
2.9. Pengembangan Masyarakat (Community development) 2.9.1 Konsep pengembangan masyarakat Pengembangan masyarakat (Community development) secara informal disebut juga pembangunan masyarakat adalah suatu istilah yang berlaku lebih luas sebagai suatu disiplin ilmu kepemimpinan masyarakat yang melibatkan para provider dan masyarakat untuk meningkatkan berbagai aspek dari masyarakat setempat (Own, 2007).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
63
Pengembangan masyarakat berusaha melihat kekuatan yang terdapat pada individu dan kelompok masyarakat, melihat keterampilan yang dimiliki sehingga mampu mempengaruhi perubahan. Keterampilan ini sering diidentikkan dengan kekuatan politik sampai pembentukan kelompok sosial yang bekerja untuk melaksanakan suatu agenda besar. Pembangunan masyarakat memiliki tujuan yaitu bagaimana individu bekerja dan bagaimana cara mempengaruhi posisi masyarakat dalam konteks institusi sosial yang lebih besar. Ronal (1999) dan Gardener (2004) menggambarkan bahwa pengembangan masyarakat adalah satu set nilai dan praktek yang memiliki peran khusus di dalam memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan secara terus menerus dengan bersama-sama masyarakat mencari akar permasalahan yang terjadi. 2.9.2 Praktek pengembangan masyarakat Praktek pengembangan masyarakat, masyarakat dilibatkan di dalam pertemuan organisasi dan pengaturan untuk mengidentifikasi permasalahan, model sosial (social capital), menempatkan sumber daya, analisis struktur kekuatan lokal, akses kebutuhan manusia, dan menyelidiki permasalahan lain yang menjadi karakter anggota masyarakat (studi kasus). Praktek ini, dukungan sosial, penggunaan sumber daya sosial memiliki hubungan dalam memperoleh dukungan politik dan ekonomi suatu masyarakat dengan menggunakan pendekatan kebutuhan mereka (Ronal, 1999) Sumber daya sosial di dalam masyarakat ditemukan cukup menjadi kebutuhan dalam pengembangan masyarakat jika individu ingin bekerja secara
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
64
bersama melalui teknik kerjasama dan bersatu. Pengembangan masyarakat yang menguntungkan apabila terjadi hubungan sumber daya
dengan suatu
permasalahan yang terjadi di masyarakat dengan istilah CBPR (Community Based Participatory Research). Cara pengembangan masyarakat tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh dalam proses penyelesaian masalah,
mencari
model
penyelesaian,
mencari
solusi,
dan
mampu
menginterpretasikan hasil yang di peroleh. Prinsip CBPR berbeda dengan pembangunan masyarakat tradisional. Salah satu prinsip CBPR dalam pembangunan masyarakat adalah adanya pengetahuan yang mampu menciptakan kemajuan untuk kesehatan. CBPR adalah suatu proses secara berulang-ulang, bersama-sama mencari, merefleksikan, dan melakukan proses aktivitas secara klinik. Ronal (1999); Braithwaite (2004) berpendapat bahwa sejumlah pendekatan yang
digunakan
dalam
pembangunan
masyarakat
yang
mencakup:
1)
Pembangunan ekonomi masyarakat; 2) Kapasitas pembangunan masyarakat; 3) Formasi modal sosial (social capital formation); 4) Partisipasi politik dalam pembangunan; 5) Pembangunan berwawasan lingkungan; 6) Pembangunan dasar aset komunitas; 7) Praktek masyarakat sosial; 8) Pencarian partisipasi dasar masyarakat; 9) Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) dan 10) Partisipasi masyarakat.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
65
2.9.3 Peran serta masyarakat 2.9.3.1 Pengertian Peran serta masyarakat adalah proses dimana individu, keluarga dan lembaga masyarakat termasuk swasta mengambil tanggung jawab atas kesehatan sendiri.
Keluarga
dan
masyarakat
mengembangkan
kemampuan
untuk
menyehatkan diri, menjadi pelaku perintis kesehatan dan pemimpin yang menggerakkan kegiatan masyarakat di bidang kesehatan berdasarkan atas kemandirian dan kebersamaan (Aditya, 2008). 2.9.3.2 Bentuk peran serta masyarakat Bentuk peran serta masyarakat, yaitu ikut dalam menelaah situasi masalah; ikut terlibat dalam menyusun perencanaan, pelaksanaan, termasuk penentu prioritas; menjalankan kebiasaan hidup sehat atau berperan serta secara aktif dalam mengembangkan tenaga, dana dan sarana (Aditya, 2008). 2.9.3.3 Indikator keberhasilan peran serta masyarakat Indikator peran serta masyarakat adalah meningkatnya kemampuan kepemimpinan masyarakat, meningkatnya pengorganisasian kesehatan oleh masyarakat, meningkatnya peran serta masyarakat dalam mengelola dana untuk kesehatan, meningkatnya penerimaan masyarakat terhadap program kesehatan (Aditya, 2008).
