BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Komunikasi 2.1.1. Definisi Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin Communication, yang artinya sama. Maksudnya adalah komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl Hoveland (Effendy,1995) “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah laku orang lain”. Sedangkan menurut Edward Depari (Widjaja,2000) menyatakan bahwa, “Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditunjukkan kepada penerima pesan dengan maksud mencapai kebersamaan (Commons). Menurut Tappen (1995) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau
Universitas Sumatera Utara
lebih yang bekerjasama. Komunikasi juga merupakan suatu seni
untuk dapat
menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima. Dari beberapa defenisi diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran pesan (stimulus, signal, simbol atau informasi) baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal dari pengirim kepada komunikan) dengan tujuan adanya perubahan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik dan behaviora. 2.1.2. Tujuan Komunikasi Secara umum komunikasi memiliki tujuan, yaitu: 1. Supaya pesan yang disampaikan komunikator dapat dimengerti oleh komunikan. Dalam menjalankan perannya sebagai komunikator, perawat perlu menyampaikan pesan tentang kondisi pasien dengan jelas, lengkap dengan tutur kata yang lembut dan sopan. Agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh dokter. 2. Memahami orang lain. Proses komunikasi tidak dapat berlangsung dengan baik, bila perawat tidak dapat memahami kondisi atau apa yang diinginkan dokter. 3. Supaya gagasan dapat diterima orang lain. Peran ini akan efektif dan berhasil bila apa yang disampaikan oleh perawat dapat dimengerti dan diterima oleh dokter. 4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan
Universitas Sumatera Utara
kita, yang tentunya bermanfaat bagi pasien. Dalam hal ini perlu adanya pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan dengan komunikasi interpersonal. Secara
singkat
dapat
dikatakan
bahwa
tujuan
komunikasi
adalah
mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan komunikator dapat diterima oleh orang lain (Komunikan). 2.1.3. Fungsi Komunikasi Menurut Widjaja (2000), apabila komunikasi dipandang dari arti yang luas, tidak hanya diartikan sebagai pertukaran pesan atau informasi tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar-menukar data, fakta dan ide-ide. Maka komunikasi memiliki fungsi dalam sistem sosial yaitu: a. Sebagai informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat. b. Sosialisasi (Kemasyarakatan). Penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif, sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif didalam masyarakat. c. Motivasi. Proses komunikasi yang membuat atau mendorong seseorang untuk menentukan pilihannya dan melakukan sesuatu yang diinginkannya untuk mencapai tujuan.
Universitas Sumatera Utara
d. Perdebatan dan diskusi. Suatu permasalahan yang diselesaikan dengan menggunakan komunikasi baik secara debat maupun diskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama. e. Pendidikan. Komunikasi sebagai proses pengalihan atau transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran yang dapat dilakukan melalui komunikasi yang baik dan efektif. f. Memajukan kehidupan. Komunikasi berfungsi menyebarkan kebudayaan dan seni dengan melestarikan warisan kebudayaan masa lalu, membangun imajinasi dan mendorong kreatifitas dan kebutuhan estetika. g. Hiburan. Dengan komunikasi banyak hiburan yang ditampilkan dari dunia entertainment. h. Integrasi. Adanya kesempatan untuk memperoleh berbagai informasi dan pesan yang diperlukan dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, berperilaku, dan berpola fikir serta sebagai sarana untuk menghargai dan memahami pandangan orang lain. 2.1.4. Komponen Komunikasi Terdapat enam komponen komunikasi sebagai berikut : 1. Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan /mengirim pesan 2. Komunikan, yaitu orang yang menerima pesan
Universitas Sumatera Utara
3. Pesan, yaitu sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada seseorang yang dituju (penerima) dengan maksud dan tujuan tertentu. Pesan yang disampaikan dapat berupa verbal, tertulis maupun non verbal 4. Lingkungan, yaitu tempat dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Lingkungan internal meliputi nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stress pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan lingkungan eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu,faktor kekuasaan, dan waktu. 5. Media pesan, yaitu alat atau sarana perantara yang digunakan oleh pengirim pesan dengan tujuan agar pesan bisa sampai kepada penerima, misalnya pendengaran, penglihatan, sentuhan, media cetak ataupun media elektronik. 6. Tingkat pesan, yaitu tingkat pentingnya pesan, yang dapat berbentuk informasi, kata, atau symbol lain. Dengan mengenal komponen- komponen pesan tersebut, seorang perawat diharapkan mampu menganalisis situasi dan menentukan komponen
