BAB 2 KAJIAN TEORITIS
2.1. Komunikasi Komunikasi berasal dari bahasa latin Communication, yang artinya sama. Maksudnya adalah komunikasi dapat terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Salah tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl Hoveland (Effendy,1995:10) “Komunikasi adalah proses dimana seorang komunikator menyampaikan perangsang untuk merubah tingkah laku orang lain”. Sedangkan menurut Edward Depari (Widjaja, 2000:13) menyatakan bahwa, “Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan ditunjukkan kepada penerima pesan dengan maksud mencapai kebersamaan (Commons). Dari beberapa defenisi diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses pengiriman atau pertukaran pesan (stimulus, signal, simbol atau informasi) baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal dari pengirim kepada komunikan) dengan tujuan adanya perubahan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik dan behavioral.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1. Prinsip Dasar Komunikasi Komunikasi adalah proses pengopoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal. Sedangkan apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal (Setiawati, 2008). 2.1.2. Unsur-unsur Komunikasi Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni : Komunikator (source) adalah orang atau sumber yang menyampaikan atau mengeluarkan stimulus antara lain dalam bentuk informasi atau lebih tepatnya disebut pesan yang harus disampaikan. Komunikan (recevier) adalah pihak yang menerima stimulus dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut. Respon bisa aktif dalam bentuk ungkapan ataupun pasif dalam bentuk pemahaman. Pesan (message) adalah isi stimulus yang dikeluarkan oleh komunikator (sumber) kepada komunikan. Unsur komunikasi yang terakhir yaitu Saluran (media), adalah alat atau sarana yang digunakan oleh komunikan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Bentuk-bentuk Komunikasi 2.1.3.1. Komunikasi Interpersonal/Tatap Muka (Face to face) 2.1.3.1.1. Pengertian Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya (Mulyana, 2000). Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya (Sunarto, 2003). 2.1.3.1.2. Faktor-faktor Efektivitas Komunikasi Tatap Muka/ Face To Face Menurut Devito (1997) bahwa faktor-faktor efektivitas komunikasi tatap muka dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu : 1. Keterbukaan (Openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
Universitas Sumatera Utara
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya. Cara terbaik untuk menyatakan tanggung jawab ini adalah dengan pesan yang menggunakan kata Saya (kata ganti orang pertama tunggal). 2. Empati (Empathy) Empati adalah sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain
Universitas Sumatera Utara
itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya. 3. Sikap Mendukung (Supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3) provisional, bukan sangat yakin. 4. Sikap Positif (Positiveness) Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
Universitas Sumatera Utara
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi. 5. Kesetaraan (Equality) Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pengetahuan 2.2.1. Pengertian Umpan balik pertama yang diharapkan dari pengkomunikasian pesan kesehatan adalah pengetahuan yakni pengetahuan masyarakat tentang penyakit diare, seperti pengobatan, dan pencegahannya. Pengertian pengetahuan secara umum didefinisikan sebagai kombinasi dari kerangka pengalaman, informasi kontekstual, nilai-nilai dan pandangan ahli yang memberikan kerangka kerja untuk mengevaluasi dan memadukan pengalaman dan informasi. Dengan kata lain, pengetahuan adalah kombinasi dari informasi dan pengalaman (Davenport and Prusak,2001) Pengetahuan adalah informasi yang merubah sesuatu atau seseorang baik dengan menjadikannya sebagai dasar melakukan tindakan, maupun membuat individu atau organisasi menjadi cakap dalam melakukan tindakan yang lebih efektif (Peter Drucker, 2001) Achterbergh & Vriens (2002) lebih jauh menuliskan bahwa pengetahuan memiliki 2 fungsi yakni :
pertama,
berfungsi sebagai
pengkajian gejala, yang sebaliknya akan
memungkinkan
latar belakang
untuk
pelaksanaan tindakan.
Fungsi kedua adalah untuk menilai apakah bentuk tindakan akan memberikan hasil yang diharapkan dan untuk menggunakan penilaian dalam memutuskan cara mengimplementasikan tindakan tindakan tersebut. Tetapi dalam penelitian ini, pengetahuan yang dimaksudkan adalah pengetahuan kesehatan khususnya tentang penyakit diare. Pengetahuan diartikan
Universitas Sumatera Utara
sebagai hal apa yang diketahui oleh orang atau responden terkait dengan sehat atau sakit atau kesehatan, misalnya tentang penyakit (penyebab, cara penularan, serta pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan berencana dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010) Notoatmodjo (2007) mengatakan tingkat pengetahuan seseorang dalam bidang kesehatan dapat dibagi kedalam 3 kelompok yakni : 1). Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularan dan bagaimana cara
pencegahannya
termasuk imunisasi dan sebagainya. 2). Pengetahuan tentang
cara
pemeliharaan kesehatan dan
cara hidup sehat,
meliputi : a). Jenis jenis makanan yang bergizi b). Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya c). Pentingnya olah raga bagi kesehatan d). Penyakit penyakit atau bahaya merokok, minum minuman keras, narkoba, dan sebagainya. e). Pentingnya instirahat cukup,
relaksasi,
rekreasi,
dan sebagainya
bagi
kesehatan, dan sebagainya. 3). Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan a). Manfaat air bersih
Universitas Sumatera Utara
b). Cara cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat dan sampah c). Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat d). Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan dan sebagainya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain adalah (Sunaryo, 2004) : a. Faktor intrinsik Faktor intrinsik mencakup : pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar. b. Faktor ekstrinsik Meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim manusia, sosial ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Sunaryo, 2004) 2.2.2. Sumber Pengetahuan Pengetahuan juga dipengaruhi oleh sumber informasi. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber yaitu : a. Media Massa Media massa merupakan salah satu perantara yang digunakan oleh sumber untuk mengirim pesan kepada penerima pesan.
Media massa berupa televisi, radio,
koran, tabloid dan lain-lain. b. Petugas Kesehatan Pengetahuan dapat diperoleh secara langsung dari petugas kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
c. Teman dan Keluarga Pengetahuan yang dimiliki seseorang bisa juga diperoleh dari teman. Dengan merasakan manfaat dari suatu ide bagi dirinya, maka seseorang akan menyebarkan ide tersebut pada orang lain (Sunaryo, 2004). 2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Notoatmodjo (2003) mengatakan ada 6 (enam) faktor yang memengaruhi pengetahuan, yaitu : usia, pendidikan, intelengia, pekerjaan, pengalaman, penyuluhan, media massa dan sosial budaya. Dari
penjelasan tentang sumber pengetahuan tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa satu-satunya cara transfer pengetahuan dari petugas kesehatan kepada masyarakat adalah melalui penyuluhan. Hal ini berarti komunikasi terapeutik memiliki titik penekanan pada peran petugas kesehatan (bidan desa)
dalam
memberikan penyuluhan dan pendidikan kesehatan khususnya tentang gizi.
2.3. Sikap 2.3.1. Pengertian Pengertian sikap secara umumdidefinisikan sebagai respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju –tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sehingga, sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan lainnya (Notoatmodjo, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Struktur sikap terdiri dari komponen kognitif (kepercayaan), komponen emosional (perasaan), dan komponen perilaku (tindakan). Isi dari komponen kognitif adalah persepsi, kepercayaan dan stereotype (sesuatu yang sudah terpolakan) dari individu. Komponen kognitif sering disamartikan dengan opini (pandangan), terutama yang menyangkut isu atau masalah yang kontroversial. Komponen afektif yang berisi perasaan individu terhadap objek dan menyangkut masalah emosi. Terakhir, isi dari komponen perilaku berisi kecenderungan untuk bertindak (Sunaryo, 2004). Menurut Sunaryo (2004) sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni : Menerima (receiving), Merespons (Responding), Menghargai (valuing), Bertanggung jawab (responsible) 2.3.2. Indikator Sikap Kesehatan Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa indikator sikap kesehatan dibagi dalam 3 kelompok yakni : 1).
Sikap terhadap sakit atau penyakit, yakni bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda tanda penyakit, dan sebagainya.
2).
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, yakni penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara cara memelihara dan cara cara berperilaku hidup sehat.
3).
Sikap terhadap kesehatan lingkungan, yakni pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga 2.4.1. Pengertian Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) adalah usaha perbaikan gizi masyarakat yang berintikan penyuluhan gizi, melalui peningkatan peran serta masyarakat dan didukung kegiatan yang bersifat lintas sektoral yang dilaksanakan oleh berbagai sektor terkait (Depkes RI. 2003) Pengertian lain mengenai UPGK adalah : a. Merupakan usaha keluarga sendiri untuk memperbaiki keadaan gizi seluruh anggota keluarga. b. Dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas berbagai sektor sebagai motivator, pembimbing dan pembina. c. Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. d. Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga dan masyarakat (Soediaoetama, 2000)
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Tujuan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) Tujuan umum UPGK adalah untuk mendorong perubahan sikap dan perilaku yang mendukung perbaikan gizi anak balita dan keluarga melalui peningkatan pengertian, partisipasi dan pemerataan hasil kegiatan untuk mencapai keluarga sadar gizi menuju terjadinya manusia berkualitas. Sedangkan tujuan khusus UPGK adalah ; 1) Partisipasi dan pemerataan kegiatan: a) Semua anggota masyarakat ikut serta aktif dalam penyelenggaraan kegiatan. Penanggungjawab kegiatan adalah anggota masyarakat setempat yang telah mendapat latihan. b) Pada daerah UPGK, kegiatan meluas ke semua RW c). Pada setiap RW, semua balita (anak dibawah 5 tahun), ibu hamil dan ibu menyusui tercakup dalam kegiatan. 2) Perubahan tingkah laku yang mendukung tercapainya perbaikan gizi. a) Semua balita ditimbang setiap bulan, dan hasil timbangannya dicatat di KMS b) Semua bayi disusui ibunya sampai usia 2 tahun atau lebih dan mendapat makanan lain yang sesuai dengan kebutuhannya c) Semua anak yang berumur 1-4 tahun mendapat 1 kapsul vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan d) Semua anak yang mencret segera diberi minum larutan gula garam atau larutan oralit (Soediaoetama, 2000)
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Sasaran UPGK Secara upaya perbaikan gizi keluarga (UPGK) dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yakni : 1). Sasaran Langsung Sasaran langsung adalah perorangan atau keluarga yang bersedia melakukan sesuatu terhadap dirinya sendiri dalam rangka mewujudkan keluarga sadar gizi. Sasaran ini pada garis besarnya dapat disegmentasikan menjadi: a) Keluarga Balita (Ibu, bapak, anggota keluarga yang ditugasi mengasuh anak) b) Ibu muda c) Ibu Hamil d) Ibu menyusui e)
Masyarakat umum
2). Sasaran Tidak Langsung Yang dimaksud dengan sasaran tidak langsung adalah perorangan atau institusi yang diharapkan dapat membantu secara aktif baik sebagai pengajar (motivator), maupun sebagai penyedia jasa kelompok UPGK dalam rangka melembagakan dan memberdayakan keluarga sadar gizi. Sasaran ini antara lain : a) Kelompok yang mempunyai pengaruh dan menentukan dalam proses pengambilan keputusan misalnya : pemuka masyarakat baik formal maupun informal (pemuka agama, kepala adat, dan lain-lain ) b) Kelompok / institusi masyarakat di tingkat desa, KPD, KWT, PKK, Pramuka, Karang Taruna, LSM, LKMD, Lembaga Agama, Kader dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
c) Kelompok Petugas KIE dari sektor yang terkait dalam berbagai tingkat daerah, meliputi: (1). Sektor kesehatan (Petugas Rumah Sakit, Petugas Puskesmas ) (2). Sektor Keagamaan (Petugas KUA, motifator UPGK jalur agama, penyuluh agama, guru agama) (3). Sektor Pertanian (4). Sektor BKKBN
2.5. Landasan Teori Menurut teori komunikasi Devito (1997), bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam UPGK adalah efektivitas komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness)
dan
kesetaraan
(equality).
Berdasarkan
faktor-faktor
yang
memengaruhinya, ibu akan berusaha melaksakan perbaikan gizi keluarga. Keterbukaan
Empati
Sikap Mendukung
Sikap Positif
Kesetaraan
Persepsi
Sikap ibu dalam UPGK
Gambar 2.1. Kerangka Teori Devito (1997)
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan uraian deskriptif tentang pengaruh komunikasi tatap muka terhadap pengetahuan dan sikap ibu bayi dan balita dalam UPGK, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependen
Komunikasi Tatap Muka (Face to face communication) tentang UPGK : 1. 2. 3. 4.
Keterbukaan (Openness) Empati (Emphaty) Sikap Positif (Positiveness) Sikap mendukung(Supportiveness) 5. Kesetaraan (Equality)
Pengetahuan dan sikap Ibu Bayi dan Balita dalam UPGK
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara