BAB I PENDAHULUAN
Sebagaimana juga halnya di negara-negara berkembang lain, tuberkulosis (TB) di Indonesia masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Tuberkulosis merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh, yaitu organ pernafasan (TB paru-TBP) ataupun di organ di luar paru (TB Ekstra paru- TBE). Kuman TB dapat hidup lama tanpa aktifitas dalam jaringan tubuh (dormant) hingga sampai saatnya ia aktif kembali. Lesi TB dapat sembuh tetapi dapat juga berkembang progresif atau mengalami proses kronik atau serius. Pada tahun 1993 WHO mengeluarkan petunjuk program terapi tuberculosis dan Depkes RI menyebarluaskan petunjuk Panduan Kemasan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pedoman dan tatalaksana yang baru ini patut dipedomani dan dilaksanakan. Dalam makalah ini akan diuraikan diagnosis dan penatalaksanaan TB berdasarkan hal-hal tersebut di atas.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Infeksi bersifat sistemik sehingga dapat mengenai semua organ dengan paru sebagai lokal infeksi primer. 2.2. ETIOLOGI Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Penyusun utama dinding sel basil TB adalah asam mikolat, lilin kompleks (complex waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri ini bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam- alcohol. 2.3. EPIDEMIOLOGI WHO telah mendeklarasikan TB sebagai global health emergency, karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikrobacterium TB. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya terjadi pada negara yang berkembang Diantara mereka 75% berada dalam usia yang produktif, yaitu 20-49 tahun Penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus TB yang baru dan kematiannya muncul di Asia. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3
juta setiap tahun. Indonesia sendiri menempati urutan ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India.
Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti , 2002
2.4. PATOGENESIS 1. Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar UV ventilasi yang baik dan kelembaban udara. Dalam suasana gelap dan lembab kuman dapat bertahan berharihari sampai berbulan-bulan.
Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kuman dapat juga masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini jarang terjadi. Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan membentuk sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi dibagian mana saja jaringan paru. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local) dan juga diikuti pembesaran getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local + limfadenitis regional = kompleks primer.
Komplek primer ini selajutnya dapat menjadi : •
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
•
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon.
•
Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya. b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. c. Secara limfogen, keorgan tubuh lainnya d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
2. Tuberkulosis Post Primer Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB post primer). TB post primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru-paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Tergantung dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi : 1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa cacat 2. Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. 3. Sarang dini meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadillah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. 2.5. KLASIFIKASI A. Tuberkulosis paru 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) •
Tuberkulosis paru BTA (+)
- sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukan hasil BTA + - Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukan BTA + dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif. - Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukan BTA + dan biakan + •
Tuberkulosis paru BTA (-) - Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negative gambaran klinis dan radiologi menunjukan TB aktif - hasil pemeriksaan dahak 3 kalimenunjukan BTA negative dan biakan +
2. Berdasarkan Tipe pasien Tipe pasien berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya : •
Kasus baru Pasien yangbelum pernahmendapat pengobatan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.
•
Kasus kambuh (relaps) Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan sudah lengkap kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan BTA + atau biakan +.
•
Kasus Drop out Adalah pasien yang telah menjalani OAT lebih atau sama dengan 1 bulan, dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai.
•
Kasus gagal Pasien BTA + yang masih tetap +, atau kembali menjadi positif pada akhir bula ke-5 atau akhir pengobatan.
•
Kasus kronik Pasien dengan hasil BTA masih + setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
•
Kasus bekas TB Hasil BTA – dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran menetap. Riwayat pengiobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorax ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
2.6. DIAGNOSIS Penegakan diagnosis TB paru dilakukan berdasarkan gejala klinis, pemerikssaan jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
A. Gambaran klinis •
•
•
Gejala respiratori -
Batuk > 2 minggu
-
Batuk darah
-
Sesak napas
-
Nyeri dada
Gejala sistemik -
Demam
-
Malaise, keringat malam, Penurunan berat badan, anoreksia
Gejala TB ekstra paru -
Limfadenitis TB
-
Meningitis TB
-
Pleuritis TB
- TBC tulang dan sendi B. Pemeriksaan jasmani Pada pemeriksaan jasmani gejala yang ditemukan tergantung pada organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru umumnya terletak pada lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior serta daerah apeks lobus inferior. Pada
pemeriksaan
ditemukan
antara
lain
:
Suara
napas
bronkial,
amforik,melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan
mediastinum. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. C. Pemeriksaan Bakteriologi •
Bahan pemeriksaan Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi dapat berasal dari dahak, cairan pleura, Liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, Bronchoalveolar Lavage, urin, feses, jaringan biopsi.
•
Cara pengambilan dahak Pengambilan dahak lakukan 3 kali yaitu Sewaktu (saat datang pertama kali) – pagi – sewaktu ( saat mengantarkan dahak pagi) atau dikumpulkan setiap pagi 3 kali berturut-turut
• Cara pemeriksaan Dapat dilakukan secara mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan. Biakan adalah cara yang terbaik karena dapat untuk memastikan kuman tersebut kuman hidup, dan dapat dilakukan uji kepekaan dan identifikasi kuman bila perlu. Pemeriksaan mikroskopik dapat dengan pewarnaan Ziehl Neelsen atau Tan Thiam Hok (gabungan Kinyoun Gabbett), dan biakan dengan cara sederhana D.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan standart adalah foto thorax PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, toplordotik, oblique, CT- Scan. •
Luas lesi : - Minimalà tidak lebih dari sela iga depan, serta tidak dijumpai kaviti - Luas à proses lebih luas dai lesi minimal
•
Gambaran radiologis TB inaktif: - Fibrotik - Kalsifikasi - Schwarte
•
Gambaran radiologis lesi TB aktif : - Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah - Kaviti terutama lebih dari satu , dikelilingi oleh bayangan berawan atau nodular - Bayangan bercak milier - Efusi pleura
•
Destroyed lung
Merupakan gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat. Gambaran radiologi destroyed lung terdiri dari: - Atelektasis - Multicaviti - Fibrosis parenkim paru E. PEMERIKSAAN KHUSUS •
BACTEC Adalah metode radiometric. Mycobacterium tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO 2 yang akan dideteksi growth index-nya.
•
PCR Merupakan pemeriksaan yang mendeteksi DNA,termasuk DNA M. tuberculosis.
•
Serologi o ELISAàmerupakan uji serologi yang mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Masalah dalam teknik ini adalah kemungkinan antibody menetap dalam jangka waktu lama.
o Immunochromatographic (ICT)à uji serologi untuk mendeteksi M. tuberculosis dalam serum yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis. o Mycodotà untuk mendeteksi antibody antimikobakterial dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomanan (LAM) yang direkatkan oleh suatu alat yang berbentuk sisir plastic. o Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)à untuk mendeteksi reaksi serologi yang terjadi. o IgG TBà adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibody
IgG
dengan
antigen
spesifik
untuk
M.tuberculosis. Metode ini lebih sering digunakan untuk mendeteksi TB ekstra paru, tapi tidak cukup baik untuk mendeteksi TB paru pada anak. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN •
Analisis cairan pleura uji rivalta +, kesan cairan eksudat, sel limfosit dominan,dan glukosa rendah.
•
Pemeriksaan histopatologi jaringan Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsy atau autopsy, yaitu: BJH kelenjar getah bening, biopsi pleura, biopsi jaringan paru, biopsi lesi organ diluar paru yg dicurigai TB
•
Pemeriksaan darah
Hb. Anemi bila ada disebabkan oleh peradangan kronik, perdarahan, atau defisiensi.· Laju Endap Darah (LED). Mungkin meninggi, tetapi tidak dapat merupakan indikator untuk aktivitas penyakit.
•
Uji Tuberkulin Uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan
mempunyai makna bila ditemukan konversi,
bula, atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV dapat memberikan hasil negative. 2.7. PENGOBATAN TB Tujuan obat kemoterapi anti TB (OAT) adalah: •
Menyembuhkan pasien dalam jangka pendek dengan gangguan yang minimal.
•
Mencegah kematian karena penyakit yang aktif atau efek lanjutannya.
•
Mencegah relaps.
•
Mencegah timbulnya kuman yang resisten.
•
Melindungi masyarakat dan penularan
Dosis yang direkomendasikan ((mg/kg)
Jenis OAT
sifat
Harian
3xseminggu
Isoniazid (H)
Bakterisid
5
10
(4-6)
(8-12)
10
10
(8-12)
(8-12)
25
35
(Z)
(20-30)
(30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid
15
15
(12-18)
(12-18)
15
30
(15-20)
(20-35)
Rifampicin (R)
Pyrazinamide
Ethambutol (E)
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostatik
Jenis, sifat dan dosis OAT lini 1 Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) •
Kanamisin
•
Amikasin
•
Kuinolon
•
Makrolid dan amoksilin+ asam klavulanat
•
Ada beberapa obat lain yang sekarang belm digunakan di Indonesia : Kapreomisin, Sikloserin, PAS, Derivat rifampicin dan INH, Thionamides
PANDUAN PEMBERIAN OAT Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi :
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS a. Kehamilan Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. b. Ibu menyusui dan bayinya Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Pengobatan pencegahan dengan INH dapat diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya. c. Pasien TB pengguna kontrasepsi Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg). d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. e. Pasien TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
d. Pasien TB dengan kelainan hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE e. Pasien TB dengan gagal ginjal Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR. f. Pasien TB dengan Diabetes Melitus Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Pada
pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut. h. Indikasi operasi Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah: Untuk TB paru: -
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
-
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
-
Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
Untuk TB ekstra paru: -
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainan neurologik.
EFEK SAMPING OAT
INDIKASI RAWAT INAP •
•
TB paru yang disertai keadaan/komplikasi –
Hemoptoe masif
–
KU buruk
–
Pneumothorax
–
Empiema
–
Efusi pleura masif/ bilateral
–
Dyspnoe berat ( bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa –
TB paru milier
–
Meningitis TB
KRITERIA SEMBUH •
BTA mikroskopis negatif 2 kali ( pada fase intensif dan akhir pengobatan) dan telah mendapat pengobatan adekuat
•
Pada foto thorax, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan
•
Biakan negatif
2.8. KOMPLIKASI
•
Efusi pleura
•
Empiema
•
Pneumothorax
•
Cor pulmonal
DAFTAR PUSTAKA
1. TB paru. Diunduh dari: www.tbindonesia.or.id/tbnew/arsip/article/140. Diakses
tanggal 1 Mei 2010. 2. Konsensus
Tuberkulosis
Paru.
Diunduh
dari:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf. Diakses tanggal 1 Mei 2010. 3. Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Tuberculosis.
Diunduh
dari:
http://www.scribd.com/doc/3616799/PEDOMAN-NASIONALPENANGGULANGAN-TUBERKULOSIS-2007. Diakses tanggal 1 Mei 2010. 4. Yoga,Chandra. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta: 2006. 5. Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit paru. Penerbit Hipokrates. Jakarta: 2000.