mana yang
harus di perhatikan dalam suatu kondisi dan situasi. Dengan demikian, komunikasi yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2.1.5. Proses Komunikasi Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model yang digunakan dalam menjelaskan bagaimana cara orang berkomunikasi. Dasar model umum proses komunikasi terlihat pada gambar 2.1 yang menunjukkan bahwa setiap komunikasi pasti ada pengirim pesan dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
berupa pesan verbal, tertulis maupun non verbal. Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal dimana komunikasi dilaksanakan. Lingkungan internal meliputi : nilai-nilai, kepercayaan, temperamen, dan tingkat stress pengirim dan penerima pesan, sedangkan faktor eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu , faktor kekuasaan,dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan penerima pesan) harus peka terhadap faktor internal dan eksternal. Faktor Internal Komunikator Faktor Eksternal Tertulis Verbal
Pesan
Non Verbal
Faktor Internal Komunikan Faktor Eksternal
Gambar 2.1. Diagram Proses Komunikasi (Marquis dan Huston,1998) Kegiatan berkomunikasi juga dilakukan antara perawat dan dokter. Komunikasi merupakan proses yang dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan dokter dalam memenuhi kebutuhan kesehatan pasien, maupun dengan tenaga kesehatan yang lain dalam rangka membantu mengatasi masalah pasien. Antara perawat dan dokter dapat berperan sebagai komunikator dan komunikan atau sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Prinsip Komunikasi Untuk lebih memahami hakekat suatu komunikasi perlu adanya dasar pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip dalam berkomunikasi sebagaimana yang disampaikan oleh Seiler (1988), bahwa prinsip dasar dari komunikasi ada empat yaitu suatu proses, suatu system, suatu interaksi dan transaksi, dan suatu yang disengaja maupun tidak disengaja. 1. Komunikasi adalah suatu proses Komunikasi adalah suatu proses yang merupakan suatu seri kegiatan yang terus menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah serta berdampak pada terjadinya perubahan. 2. Komunikasi adalah suatu sistem Masing-masing komponen atau unsur dalam komunikasi sangat terkait dan mempengaruhi dalam proses komunikasi yang efektif. Satu komponen tidaklah lebih penting dibanding komponen yang lain. 3. Komunikasi merupakan suatu interaksi dan transaksi Interaksi dalam komunikasi adalah saling bertukar pesan atau fikiran. 4. Komunikasi dapat terjadi secara sengaja maupun tidak disengaja. Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang akan disampaikan terlebih dahulu dan dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.7. Tingkatan Komunikasi Komunikasi memiliki berbagai tingkatan, yaitu: 1. Komunikasi Intrapersonal. Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi pada diri sendiri atau proses berfikir pada diri sendiri, keyakinan, perasaan dan berbicara pada diri sendiri, bisa juga terjadi pada saat melakukan ibadah misalnya, shalat, kita berkomunikasi dengan Allah SWT, yaitu dengan memohon doa kepada Sang Pencipta. 2. Komunikasi Interpersonal. Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terjadi diantara dua orang, yang terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui medium. Komunikasi ini dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan perilaku seseorang. 3. Komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang melibatkan lebih dari dua orang atau tiga orang, bisa berbentuk kelompok diskusi, rapat dan lain-lain yang satu sama lain saling mengenal 4. Komunikasi Publik. Komunikasi publik adalah proses komunikasi yang terjadi didepan publik atau masyarakat, baik secara aktif maupun pasif dengan menggunakan media atau dengan tidak menggunakan media (berbicara langsung).
Universitas Sumatera Utara
5. Komunikasi Organisasi. Komunikasi yang terjadi didalam organisasi yang bersifat formal maupun nonformal. 6. Komunikasi Massa. Komunikasi yang melibatkan jumlah komunikan yang banyak, tersebar dalam area geografis yang luas, heterogen, namun mempunyai perhatian dan minat terhadap suatu isu atau berita. Biasanya dalam komunikasi ini melibatkan media misalnya, Televisi, Surat kabar, majalah, dan lain-lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan komunikasi interpersonal. Karena komunikasi interpersonal sangat efektif dilakukan perawat dan dokter dalam hal berkolaborasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien. 2.1.8. Jenis Komunikasi Komunikasi dalam hal ini adalah sesuatu yang kompleks. Jenis komunikasi diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Komunikasi tertulis 2. Komunikasi secara langsung/Verbal 3. Komunikasi Non verbal 4. Komunikasi via telepon Sedangkan jenis komunikasi menurut Widjaja (2000)
dibedakan menjadi
lima macam, yaitu komunikasi tertulis, komunikasi verbal, komunikasi non verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah.