2.10 Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment) 2.10.1 Konsep pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan
masyarakat
ialah
suatu
upaya
atau
proses
untuk
menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
66
mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Sasmita, 1997; Notoatmodjo, 2005; Bartle, 2008). Erfandi (2008) merumuskan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitasi yang bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan tokoh masyarakat. 2.10.2 Tujuan pemberdayaan masyarakat Adamson (2010) berpendapat bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah: 1) Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan bagi individu, kelompok atau masyarakat. Pengetahuan dan kesadaran tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan adalah awal dari keberdayaan kesehatan. Kesadaran dan pengetahuan merupakan tahap awal timbulnya kemampuan, karena kemampuan merupakan hasil proses belajar; 2) Timbulnya kemauan atau kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran dan pemahaman terhadap objek, dalam hal ini kesehatan. Kemauan atau kehendak merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan; 3) Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, telah mampu mewujudkan kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat. Depkes RI (2006); Laila (2007) menjelaskan bahwa kemampuan masyarakat dalam bidang kesehatan sesungguhnya mempunyai pengertian yang
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
67
sangat luas. Masyarakat yang mampu atau masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan apabila: 1) Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan, terutama di lingkungan atau masyarakat setempat. Masyarakat mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor yang mempengaruhinya, masyarakat harus mempunyai pengetahuan kesehatan yang baik (health literacy); 2) Mampu mengatasi masalah kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Masyarakat yang mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan mengandung pengertian, masyarakat bersangkutan mampu menggali potensi masyarakat setempat untuk mengatasi masalah kesehatan mereka. Suatu masyarakat yang kekurangan air bersih, masyarakat tersebut bergotong-royong baik tenaga, pikiran, maupun dana untuk pengadaan air bersih. Dapat juga meminta bantuan ke pemerintah daerah setempat atau swasta sehingga masyarakat tersebut dapat memperoleh bantuan untuk pengadaan air bersih; 3) Mampu memelihara dan melindungi diri, baik individual, kelompok, atau masyarakat dari ancaman kesehatan. Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan yang tinggi, masyarakat mampu memelihara dan melindunginya dari segala bentuk ancaman kesehatan. Masyarakat mampu melakukan antisipasi dengan upaya pencegahan. Masalah banjir adalah merupakan ancaman kesehatan, karena dengan terjadinya banjir merupakan ancaman kesehatan, yakni timbulnya penyakit diare, mata, kulit, dan sebagainya. Masyarakat dapat melakukan perbaikan saluran air limbah, pembangunan tempat sampah agar tidak terjadi penyumbatan saluran air dengan gotong-royong; 4) Mampu meningkatkan kesehatan, baik individual, kelompok, maupun masyarakat. Kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat harus
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
68
senantiasa diupayakan terus-menerus (health promoting community). Masyarakat yang berdaya di bidang kesehatan, seyogianya mampu meningkatkan kesehatan masyarakatnya secara terus-menerus. Pemberdayaan masyarakat pada akhirnya akan menghasilkan kemandirian masyarakat.
