BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI TB PARU Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 9
2.2. EPIDEMIOLOGI TB PARU WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk.9,11,15 Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu: 1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, 2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk, 3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya. 9
Universitas Sumatera Utara
2.3 Mycobacterium Tuberculosis Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm, dengan bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika. M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-40
0
C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 C
selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen
dapat menurunkan metabolisme
kuman.1,3,9,16
2.4 Diagnosis TB Paru TB paru sering menimbulkan gejala klinis yang dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala respiratorik dan gejala sistematik. Gejala respiratorik seperti batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, sedangkan gejala sistemik seperti demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise.
1,9,11,17
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luasnya lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
Universitas Sumatera Utara
mungkin pasien tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi akibat adanya iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak keluar. 1,11 Pada awal perkembangan penyakit sangat sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik. Kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama di daerah apeks dan segmen posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diapragma dan mediastinum.,16,18 Untuk yang diduga menderita TB paru, diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu sewaktu pagi – sewaktu (SPS). Berdasarkan panduan program TB nasional, diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan dijumpainya kuman TB (BTA). Sedangkan pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sesuai dengan indikasinya dan tidak dibenarkan dalam mendiagnosis TB jika diagnosis dibuat hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. 9,11,18
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG 2.5.1 Pemeriksaan Bakteriologis Pemeriksaan bakteriologis untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologis ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, bilasan bronkus, liquor cerebrospinal, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, faeces, dan jaringan biopsi. 3,9,19,20
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik, oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacammacam pada foto toraks. Gambaran radiologis yang ditemukan dapat berupa: •
bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
•
bayangan berawan atau berbercak
•
Adanya kavitas tunggal atau ganda
•
Bayangan bercak milier
•
Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
•
Destroyed lobe sampai destroyed lung
•
Kalsifikasi
•
Schwarte. .3 Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia luasnya proses yang tampak
pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut:3 -
Lesi minimal (Minimal Lesion): Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.
- Lesi luas (FarAdvanced): Kelainan lebih luas dari lesi minimal
Penelitian di Bangalore, India yang melibatkan 2229 orang dengan gejala respiratorik dan sistemik (batuk 2 minggu atau lebih, nyeri dada, panas lebih dari 4
Universitas Sumatera Utara
minggu dan batuk darah)
yang kemudian dievaluasi secara radiologi (foto toraks)
dan bakteriologi (hapusan dahak) menghasilkan tabel berikut :
Tabel 2 : Perbandingan Gambaran Radiologi dengan pemeriksaan mikrobiologi sputum pada penderita dengan dugaan TB di Bangalore India 21
Gambaran Radiologi
Jumlah penderita
Pemeriksaan mikrobiologi sputum S+ SS+ SC+
C+
C-
C-
TB
227
122
20
4
81
Selain TB
304
8
4
1
291
Normal
1698
-
8
10
1680
Total
2229
130
32
15
2052
S : Hapusan sputum, C : Kultur sputum
2.5.3. Pemeriksaan Khusus Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi kuman TB seperti : a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya. b. Polymerase chain reaction (PCR)
dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah kemungkinan kontaminasi. c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot 3,19
Universitas Sumatera Utara
2.5.4. Pemeriksaan Penunjang Lain : Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali. 3
2.6
Klasifikasi TB Paru
Dalam Klasifikasi TB Paru ada beberapa pegangan yang prinsipnya hampir bersamaan. PDPI membuat klasifikasi berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil pemeriksaan bakteriologis dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini dipakai untuk menetapkan strategi pengobatan dan penanganan pemberantasan TB: 1.
TB Paru BTA positif yaitu: - Dengan atau tanpa gejala klinis - BTA positif
mikroskopis + mikroskopis + biakan + mikroskopis + radiologis +
- Gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru 2. TB Paru (kasus baru) BTA negatif yaitu: -
Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktip
-
Bakteriologis (sputum BTA): negatif, jika belum ada hasil tulis belum diperiksa.
-
Mikroskopis -, biakan, klinis dan radiologis +
Universitas Sumatera Utara
3. TB Paru kasus kambuh : -
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat, gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktif tetapi belum ada hasil uji resistensi.
