BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Teori Umum Perpajakan 2.1.1 Definisi Pajak Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa, yaitu “ ajeg “, yang berarti pungutan teratur pada waktu tertentu. Pa–ajeg berarti pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40 persen dari yang dihasilkan petani untuk diserahkan kepada raja atau pengurus desa. Besar kecilnya bagian yang diserahkan tersebut hanyalah berdasarkan adat kebiasaan semata yang berkembang pada saat itu. Menurut Waluyo (2011:2) Definisi atau pengertian pajak menurut Edwin R. A. Seligman dalam buku Essay in taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan: Tax is compulsary contribution from the person, to the government to depray the expenses imcurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Adanya kontribusi seseorang yang ditunjukan kepada Negara tanpa adanya manfaat yang ditunjukan secara khusus pada seseorang. Memang demikian halnya bahwa pajak itu ditunjukan manfaatnya kepada masyarakat. Menurut Waluyo (2011:2) pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam buku The Economics of Public Finance Memberikan batasan pajak seperti diatas hanya menggantikan without reference denganlittle reference. Menurut Waluyo (2011:2) pengertian pajak menurut NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan): Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-
14
norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan sematamata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. Menurut Waluyo (2011:2) pengertian pajak menurut MJH. Smeets dalam buku De Economische Betekenis Belastingen (terjemahan): Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah. Menurut
Waluoyo
(2011:3)
pengertian
pajak
menurut
Soeparman
Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan: Pajak adalah iuran wajib yang berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan Norma-Norma Hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Dari definisi diatas tidak tampak istilah “dipaksakan“ karena bertitik tolak pada istilah “iuran wajib“. Sisi lainnya yang berhubungan dengan kontraprestasi menekankan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan pajak. Menurut Waluyo (2011:3) pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Kurnia, Siti (2010:22) adalah: “Pajak adalah iuran rakyat pada kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor Pemerintah) berdasarkan Undang-Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa imbalan, yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”. Menurut Andriani dalam Kurnia, Siti (2010:22) pengertian pajak adalah: “Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
15
pengeluaran-pengeluaran
umum
berhubungan
dengan
tugas
Negara
untuk
menyelenggarakan Pemerintahan”. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut Peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali. Pengertian Pajak menurut Undang-Undang KUP Pasal 1 adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemauan rakyat. Inti dari definisi-definisi diatas adalah : a. Pajak merupakan iuran b. Dapat dipaksakan karena terdapat Undang-Undang yang mengatur c. Tidak mendapat kontraprestasi langsung d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah
2.1.2 Fungsi Pajak Menurut buku Perpajakan Indonesia, Waluyo (2011:6) Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran Pemerintah, Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan Dalam Negeri, seperti: PBB, PPH, PPN
16
b. Fungsi mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang Sosial dan Ekonomi, Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian juga terhadap barang mewah, seperti: PPN ekspor, PPnBM, PPH, SHU Koperasi.
2.1.3. Sistem Pemungutan Pajak Menurut Perpajakan Indonesia, Waluyo (2011:17) Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi berikut ini: a.
Sistem Official Assessment Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, contohnya PBB. Ciri-ciri: wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif, utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.
b.
Sistem Self Assessment Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar, contohnya PPh.
c.
Sistem Withholding Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak, contohnya PPh Pasal 23 (sewa menyewa mesin).
17
2.2 Pemeriksaan Pajak 2.2.1 Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak Menurut buku Kupas Tuntas Priantara, Diaz (2011:66) Landasan Hukum pemeriksaan pajak adalah Pasal 29, Pasal 29A Juncto Pasal 31 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008 dan diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 29 ayat (1) UndangUndang KUP menyatakan bahwa, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Menurut
Pasal
199/PMK.03/2007,
1
angka
pemeriksaan
2
Peraturan
didefinisikan
Menteri sebagai
Keuangan
serangkaian
Nomor kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-Undangan. Menurut buku Kupas Tuntas Priantara, Diaz (2011:67) Berdasarkan pengertian ini maka salah satu fokus pemeriksaan pajak adalah pada ketaatan atau kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan azaz self assessment, yaitu mengisi, menghitung, memperhitungkan, memungut, memotong dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.
