BAB 2 LANDASAN TEORI & PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi ( Agency Theory ) Jensen dan Meckling (1976) dalam Susanto (2009) menyatakan bahwa hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih principal (pemegang saham) yang melibatkan agen (manajemen) untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan melakukan pendelegasian
wewenang
pengambilan
keputusan
kepada
agen.
Shareholders atau principal mendelegasikan pembuatan keputusan mengenai perusahaan kepada manajer atau agen. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu bertindak sesuai keinginan shareholders, sebagian dikarenakan adanya Moral Hazard. Untuk mengawasi perilaku manajer (agen) apakah sudah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal, maka dibutuhkan pihak ketiga yang bersifat independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Pihak ketiga ini bertugas untuk menilai apakah ada asimetri informasi atau manipulasi yang terjadi. Auditor sebagai pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen, apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan. Tugas dari akuntan publik (auditor) memberikan jasa untuk menilai atas kewajaran laporan keuangan perusahaan yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir adalah opini audit. Selain itu, auditor saat ini juga harus mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan, apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Berdasarkan teori keagenan, manajer bertanggung jawab atas penyusunan laporan keuangan yang tepat waktu (Timeliness) sehingga akan terhindar dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor, karena hal ini akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern. Ketepatan waktu penerbitan laporan keuangan auditan merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan-perusahaan publik. 21
22
2.1.2 Opini Audit Tujuan umum audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SPAP, 2011:110.1). Pendapat auditor terdapat dalam laporan audit. Laporan audit hanya dibuat jika audit benar-benar dilakukan. Laporan audit penting dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan tersebut dapat menginformasikan kepada pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dari laporan audit adalah opini audit. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya. Auditor dapat memilih tipe pendapat yang akan diberikan pada laporan keuangan auditee berdasarkan setiap keadaan yang dijelaskannya. Terdapat lima jenis pendapat auditor menurut Standar Profesional Akuntan Publik ā PSA 29 SA Seksi 508 (2011), yaitu: 1. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian (unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsi akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat wajar tanpa pengecualian diberikan auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan standar akuntansi keuangan dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan standar akuntansi keuangan tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi , sesuai dengan standar akuntansi keuangan, jika memenuhi syarat berikut ini:
23 a) Standar akuntansi digunakan sebagai pedoman untuk menyusun laporan keuangan. b) Perubahan standar akuntansi keuangan dari periode ke periode telah cukup jelas. c) Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporam keuangan. 2. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language) Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan auditnya. Keadaan yang menjadi penyebab ditambahkannya suatu paragraf penjelas dalam laporan audit baku adalah: a) Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain. b) Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh IAI. c) Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu memadai. d) Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif. e) Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) namun tidak disajikan atau tidak di-review. f) Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berlaku umum. g)
Informasi tambahan yang diharuskan oleh IAI telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang
24 dikeluarkan dewan tersebut dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut. h) Pemeriksaan atas suatu hal. 3.
Pendapat wajar dengan Pengecualian (qualified opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsi akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana: a)
Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit.
b)
Laporan keuangan berisi penyimpanagan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum, yang berdampak material.
Auditor harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yangd icantumkan sebelum paragraf pendapat . 4.
Pendapat tidak Wajar (adverse opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsi akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika auditor memberikan pendapat tidak wajar maka informasi yang disajikan klien sama sekali tidak dapat dipercaya sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi untuk mengambil keputusan.