4. TB Paru kasus gagal pengobatan : -
Gejala klinis dan gambaran radiologis sesuai dengan TB Paru aktif, pemeriksaan mikroskopis +
walau sudah mendapat OAT,
tetapi
belum ada hasil uji resistensi. 5. TB Paru kasus putus berobat : -
Pada pasien paru yang lalai berobat
6. TB Paru kasus kronik yaitu: -
Pemeriksaan mikroskopis + , dilakukan uji resistensi. 3
. 2.6.1 Pengecatan dan Pembacaan Sediaan •
Pewarnaan sediaan dengan metode Ziehl – Nielsen Bahan – bahan yang diperlukan : 1. Botol gelas berwarna coklat berisi larutan Carbol Fuchsin 0,3% 2. Botol gelas berwarna coklat berisi akohol (HCl-Alcohol 3%) 3. Botol coklat berisi larutan Merhylen Blue 0,3% 4. Rak untuk pengecatan slide 5. Baskom untuk ditempatkan di bawah rak 6. Corong dengan kertas filter 7. Pipet 8. Pinset
Universitas Sumatera Utara
9. Pengukur waktu (timer) 10. Api spiritus 11. Air yang mengalir berupa air ledeng atau botol berpipet berisi air. 12. Beberapa rak cadangan Perwarnaan sediaan yang telah difiksasi, maksimum 12 slide. Antar sediaan harus ada jarak untuk mencegah terjadinya kontaminasi antar sediaan. •
Cara Pewarnaan 1. Letakkan sediaan dahak yang telah difiksasi pada rak dengan hapusan dahak menghadap ke atas. 2. Teteskan larutan Carbol Fuchsin 0,3% pada hapusan dahak sampai menutupi seluruh permukaan sediaan dahak. 3. Panaskan dengan nyala api spiritus sampai keluar uap selama 3 – 5 menit. Zat warna tidak boleh mendidih atau kering. Apabila mendidih atau kering maka Carbol Fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat seperti kuman TB 4. Singkirkan api spiritus, diamkan sediaan selama 5 menit. 5. Bilas sediaan dengan air mengalir pelan sampai zat warna yang bebas terbuang. 6. Teteskan sediaan dengan asam alkohol (HCl Alcohol 3%) sampai warna merah Fuchsin hilang 7. Bilas dengan air mengalir pelan 8. Teteskan larutan Methylen Blue 0,3% pada sediaan sampai menutupi seluruh permukaan 9. Diamkan 10 – 20 detik 10. Bilas dengan air mengalir pelan
Universitas Sumatera Utara
11. Keringkan sediaan di atas rak pengering di udara terbuka (jangan dibawah sinar matahari langsung) 10 •
Pembacaan BTA Hasil pemeriksaan
mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(Internasional Union Against Tuberculosis) sesuai rekomendasi WHO.
2.7 Bronkoskopi Di negara-negara berkembang dengan kemampuan diagnostik yang terbatas, kasus-kasus TB paru pada daerah endemis dapat diberikan terapi empiris .Namun jika memungkinkan, diagnosis definitif sebaiknya tetap didapatkan. Jika hasil pemeriksaan bakteriologis tidak dijumpai kuman BTA, sedang
dugaan yang
mengarah ke diagnosis adanya TB paru sangat kuat maka selanjutnya tindakan bronkoskopi dapat menjadi langkah untuk menegakkan diagnostik. 6,22, Bronkoskopi (bronkos = saluran napas, skopi = melihat) adalah tindakan pemeriksaan untuk menilai saluran napas penderita dengan alat bronkoskopi. 23,24 Pertama kali diperkenalkan penggunaan bronkoskopi kaku (berupa pipa logam) oleh Gustav Killian tahun 1897 dan kemudian dikembangkan oleh Chavalier Jackson dan putranya Awalnya Gustav killian melakukan bronkoskopi dengan menggunakan laringoskop dan esofagoskop rigid, untuk proksimal
bronkus
utama
kanan.
Pada
mengambil benda asing pada bagian tahun
1963,
Dr.
Shigeto
Ikeda
memperkenalkan Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL) (Gambar 2) yang tujuan utamanya adalah sebagai alat diagnostik.