Pemberdayaan
masyarakat
merupakan
proses,
sedangkan
kemandirian masyarakat merupakan hasilnya. Kemandirian masyarakat dapat diartikan sebagai kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahan masalahnya dengan memanfaatkan potensi setempat tanpa tergantung pada bantuan dari pihak luar (Erfandi, 2008). 2.10.3 Prinsip pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya menumbuhkan kemampuan masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat bukan sesuatu yang ditanamkan atau dicangkokkan dari luar masyarakat yang bersangkutan tetapi merupakan suatu proses memampukan masyarakat, "dari, oleh, dan, untuk" masyarakat itu sendiri, berdasarkan kemampuan sendiri (Sasmita, 1997l; Bartle, 2008; Adamson (2010). David (2007); Adamson (2010) menyatakan bahwa secara lebih terinci prinsip pemberdayaan masyarakat, khususnya di bidang kesehatan dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Menumbuhkembangkan potensi masyarakat Potensi adalah suatu kekuatan atau kemampuan yang masih terpendam. Baik individu, kelompok, maupun masyarakat mempunyai potensi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Suatu masyarakat terdapat berbagai
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
69
potensi, yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni potensi sumber daya manusia (penduduknya), dan potensi dalam bentuk sumber daya alam, atau kondisi geografi masyarakat setempat. Baik potensi sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya, antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda (Erfandi, 2008). 2. Mengembangkan gotong-royong masyarakat Seberapa besar pun potensi masyarakat, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, akan tetapi tidak tumbuh dan berkembang dari dalam tanpa adanya gotong-royong di antara anggota masyarakat itu sendiri. 3. Menggali kontribusi masyarakat Pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya adalah menggali potensi masyarakat, terutama potensi ekonomi yang ada di setiap anggota masyarakat. Menggali dan mengembangkan potensi ekonomi setiap anggota masyarakat pada dasarnya adalah suatu upaya agar anggota masyarakat berkontribusi sesuai dengan kemampuan terhadap program atau kegiatan yang direncanakan bersama. Bentuk kontribusi setiap anggota masyarakat berbeda satu dengan yang lain, baik besarnya maupun bentuknya. Kontribusi masyarakat adalah merupakan bentuk partisipasi masyarakat antara lain: dalam bentuk tenaga, pemikiran atau ide, dana, bahan bangunan, dan sebagainya (David, 2006).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
70
4. Menjalin kemitraan Kemitraan adalah suatu jalinan kerjasama antara berbagai sektor pembangunan, baik pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat maupun serta individu dalam rangka mencapai tujuan bersama yang disepakati. Membangun kemandirian atau pemberdayaan masyarakat, kemitraan adalah sangat penting peranannya. Masyarakat yang mandiri merupakan perwujudan dari kemitraan antara anggota masyarakat itu sendiri atau masyarakat dengan pihak di luar masyarakat yang bersangkutan, baik pemerintah maupun swasta (Adamson, 2010). 5. Desentralisasi Upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengembangkan potensi daerah atau wilayah. Segala bentuk pengambilan keputusan harus diserahkan ke tingkat operasional, yakni masyarakat setempat, sesuai dengan kultur masingmasing komunitas (Bartle, 2008). Peran sistem dalam pemberdayaan masyarakat adalah sebagai fasilitator dan motivator. Masyarakat bebas melakukan kegiatan atau program inovatif, tanpa adanya arahan atau instruksi dari atas. Pendekatan yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah "taman bunga" artinya adanya keanekaragaman upaya tetapi dalam konteks pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat bukan menggunakan pendekatan "kebun bunga" yang mementingkan keseragaman, contoh Posyandu, sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat seharusnya tidak seragam kegiatannya, tetapi
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
71
harus didasarkan kepada masalah dan kebutuhan setempat. Pendekatan"kebun bunga" dapat digunakan untuk semua kegiatan Posyandu sama, baik di kota, di desa, di daerah elit, maupun di daerah kumuh. 