Universitas Sumatera Utara
1. Komunikasi tertulis Komunikasi tertulis adalah komunikasi yang disampaikan secara tertulis, baik dengan tulisan manual maupun tulisan dari media. Dalam konteks komunikasi keperawatan, komunikasi jenis ini dapat berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, catatan perawat dan catatan penting lainnya. Keuntungan komunikasi tetulis adalah dapat dibaca berulang-ulang, dapat dijadikan bukti otentik, biaya minimal, dapat didokumentasikan dan bersifat tetap. Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan dokumentasi yang cukup banyak, kadang-kadang tidak jelas umpan balik dapat berlangsung dengan waktu yang cukup lama dan sebagainya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka komunikasi tertulis hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Menggunakan tulisan yang jelas dan mudah dibaca b. Menggunakan kata-kata yang sederhana dan umum c. Fokus pada pesan yang ingin disampaikan d. Memberi ilustrasi, bagan, denah,dan sket untuk memperjelas kalau perlu 2. Komunikasi verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi yang disampaikan secara lisan. Komunikasi ini dapat dilaksanakan secara langsung dengan percakapan tatap muka, melalui secara tidak langsung melalui telepon, teleconference dan sebagainya. Keuntungan dari komunikasi ini adalah dapat dilakukan secara cepat, langsung, jelas, dan kemungkinan salah paham kecil karena proses umpan balik dapat terlaksana kecuali komunikasi yang sifatnya satu arah dan formal.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan kekurangan komunikasi ini adalah bahasa yang digunakan harus dimengerti oleh komunikan, membutuhkan pengetahuan yang cukup agar komunikasi yang dilaksanakan berlangsung lancar. Menurut Perry & Potter (1985), dalam penggunaan komunikasi verbal yang perlu diperhatikan adalah : denotative dan connotative (kemaknaan kata,bahasa yang digunakan), vocabulary (perbendaharaan kata), pacing (kecepatan bicara), intonation (nada suara), clarity dan brevity (kejelasan dan keringkasan) yang terakhir timing and relevance (waktu dan kesesuaian). 3. Komunikasi non verbal Adalah komunikasi yang terjadi dengan menggunakan mimik atau bahasa tubuh, pantonim dan atau bahasa isyarat. Dimley dan Burton,(1992) sebagaimana yang dikutip Roger B.Ellis dkk, mengatakan bahwa bahasa tubuh mempunyai beberapa unsur, antara lain : a.
Gerak Tubuh Adanya gerakan tubuh yang terjadi pada saat komunikasi , baik gerakan yang dilakukan komunikator atau komunikan menunjukkan adanya interaksi aktif dari diri seseorang. Komunikator dalam berkomunikasi serta menunjukkan adanya perhatian dari komunikan. Misalnya gerakan tangan saat bicara, anggukan kepala sebagai ungkapan persetujuan dan gelengan kepala sebagai ungkapan penolakan.
b.
Ekspresi Wajah Ungkapan perasaan seseorang dapat dilihat dari ekspresi wajahnya terutama
Universitas Sumatera Utara
dari lokasi sekitar mata dan mulut (Roger B.Ellis dkk,2000). Kegembiraan, kesedihan, kebingungan , atau kejengkelan dapat dilihat dari ekspresi wajah seseorang, bahkan tulus tidaknya senyuman seseorang dapat dilihat dari ekspresi seseorang. c.
Pandangan Komunikasi yang baik dilakukan dengan adanya kontak mata, ketika berbicara komunikator perlu memandang komunikan. Pandangan adalah hal penting dalam menilai tanda-tanda non verbal. Tatapan atau pandangan yang tajam kepada seseorang bisa berarti kekaguman atau bentuk perlawanan. Pandangan yang jauh ketika berbicara bisa berarti kesedihan atau ada sesuatu yang difikirkan.
d.
Postur Ketika berkomunikasi dengan postur sedikit membungkuk, berdiri tegak atau dengan menopang tangan di pinggang memberikan arti dan suasana komunikasi yang berbeda.
e. Jarak tubuh dan kedekatan Unsur ini juga cukup mempengaruhi dalam proses komunikasi non verbal. Kenyamanan komunikasi bisa dinilai dari jarak tubuh yang diperlihatkan, seseorang yang sudah kenal akrab dan dekat mungkin lebih nyaman kalau komunikasi dilakukan dengan posisi yang saling berdekatan, namun berbeda jika komunikasi tersebut dengan orang lain. Jarak tubuh ini juga sangat tergantung pada usia, jenis kelamin, hubungan kedekatan, dan budaya yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
f. Sentuhan Ungkapan perhatian, empati dan kasih sayang dapat diungkapkan melalui sentuhan. Makna sentuhan ini berbeda tergantung dari sifat dan derajat hubungan, serta kedudukan seseorang. g. Pakaian Jenis pakaian, rambut, perhiasan, dan rias wajah seseorang berbicara banyak tentang kepribadian, peran,pekerjaan,status dan suasana hati seseorang serta ungkapan pesan yang ingin disampaikan seseorang. 4. Komunikasi satu arah Komunikasi ini biasanya bersifat koersif, yang dapat berupa perintah, instruksi, dan bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi. Komunikasi ini jarang bahkan tidak ada kesempatan untuk melakukan umpan balik karena sifat pesannya mau-tidak mau harus diterima oleh komunikan. 5. Komunikasi dua arah Komunikasi yang memungkinkan bahkan harus ada proses feedback, biasanya bersifat informative dan atau persuasive 2.1.9. Kualitas Komunikasi Joseph de Vito , pakar komunikasi menyebut ada lima kualitas umum yang dipertimbangkan untuk efektivitas sebuah komunikasi. Kualitas ini antara lain : 1.
Openess (Adanya keterbukaan)
2.
Supportiveness ( Saling mendukung)
3.
Positiveness (Bersikap positive)
Universitas Sumatera Utara
4.
Emphaty (Memahami perasaan orang lain)
5.