24,25,26,27
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Bronkoskop Serat Optik Lentur (BSOL) 26
Sejak akhir tahun 1960 an BSOL telah menggantikan bronkoskopi rigid sebagai alat untuk tindakan diagnostik dan terapeutik Tindakan bronkoskopi merupakan tindakan yang invasif. Komplikasi dapat terjadi mulai pada saat premedikasi, saat tindakan bronkoskopi maupun sesudahnya. Berbagai komplikasi yang dapat terjadi antara lain: •
Kesulitan melakukan intubasi
•
Cedera pada trakea dan bronkus.
•
Perdarahan.
•
Spasmus pada bronkus dan laring.
•
Aritmia: o Sinus takikardia. o Aritmia yang serius. o Aritmia yang mengancam jiwa. •
Henti jantung.
•
Pneumotoraks.
•
Emfisema mediastinum.
23,26
Universitas Sumatera Utara
Pasien yang akan dilakukan tindakan bronkoskopi umumnya diberikan premedikasi dengan obat antikolinergik seperti atropine atau glikopirolat untuk mengurangi resiko reaksi vasovagal (bradikardi) dan mengurangi sekresi jalan napas. Diikuti dengan pemberian anestesi lokal pada saluran napas atas, laring dan percabangan tracehobronkial secara topikal dan inhalasi dan secara bronkoskopi dengan instilasi lidokain. 22,28 Tindakan pada bronkoskopi terdiri dari bronchoalveolar lavage (BAL), bronchial washing (bilasan bronkus), bronchial brushing (sikatan bronkus), transbronchial biopsy (biopsi transbronkial) dan postbronchoscopy sputum collection (kumpulan dahak selama 24 jam setelah bronkoskopi 24,29 Kegunaan bonkoskopi dalam mendiagnosis TB adalah : 1. Bisa dilakukan pada penderita yang tidak dapat mengeluarkan dahak secara spontan 2. Merupakan cara mendapatkan diagnosis dengan cepat (melalui hapusan langsung ataupun histopatologi). Tetapi bronkoskopi juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu memerlukan biaya yang lebih besar dibandingkan dahak spontan dan induksi, serta kemungkinan adanya penularan pada pekerja kesehatan (operator bronkoskopi) 24 Gambaran yang dijumpai pada TB yang dapat dilihat melalui bronkoskopi adalah inflamasi endobronkial dan didapati juga pembesaran kenjar limfe. Kelainan yang dijumpai bisa berupa pembengkakkan mukosa, sekresi purulen atau darah, terkadang granuloma, ulserasi pada percabangan bronkus atau segmen. Gambaran inflamasi yang terjadi pada TB ini bisa kembali normal dengan kemoterapi atau berubah menjadi jaringan parut (bronchial scarring) dan bisa pula menjadi stenosis kontraktif.,29,30,31,32
Universitas Sumatera Utara
2.7.1 Bronchoaveolar Lavage (BAL) Tindakan BAL adalah salah satu teknik pengambilan sampel pada saat tindakan bronkoskopi berlangsung. Tindakan BAL ditujukan untuk mengambil spesimen yang berada pada ujung saluran nafas (alveolus) yang terkadang sudah mengendap. Cairan yang didapat dari tindakan BAL ini sangat berguna karena dapat digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi (hapusan BTA dan kultur mycobacterium tuberculosis), , jumlah sel dan diferensiasi, penyakit infeksi oportunistik pada penderita immunocompromised, tumor paru dan interstitial lung diseases, gambaran alveolar proteinosis, gambaran terpapar debu seperti badan asbestos, silika, dan sel ganas.28,32 Melalui saluran yang ada pada bronkoskop, 20-50 ml cairan salin atau Ringer dimasukkan kebagian ujung (scope) bronkoskop yang sudah diarahkan ke arah lesi dan kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai di dapat jumlah sample 100-300 ml dengan tujuan mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi maupun pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan mikrobiologis. 24,29,30
Gambar 2. Contoh sampel BAL24 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gracia, dkk pada kasus TB yang dilakukan bronkoskopi membandingkan antara kultur dari BAL, bilasan bronkial dan setelah bronkoskopi, dengan kesimpulan kultur BAL positif pada 9 (53%) dari 17
Universitas Sumatera Utara
kasus, kultur dari dahak setelah bronkoskopi positif pada 9 (53%) dari 17 kasus. Pada penelitian Baughman dkk mendapatkan 68% positif dari hapusan BAL, sedangkan kulktur BAL 92% positif. Kennedy dkk, menemukan antara hasil kultur dari BAL dan kultur dahak setelah bronkoskopi yaitu 66% dari BAL dan 63% dari dahak. 23,29, 33 Penelitian yang dilakukan oleh Parwitasari Ririek dkk di RS. Dr. Soetomo Surabaya (2007) pada 23 orang yang telah diperiksa hapusan dahak dengan hasil BTA negatif, dijumpai 8 orang (38%) yang hasil hapusan cairan BAL dijumpai kuman BTA positif. 14 Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa hapusan dan kultur dari BAL lebih unggul dibandingkan hapusan dan kultur dari bilasan bronkial ataupun dari dahak setelah bronkoskopi. Conde dkk (2000) yang melakukan pemeriksaan bronkoskopi pada penderita HIV dan non HIV yang diduga menderita TB, tidak menjumpai perbedaan yang bermakna saat dilakukan pemeriksaan hapusan dahak spontan yang di induksi dengan pemeriksaan cairan BAL pada 202 peserta penelitian.
34
Penelitian oleh Kennedy, dkk (1992) pada pemeriksaan hapusan BTA cairan BAL pada penderita HIV dan non-HIV, dari 67 penderita HIV dan 45 non-HIV yang di duga menderita TB paru, (hasil pemeriksaan dahak spontan sebelum bronkoskopi tidak dijumpai kuman BTA), dijumpai basil pada 23 orang (34%) hapusan dari BAL menjadi positif pada penderita HIV, sedangkan pada non-HIV 20 (44%)33 Hendaknya sebelum dilakukan tindakan bronkoskopi kepada penderita diberikan informasi seperti prosedur, tujuan dan resiko tindakan bronkoskopi. Anemnesis terhadap riwayat penyakit penderita perlu diketahui untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor risiko penyakit tertentu. Diperlukan juga pemeriksaan kardiopulmonal dan foto toraks sebelum dilakukan tindakan bronkoskopi. Pemeriksaan seperti darah
Universitas Sumatera Utara
lengkap, kimia klinik darah, waktu pembekuan (clotting time), prothrombin time, dan hitung platelet juga sebaiknya dilakukan. Sedangkan pemeriksaan faal koagulasi diperlukan pada penderita yang memakai antikoagulan, dimana dijumpai adanya perdarahan aktif, penderita dengan kelainan darah, pada penderita dengan penyakit hati, disfungsi ginjal, malabsorpsi, manutrisi atau kelainan pembekuan darah lainnya. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan sebelum dilakukan bronkoskopi ini sifatnya tidak sama pada semua pasien. Analisa gas darah dan faal paru sebaiknya dikerjakan sebelum bronkoskopi karena bronkoskopi dapat menyebabkan edema mukosa bronkial dan mempengaruhi hasil pemeriksaan faal paru. Setiap penderita yang akan di bronkoskopi juga diminta untuk berpuasa (tidak makan dan minum) selama minimal 6 jam. dan selama bronkoskopi oksigenasi jaringan harus selalu diobeservasi dengan pemeriksaan pulse oxymetri sebelum dan selama bronkoskopi. 23
Universitas Sumatera Utara
KERANGKA KONSEP
Gejala Klinis
Radiologis
TB Paru - Gambaran Radiologis lesi luas, kavitas - Jumlah Kuman : 5000-10000/ml
Sputum BTA (SPS)
TB Paru BTA (+)
- Gambaran Radiologis lesi minimal, kavitas (-) - Jumlah Kuman : < 5000/ml - Tidak bisa mengeluarkan dahak secara optimal
TB Paru BTA (-)
BRONKOSKOPI (BAL)
BTA (+)
Spesimen sampai ke alveolus Aspirasi dengan suction
BTA (-)
Bukan kuman mycobakterium Jumlah kuman tidak ada/sedikit
Universitas Sumatera Utara