2.10.4 Ciri pemberdayaan masyarakat Suatu kegiatan atau program dapat dikategorikan ke dalam pemberdayaan masyarakat apabila kegiatan tersebut tumbuh dari bawah dan noninstruktif serta dapat memperkuat, meningkatkan atau mengembangkan potensi masyarakat setempat, guna mencapai tujuan yang diharapkan. Laila (2007); Bartle, (2008) menyatakan bahwa bentuk pembangunan potensi masyarakat tersebut bermacammacam, antara lain sebagai berikut: 1. Tokoh atau Pemimpin Masyarakat (Community Leaders) Sebuah masyarakat, baik pedesaan, perkotaan, maupun pemukiman elit atau pemukiman kumuh, secara alamiah, akan terjadi kristalisasi pemimpin atau tokoh masyarakat. Pemimpin atau tokoh masyarakat ini dapat bersifat formal (Camat, Lurah, Ketua RW/RT) ataupun informal (Ustad, Pendeta, Kepala adat, dan sebagainya). Tahap awal pemberdayaan masyarakat, petugas atau provider kesehatan terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada para tokoh masyarakat. Masyarakat masih paternalistik atau masih berpola (menganut) kepada seseorang atau "sosok" tertentu di masyarakatnya, yakni tokoh masyarakat. Pemimpin masyarakat akan diikuti atau dianut oleh bawahan atau masyarakat. Petugas atau provider kesehatan harus memanfaatkan para tokoh masyarakat ini sebagai potensi yang harus dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat (Laila, 2007).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
72
2. Organisasi Masyarakat (Community Organization) Dalam suatu masyarakat selalu ada organisasi kemasyarakatan, baik formal maupun informal, misalnya PKK, Karang Taruna, Majelis Taklim, dan peserta pengajian yang lain. Organisasi masyarakat ini merupakan potensi yang harus dimanfaatkan dan merupakan mitra kerja dalam upaya memberdayakan masyarakat (community empowerment). Pengalaman telah membuktikan bahwa Posyandu dan Polindes yang juga telah menjadi organisasi masyarakat, merupakan wujud kerja sama dan kemitraan antara Puskesmas, pemerintahan setempat, PKK, dan sebagainya. Pertumbuhan Posyandu di sebagian besar tempat tampak dipaksakan dari atas (Dinas Kesehatan atau Puskesmas) menargetkannya asumsi jumlah cakupan balita yang ada di setiap lingkungan. Posyandu tersebut dibentuk bukan berdasarkan target dari Puskesmas, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat (Rothman, 2001). 3. Pendanaan Masyarakat (Community Fund) Dana sehat telah berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an, mulamula di Jawa Tengah yang akhirnya meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Kemudian dana sehat ini berkembang, dan oleh Departemen Kesehatan diperluas dengan nama program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Adanya program JPKM dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan, maka dana sehat yang sebelumnya telah tumbuh dari bawah ini, justru makin hilang dari masyarakat. Sebenarnya baik dana sehat, maupun JPKM mempunyai prinsip yang sama, yakni "yang sehat membantu yang
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
73
sakit, yang kaya membantu yang miskin". Prinsip ini adalah inti gotongroyong
sebagai
salah
satu
prinsip
dari
pemberdayaan
masyarakat
(Notoatmodjo, 2005). 4. Material Masyarakat (Community Material) Sumber daya alam merupakan salah satu potensi masyarakat. Setiap daerah atau tempat mempunyai sumber daya alam yang berbeda, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan. Daerah Banjar Negara terdapat beberapa desa dekat kali yang menghasilkan banyak batu. Masyarakat setempat bergotong-royong mengambil batu tersebut dapat digunakan untuk pengerasan jalan yang menuju ke fasilitas kesehatan (Puskesmas). Fasilitas jalan yang telah diperkeras tersebut memudahkan masyarakat mengakses pelayanan kesehatan. 5. Pengetahuan Masyarakat (Community Knowledge) Semua bentuk penyuluhan kesehatan kepada masyarakat merupakan contoh
pemberdayaan
masyarakat
untuk
meningkatkan
komponen
pengetahuan masyarakat (community knowledge). Kegiatan penyuluhan kesehatan yang bernuansa pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pendekatan community based health education, salah satu contoh pendekatan community based yaitu lomba membuat poster tentang pesan kesehatan pada event tertentu misalnya hari jadi kota, atau hari kesehatan Nasional. Panitia lomba menyediakan hadiah bagi pemenang untuk memotivasi para warga setempat. Hasilnya (Poster yang menang) tidak dikumpulkan, tetapi dipasang
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
74
di tempat umum, misalnya di Posyandu, di Balai Desa, dan sebagainya (Adamson, 2010). 6. Teknologi Masyarakat (Community technology) Komunitas
telah
mamiliki
teknologi
sederhana
yang
dapat
dimanfaatkan untuk pembangunan program kesehatan seperti penyaringan air hujan bersih dengan menggunakan pasir atau arang, untuk pencahayaan rumah sehat menggunakan genteng dari tanah yang di tengahnya ditaruh kaca, untuk pengawetan makanan dengan pengasapan, dan sebagainya. Teknologi sederhana yang lahir dari masyarakat ini sebenarnya merupakan potensi untuk pemberdayaan masyarakat. penyederhanaan deteksi dini suspek TB paru dari tanda atau gejala teknis yang mudah dilihat oleh masyarakat, dengan membagikan buku saku yang ringkas sesuai dengan bahasa mereka merupakan contoh dari community technology. Setelah ditemukan tanda yang mudah dilihat oleh masyarakat yang merujuk ke petugas kesehatan, artinya di masyarakat tersebut telah tersedia teknologi tepat guna untuk mendeteksi dini penderita TB paru sehingga setiap orang dapat melakukannya (Labonte, 2004). 2.10.5 Indikator hasil pemberdayaan masyarakat David (2006); Bartle (2008) menyatakan bahwa untuk mengukur keberhasilan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan masyarakat, dapat menggunakan indikator yang mengacu kepada pendekatan sistem, sebagai berikut. 1) Input. Kategori input, yaitu a) Sumber daya manusia, yakni tokoh atau pemimpin masyarakat baik tokoh formal maupun informal yang berpartisipasi