5. Pendapat tidak Memberikan Pendapat (disclaimer opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah: a) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit. b) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
25 2.1.3 Opini Audit Going Concern Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah entitas dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup entitas (going concern) dipakai sebagai suatu asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang berlawanan. Dalam Statements of Audit Standards (SAS) No. 59, memberikan pilihan kepada auditor untuk menyatakan disclaimer opinion atau melakukan modifikasi atas pendapat wajar tanpa pengecualian Apabila terdapat kesangsian akan kelangsungan hidup suatu entitas. Pernyataan Standar Auditing (PSA) 29 paragraf 11 (IAI, 2011: SA Seksi 508, paragraf 11) menyatakan bahwa keraguan yang besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion), yang dinyatakan oleh auditor. Auditor harus mengevaluasi kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (IAI, 2011: SA Seksi 341, paragraf 03), dengan cara sebagai berikut : a. Auditor mempertimbangkan apakah hasil prosedur yang dilaksanakan dalam perencanaan, pengumpulan bukti audit untuk berbagai tujuan audit, dan penyelesaian auditnya, dapat mengidentifikasi keadaan atau peristiwa yang secara keseluruhan manunjukkan adanya kesangsian
besar
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Mungkin
diperlukan
untuk
memperoleh
informasi
tambahan
mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor. b. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, ia harus:
26 1) Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut. 2) Menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. c. Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, ia mengambil kesimpulan apakah ia masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. 1) Apabila manajemen
tidak
memiliki
rencana
yang dapat
mengurangi dampak kondisi atau peristiwa atas kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka auditor harus mempertimbangkan untuk pernyataan tidak memberi pendapat. 2) Apabila
manajemen
selanjutnya
yang
memiliki
harus
rencana
dilakukan
tersebut,
oleh
auditor
langkah adalah
menyimpulkan berdasar pertimbangan dari rencana tersebut. a) Jika auditor menyimpulkan bahwa rencana tidak efektif, maka auditor
harus
mempertimbangkan
untuk
memberikan
disclaimer opinion. b) Jika auditor menyimpulkan bahwa rencana tersebut efektif dan manajemen mengungkapkan keadaan dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor harus mempertimbangkan untuk memberikan unqualified opinion with explanatory languange. c) Jika auditor menyimpulkan bahwa rencana tersebut efektif akan tetapi manajemen tidak mengungkapkan keadaan dalam catatan
atas
laporan
keuangan,
maka
auditor
harus
mempertimbangkan untuk memberikan qualified opinion atau adverse opinion. Auditor perlu mempertimbangkan rencana manajemen dalam mengatasi kondisi buruk dalam periode tidak lebih dari satu tahun. Pertimbangan tersebut (IAI, 2011: SA Seksi 341, paragraf 07) antara lain: 1) Rencana untuk menjual aktiva
27 2) Rencana penarikan utang atau restrukturisasi 3) Rencana untuk mengurangi atau menunda pengeluaran 4) Rencana untuk menaikkan modal pemilik Dalam melaksanakan prosedur audit, auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi adanya kondisi dan peristiwa yang dapat menimbulkan kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan untuk mempertahankan hidupnya (IAI, 2001: SA Seksi 341, paragraf 02). Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergatung atas keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Beberapa kondisi yang menunjukkan masalah going concern (IAI, 2011: SA seksi 341, paragraf 05) yaitu: a.
Trend negatif, misalnya kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif, rasio keuangan penting yang jelek.
b.
Kesulitan keuangan, misalnya Kegagalan memenuhi utangnya, penunggakan pembayaran deviden, restrukturisasi utang.
c.
Masalah intern, misalnya pemogokan kerja, ketergantungan besar atas sukses proyek tertentu, komitmen yang panjang yang tidak ekonomis.
d.
Masalah luar, masalah gugatan pengadilan, kehilangan pelanggan dan pemasok utama,serta kerugian akibat bencana besar.
2.1.4 Kualitas Audit Kualitas audit merupakan kualitas atas jasa yang diberikan auditor kepada kliennya. Kualitas audit ini dapat dilihat dari kompetensi dan tingkat independensi seorang auditor (Susanto, 2009). Seorang auditor dituntut untuk menghasilkan kualitas yang baik, karena laporan auditor begitu penting bagi pengguna laporan keuangan dalam mengambil berbagai keputusan. Pengukuran kualitas audit masih tetap merupakan sesuatu yang tidak jelas, tetapi pemakai laporan keuangan biasa mengaitkannya dengan reputasi auditor (Januarti, 2009). Kantor akuntan publik (KAP) sebagai salah satu variabel kontrol yang mempengaruhi keputusan opini audit going concern, didasarkan atas pemikiran logis
