BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Persediaan 2.1.1.1 Pengertian Persediaan Menurut
Benny
Alexandri
(2009:135),
persediaan
memiliki
pengertian sebagai berikut: “Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam proses produksi”. Selain pengertian persediaan yang dikemukakan di atas, berikut ini ada pengertian persediaan menurut Waluyo (2008:66): “Pada umumnya persediaan mencakup barang jadi yang telah diproduksi atau barang dalam penyelesaian, termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi. Dalam perusahaan dagang, persediaan meliputi barang yang dibeli dan disimpan untuk dijual kembali, sedang dalam perusahaan jasa, persediaan termasuk biaya jasa seperti upah dan biaya personalia lainnya yang berhubungan langsung dengan pemberian jasa”. 2.1.1.2 Jenis-jenis Persediaan Dalam suatu perusahaan, persediaan adalah merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam perusahaan. Secara umum, persediaan dapat dibedakan dalam beberapa jenis. Persediaan terdiri atas tiga
10
jenis, menurut Handono Mardiyanto (2009:142) adalah sebagai berikut: • • •
Bahan baku (raw material), semua item yang dibeli oleh perusahaan dengan tujuan untuk diolah lebih lanjut. Barang setengah jadi/barang dalam proses (work-in-process), barang yang masih dalam proses penyelesaian. Barang jadi (finished goods), hasil akhir dari proses produksi, tetapi belum dijual.
2.1.1.3 Metode Penilaian Persediaan Jadi metode penilaian persediaan menurut Paul D. Kimmel, dkk. (2011:255-257) terdiri dari: 1.
Metode FIFO (First In First Out) Metode FIFO mengasumsikan barang yang pertama kali dibeli akan dijual pertama kali. Dalam hal ini, bukan barang yang pertama kali dibeli yang harus dijual terlebih dahulu, melainkan harga pokok persediaan yang pertama kali dibeli harus diakui pertama kali. Oleh karena itu, persediaan akhir dihitung berdasarkan persediaan yang dibeli terakhir oleh perusahaan.
2.
Metode Rata-rata (Average) Pada metode rata-rata, barang yang akan dijual mempunyai biaya per unit yang sama karena harga pokok barang yang akan dijual dihitung berdasarkan biaya rata-rata tertimbang per unit. Biaya rata-rata tertimbang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Weighted -
=
COGS
: Total Units Available for Sale
Average Unit Cost
2.1.1.4 Perputaran Persediaan
Persediaan sebagai unsur dari aktiva lancar yang merupakan unsur yang berperan penting dalam aktivitas operasi perusahaan yang di setiap periodenya diperoleh, diubah dan kemudian dijual kepada konsumen. Untuk 11
mempercepat pentransformasian dari persediaan menjadi kas atau piutang melalui penjualan yang dilakukan, maka diperlukan suatu perputaran persediaan yang baik dan lancar. Siklus perputaran persediaan yang baik dan lancar akan mempermudah jalannya aktivitas operasi suatu perusahaan yang harus dilakukan untuk memproduksi barang hingga mendistribusikan hasil produksinya kepada konsumen.
Besar nilai dari perhitungan perputaran persediaan menunjukkan berapa kali persediaan diganti atau dijual menjadi kas atau piutang dalam waktu satu tahun. Dengan demikian, tinggi rendahnya tingkat perputaran persediaan dapat mengindikasikan tingkat penjualan yang terjadi pada suatu perusahaan serta
jumlah modal kerja yang dibutuhkan dalam aktivitas
operasi perusahaan. Jadi semakin tinggi tingkat perputaran persediaan tersebut berarti terjadi tingkat aktivitas penjualan yang tinggi pula, maka jumlah modal kerja yang dibutuhkan semakin rendah serta biaya terhadap persediaan dapat diminimalkan, begitu pula dengan kondisi sebaliknya. Prawasmita Sedyandini dan Moses L. Singgih (2011) mengatakan bahwa, “Untuk meningkatkan nilai inventory turnover dapat dilakukan dengan: memperkecil jumlah safety stock serta menurunkan biaya penyimpanan”.
Menurut Charles H. Gibson (2011:220) Perputaran persediaan dapat dihitung sebagai berikut:
Perputaran Persediaan
=
Harga Pokok Penjualan Persediaan Rata-rata
12
Berdasarkan hasil perhitungan rasio perputaran persediaan di atas, dapat mengukur efisiensi suatu perusahaan dalam mengelola dan menjual persediaan. Perhitungan rasio ini juga menjadi ukuran dari tingkat likuiditas pada persediaan perusahaan, tingkat perputaran yang tinggi selain merupakan tanda pengelolaan yang efisien, juga menunjukkan mengenai kondisi baiknya likuiditas
di perusahaan tersebut. Jadi meningkat atau turunnya jumlah
perputaran persediaan ditentukan dari pembagian harga pokok penjualan dengan persediaan.
2.1.2 Piutang
2.1.2.1 Pengertian dan Klasifikasi Piutang
Arief Sugiono, dkk. (2010:161) memberikan definisi piutang sebagai berikut:
“Piutang merupakan semua tagihan kepada seseorang ataupun badan usaha atau kepada pihak lainnya dalam satuan mata uang yang timbul sebagai akibat transaksi di masa lampau”. Piutang timbul sebagai akibat dari penjualan secara kredit. Oleh sebab itu, perkiraan piutang sangat penting karena rata-rata perusahaan memiliki perkiraan piutang. Piutang diharapkan akan tertagih dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Oleh sebab itu, perkiraan ini diklasifikasikan ke dalam aktiva lancar.
Arief Sugiono, dkk. (2010:161-162), juga mengklasifikasikan piutang yang dikelompokkan menjadi hal-hal berikut:
1. Piutang dagang / piutang usaha (account receivable)
13
Piutang dagang merupakan piutang yang timbul sebagai akibat dari adanya penjualan barang ataupun jasa secara kredit, sesuai dengan tujuan utama dari beroperasinya perusahaan. 2. Piutang wesel (notes receivable) Piutang wesel merupakan surat pernyataan berutang, atau piutang yang didasari atas kesanggupan tertulis dari isi penerima kredit untuk membayar sejumlah uang tertentu atas permintaan pada tanggal yang telah ditetapkan. 3. Piutang lain-lain (other receivable) Piutang lain merupakan jenis piutang yang tidak termasuk dalam dua kategori di atas. Yang termasuk jenis piutang ini adalah sebagai berikut: 1) Tuntutan / klaim kepada pihak lain akibat dari suatu kejadian tertentu, contoh klaim asuransi. 2)
Piutang pendapatan (deviden, bunga, sewa, dll)
3)
Piutang kepada pegawai. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
piutang merupakan hak perusahaan perusahaan untuk menuntut pihak lain sehubungan dengan adanya transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit, dan pihak lain harus memenuhi kewajiban untuk membayar. Piutang juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi setiap perusahaan, sebab piutang merupakan alat likuid perusahaan. Oleh sebab itu, maka setiap perusahaan harus memiliki kebijaksanaan dalam hal mengenai piutang melalui manajemen atau pengelolaan piutang yang menguntungkan bagi perusahaan yang bersangkutan. 2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Investasi Piutang Selain persediaan, piutang juga merupakan aktiva yang sangat penting dalam perusahaan dan dapat menjadi bagian yang besar dari likuiditas perusahaan. Besar kecilnya investasi dalam piutang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya investasi dalam piutang 14
seperti yang dikemukakan oleh Farah Margaretha (2011:52-53) adalah sebagai berikut: 1. Volume penjualan, 2. Syarat pembayaran penjualan kredit: a) ketat, atau b) lunak, 3. Ketentuan tentang pembatasan kredit: a) kuantitatif, menentukan batas maksimal atau plafon kredit yang diberikan, dan b) kualitatif, seleksi orang atau perusahaan yang akan diberikan kredit, 4. Kebijaksanaan dalam mengumpulkan piutang yang a) aktif, berbiaya besar b) pasif, berbiaya kecil 5. Kebiasaan membayar dari para langganan a) kondisi perekonomian, baik secara umum maupun dalam industri itu, b) variabel kebijakan kredit (credit policy variables). 2.1.2.3 Perputaran Piutang Perputaran piutang adalah masa-masa penerimaan piutang dari suatu perusahaan selama periode tertentu. Piutang yang terdapat dalam perusahaan akan selalu dalam keadaan berputar. Perputaran piutang akan menunjukkan berapa kali piutang yang timbul sampai piutang tersebut dapat tertagih kembali ke dalam kas perusahaan. Adapun konsep piutang menurut Irham Fahmi (2012:155) adalah sebagai berikut: “Dalam konsep piutang (receivable concept) semakin tinggi perputaran maka semakin baik, namun begitu pula sebaliknya semakin lambat perputaran piutang maka semakin tidak baik. Karena itu bagi suatu perusahaan untuk menaikkan angka penjualan salah satu caranya dengan menerapkan kebijakan piutang, termasuk memperlunak jangka waktu piutang. Misalnya dari 40 hari 15
menjadi 55 hari, dan itu diikuti juga dengan memperbesar penjualan kredit misalnya dari 400 juta menjadi 650 juta”. Adapun rumus untuk menghitung perputaran piutang adalah sebagai berikut:
Perputaran Piutang = Penjualan Kredit Bersih Piutang Rata-rata
Keterangan: Rata-rata piutang dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan piutang awal periode dengan piutang akhir periode dibagi dua. Jadi, dapat simpulkan bahwa rasio perputaran piutang diartikan dengan berapa kali suatu perusahaan dalam kembali
kas
setahun
mampu menerima
dari piutang yang dihasilkan dari penjualannya. Semakin
tinggi tingkat perputaran piutang berarti semakin cepat dana yang diinvestasikan pada piutang dagang dapat ditagih menjadi uang tunai atau menunjukkan modal kerja yang tertanam dalam piutang rendah. Sebaliknya jika tingkat
perputaran
piutang
rendah
berarti
ada
investasi yang
berlebihan dalam piutang, sehingga diperlukan analisa lebih lanjut untuk mengevaluasi penyebabnya dan segera meningkatkan perputaran piutang semaksimal mungkin. 2.1.3 Likuiditas 2.1.3.1 Pengertian Likuiditas Menurut Nusa Muktiadji dan Dini Trisnawati (2008), pengertian likuiditas adalah sebagai berikut: “Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya atau utang jangka pendeknya yang segera 16
harus dipenuhi. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “likuid” serta memiliki alat pembayaran berupa aktiva lancar yang lebih besar dari hutang lancar. Sebaliknya bila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban utang jangka pendek berarti perusahaan tersebut dalam keadaan “ilikuid” ”. 2.1.3.2 Rasio Likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Terdapat beberapa jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan. A. Current Ratio (Rasio Lancar) Thomas Sumarsan (2013:45) memberikan definisi current ratio sebagai berikut: “Kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki”. Menurut Agnes Sawir (2009:10), current ratio yang rendah biasanya dianggap menunjukkan terjadinya masalah dalam likuidasi, sebaliknya current ratio yang terlalu tinggi juga kurang bagus, karena menunjukkan banyaknya dana menganggur yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampulabaan perusahaan. Dengan demikian current ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Aktiva Lancar Current Ratio= Hutang Lancar B. Quick Ratio (Rasio Cepat) Menurut Thomas Sumarsan (2013:45-46), quick ratio adalah sebagai berikut: Kemampuan aktiva lancar dikurangi persediaan untuk membayar kewajiban lancar. Rasio ini memberikan petunjuk yang lebih baik dalam
17
melihat likuiditas perusahaan dibandingkan dengan rasio lancar, karena peniadaan perkiraan persediaan dari perhitungan rasio. Adanya peniadaan persediaan dikarenakan persediaan memerlukan jangka waktu yang lama untuk dikonversi menjadi kas. Likuiditas persediaan yang rendah dapat diakibatkan oleh 2 faktor yaitu: -
Terlalu banyak persediaan yang tidak dapat dijual dengan mudah karena merupakan barang setengah jadi, barang rusak atau barang setangah jadi dan barang yang telah lewat waktu pemakaian (expired goods).
-
Jika barang tersebut dijual dengan kredit maka perusahaan akan membuat faktur kepada pembeli sehingga timbullah piutang sebelum menjadi kas (apabila piutang telah ditagih). Quick ratio merupakan alat ukur likuiditas yang lebih baik seandainya
persediaan tidak mudah diuangkan. Jika persediaan lancar maka current ratio merupakan ukuran likuiditas yang lebih disukai. Agnes Sawir (2009:10) mengatakan bahwa quick ratio umumnya dianggap baik adalah semakin besar rasio ini maka semakin baik kondisi perusahaan. Quick ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Aktiva Lancar - Persediaan Quick Ratio = Hutang Lancar
C. Cash Ratio (Rasio Kas) Cash ratio menurut Arief Sugiono (2009:69) adalah sebagai berikut: Rasio kas merupakan perbandingan antara kas yang ada di perusahaan - cash on hand dan di bank (termasuk surat berharga seperti deposito) dan total utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk
18
melunasi utang lancarnya tanpa harus mengubah aktiva lancar bukan kas (piutang dagang dan persediaan) menjadi kas. Cash ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Kas Cash Ratio = Hutang Lancar
D. Net Working Capital (Modal Kerja Bersih) Net Working Capital menurut Thomas Sumarsan (2013:46) adalah sebagai berikut: Modal kerja bersih merupakan alat ukur likuiditas yang diperoleh dari aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar. Rumusnya adalah:
Net Working Capital =
Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar
Hasil yang diperoleh dari perhitungan di atas tidak bermanfaat seandainya dibandingan dengan perusahaan lain, tetapi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian internal. 2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas Zangina Isshaq dan Godfred Alufar (2009) melakukan penelitian mengenai pengelolaan likuiditas pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Ghana. Dari hasil penelitian tersebut, para penulis menyimpulkan bahwa secara statistik likuiditas ditemukan signifikan dipengaruhi oleh target liquidity level, ukuran perusahaan, return on assets, dan net working capital. Jaclyn D. Kropp dan Ani L. Katchova (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh dari pembayaran langsung terhadap likuiditas dan
19
kemampuan membayar pada petani pemula. Dari hasil penelitian tersebut para penulis menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan yang ditemukan antara tingkat pembayaran langsung (dalam dolar) dengan rasio cakupan jangka utang bagi petani yang berpengalaman, hal ini juga menunjukkan bahwa pembayaran langsung meningkatkan kemampuan membayar. Namun, tidak terjadi hubungan yang signifikan untuk petani pemula . Terjadi pula hubungan negatif yang signifikan yang ditemukan antara luas area hektar dengan rasio lancar bagi petani yang berpengalaman. Jay J. Ebben dan Alec C. Johnson (2011) melakukan penelitian mengenai manajemen siklus konversi kas pada perusahaan kecil serta hubungannya dengan likuiditas, modal yang diinvestasikan, dan kinerja perusahaan. Dari hasil penelitian tersebut para penulis menyimpulkan bahwa: (1) Perusahaan dengan siklus konversi kas yang pendek mempertahankan tingkat yang lebih rendah pula atas modal yang diinvestasikan, (2) Siklus konversi kas yang lebih pendek memiliki dampak yang positif pada kinerja keuangan yang diukur melalui perputaran aset dan return pada modal yang diinvestasikan, (3) Perusahaan dengan siklus konversi kas yang lebih pendek, semakin tinggi pula tingkat likuiditas pada perusahaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dari beberapa penulis, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi likuiditas, yaitu seperti ukuran perusahaan, siklus konversi kas, return on assets, net working capital, target liquidity level, pembayaran langsung (tunai), rasio utang, dan faktor lainnya.
20
2.2 Pengembangan Hipotesis Soegoto (2008:32) menjelaskan bahwa merumuskan hipotesis merupakan proses merumuskan suatu pernyataan yang belum terbukti mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih yang dibuat dengan dasar kerangka teori atau model analisis. Terkadang hipotesis menjadi jawaban dan pertanyaan penelitian. 2.2.1 Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Likuiditas Penelitian yang dilakukan oleh Suseno (2009) tentang pengaruh perputaran persediaan terhadap likuiditas pada PT. Unilever Indonesia Tbk. Menurut Suseno, perputaran persediaan akan berpengaruh terhadap kondisi likuiditas perusahaan. Hal itu dikarenakan persediaan termasuk komponen aktiva lancar, dan termasuk bagian dari likuiditas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka pendek. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara perputaran persediaan terhadap likuiditas. Tingkat keeratan hubungan kedua variabel sangat erat dan memiliki nilai korelasi positif, apabila perputaran persediaan naik maka likuiditas meningkat, begitu juga dengan sebaliknya. Tingkat pengaruh antara perputaran persediaan terhadap likuiditas adalah sebesar 73,6%. Dengan mengacu pada landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho1
=
perputaran persediaan tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap likuiditas. Ha1
=
perputaran persediaan memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas.
21
2.2.2 Pengaruh Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2009) tentang pengaruh perputaran piutang terhadap tingkat likuiditas pada PT. Kalbe Farma Tbk Periode 2002-2008. Menurut Ridwan, tingkat perputaran piutang menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai sejumlah modal kerja yang tidak likuid, dengan adanya modal kerja yang tidak likuid tentu sangat berpengaruh pada tingkat likuiditas perusahaan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pengendalian atas piutang menjadi sangat penting. Semakin pendek waktu terikatnya modal dalam piutang akan semakin baik, karena kemampuan perusahaan untuk segera mengubah aktiva lancarnya menjadi uang kas berkaitan dengan likuiditas perusahaan tersebut. Berdasarkan penelitian, Ridwan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Perputaran Piutang terhadap Tingkat Likuiditas. Tingkat korelasi kedua variabel sangat kuat dan menunjukan nilai korelasi positif. Maksudnya adalah ketika perputaran piutang naik diikuti dengan kenaikan tingkat likuiditas. Sumbangan pengaruh yang diberikan perputaran piutang terhadap likuiditas adalah sebesar 64,6%. Dengan mengacu pada landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho2
=
perputaran piutang tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap likuiditas. Ha2
=
perputaran piutang memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas.
22
2.2.3
Pengaruh Secara Bersama-sama Perputaran Persediaan dan Perputaran Piutang Terhadap Likuiditas Penelitian yang dilakukan oleh Herawati (2006) tentang pengaruh
perubahan modal kerja terhadap likuiditas perusahaan pada PT. United Dico Citas Cabang Bandung. Menurut Herawati, likuiditas bagi perusahaan merupakan salah satu faktor penting dan perlu perhatian yang khusus dalam penanganannya. Tingkat likuiditas suatu perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya, sehingga besarnya
likuiditas
ditentukan
oleh
kemampuan
perusahaan
dalam
menggunakan modal kerja secara efisien. Dalam penelitiannya menemukan adanya hubungan yang sangat kuat dan positif antara variabel independen dengan variabel dependen. Terdapat pengaruh yang signifikan atas perubahan modal kerja terhadap likuiditas perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Cesaria (2010) tentang analisis perputaran modal kerja terhadap tingkat likuiditas pada perusahaan industri makanan dan minuman yang listing di BEI priode 2003-2008. Menurut Cesaria, modal kerja merupakan sumber daya yang paling besar yang dimiliki suatu perusahaan dan memegang peranan penting dalam perusahaan, karena modal kerja ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kelancaran usaha perusahaan. Jika perusahaan dapat mengelola modal kerjanya dengan baik, maka perusahaan dapat mencapai laba yang diinginkan. Pengelolaan modal kerja yang baik merupakan satu alat ukur untuk menyelesaikan masalah likuiditas perusahaan. Hasil penelitiannya menunjukkan secara simultan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel perputaran kas, perputaran piutang, dan perputaran persediaan dengan likuiditas. Sedangkan secara parsial, 23
perputaran kas dan perputaran piutang berpengaruh signifikan terhadap likuiditas, namun perputaran persediaan berpengaruh tidak signifikan terhadap likuiditas. Dengan mengacu pada landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho3
=
perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama - sama tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas.
Ha3
=
perputaran persediaan dan perputaran piutang secara bersama - sama memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas.
Berdasarkan penjelasan teori sebelumnya dan perumusan hipotesis di atas dapat digambarkan pada sebuah kerangka pemikiran sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel X1 Perputaran Persediaan • Harga Pokok Penjualan
H1
H1
Variabel Y Likuiditas
• Persediaan Rata-rata
(Current Ratio) Variabel X2
H2
Perputaran Piutang
• Aktiva Lancar • Hutang Lancar
• Penjualan Kredit Bersih • Piutang Rata-rata
H3
24