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
75
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat; b) Besarnya anggaran yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bersangkutan, baik anggaran yang berasal dari kontribusi masyarakat setempat, maupun yang diperoleh dari bantuan di luar masyarakat tersebut; c) Bahan, alat atau materi lain yang digunakan untuk menyokong atau untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut. 2) Proses. Indikator proses pemberdayaan masyarakat adalah jumlah penyuluhan kesehatan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan; frekuensi dan jenis pelatihan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan dalam rangka pemberdayaan masyarakat; jumlah tokoh masyarakat atau kader kesehatan yang telah diintervensi atau dilatih sebagai motivator atau penggerak pemberdayaan masyarakat; pertemuan masyarakat dalam rangka perencanaan atau pengambilan keputusan untuk kegiatan pemecahan masalah masyarakat setempat. 3) Output. Indikator output pemberdayaan masyarakat adalah: jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat pengetahuan dan perilakunya tentang kesehatan; jumlah anggota keluarga yang mempunyai usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga (income generating); meningkatnya fasilitas umum di masyarakat, dan sebagainya. 4) Outcome. Indikator ini bukan satu-satunya dampak dari pemberdayaan masyarakat, namun pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi terhadap indikator di bawah ini, seperti menurunnya angka kesakitan dalam masyarakat,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
76
menurunnya angka kematian umum dalam masyarakat dan menurunnya angka kelahiran dalam masyarakat. 2.10.6 Peranan petugas kesehatan atau provider Petugas atau provider kesehatan dalam memberdayakan masyarakat di bidang kesehatan adalah bekerja sama dengan masyarakat (work with the community), bukan bekerja untuk masyarakat (work for the community). David (2006); Laila (2007) menyebutkan peran petugas atau sektor kesehatan adalah pertama,
memfasilitasi
masyarakat
terhadap berbagai
kegiatan program
pemberdayaan seperti masyarakat ingin membangun atau pengadaan air bersih, maka peran petugas adalah memfasilitasi pertemuan anggota masyarakat, pengorganisasian masyarakat, atau memfasilitasi pertemuan dengan pemerintah daerah setempat, dan pihak lain yang dapat membantu dalam mewujudkan pengadaan air bersih tersebut. Kedua, memotivasi masyarakat untuk bekerja sama atau bergotong-royong dalam melaksanakan kegiatan atau program bersama untuk kepentingan bersama dalam masyarakat tersebut; 3) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat. Sumber daya masyarakat, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam dimanfaatkan secara optimal dalam rangka kemandirian mereka, memerlukan alih pengetahuan, alih keterampilan, dan alih teknologi.
2.11 Nominal Group Technique Nominal Group Technique secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah atas suatu isu atau
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
77
masalah tertentu. Ada prosedur dan standar tertentu yang harus diikuti agar hasilnya benar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Delbecq dan VandeVen, 1975). Prinsip Nominal Group Technique adalah 1) NGT adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau obrolan. Ciri khas metode NGT yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitatif lainnya (wawancara mendalam atau observasi) adalah interaksi. Tanpa interaksi sebuah NGT berubah wujud menjadi kelompok wawancara terfokus; 2) NGT adalah group bukan individu. Prinsip ini masih terkait dengan prinsip sebelumnya. Agar terjadi dinamika kelompok, moderator harus memandang para peserta NGT sebagai suatu group, bukan orang per orang, selalu melemparkan topik ke “tengah” bukan hanya tembak langsung ke peserta NGT; 3) NGT adalah diskusi terfokus bukan diskusi bebas. Prinsip ini melengkapi prinsip pertama di atas. Moderator diingatkan bahwa jangan hanya mengejar interaksi dan dinamika kelompok; kalau hanya mengejar hal tersebut diskusi bisa berjalan tidak terarah. Selama diskusi berlangsung moderator harus fokus pada tujuan diskusi, sehingga moderator akan selalu berusaha mengembalikan diskusi ke “jalan yang benar”.