Equality (Kesetaraan) Selain itu komunikasi efektif harus dibangun berdasarkan hubungan
interpersonal yang efektif 2.1.10. Hambatan dalam Proses Komunikasi Secara umum hambatan yang terjadi selama komunikasi adalah sebagai berikut : a. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat b. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi c. Penampilan, sikap dan kecakapan yang kurang tepat selama berkomunikasi d. Kurangnya pengetahuan e. Perbedaan persepsi f. Perbedaan harapan g. Kondisi fisik dan mental yang kurang baik h. Pesan yang tidak jelas i. Prasangka yang buruk j. Transmisi/media yang kurang baik k. Penilaian yang premature l. Tidak ada kepercayaan m. Ada Ancaman n. Perbedaan status, pengetahuan dan bahasa o. Distorsi (kesalahan informasi)
Universitas Sumatera Utara
2.1.11. Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan Komunikasi Untuk mengatasi hambatan komunikasi dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut : 1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan 2. Meminta penjelasan lebih lanjut 3. Mengecek umpan balik atau hasil 4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat 5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima 6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat 7. Mengurangi informasi/pesan yang meluas 8. Menggunakan orientasi penerima Secara umum, kekurangan yang terjadi dalam proses komunikasi dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan kesadaran diri, melatih ketrampilan interpersonal serta memperjelas tujuan interaksi.
2.2. Komunikasi SBAR 2.2.1. Definisi Komunikasi SBAR Komunikasi SBAR adalah suatu teknik yang menyediakan kerangka kerja untuk komunikasi antara anggota tim kesehatan tentang kondisi pasien. SBAR adalah mekanisme komunikasi yang kuat, mudah diingat berguna untuk membingkai setiap percakapan, terutama yang kritis, yang membutuhkan perhatian segera terhadap klinis dan tindakan. Hal ini memungkinkan cara yang mudah dan terfokus untuk
Universitas Sumatera Utara
menetapkan harapan tentang apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana komunikasi antara anggota tim, yang sangat penting untuk mengembangkan kerja tim dan meningkatkan budaya keselamatan pasien.(Permanente,2013) Michael
Leonard,
MD,
adalah
seorang
dokter
yang
mempelopori
Keselamatan Pasien, bersama dengan rekannya Doug Bonacum dan Suzanne Graham di Kaiser Permanente Colorado (Evergreen, Colorado, USA) mengembangkan teknik SBAR. Teknik SBAR ini telah banyak diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan. Teknik komunikasi SBAR awalnya dikembangkan oleh Angkatan Laut Amerika Serikat sebagai teknik komunikasi yang dapat digunakan pada kapal selam nuklir, kemudian pada akhir tahun 1990-an, Aman Healthcare memperkenalkan SBAR dalam pengaturan pelayanan kesehatan sebagai bagian dari kurikulum pelatihan Manajemen Sumber Daya kru nya. Sejak saat itu, SBAR telah diadopsi oleh rumah sakit dan fasilitas perawatan di seluruh dunia sebagai cara sederhana namun efektif untuk membakukan komunikasi antara pemberi perawatan. 2.2.2. Tujuan Komunikasi SBAR SBAR menawarkan solusi kepada rumah sakit dan fasilitas perawatan untuk menjembatani kesenjangan dalam komunikasi, termasuk serah terima pasien, transfer pasien, percakapan kritis dan panggilan telepon. Ini menciptakan harapan bersama antara pengirim dan penerima informasi sehingga keselamatan pasien dapat tercapai. Menggunakan SBAR, laporan pasien menjadi
lebih akurat dan efisien.
Teknik komunikasi SBAR ini sederhana namun sangat efektif dan dapat digunakan ketika seorang perawat memanggil dokter (laporan pasien) , perawat melakukan serah
Universitas Sumatera Utara
terima pasien serta perawat mentransfer pasien ke fasilitas kesehatan lain atau ke tingkat perawatan yang lain. Komunikasi yang efektif antara penyedia layanan kesehatan sangat penting untuk keselamatan pasien. Kebanyakan perawat kurang pengalaman dalam berkomunikasi dengan dokter dan penyedia layanan kesehatan lainnya . Teknik komunikasi SBAR merupakan teknik komunikasi yang memberikan urutan logis, terorganisir dan meningkatkan proses komunikasi untuk memastikan keselamatan pasien. 2.2.3.Teknik Komunikasi SBAR The Joint Commission (2012) , telah menambahkan “komunikasi standar” untuk Tujuan Keselamatan Pasien. Laporan kondisi pasien yang dilakukan perawat ke dokter, sebelum menghubungi dokter maka perawat melakukan : 1.
Kaji kondisi pasien
2.
Kumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan
3.
Pastikan diagnose pasien
4.
Baca dan pahami catatan perkembangan terkini dan hasil pengkajian perawat shift sebelumnya
5.