2.2.2 Definisi Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan Pajak menurut Arens, A. Alvin (2012:43) adalah: “Pemeriksaan pajak adalah pemeriksaan sebagai proses pengumpulan dan pengawasan barang bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai
18
suatu entitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan”. Pemeriksaan Pajak menurut Mulyadi (2002:49) adalah: “Suatu Proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan adalah proses pengumpulan dan pengawasan barang bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas dan objektif dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pemeriksan pajak menurut (Undang-Undang nomor 16 tahun 2000) adalah: “Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-Undangan perpajakan”. Pemeriksan pajak menurut Kurnia, Siti (2010:245) adalah: “Pemeriksaan pajak yang dilakukan secara professional oleh Aparat Pajak dalam kerangka SAS merupakan bentuk penegakan hukum perpajakan. Pemeriksaan Pajak merupakan hal pengawasan pelakanaan system SAS yang dilakukan oleh Wajib Pajak harus berpegang teguh pada Undang-Undang Perpajakan”.
19
Pemeriksaaa pajak menurut Mardiasmo (2009:50) adalah : “Pemerikasaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-Undangan perpajakan”. Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak adalah salah satu pencegahan tax evasion, pemeriksaan dilakukan dalam rangka pengendalian suatu kegiatan yang dijalankan oleh suatu unit tertentu. Oleh karena itu, pemeriksaan merupakan pengawasan sedangkan pengawasan merupakan bagian dari pengendalian.
2.2.3 Tujuan Pemeriksaan Pajak Sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan, tujuan pemeriksaan pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-Undangan perpajakan. Menurut
Pasal
3
ayat
(2)
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
199/PMK.03/2007 pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak harus dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan (restitusi) pembayaran pajak. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam
Keputusan
Menteri Keuangan
No.545/KMK 04/2000 bahwa Tujuan Pemeriksaan itu adalah : “Tujuan pemeriksaan pajak itu adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan
20
pembinaan kepada Wajib Pajak dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan Perundang-Undangan perpajakan”. Menurut Mardiasmo (2009:51) tujuan pemeriksaan itu adalah : Menguji Kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, dan pembinaan kepada Wajib Pajak, yang dapat dilakukan dalam hal: 1. Surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 2. Surat pemberitahuan Tahunan Pajak penghasilan menunjukan rugi. 3. Surat pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan. 4. Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak 5. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada poin 3 tidak dipenuhi. Adapun indikator pemeriksaan pajak dalam variable ini menurut Siti Kurnia (2010:225) adalah : 1. Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak. Pemeriksa harus dibekali pengetahuan tentang pemeriksaan pajak dan mempunyai kemampuan dalam pemeriksaan pajak yaitu dengan mengikuti pelatihan teknis yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 2. Integritas Pemeriksa Bekerja jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindari diri dari perbuatan tercela. 21
3. Rasio Pemeriksa Wajib Pajak Jumlah pemeriksa harus sebanding dengan beban kerja pemeriksaan. 4. Melakukan Pemeriksaan Buku, Catatan dan Dokumen Pemeriksaan buku, catatan dan dokumen merupakan jantung dari tahap pelaksanaan pemeriksaan. Seluruh rangkaian persiapan pemeriksaan sampai dengan langkah penilaian SPT tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan langkah pemeriksaan buku-buku, catatan dan dokumen Wajib Pajak berdasarkan Undang-Undang KUP Pasal 29 ayat 3a. 5. Melakukan Konfirmasi kepada pihak ketiga Menegaskan kebenaran dan kelengkapan data atau informasi dari Wajib Pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pihak ketiga. 6. Memberitahukan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak a. Memberitahukan secara tertulis koreksi fiscal dan penghitungan pajak terutang kepada Wajib Pajak. b. Melakukan
pembahasan
atas
temuan
dan
koreksi
fiskal
serta
penghitungan pajak terutang dengan Wajib Pajak. c. Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai temuan dan koreksi fiskal yang telah dilakukan. 7. Melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan Tujuan dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan adalah sebagai upaya memperoleh pendapat yang sama dengan Wajib Pajak atas temuan pemeriksaaan dan koreksi fiskal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa.
22
2.2.4 Jenis Pemeriksaan dan Jangka Waktu Pemeriksaan. Jenis dan jangka waktu menurut Waluyo (2011:69) adalah: 1. Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. 2. Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerja bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
2.2.5 Kewenangan dan Kebijakan Melakukan Pemeriksaan Pajak Menurut Hidayat, Nur (2013:11-17) dan menurut Undang-Undang KUP Pasal 29 ayat 1, Kebijakan umum pemeriksaan pajak sebagai berikut: 1. Setiap Wajib Pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa. 2. Setiap pemeriksaan yang dilaksanakan harus dilengkapi dengan surat perintah pemeriksaan pajak (SP2) yang mencantumkan tahun pajak yang diperiksa. 3. Pemeriksaan dapat dilaksanakan oleh kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, kantor wilayah DJP atau KPP 23
4. Pemeriksaan ulang terhadap jenis dan tahun pajak yang sama, tidak diperkenankan, kecuali terdapat indikasi Wajib Pajak diduga melakukan tindak pidana dibidang perpajakan 5. Buku-buku, catatan dan dokumen lain yang akan dipinjam dari Wajib Pajak dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak harus yang asli, dapat juga misal berupa fotocopy yang sesuai dengan aslinya. 6. Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan terbatas. (pemeriksaan sederhana kantor harus diselesaikan 1 bulan terhitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan diterima Wajib Pajak dan perpanjangan selama 2 minggu). Sederhana lapangan diselesaikan dalam jangka waktu 1 bulan dan perpanjangan 1 bulan, pemeriksaan pelengkap harus diselesaikan 2 bulan terhitung sejak surat pemberitahuan pemeriksaan diterima Wajib Pajak dan perpanjangan 6 bulan. 7. Pemeriksaan dapat dilakukan dikantor pemeriksaan atau ditempat Wajib Pajak. 8. Dapat dilakukan perluasan pemeriksaan, baik untuk tahun-tahun sebelumnya maupun sesudahnya. 9. Setiap hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak secara tertulis, berupa hal-hal yang berbeda antara SPT Wajib Pajak dan hasil pemeriksaan dan selanjutnya untuk ditanggapi oleh Wajib Pajak.
2.2.6 Tahapan Pemeriksaan Tahapan Pemeriksaan menurut Waluyo (2011:69) dan Undang-Undang KUP Pasal 31 ayat 1 adalah: 1. Penugasan/Persetujuan/Instruksi Pemeriksaan 24
Tak ada suatu tindakan tanpa instruksi. Demikian juga dengan pemeriksaan pajak. Pelaksanaan pemeriksaan berada di ranah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) atas instruksi dari Kanwil dan Kantor Pusat DJP. Instruksi itu terjadi karena: a. Dalam rangka pemeriksaan rutin berupa daftar nominatif usulan dari Kantor Pelayanan Pajak atau b. Dalam rangka Pemeriksaan khusus berupa analisis risiko oleh Kantor Pelayanan Pajak (bottom up) atau kanwil dan Kantor Pusat (top down). 2. Perencanaan Pemeriksaan Perencanaan pemeriksaan dimulai dengan pembentukan tim pemeriksa pajak. Tim pemeriksa pajak terdiri dari : a. Fungsional pemeriksa, terdiri dari: seorang supervisor, seorang ketua tim, seorang atau beberapa anggota tim. b. Tenaga ahli di luar DJP (jika diperlukan), contoh: penerjemah, ahli informatika. 3. Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) & Pemberitahuan ke Wajib Pajak Penerbitan SP2 ini diawali dengan terbitnya nota dinas penunjukan supervisor. Kemudian,
supervisor
membuat
rencana
pemeriksaan.
Setelah,
rencana
pemeriksaan tersebut disetujui oleh Kepala UP2, barulah terbit SP2 (Surat Perintah Pemeriksaan). Paling lambat 5 hari kerja setelah terbitnya SP2, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan harus disampaikan kepada Wajib pajak. 4. Peminjaman Dokumen Untuk menunjang pemeriksaan pajak, tentunya harus ada dokumen pendukung. Itulah mengapa Wajib Pajak harus menyimpan dengan baik semua dokumen yang menjadi dasar pembukuan aau pencatatan selama 10 tahun, sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Undang-Undang KUP Pasal 28 Ayat 11 yang berbunyi,
25
“Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan.” Permintaan peminjaman dokumen ini wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 bulan sejak terbitnya Surat Permintaan Peminjaman dokumen Wajib Pajak. Selama kurun waktu tersebut, terdapat dua kali Surat Peringatan, yakni Surat Peringatan I terbit 2 minggu setelah terbitnya surat permintaan peminjaman dokumen, dan Surat Peringatan II terbit 3 minggu setelah terbitnya surat permintaan peminjaman dokumen Wajib Pajak. 5. Pelaksanaan Pengujian Kegiatan ini dilakukan oleh tim pemeriksa pajak dengan memperhatikan temuantemuan yang ada selama pemeriksaan berlangsung. 6. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan Tanggapan Tertulis •
Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi tentang hasil Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Atas penyampaian Surat Pemberiahuan Hasil Pemeriksaan tersebut, Wajib Pajak berhak memberikan tanggapan atas hasil pemeriksaan yang tercantum dalam Surat Pemberiahuan Hasil Pemeriksaan dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah Surat Pemberiahuan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak dan dapat diperpanjang 3 hari jika ada alasan tertentu dengan mengirimkan Surat Pemberitahuan Perpanjangan.
26
•
Tanggapan Wajib Pajak tersebut isinya bisa menyetujui, menolak sebagian, atau menolak seluruhnya hasil pemeriksaan tersebut. Jika terjadi perbedaan pendapat DJP juga memfasilitasi adanya pembahasan akhir hasil pemeriksaan antara Wajib Pajak dengan tim pemeriksa.
7. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan •
Dalam jangka waktu 3 hari kerja sejak Wajib Pajak memberikan surat tanggapan atas Surat Pemberiahuan Hasil Pemeriksaan kepada tim pemeriksa pajak, undangan pembahasan akhir hasil pemeriksaan harus disampaikan kepada Wajib Pajak.
•
Ketika Wajib Pajak hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dalam hal Wajib Pajak menolak sebagian atau menolak seluruhnya, Wajib Pajak berhak untuk meminta bantuan tim Quality Assurance untuk menengahi perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan tim pemeriksa. Namun, apabila Wajib Pajak tidak hadir, maka pembahasan akhir dianggap telah selesai dilakukan, itu artinya Wajib Pajak menyetujui hasil pemeriksaan tim pemeriksa pajak.
8. Pelaporan, penerbitan ketetapan dan Pengembalian Dokumen •
Pemeriksa pajak mencantumkan semua informasi mengenai kegiatan pemeriksaan pajak ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. Kemudian Kertas Kerja Pemeriksaan tersebut ditelaah oleh supervisor sebelum dibuat Laporan Hasil Pemeriksaan. Setelah disetujui, barulah dibuat Laporan Hasil pemeriksaan. Setelah itu, terbitlah nota penghitungan atas kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang seharusnya. Setelah itu, terbitlah surat ketetapan pajak.
27
•
Pemeriksa pajak harus mengembalikan buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam dalam rangka pemeriksaan kepada Wajib Pajak. Pengembalian buku, catatan, dan dokumen tersebut harus dipenuhi dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak tanggal terbit Laporan Hasil pemeriksaan.
2.3 Kepatuhan Pajak 2.3.1 Pengertian Kepatuhan Pajak Kepatuhan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Kurnia, Siti (2010:138) adalah: “Istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan”. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan kepatuhan adalah sikap tunduk Wajib Pajak terhadap peraturan Perundang-Undangan perpajakan. Kepatuhan pajak menurut Norman D dalam Siti Kurnia (2010:138) adalah : “Sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami sesuai ketentuan peraturan Perundang-Undangan perpajakan, Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, Menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya”. Kepatuhan pajak menurut Safri Nurmantu dalam Siti Kurnia (2010:138) adalah : “Kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya”.
28
Kepatuhan pajak menurut Chaizi Nasucha dalam Kurnia, Siti (2010:139) adalah : “Kepatuhan
Wajib
Pajak
adalah:
Kepatuhan
Wajib
Pajak
dalam
mendaftarkan diri, Kepatuhan untuk menyetorkan kembali SPT, Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang, Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”. Kepatuhan pajak menurut Gunadi (2004:30) dalam skripsi Putri Handayani adalah : “Pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan, atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi”. Dari pengertian di atas bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.
2.3.1.1 Macam-macam Kepatuhan Macam-macam kepatuhan pajak menurut Kurnia, Siti (2010:138) adalah : 1. Kepatuhan Formal Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan di mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang perpajakan. 2. Kepatuhan Material Kepatuhan Material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi substantive atau hakekatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang perpajakan. Kepatuhan Material dapat juga meliputi kepatuhan formal.
29
2.3.1.2 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak Kriteria Wajib Pajak patuh sesuai dengan Undang-Undang 36 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 192/PMK.03/2007 adalah: a. Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan •
Penyampaian SPT tepat waktu dalam tiap tahun terakhir.
•
Penyampaian SPT masa dalam tahun terakhir untuk masa pajak Januari-November tidak lebih dari masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.
b. Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak. c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan Pemerintah dengan pendapatan wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan. d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. Adapun indikator kepatuhan pajak menurut Kurnia, Siti (2010:139) adalah : 1. Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberiathuan (SPT) sesuai ketentuan. 2. Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebelum batas waktu berakhir.
30
2.4 Self Assessment System 2.4.1 Pengertian Self Assessment System Self assessment system menurut Kurnia, Siti (2010:101) adalah : “Self assessment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk mematuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Dalam hal ini dikenal dengan: 1. Mendaftarkan diri di kantor pelayanan pajak. 2. Menghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang. 3. Menyetor pajak tersebut ke Bank Persepsi/ kantor Pos. 4. Melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktur Jendral Pajak. 5. Menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian SPT dengan baik dan benar. Self assessment system menurut Waluyo (2011:50) adalah : “Self assesment system adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar”. Self assesment system menurut Rimsky K dalam Sony Devano (2010:102) adalah: “Self assesment system diberlakukan untuk memberikan kepercayaan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat dalam menyetorkan pajaknya. Konsekuensinya, masyarakat harus benar-benar mengetahui tata cara perhitungan pajak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan pemenuhan perpajakan”.
31
Dari pengertian di atas bahwa Self assesment system adalah suatu sistem yang pelaksanaan pemungutan pajaknya diserahkan sepenuhnya pada Wajib Pajak sehingga Pemerintah hanya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pajak yang dihitung rakyatnya.
2.4.2 Ciri-ciri Self Assessment System Ciri-ciri self assesment system menurut Kurnia, Siti (2010:102) adalah: 1. Wajib Pajak (dapat dibantu oleh konsultan pajak) melakukan peran aktif dalam melaksanakan kewajiban perpajaknnya. 2. Wajib Pajak adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas kewajiban perpajakannya sendiri. 3. Pemerintah dalam hal ini instansi perpajakan melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak, melalui pemeriksaan pajak dan penerapan sanksi pelanggaran dalam bidang pajak sesuai peraturan yang berlaku.
2.4.3 Kewajiban Wajib Pajak dalam Self Assessment System Kewajiban Wajib Pajak menurut Kurnia, Siti (2010:103) adalah : 1. Mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau kantor penyuluhan dan pengamatan potensi perpajakan (KP4) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak, dan dapat melalui e-registration (media elektronik online) untuk menghitung pajak oleh Wajib Pajak.
32
2. Menghitung pajak penghasilan adalah mengitung besarnya pajak terutang yang dilakukan pada setiap akhir tahun pajak, dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajaknya. Sedangkan memperhitungkan adalah mengurangi pajak yang terutang tersebut dengan jumlah pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal sebagai kredit pajak (prepayment). 3. Membayar pajak dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak a. Membayar pajak 1. membayar sendiri pajak yang terutang PPh pasal 25 tiap bulan, pelunasan PPh pasal 29 pada akhir tahun. 2. Melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain (PPh pasal 4 (2), PPh pasal 15, PPh pasal 21,22,23,dan 26). Pihak lain disini berupa: 1. Pemberi penghasilan. 2. Pemberi kerja. 3. Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Pemerintah. 3. Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk Pemerintah. 4. Pembayaran pajak-pajak lainnya; PBB, BPHTB, Bea Materai. b. Pelaksanaan pembayaran pajak Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank Pemerintah maupun swasta dan kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik (e-payment).
33
c. Pemotongan dan pemungutan Jenis pemungutan atau pemotongan asalah PPh Pasal 4(2), PPh pasal 15 dan PPN dan PPnBM Merupakan pajak untuk PPh yang dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakunya pemungutan dengan mekanisme pajak keluar dan pajak masukan. 4. Pelaporan dilakukan Wajib Pajak Surat pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang, selain itu surat pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang potongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar, SPT dapat dibedakan sebagai berikut: a.
SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. SPT Masa PPh pasal 21,22,23,25,26, PPN danPPnBM
b.
SPT Tahunan yaitu SPT yang diguakan untuk pelaporan tahunan. SPTTahunan Badan, Orang pribadi, pasal 21.
2.5 Metodologi Penelitian Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. 34
Metode penelitan menurut Sugiyono (2011:2) adalah : “Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu hasil penelitian yang kemudian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan. Artinya penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang menekankan pada data-data numeric (angka), dengan menggunakan metode penelitian ini akan diketahui hubungan antara variabel yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek penelitian. Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2011:147) adalah : “Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”. Metode analisis deskriptif ini digunakan untuk menguji setiap variabel. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Pemeriksan Pajak, sesuai dengan pengujian validitas atas pertanyaan yang dibuat maka dalam kuesioner ini terdiri dari indikator: Pendidikan danpelatihan teknis nomor 1-2, Intregritas pemeriksa nomor 3-4, Rasio SDM nomor 5, Melakukan Pemeriksaan Buku, Catatan dan Dokumen nomor 6, MelakukanKonfirmasi kepada pihak ketiga nomor 7-8. Variabel dependennya adalah Kepatuhan Pajak, sesuai dengan pengujian validitas atas pertanyaan yang dibuat maka dalam kuesioner ini terdiri dari indikator: Wajib pajak yang mengisi dengan jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberiathuan (SPT)
35
sesuai ketentuan nomor 9-10, Menyampaikan SPT ke Kantor Pelayanan Pajak sebelum batas waktu terakhir nomor 11-12. Objek penelitian ini adalah tempat dimana Wajib Pajak melaporkan dan membayarkan pajaknya, sedangkan subjek penelitian ini adalah Pegawai Pajak Bagian Pemeriksaan yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Setiabudi Satu.
2.6 Model Analisis Model analisis ini disusun berdasarkan landasan teori, dimana pemeriksaan pajak diduga tidak memiliki pengaruh terhadap Kepatuhan Pajak. Berdasarkan dari dugaan tersebut, maka disusun model penelitian seperti dibawah ini. Gambar 2.1 Model Analisis
Pemeriksaan Pajak
X
pyx
Kepatuhan Pajak
Y
Keterangan: X
= Pemeriksaan Pajak
Y
= Kepatuhan Pajak
Pyx
= koefisien jalur Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Pajak
2.7 Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara dalam penelitian yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
36
H0
:
Pemeriksaan Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Pajak
Ha
:
Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Kepatuhan Pajak
Hasil dari hipotesis Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Pajak dalam penelitian ini adalah: H0
:
Pemeriksaan Pajak tidak berpengaruh terhadap Kepatuhan Pajak
2.8 Kajian terhadap Penelitian Sebelumnya 1. Menurut Dewa Ketur Suryawan, ISSN: 0852-7741 dengan judul skipsi Kewenangan Melakukan Pemeriksaan Pajak, yaitu: Pemeriksaan pajak, fitur kunci dari system self-assessment (SAS), mungkin memiliki efek jera yang signifikan pada pembayar pajak. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengalaman audit dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan pembayar pajak. Sehingga hasil dari penelitian ini adalah pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pembayaran pajak. 2. Menurut Yongzhi Niu, Ph.D, dengan judul skipsi Tax Audit on Voluntary Compliance, yaitu: Dalam penelitianSatu kelompok studi didasarkan pada teori ekonomi mikroklasik dimana pembayar pajak diasumsikan rasional dan mengikuti aturan maksimisasi utilitas dalam membuat mereka keputusan kepatuhan pajak. Kelompok lain dari studi memperkenalkan sosiologis dan psikologis faktor, seperti moral, rasa malu, kepercayaan, kekuasaan politik, dan teori permainan, menjadi pertimbangan teoritis mereka. Dalam pendekatan ini, berbagai faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak yang menarik adalah audit. kepatuhan pajak yang menantang gagasan bahwa pembayaran pajak
37
yang jujur tidak berpengaruh signifikan terhadap aspek sistem kepatuhan pajak. Sehingga hasil dari penelitian ini adalah pembayaran pajak yang jujur tidak berpengaruh signifikan terhadap aspek sistem kepatuhan pajak. 3. Menurut Putri Handayani, 2012 dengan judul skripsi Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Pajak dan Implikasinya terhadap Self Assessment System, yaitu: Dalam penelitian ini pemeriksaaan pajak yang baik akan diikuti dengan kepatuhan pajak yang baik juga dan kepatuhan pajak yang baik akan diikuti denga penerapan self assessment yang baik juga. Hasil dari penelitian ini adalah pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak dan kepatuhan pajak berpengaruh signifikan terhadap self assessment system.
38