2.12 Konsep Barazanji Barazanji merupakan nama suatu kampung di Irak, namun di Indonesia khususnya Sulawesi Selatan, Barazanji itu adalah nama suatu kitab tertua yang menceritakan sejarah Nabi Besar Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam. Nama kitab Barazanji diambil dari nama pengarangnya yaitu Syekh Ja'far al-Barazanji bin Husin bin Abdul Karim. Ia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barazanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan yang terletak 80
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
78
km di sebelah utara kota Irbil Irak. Karya tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd alJawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wasallam, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya. Pembacaan kitab Barazanji dimulai pada abad keenam atau ketujuh Hijriah, yaitu pada masa pemerintahan raja Abu Said Al- Muzaffar dalam rangka perayaan Maulid Nabi Muhammad Sallallahu Alahi Wasallam. Perayaan Maulid Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam merupakan suatu cara untuk meningkatkan semangat juang umat Islam. Tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam baru
muncul
setelah
perang
Salib,
dan
dicetuskan
di
tengah-tengah
berkecamuknya perang Salib dan ditradisikan sekitar abad 13 Masehi / abad 7 Hijriah. Tokoh pejuang Islam pada perang Salib ialah Sulthan Salahuddin AlAyyubi yang pada tahun 586 Hijriah telah mengangkat Abu Said untuk berkuasa di kota Ibril Irak dengan tujuan membina anak buahnya serta rakyatnya agar tetap memiliki semangat juang serta membela diri dari serangan pihak pemberontak, akhirnya timbullah Maulid Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam (Baco, 2006). Muzakkar Al-Azhar dalam Baco (2006) menyatakan bahwa membaca kitab Barazanji itu pada mulanya ialah menyambut kedatangan Nabi Muhammad Sallallahu Alahi Wasallam ketika hari pertama Beliau sampai di Yasrib Madina. Kemudian berkembang menjadi susunan madah yang berwujud puji-pujian terhadap Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
79
Syaikh Jafar Al-Barazanji dalam Baco (2006) menjelaskan bahwa kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kitab Barazanji yang mengandung kisah Maulid dan perjuangan Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam serta perjalanan hidupnya. Isi kitab Barazanji menceritakan kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi Rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Berikut sebagian syair indah dari barazanji (Baco, 2006). Aduhai Nabi, damailah engkau Aduhai Rasul, damailah engkau Aduhai kekasih, damailah engkau Sejahteralah engkau Telah terbit purnama di tengah kita Maka tenggelam semua purnama Seperti cantikmu tak pernah kupandang Aduhai wajah ceria Engkau matahari, engkau purnama Engkau cahaya di atas cahaya Engkau permata tak terkira Engkau lampu di setiap hati Aduhai kekasih, duhai Muhammad Aduhai pengantin rupawan Aduhai yang kokoh, yang terpuji Aduhai imam dua kiblat.
Barazanji di Sulawesi Selatan telah bersejarah dalam keikutsertaannya untuk merebut kemerdekaan pada zaman penjajahan (Baco, 2006). Perkumpulan pada zaman penjajahan sangat terbatas karena sang penjajah yang berkuasa pada waktu itu melarang untuk mengadakan perkumpulan dan pertemuan. Sang
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
80
penjajah khawatir jangan sampai dalam pertemuan tersebut membuat atau menyusun taktik dan strategi dalam mengadakan perlawanan terhadap mereka. Sang penjajah membolehkan mengadakan perkumpulan dalam rangka keagamaan, sebab orang yang beragama khususnya pembaca barazanji, apabila dihalangi dalam beribadah maka lebih memilih mati daripada tidak melaksanakan ibadah. Kesempatan seperti inilah para pencinta barazanji menjadikan barazanji sebagai sarana/alat untuk mengumpulkan massa untuk membicarakan barisan strategi dalam melawan kaum penjajah. Kitab Barazanji sangat berjasa tidak hanya pada saat perang Salib tetapi juga di saat perebutan kemerdekaan Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan. Awal mula pembacaan barazanji dilakukan di masjid secara rutin pada setiap malam Juma’at. Pembacaan kitab Barazanji merupakan tradisi Islam yang terus dipertahankan oleh orang muslim Sulawesi Selatan. Barazanji dibaca dalam berbagai kegiatan keislaman.
2.13 Modal Sosial (Social Capital) 2.13.1 Konsep modal sosial (social capital) Hasbullah (2006); Mohseni (2008) menyatakan bahwa modal sosial (social capital) adalah sumber daya yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya yang baru. Sumber daya (resources) adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan. Sumber daya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal. Modal sosial menekankan pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial,
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
81
norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi anggota kelompok. Modal sosial berbeda dengan modal manusia (human capital). Modal manusia lebih merujuk ke dimensi individual yaitu daya dan keahlian yang dimiliki oleh seorang individu. Modal sosial lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok. Fukayama (2005) menyatakan bahwa modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan, di dalamnya diikat oleh nilai dan norma yang tumbuh dan dipatuhi. 2.13.2 Unsur pokok modal sosial Modal sosial terletak pada bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut diwarnai oleh suatu pola interelasi yang timbal balik dan saling menguntungkan, dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma dan nilai sosial yang positif kuat (Baron, 2001; Hasbullah, 2006). 2.13.2.1 Resiprocity Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran kebaikan bukanlah sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses jual beli, melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang dari suatu
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
82
kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa mengharapkan imbalan seketika (Hasbullah, 2006). Semangat membantu tanpa mengharapkan imbalan dikenal dalam konsep islam yang disebut sebagai keikhlasan. Imbalan tidak diharapkan seketika dan tanpa batas waktu tertentu. Kelompok sosial yang terbentuk, didalamnya memiliki bobot resiprositas kuat akan melahirkan suatu masyarakat yang memiliki tingkat modal sosial yang tinggi, terefleksikan dengan tingkat kepedulian sosial yang tinggi, saling membantu saling memperhatikan. 2.13.2.2 Trust Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, bertindak tidak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 2005; Mohseni, 2008). Fu (2004) membagi tiga trust yaitu pada tingkat individual, tingkat relasi sosial dan pada tingkat sistem sosial. Trust pada tingkat individual merupakan kekayaan individual, variabel personal dan sekaligus sebagai karasteristik individu. Trust pada tingkat hubungan sosial merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan kelompok. Trust pada tingkat sistem sosial merupakan nilai publik yang perkembangannya dipasilitasi oleh sistem sosial yang ada. 2.13.2.3 Norma sosial Norma sosial sangat berperan dalam mengontrol bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma adalah sekumpulan aturan yang
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
83
diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota mayarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpan dari kebiasaan yang berlaku dimasyarakatnya. Aturan kolektif biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial (Hasbullah, 2006). 2.13.2.4 Nilai Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun-temurun, dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat, misalnya nilai harmoni, prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya. Nilai berperan penting dalam kehidupan manusia. Setiap kebudayaan biasanya terdapat nilai tertentu yang mendominasi ide yang berkembang. Dominasi ide dalam masyarakat akan membentuk dan mempengaruhi aturan bertindak masyarakatnya (the rules of conducts) dan aturan bertingkah laku (the rules of behaviour) secara bersama-sama (Putnam, 2005). 2.13.2.5 Tindakan yang proaktif Salah satu unsur penting modal sosial adalah keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk tidak berpartisipasi saja tetapi senantiasa mencari jalan bagi keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat. Seseorang atau kelompok senantiasa kreatif dan aktif melibatkan diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya hubungan sosial dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain. Mereka cenderung tidak menyukai bantuan sifatnya dilayani, melainkan lebih memberi pilihan untuk lebih banyak melayani secara proaktif (Mohseni, 2008).
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
84
2.14. Beberapa Penelitian Sistem Pengembangan dengan Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Pemberdayaan kelompok masyarakat yang dilakukan dokter praktek swasta sukses dalam meningkatkan CDR, yaitu Myanmar (CDR=99%), China (CDR=80%) pada tahun 2005 (Romulo, 2005). Beberapa penelitian lain dengan pengembangan sistem dengan pemberdayaan kelompok masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2.2 di halaman berikut.
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tabel 2.2 Beberapa penelitian pengembangan sistem dengan pemberdayaan kelompok masyarakat No
Judul
1
Pengembangan Sistem Informasi Program TB paru Dinkes Kota Bandar lampung
Penulis Sutarji
1. 2. 3. 4.
2
Pengembangan Sistem Surveilans Penemuan Tersangka TBC Paru Pada Praktisi Swasta Kabupaten Tabanan 2006
I Wayan Putra
Variabel Penelitian Input : Data TB PKM, Balai lapkes, BPS. Proses: Akses Data, Pembuatan laporan, Analisis Indikator Output: Sistem yang aplikatif Outcome: Proporsi Suspek, Angka Konversi, Angka Kesembuhan, Error rate dan CDR
1. Input: Man: Praktisi Swasta: 1) Internal: Karakteristik, Harapan Praktisi, Dampak Implementasi DOTS, Pelatihan. 2) Eksternal: Kunjungan Petugas PKM, Prosedur Referal, Pencatatan dan Pelaporan, Umpan Balik 2. Proses: Pengumpulan Data, Pengolahan, Analisis, Interpretasi Data, Koordinasi. 3. Output; Angka Penemuan Suspek TBC Paru di Praktisi Swasta, Penyebaran informasi
Tahun
Jenis Penelitian
2005
Kualitatif
2006
Pengembangan Sistem
Hasil Penelitian Sistem pencatatan dan pelaporan masih dilaksanakan secara manual, sehingga dalam proses akses data, pembuatan laporan dan analisis indikator proporsi suspek, angka konversi, angka kesembuhan dan CDR masih banyak ditemukan kendala Setelah dilakukan pengembangan penemuan suspek TB oleh praktisi swasta maka ditemukan peningkatan persentase penemuan suspek yaitu sebelum penelitian proporsi suspek 3,5% dan setelah selesai penelitian meningkat menjadi 73,5%.