28 bahwa auditor independen sebagai sumber daya manusia dan subyek yang memiliki peran penting dalam mengevaluasi dan membuat keputusan opini audit going concern. Disamping itu, auditing merupakan mekanisme kontrol yang bernilai dalam mengendalikan kebijakan manajerial perusahaan, maka nilai auditing diharapkan bervariasi dengan kualitas kantor akuntan publik. DeAngelo (1981) dalam Widyantari (2011) menyimpulkan bahwa KAP yang lebih besar dapat diartikan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Selain itu, KAP skala besar memiliki insentif yang lebih besar untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala besar lebih cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi risiko proses pengadilan. Argumen ini menunjukkan bahwa KAP besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah kelangsungan usaha kliennya. Susanto (2009) menyatakan klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional akan memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, dan adanya peer review. Auditor yang memiliki reputasi yang baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien. Sebelum tahun 2003, terdapat lima KAP besar di dunia yang disebut The Big Five Auditors yaitu Arthur Andersen, Ernst & Young, Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, dan PricewaterhouseCoopers. Lima KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Five Auditors yaitu: 1) KAP Prasetio Utomo & Co berafiliasi dengan Arthur Andersen, 2) KAP Hanadi, Sarwoko, dan Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young, 3) KAP Hans Tuanakotta & Mustofa berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 4) KAP Siddharta, Siddharta, dan Harsono berafiliasi dengan KPMG,
29 5) KAP
Drs.Hadi
Susanto
dan
Rekan
berafiliasi
dengan
PricewaterhouseCoopers. Namun sejak tahun 2003 hingga sekarang, The Big Five Auditors tersebut menjadi The Big Four Auditors. Keempat KAP tersebut adalah Ernst
&
Young,
Deloitte
Touche
Tohmatsu,
KPMG,
dan
PricewaterhouseCoopers. Pada tahun 2003-2004 empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors tersebut, adalah: 1) KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young, 2) KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 3) KAP Siddharta, Siddharta, dan Harsono berafiliasi dengan KPMG, 4) KAP
Drs.
Hadi
Susanto
dan
Rekan
berafiliasi
dengan
PricewaterhouseCoopers. Pada tahun 2005, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors adalah sebagai berikut: 1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young, 2) KAP Osman Ramli Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 3) KAP Siddharta, Siddharta, dan Harsono berafiliasi dengan KPMG, 4) KAP
Drs.
Hadi
Susanto
dan
Rekan
berafiliasi
dengan
PricewaterhouseCoopers. Pada tahun 2006-2008, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big four Auditors adalah sebagai berikut: 1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young, 2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 3) KAP Siddharta, Siddharta, dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG, 4) KAP Haryanto Sahari berafiliasi dengan PricewaterhouseCoopers. Pada tahun 2009, empat KAP lokal yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors yaitu: 1) KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst & Young,
30 2) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu, 3) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG, 4) KAP
Tanudireja
Wibisana
&
Rekan
berafiliasi
dengan
PricewaterhouseCoopers. Kualitas audit yang tinggi dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan sangat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan. Umumnya KAP The big four memiliki kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP non-big four. Hal ini disebabkan oleh tiga hal yaitu: a. KAP The big four umumnya memiliki reputasi yang lebih baik dibanding dengan KAP non-big four. b. KAP The big four memiliki sumber daya manusia yang banyak sehingga mampu memperoleh tenaga kerja yang lebih terampil dan kompeten. c.
KAP The big four juga lebih cenderung mengungkapkan apa yang ada karena siap menghadapi resiko proses pengadilan.
2.1.5 Financial Distress Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Media yang dapat dipakai untuk menilai kondisi keuangan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri atas neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Kondisi keuangan
perusahaan
menggambarkan
kesehatan
perusahaan
sesungguhnya (Astuti, 2012). Menurut Mc Keown (1991) dalam Suprobo (2011) semakin memburuk atau terganggunya kondisi keuangan suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan, auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern. Menurut Brigham dan Gapenski, (1997) ada beberapa definisi financial distress, sesuai tipenya, yaitu economic failure, business failure,
31 technicalinsolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy. Berikut ini penjelasannya:
1. Economic failure Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capitalnya.Bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tingkat pengembalian (rate of return) di bawah pasar. Meskipun tidakada suntikan modal baru saat aset tua sudah harus diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi. 2. Business failure Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur. 3. Technical insolvency Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insolvency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencanan keuangan (financial disaster). 4. Insolvency in bankruptcy Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvent in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset. Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena, umumnya, ini adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan insolvent in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum. 5. Legal Bankruptcy Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.