Siapkan : medical record pasien, riwayat alergi, obat-obatan/cairan infuse yang digunakan saat ini
SBAR adalah teknik komunikasi dan singkatan : S : Situation , Situasi:
Universitas Sumatera Utara
a. Sebutkan nama anda dan nama departemen b. Sebutkan nama pasien, umur, diagnose medis, dan tanggal masuk c. Jelaskan secara singkat masalah kesehatan pasien atau keluhan utama termasuk pain score d. Secara umum pada Situation/Situasi dijelaskan tentang pertanyaan dibawah ini: Apakah situasi pasien saat ini ? Mengapa Anda menelepon dokter? Apa yang terjadi pada saat ini ? Apa perubahan akut yang terjadi? Jelaskan dalam kata-kata yang singkat, persis seperti apa situasinya, sehingga dokter mendapat gambaran situasi pasien saat ini. B : Background , Latar Belakang a.
Sebutkan riwayat alergi, obat-obatan dan cairan infuse yang digunakan
b.
Jelaskan pemeriksaan yang mendukung dan hasil laboratorium
c.
Jelaskan informasi klinik yang mendukung
d.
Tanda vital pasien
e.
Secara umum pada Background/Latar Belakang menjelaskan pertanyaan sebagai berikut: Apakah informasi yang melatar belakangi pasien ? Apa saja tanda-tanda vital dan sejarah yang bersangkutan ? Jelaskan bagaimana situasi yang akan datang ? Keadaan apa yang mengarah ke situasi ini ?
A : Assessment, Penilaian a.
Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti status mental, status emosional, kondisi kulit dan saturasi oksigen, dll
Universitas Sumatera Utara
b.
Nyatakan kemungkinan masalah, seperti gangguan pernafasan, gangguan neurologi, gangguan perfusi dan lain-lain.
c.
Secara umum pada Assesment/Penilaian menjelaskan pertanyaan sebagai berikut: Apa penilaian anda dari terhadap masalah ini? Apa yang Anda pikir masalahnya?
R: Recommendation , Rekomendasi: a.
Mengusulkan dokter untuk melihat pasien
b.
Pastikan jam kedatangan dokter
c.
Tanyakan pada dokter langkah selanjutnya yang akan dilakukan
d.
Secara umum pada Recommendation/Rekomendasi menjelaskan pertanyaan sebagai berikut : Apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki masalah / situasi ini? Apa tindakan / respon yang Anda usulkan ? Contoh: Perawat melaporkan kepada Dokter dengan teknik komunikasi SBAR : S : Situation, Situasi : Dr Yani ini adalah Maria dari Unit 8. Melaporkan pasien atas nama , bapak Robert, umur 60 th, di kamar 810 dan saya ingin memberitahukan kepada Dokter bahwa denyut jantungnya telah meningkat menjadi 150 x/menit dan tidak teratur. Dia mengaku merasa sedikit pusing , sesak napas dan mengeluh palpitasi . B : Background, Latar belakang : Pak Robert mulai berjalan untuk pertama kalinya sejak selesai dari gastrostomy endoskopi perkutan ( PEG ) penempatan pagi ini . Situs PEG -nya tampak baikbaik saja.
Universitas Sumatera Utara
A : Assessment, Penilaian : Sebelum berjalan, denyut nadinya berada di 90-an saat istirahat dengan tekanan darah 110/70. Setelah memakaikan O2 2 liter dengan memakai kanula hidung , Saturasi O2 nya meningkat menjadi 96 % dari 94 % . Menurut perkiraan saya, perubahan denyut jantung karena pasien mengeluarkan tenaga ketika berjalan yang menyebabkan menimbulkan gejala. Setelah beristrahat denyut nadinya menjadi 96 . R : Recommendation, rekomendasi Saya ingin Dokter untuk bertemu dengan Pak Robert secepatnya. Sementara itu , saya akan meminta Pak Robert terus beristirahat di tempat tidur atau duduk di kursi dengan O2 nya . Apakah Dokter ingin EKG 12-lead dilakukan pada saat ini? Apakah ada rekomendasi lainnya dok?
2.3. Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter 2.3.1. Definisi Komunikasi Interpersonal Komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal) adalah komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Komunikasi jenis ini berlangsung secara tatap muka, bisa melalui medium, misalnya telepon sebagai perantara. Sifatnya dua arah atau timbal balik (Effendy,1986) Effendy juga menambahkan komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika, dan
Universitas Sumatera Utara
komunikasi antar pribadi dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain, apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikan. 2.3.2. Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Kegiatan keperawatan yang memerlukan komunikasi
meliputi timbang
terima, interview/anamnesa, komunikasi melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi melalui sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antara perawat dan dokter, komunikasi perawat dengan profesi lainnya dan komunikasi antara perawat dengan pasien. Komunikasi antara perawat dan dokter merupakan komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication). Menurut Mulyana (2002), komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Dari pernyataan diatas ada beberapa elemen yang ada dalam komunikasi antar pribadi, yaitu: 1.
Adanya pesan,
2.
Adanya orang-orang/sekelompok kecil,
3.
Adanya penerimaan pesan,
4.
Adanya efek, dan
Universitas Sumatera Utara
5.
Adanya umpan balik. Menurut Ellis (1995:6), komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang
terjadi antara dua orang yang bertatap muka, misalnya antara perawat dan dokter yang menimbulkan respon atau umpan balik. Seperti yang kita lihat dalam bagan di bawah ini : Sumber (Informasi) Perawat
Pesan
Penerima Pesan Dokter
Umpan Balik Gambar 2.2. Komunikasi Interpersonal Dari diagram diatas pesan dan umpan balik berasal dari informasi. Diagram diatas menunjukkan komunikasi dua arah yang saling timbal balik. Sumber (perawat) menyampaikan pesan kepada penerima pesan (dokter). Baik pesan-pesan yang bersifat informatif, persuasif dan koersif. Dalam hal ini penerima pesan (dokter) akan memberi umpan balik kepada sumber informasi (perawat), baik pesan itu diterima atau ditolak oleh penerima pesan. Steward L. Tubs dan Sylvia Moss (Rakhmat,1996) juga menambahkan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif memiliki tanda-tanda atau setidaknya menimbulkan, yaitu:
1. Saling pengertian
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan kesenangan 3. Mempengaruhi sikap 4. Hubungan sosial yang semakin baik 5. Adanya tindakan Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar,televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih. Menurut Roger, hubungan interpersonal akan terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak memenuhi kondisi sebagaii berikut : 1. Bertemu satu sama lain secara personal 2. Empati secara tepat terhadap pribadi yang lain dan berkomunikasi yang dapat dipahami satu sama lain secara berarti 3. Menghargai satu sama lain, bersifat positif dan wajar tanpa menilai atau keberatan 4. Menghayati pengalaman satu sama lain dengan bersungguh-sungguh, bersikap menerima dan empati satu sama lain 5. Merasa bahwa saling menjaga keterbukaan dan iklim yang mendukung, serta
Universitas Sumatera Utara
mengurangi kecenderungan gangguan arti 6. Memperlihatkan tingkah laku yang percaya penuh dan memperkuat persamaan aman terhadap yang lain. Jalaluddin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. 1. Persepsi Interpersonal Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang (komunikan), yang berupa pesan verbal dan non-verbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibatkan kegagalan komunikasi. 2. Konsep Diri Konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Konsep diriyang positif ditandai dengan lima hal, yaitu : a.
Yakin akan kemampuan mengatasi masalah;
b.
Merasa sama strata dengan orang lain;
c.
Menerima pujian tanpa rasa malu;
d.
Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek
Universitas Sumatera Utara
kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antar pribadi, yaitu: a. Berbuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita, akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru. Hubungan antara konsep diri dan membuka diri berkaitan dengan Johari Window (Jendela Johari) yang diperkenalkan oleh Joseph Luft pada tahun 1996 (liliweri, 1991:53), yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Seperti bagan dibawah ini: Diketahui Sendiri
Tidak Diketahui Sendiri
Diketahui orang lain
Terbuka (I)
Buta (III)
Tidak diketahui orang lain
Tersembunyi (II)
Tidak dikenal (IV)
Sumber: Komunikasi Antar Pribadi (Liliweri, 1991) Dalam hal komunikasi, sangat diperlukan keterbukaan seseorang, maka kuadran pertama (I) sangat diperlukan dalam komunikasi. Kuadran pertama (I) melukiskan suatu kondisi diantara seorang dengan yang lain, atau antara komunikan (perawat)
Universitas Sumatera Utara
dan komunikator (dokter) mengembangkan suatu hubungan yang saling terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui tentang hubungan mereka. c. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai Communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu. d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif). 3. Atraksi Interpersonal Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunikasi antar pribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal: a.
Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya,kita cenderung melihat karakteristik secara negatif.
b.
Efektifitas komunikasi. Komunikasi antar pribadi dinyatakan efektif, bila
Universitas Sumatera Utara
pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan orang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi. 4. Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cepat persepsi tentang orang lain dan persepsi dirinya. Sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara peserta komunikasi. Lebih jauh, Jalaluddin Rakhmat (1994) memberikan catatan bahwa terdapat tiga faktor antar pribadi yang menumbuhkan hubungan komunikasi interpersonal yang baik yaitu : Percaya; Sikap suportif; dan Sikap terbuka. Menurut De Vito (1997), hubungan komunikasi interpersonal terbina melalui tahap-tahap pengembangan yaitu: a. Kontak, pada tahap ini alat indera sangat diperlukan untuk melihat, mendengar, dan membaui seseorang. Bila pada tahap kontak terbina persepsi yang positif maka akan membawa seseorang pada hubungan yang lebih erat yaitu persahabatan, saling terbuka dan penuh kehangatan. Keterlibatan, adalah tahap pengenalan lebih jauh, mengikatkan diri kita untuk mengenal orang lain dan mengungkapkan diri. b. Keakraban, pada tahap ini kita mengikat diri lebih jauh lagi bagaimana seseorang
Universitas Sumatera Utara
dapat menjadi sahabat yang baik. c. Pengrusakan, tahap ini terjadi penurunan hubungan, dimana ikatan antara kedua pihak melemah. d. Pemutusan, tahap ini terjadi pemutusan ikatan yang mepertalikan keduanya. Apabila komunikasi interpersonal terjalin tidak baik, maka akan terjadi pemutusan, misalnya perawat tidak memberikan informasi dengan baik kepada dokter, maka akan terjadi pemutusan, dan berakibat terhadap keselamatan pasien. Oleh karena itu diharapkan perawat menjalin komunikasi interpersonal yang baik dengan dokter. Menurut Mundakir (2006), secara umum komunikasi yang dilakukan seorang perawat mempunyai tujuan dan target, yaitu : 1) Sosial Change/Social Participation, 2) Attitude Change, 3) Opinion Change, 4) Behavioral Change. Kesalahan komunikasi antara perawat dan dokter mudah terjadi pada saat : a. Perintah diberikan secara lisan b. Perintah diberikan melalui telpon c. Saat pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis. Perintah Lisan/Lewat Telepon, maka perawat harus melakukan : 1. Write back : menulis kembali apa yang telah diperintahkan 2. Read Back : membaca ulang apa yang telah ditulis
Universitas Sumatera Utara
3. Repeat Back (Reconfirm) mengulangi kembali seluruh perintah yang telah diberikan untuk konfirmasi ulang
2.4. Perawat 2.4.1. Definisi Perawat Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. J.S Badudu1996). Perawat adalah juru rawat, seseorang yang menjaga, menolong orang yang sakit. Yang menjadi tugas perawat adalah menolong dan membantu individu, baik yang sedang sakit ataupun sehat tapi masih dalam perobatan, melaksanakan kegiatan memulihkan dan mempertahankan serta meningkatkan kesehatan pasien. Perawat menurut V. Henderson (Ali, 2000) yaitu membantu individu yang sehat maupun sakit, dari lahir sampai meninggal agar dapat melaksanakan aktivitas sehari-hari secara mandiri, dengan menggunakan kekuatan, kemauan atau pengetahuan yang dimiliki seorang perawat. Perawat merupakan orang yang mengurus dan melindungi dan orang yang dipersiapkan untuk merawat orang sakit, orang yang cidera, dan lanjut usia. Oleh sebab itu, perawat berupaya menciptakan hubungan yang baik dengan pasien untuk menyembuhkan (prsoses penyembuhan) dan meningkatkan kesehatan. Menurut Internasional Council Nursing (Ali,2000), mengatakan perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan, berwenang di Negara bersangkutan untuk memberikan pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, serta pelayanan terhadap
Universitas Sumatera Utara
pasien. 2.4.2. Ciri Perawat Menurut Gunarsa (1989), perawat yang dapat memberikan pelayanan kesehatan dalam upaya penyembuhan, dan pencegahan penyakit memiliki cirri khas, yaitu: 1.
Keadaan fisik dan kesehatan. Seorang perawat harus memiliki kondisi badan yang baik, sehat, dan mempunyai energi yang banyak. Bila perawat kurang sehat atau kurang stamina, maka dapat mempengaruhi segala keputusan, aktifitas dan tidak dapat konsentrasi pada pekerjaannya.
2.
Penampilan menarik. Pasien yang dirawat akan menyenangi seorang perawat yang berpenampilan bersih, berpenampilan segar dan menarik, hal ini akan membuat pasien merasa senang dan mengurangi kecemasan akan penyakit yang dideritanya.
3.
Kejujuran. Perawat harus menjalankan tugasnya dengan jujur, agar pasien yakin bahwa sikap perawat sepenuhnya dipengaruhi oleh minat pengabdian yang murni untuk kesejahteraan manusia.
4.
Keriangan. Seorang perawat hendaknya dapat menghadapi dan menutupi kesulitan, kesedihan serta kekecewaanya tanpa memperlihatkannya kepada orang lain.
5.
Berjiwa suportif. Perawat harus memilik jiwa yang suportif dalam melaksanakan tugasnya, bila ada perawat lain yang lebih unggul maka perawat tersebut bersedia mengikuti perawatan yang lebih efektrif.
6.
Rendah hati. Perawat memiliki sifat rendah hati yaitu, memberikan kesan yang
Universitas Sumatera Utara
baik kepada orang lain melalui perbuatan dan tindakannya dengan mendengarkan cerita dan keluhan-keluhan pasien dengan baik. 7.
Murah hati. Perawat juga harus memiliki sifat murah hati yaitu dapat memberikan pertolongan dan bantuan kepada pasien setiap waktu diperlukan.
8.
Keramahan, Simpati dan Kerjasama. Perawat harus memiliki sikap yang ramah, simpati dan dapat bekerja sama dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memperlancar komunikasi interpersonal (terapeutik) dalam upaya penyembuhan pasien.
9.
Dapat dipercaya. Perawat dapat dipercaya dan mempercayai setiap perkataan maupum keluhan-keluhan yang diungkapkan pasien terhadap penyakit yang dideritanya.