85
85 Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
86
No 3.
4.
5.
6.
Judul
Variabel Penelitian
Penulis
Pendekatan Kemitraan Berbasis Masyarakat (Penguyuban penderita) dalam Program Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Sumberjambe Hubungan aspek Manajemen Petugas TB paru Puskesmas dengan cakupan Penemuan TB paru di Kabupaten Grobongan Pelibatan Praktisi Swasta dalam Pengendalian TBC di Propinsi DIY dan Bali
Ansarul Fahrudda
1. 2. 3. 4. 5.
Sutopo Patria jati
1. Aspek Perencanaan Petugas TB paru 2. Aspek Kerjasama Petugas TB paru dengan Masyarakat 3. Aspek Monitoring dan Evaluasi Petugas TB paru 4. Cakupan Penemuan TB paru 1. Peran penjaringan suspek TB 2. Peran diagnosis 3. Peran pengobatan 4. Peran distribusi OAT
Perancangan Sistem informasi Penyakit TBC di Puskesmas Tanjung Paku Kota Solok Sumatera barat
Anwar Hasan
Adi Utarini, Yodi Mahadradhati
Budaya Tingkat sosial Kesepakatan melaksanakan Kegiatan Penemuan suspek TB Pengawasan minum Obat
1. Input: Data pengobatan pasien TBC, data Identitas pasien TBC, data tersangka pasien yang diperiksa dahak SPS
Jenis Penelitian Pengembangan Kemitraan (Kualitatif)
Hasil Penelitian Pendekatan Kemitraan dalam penemuan suspek TB paru dan Pengawasan Minum Obat sangat berpengaruh
2006
Ekspalanatory dengan Metode Survei
2007
Deskriptif
2009
Perancangan Sistem dengan pendekatan rancangan cetak
Ada Hubungan dari 3 aspek: Perencanaan (p value= 0,003), Kerjasama (p value= 0,002), Monitoring dan evaluasi (p=0,005) dalam peningkatan cakupan Penemuan TB paru Dari berbagai peran yang dipilih Praktisi Swasta, 45% Praktisi Dokter dan 77% perawat-bidan memiliki peran dalam menemukan suspek TB dan langsung merujuknya Pendekatan rancangan cetak dapat memperbaiki sistem pelaporan TBC dan Laporan Hasil CDR meningkat (50% menjadi 67%)
Tahun 20 06
2. Proses: Pengumpulan data, pemasukan Data, pengolahan data, analisis data, monitoring, Evaluasi, Supervisi, data base, data mining 3. Output: Rancangan Cetak biru, Laporan TBC, Laporan hasil 86
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
87
No 7.
8.
Judul Kolaborasi Dokter Praktek Swasta dalam penemuan penderita TB di Myanmar dan China Pendekatan Kerjasama Dokter Praktek Swasta dalam meningkatkan CDR TB paru di New Delhi, India
Penulis Rumulo
1. 2. 3. 4.
Lannort
1. 2. 3. 4.
Variabel Penelitian Kesepakatan melaksanakan Kegiatan Penemuan suspek TB Pemeriksaan mikroskopis Pengawasan minum Obat Peranan dokter prktek swasta dalam menemukan kasus TB Peranan Pengobatan TB paru Perana diagnosis Evaluasi pencatatn dan pelaporan TB ke P2TB Puskesmas
Tahun 2005
2004
Jenis Penelitian Pemberdayan masyarakat (Community based)
Hasil Penelitian Pemberdayan DPS dalam penemuan kasus TB paru dan Pengawasan Minum Obat sangat berpengaruh
Cros sectional study
Ada Hubungan dari 4 aspek: Perana DPS (p value= 0,001), Pengobatan TB paru (p value= 0,003), Peranan diagnosi (p=0,005), Evaluasi pencatatan dan pelaporan dalam peningkatan cakupan Penemuan TB paru
87
Desertasi
MODEL SISTEM SURVEILANS .....
MASRIADI