32
2.1.5.1 Faktor Penyebab Financial Distress Menurut Damodaran (2001) dalam Agusti (2013) kesulitan keuangan dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor-faktor penyebab kesulitan keuangan perusahaan, yaitu: 1. Faktor internal kesulitan keuangan Faktor internal kesulitan keuangan merupakan faktor dan kondisi yang timbul dari dalam perusahaan yang bersifat mikro ekonomi. Faktor internal dapat berupa: a. Kesulitan arus kas Disebabkan
oleh
tidak
imbangnya
antara
aliran
penerimaan uang yang bersumber dari penjualan dengan pengeluaran uang untuk pembelanjaan dan terjadinya kesalahan pengelolaan arus kas (cash flow) oleh manajemen dalam pembiayaan operasional perusahaan sehingga arus kas perusahaan berada pada kondisi defisit. b. Besarnya jumlah utang Perusahaan yang mampu mengatasi kesulitan keuangan melalui pinjaman bank, sementara waktu kondisi defisit arus kas dapat teratasi. Pada masa depan akan menimbulkan masalah baru yang berkaitan dengan pembayaran pokok dan bunga pinjaman, sekiranya sumber arus kas dari operasional perushaan tidak dapat menutupi kewajiban pada pihak bank. Ketidakmampuan manajemen perusahaan dalam mengatur penggunaan dana
pinjaman
akan
berakibat
terjadinya
gagal
pembayaran (default) yang pada akhirnya timbul penyitaan harta perusahaan yang dijadikan sebagai jaminan pada bank. c. Kerugian dalam kegiatan operasional perusahaan selama beberapa tahun
33 Merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Situasi ini perlu mendapat perhatian manajemen dengan seksama dan terarah. 2. Faktor eksternal kesulitan keuangan Faktor eksternal kesulitan keuangan merupakan faktorfaktor diluar perusahaan yang bersifat makro ekonomi yang mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesulitan keuangan perusahaan. Faktor eksternal kesulitan keuangan dapat berupa kenaikan tingkat bunga pinjaman. Sumber pendanaan yang berasal dari pinjaman lembaga keuangan bank atau non-bank, merupakan solusi yang harus ditempuh oleh manajemen agar proses produksi dan investasi dapat berjalan lancar. Konsekuensi dari pinjaman, jika terjadi kenaikan tingkat bunga pinjaman bagi para pelaku bisnis merupakan suatu resiko dan ancaman bagi kelangsungan usaha.
2.1.5.2 Dampak Financial Distress Salah satu dampak financial distress adalah dapat membawa
perusahaan
mengalami
kesulitan
dalam
membayarkan kewajiban yang ditanggung. Menurut Agusti (2013), perusahaan yang mengalami financial distress (kesulitan keuangan) akan menghadapi kondisi : a)
Tidak
mampu
memenuhi
jadwal
atau
kegagalan
pembayaran kembali hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditor. b) Perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency).
2.1.5.3 Revised Altman Model Sampai dengan saat ini, Z Score model ini masih lebih banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi, serta para akademis di bidang akuntansi dibandingkan model prediksi
34 kebangkrutan
lainnya
Altman.
Hasil
penelitian
yang
dikembangkan Altman, yaitu:
Zā = 1.2 X1 + 1.4 X2 + 3.3 X3 + 0.6 X4 + 0.999 X5
Keterangan: Z1 = working capital/total asset Z2 = retained earnings/total asset Z3 = earnings before interest and taxes/total asset Z4 = market capitalization/book value of debt Z5 = sales/total asset
Model yang telah dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan-perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-perusahaan di sektor swasta. Penelitian ini menggunakan
model
prediksi
kebangkrutan
untuk
mengukur kondisi keuangan perusahaan man u faktu r yaitu Revised Altman Model:
Zā = 0.717 X1 +0.847 X2 + 3.107 X3 + 0.420 X4 + 0.998 X5
Penafsiran hasil Z-Score dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Kriteria titik cut off Model Z Score
Nilai Z
Tidak bangkrut/ sehat
Z (lebih dari) > 2,90
Daerah rawan bangkrut (grey area)
Z diantara 1,23 - 2,90
Bangkrut
Z (kurang dari) < 1,23
35 Untuk perusahaan non-manufaktur, formulanya dimodifikasi menjadi sebagai berikut:
Zā = 6.56X1 + 3.26X2+ 6.72X3 + 1.05X4
Terlihat bahwa X5 dihilangkan untuk menghilangkan bias assets turnover seperti yang dijelaskan sebelumnya. Penafsiran hasil Z-Score adalah sebagai berikut: Definisi dari kelima rasio yang dikembangkan Altman tersebut adalah sebagai berikut : 1. X1 = Net Working Capital to Total Assets Rasio
ini
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya. 2. X2 = Retained Earnings to Total Assets Rasio
ini
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. 3. X3 = Earning Before Interest and Tax to Total Assets Rasio
ini
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak. 4. X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai buku modal sendiri. 5. X5 = Sales to Total Assets Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya.
2.1.6 Audit Lag Audit lag atau dalam beberapa penelitian disebut sebagai audit delay didefinisikan sebagai rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan yang diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahunan perusahaan sejak tanggal tahun tutup
36 buku, yaitu per 31 Desember sampai tanggal yang tertera di laporan auditor independen (Astuti, 2012). Januarti dan Fitrianasari (2008) mengindikasikan kemungkinan keterlambatan opini yang dikeluarkan dapat disebabkan karena: 1) Auditor lebih banyak melakukan pengujian. 2) Manajemen mungkin melakukan negosisasi dengan auditor. 3) Auditor memperlambat pengeluaran opini dengan harapan manajemen dapat memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga terhindar dari opini audit going concern. Berdasarkan teori keagenan, manajer bertanggung jawab atas penyusunanlaporan keuangan yang tepat waktu sehingga akan terhindar dari keterlambatan pengeluaran opini oleh auditor, karena hal ini akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern. Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan bahwa opini audit going concern lebih banyak ditemukan ketika pengeluaran opini audit terlambat. Januarti (2009) menemukan bukti bahwa lamanya waktu audit tidak signifikan, namun demikian tandanya sama dengan yang diprediksikan.
2.2 Metedologi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan riset pengujian hipotesis yang menggunakan banyak sampel dengan periode waktu antara tahun 2010-2013. Sampel ditentukan melalui beberapa kriteria pemilihan. Data yang digunakan merupakan data kuantitatif yang berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2013. Jenis data berupa data sekunder yang pengumpulan data dilakukan dengan metode tidak langsung dengan mengunduh dokumen dari website BEI (www.idx.co.id) dan website perusahaan masing-masing. Metode analisis data yang digunakan yaitu dengan metode content analysis, analisis regresi logistik, dan uji asumsi klasik. Penyajian data yang berupa table, gambar dan grafik dan hasil dari oengolahan data dengan software SPSS.
2.3 Pengembangan Hipotesis
37 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dan tidak dapat mengetahui pengaruhnya secara simultan karena hasil pengujian dengan metode regresi logistik hanya ada pengujian secara parsial.
a)
Kualitas Audit Pemilihan auditor independen dengan kualitas audit tinggi dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan sehingga investor dan pemakai laporan keuangan lainnya memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap informasi yang terdapat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, KAP yang besar dan memiliki reputasi baik akan cenderung melakukan prosedur audit yang lengkap dalam rangka pengumpulan bukti audit sehingga status going concern perusahaan dapat diterapkan. Menurut penelitian widyantari (2011) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan yang memiliki afiliasi dengan KAP internasional memiliki kualitas lebih tinggi. H1: Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Opini Goin
b) Financial Distress Tingkat kesehatan suatu perusahaan dapat dilihat dari kondisi keuangan perusahaan. Pada perusahaan yang kondisi keuangannya baik maka auditor cenderung untuk tidak mengeluarkan opini audit going concern (Susanto, 2009). Kondisi ini digambarkan dengan rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi bahwa perusahaan dalam keadaan baik atau buruk. Santoso dan Wedari (2007), Rudyawan dan Badera (2009), Astuti (2011) menyatakan bahwa semakin baik kondisi keuangan perusahaan semakin kecil kemungkinan audito memberikan opini audit going concern. H2 : Financial distress berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern
c) Audit Lag Audit lag adalah jumlah kalender antara tanggal disusunnya laporan keuangan dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan. Januarti (2009) menemukan bukti bahwa lamanya waktu audit tidak signifikan, namun
38 demikian tandanya sama dengan yang diprediksikan. Seharusnya dengan semakin lamanya audit lag diperkirakan auditee tersebut bermasalah, tetapi pada kenyataannya auditor tidak memberikan opini audit going concern. Januarti dan Fitrianasari (2008), Putra (2010) dan Astuti (2012) menemukan bahwa ada hubungan positif antara audit lag yang panjang dengan opini audit going concern. H3: Audit Lag berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.