10. Loyalitas. Seorang perawat harus memiliki sikap loyal terhadap teman kerjanya dan terutama kepada pasien agar tercipta saling percaya. Dengan saling percaya maka akan diperoleh hubungan interpersonal yang baik dalam peningkatan kesehatan. 11. Pandai bergaul. Perawat yang baik akan pandai bergaul dan dapat menempatkan dirinya pada saat menghadapi pasien, dengan menghormati, meghargai dan dapat menjadi seorang pendengar yang baik. 12. Pandai menimbang atau menjaga perasaan. Perawat harus dapat menjaga perasaan pasien dengan mempertimbangkan apa yang diucapkan dan diperbuatnya kepada pasien. 13. Memiliki jiwa humor. Perawat yang memiliki jiwa humor dapat mengurangi
Universitas Sumatera Utara
ketegangan pada pasien. 14. Bersikap sopan santun. Perawat yang memiliki sopan santun akan disenangi oleh teman seprofesi dan pasien.
2.5. Keselamatan Pasien 2.5.1. Pengertian Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes, 2006). Sistem Keselamatan pasien umumnya terdiri dan beberapa komponen seperti sistem pelaporan insiden, analisis belajar dan riset dari insiden yang timbul, pengembangan dan penerapan solusi untuk menekan kesalahan dan KTD, serta penetapan berbagai standar keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset (KKP-RS, 2007).
2.5.2. Tujuan Keselamatan Pasien
Universitas Sumatera Utara
Adapun tujuan keselamatan pasien di Rumah Sakit antara lain : a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat c. Menurunnya KTD di rumah sakit d. Terlaksananya
program-program
pencegahan
sehingga
tidak
terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan. WHO Collaborating Center For Patien Safety (2007), menetapkan 9 (sembilan) solusi life saving keselamatan pasien rumah sakit yang disusun oleh lebih dari 100 Negara dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. 2.5.3. Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong seluruh RSRS se-Indonesia untuk menerapkan sembilan solusi keselamataan rumah sakit baik secara langsung maupun bertahap. Adapun sembilan solusi keselamatan pasien tersebut adalah: 1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta
Universitas Sumatera Utara
kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, lebel, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektrolit. 2. Pastikan Identifikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, tranfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada yang bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama. 3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unitunit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima.
Universitas Sumatera Utara
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur, sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah. 5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated) Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardissasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik. 6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medications error) pada titik-titik transisi pasien.
Universitas Sumatera Utara
Rekomendasinya adalah menciptakaan suatu daftar yanng paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yng sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi, penyerahan dan/ atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan. 7. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube). Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan slang dan spuit yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan dan slang yan benar. 8. Gunakan alat injeksi sekali pakai Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuce) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum difasilitas layaanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah; dan praktek jarum
Universitas Sumatera Utara
suntik sekali pakai yang aman. 9. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan, seperti alkohol, hand-rubs, dsb. Yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya sumber air pada semua kran, pendididkan staf mengenai teknik kebersihan tangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/ observasi dan tehniktehnik yang lain. 2.5.4. Standar Keselamatan Pasien Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada ”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu : 1.
Hak pasien
2.
Mendidik pasien dan keluarga
3.
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4.
Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
Universitas Sumatera Utara
program peningkatan keselamatan pasien 5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6.
Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
2.5.5. Sasaran Keselamatan Pasien Enam Sasaran keselamatan pasien 2.5.5.1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien
Universitas Sumatera Utara
atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat diidentifikasi. Elemen Penilaian Sasaran I 1. Pasien
diidentifikasi
menggunakan
dua
identitas
pasien,
tidak
boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. 2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. 3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis. 2.5.5.2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan ke
Universitas Sumatera Utara
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. Elemen Penilaian Sasaran II 1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah. 2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah. 3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan 4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten. 2.5.5.3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat
Universitas Sumatera Utara
yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian Sasaran III 1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
Universitas Sumatera Utara
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat. 2. Implementasi kebijakan dan prosedur. 3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hatihati di area tersebut sesuai kebijakan. 2.5.5.4. Sasaran lV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi, adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur
yang
efektif
di
dalam
mengeliminasi
masalah
yang
mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Universitas Sumatera Utara
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: a. memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; b. memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan c. melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant2 yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.
Elemen Penilaian Sasaran IV 1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
Universitas Sumatera Utara
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan. 2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional. 3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan. 4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi. 2.5.5.5. Sasaran V:Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
Universitas Sumatera Utara
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. Elemen Penilaian Sasaran V 1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety). 2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan 2.5.5.6.Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit. Elemen Penilaian Sasaran VI 1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh.
Universitas Sumatera Utara
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
2.6. Kerangka Konsep Penelitian Adapun kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen
Teknik Komunikasi SBAR dalam Komunikasi Interpersonal Perawat Dokter : • Komunikator • Pesan • Lingkungan • Media Pesan • Tingkat Pesan
Variabel Dependen Keselamatan Pasien (Sasaran Keselamatan Pasien) : a. Ketepatan identifikasi pasien b. Peningkatan komunikasi yang efektif c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert) d. Kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien operasi e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan f. Pengurangan risiko pasien jatuh
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara