Bab 2 Landasan Teori
2.1 Teori Fiksi Dalam pembahasan ini, saya menggunakan novel sebagai korpus data, yang merupakan karya fiksi. Maka itu, saya akan memabahas tentang fiski terlebih dahulu. Karya fiksi atau novel yang tidak hanya terdiri dari prosa naratif tetapi juga terdiri dari tokoh, penokohan dan sebagainya. Karya fiksi menyaran pada suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata. Istilah fiksi sering dipergunakan pertentangannya dengan realitas, sesuatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya dapat dibuktikan dengan empiris. Ada tidaknya, atau dapat tidaknya sesuatu yang dikemukakan dalam suatu karya dibuktikan secara empiris inilah antara lain yang membedakan karya fiksi dengan karya nonfiksi. Tokoh, peristiwa, dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa dan tempat yang bersifat imajinatif, sedangkan pada karya nonfiksi bersifat faktual (Burhan, 2000 : 2) Fiksi merupakan hasil dialog, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau berupa khayalan, tidak benar jika fiksi dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penghayatan dan perenungan secara intensif, perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan, perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Fiksi menawarkan model-model kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang
sekaligus menunjukkan sosoknya sebagai karya seni yang berunsur estetik dominan (Burhan, 2000 : 3). Fiksi pertama-tama menyaran pada prosa naratif, yang dalam hal ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim dengan novel ( Abrams, 1981 : 61). Novel sebagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsure intrisiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajinatif (Burhan, 2000 : 4). Ada perbedaan antara kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran di dunia nyata. Kebenaran dalam dunia fiksi adalah kebenaran yang telah diyakini keabsahannya sesuai pandangannya terhadap masalah hidup dan kehidupan. Kebenaran dalam dunia fiksi tdak harus sejalan dengan kebenaran yang berlaku di dunia nyata, misalnya kebenaran dari segi hokum, moral, agama, logika dan sebagainya. Akan tetapi, hal itu tidak berarti pembaca tidak perlu memiliki sikap kritis, karena hal itu amat dibutuhkan dalam rangka memahami secara lebih baik suatu karya. Di pihak lain, pengarang pun harus mengasumsikan bahwa pembacanya kritis. Kesadaran akan adanya sikap kritis pembaca itu akan memaksa pengarang untuk lebih teliti dan berhatihati mengembangkan ceritanya sehingga meyakinkan pembaca terhadap kebenaran, yang dalam kaitan ini pembaca yang baik juga ikut dalam perkembangan kesusastraan (Sudjiman : 1991 : 5-6).
2.2 Teori Kepala Keluarga Mengacu Kepada Ayah Sebagai Pusat Dalam Keluarga Jepang Kepala keluarga identik dengan definisi seorang ayah yang menjadi fondasi dalam sebuah keluarga. Oleh karena itu, saya ingin membahas fungsi kedudukan ayah dalam keluarga. Hayashi menekankan pentingnya suatu chusin atau pusat dalam sebuah organisasi. Dalam pembentukan suatu organisasi, pertama kali yang dibutuhkan adalah chusin, kemudian disusul dengan munculnya elemen-elemen lainnya yang menyempurnakan terbentunya organisasi tersebut. Demikian pula halnya dengan keluarga, sebagai sekumpulan individu yang menjadi organisasi terkecil dalam suatu masyarakat, untuk membentuk suatu keluarga, pertama yang diperlukan adlah chushin sebagai hal yang dasar dan standar, kemudian anggota berkumpul, diorganisir dan dipersatukan.Chushin ini berperan sebagai pusat ide organisasi atau pusat tujuan dan pusat yang berperan sebagai pendukung semangat. Salah satu tujuan keluarga adalah untuk mendidik dan membesarkan anak dengan baik. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan tiang utama sebagai pusat. Pusat itu mempunyai pandangan terhadap nilai yang jelas dan baik sehingga mampu untuk menerangkan dan memberi pengertian kepada semua anggota yang lain. Idealnya yang mejadi pusat adalah satu orang saja. Apabila terdapat dua pusat di dalam keluarga, maka kemungkinan besar si anak akan bingung untuk memilih mana yang harus diikuti sehingga tujuan untuk membentuk individu yang tegas dalam bersikap akan sulit terwujud. Lalu, apabila pusat sangat dibutuhkan dalam keluarga, sekarang yang menjadi masalah adalah siapakah yang layak berperan sebagai pusat dalam keluarga tersebut. Hayashi mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
その中心になるのは父が最もふさわしいと考えられる。子供もを育えるために は、特に社会人としての十分な人格を持ったん間に育てるためには、父が一家 の中心としてどっしりと存在していることが一番望ましいのである。 Ayahlah yang paling cocok untuk menjadi pusat tersebut. Untuk membesarkan anak, terutama untuk membesarkan seorang manusia yang memiliki karakter penuh sebagai anggota masyarakat, ayah sangat diharapkan memiliki eksistensi yang kuat sebagai pusat dalam rumah. Hayashi mengemukakan alasan mengapa ayah paing cocok untuk menjadi pusat dalam keluarga, alasannya sebagai berikut :
a. Ayah penanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga Sebuah keluaraga boleh dikatakan tercipta semenjak seorang anak terlahir di dalam keluarga itu. Pada saat itu ayah bertugas melindungi ibu dan anaknya, menjamin terpenuhinya sandang, pangan mereka sejak saat itu pula tercipta sebuah kerjasama diantara sepasang suami istri itu dalam hal pengasuhan anak. Selanjutnya Hayashi menambahkan, dari segi biologis, secara fisik pria dan wanita berbeda. Pria mempunyai fisik yang lebih kuat daripada wanita.
Ditambah lagi daris segi psikologis, pria pada
umumnya memiliki chushoteki noryoku atau kemampuan abtraktif, yaitu kemampuan untuk memandang suatu masalah secara menyeluruh, tidak hanya memandang secara kongkrit satu persatu, tetapi lebih dari itu, tanpa tergesa-gesa mampu membuat keputusan yang baik. Kemampuan ini adalah syarat yang harus dimiliki pusat yang bertindak sebagai menara komando (Hayashi, 1998 : 26). b. Peran Ayah memiliki arti penting bagi perkembangan mental anak Selama ini sudah banyak pengamat yang menyatakan bahwa hanya itulah yang berperan penting dalam pertumbuhan anak. Terutama di Jepang yang masyarakatnya
sering disebut motherhood society. Sangat banyak buku-buku yang ditulis oleh para peneliti masyarakat yang mengemukakan argumen mereka mengenai pengaruh ibu kepada anak. Hal ini menandakan bahwa masyarakat sudah sepakat mengakui peran ibu sangat besar dan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan fisik dan mental anak. Namun, Hayashi mengatakan sebaiknya masyarakat perlu sedikit lebih memperhatikan ayah yang sesungguhnya tidak kecil. Peran paling penting itu disebut kachi no shinboru (価値のシンボル) atau simbol nilai (Hayashi, 1998 : 29). Hal yang paling penting pada saat jiwa seorang anak berkembang adalah eksistensi pandangan terhadap nilai yang yang jelas dan konsisten pada saat itu pertama kali anak itu dapat membangun identitas diri dan konsisten. Pada saat itu pertama kali anak itu membangun idntitas diri karakter pribadi yang konsisten. Untuk mendukung hal tersebut. Hal itu sangat dibutuhkan keberadaan simbol nilai tersebut. Orang yang memenuhi kriteria sebagai simbol itu adalah ayah. Hayashi (1998 : 32), mengemukakan alasannya sebagai berikut : そのシンボルとしてのは父がたすのがましいのである。シンボルには重み が要であるが。母のように身近で、的な世話をよく存在であり、子供から 見て大きく見えのある存在でなければならない。 Ayah sangat diharapkan memenuhi peran sebagai simbol tersebut. Deperlukan wibawa untuk simbol itu. Keberadaan ibu yang amat dekat dan setiap saat melayani anak menyebabkan ibu sulit untuk menjadi simbol itu. Simbol itu haruslah seseorang yang berada sedikit jauh, namun terlihat jelas oleh si anak dan memiliki otoritas.
Hayashi mengamati bahwa kedekatan secara emosional dan fisik antara ibu dan anaknya menyebabkan ibu kurang tepat menjadi simbol nilai dalam keluarga. Hal ini bukan berarti ibu tidak dihormati dan kurang beribawa di mata anak, melainkan
diperlukan sebuah figur yang berada di luar hubungan itu dan bertindak sebagai pemantau sehingga pada saatnya figur itu bisa bertindak dengan objektif. 2.3 Teori Analisis Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung Carl Gustav Jung (1875-1959) pencipta teori yang dinamakan Psikologi Analistis atau Psikologi Kompleks, berasal dari keluarga cendikiawan di Kerewil (Kanton Thurgau), Swiss, berpendapat bahwa psychiatry atau psikologi adalah lapangan yang dapat menyatukan ilmu filsafat dan kedokteran. Dikatakan psikologis kompleks, karena dalam lapangan psikologi ini terdapat berbagai macam aspek, struktur dan cabangcabang yang berkaitan satu dengan lainnya. Carl Gustav Jung menuliskan dalam teorinya bahwa aspek kepribadian manusia terdiri dalam tiga aspek yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan kepribadian (Jung, 2002 : 156-157). Dalam penelitian ini, saya menggunakan struktur kepribadian saja. Kepribadian (psyche) adalah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Jadi kepribadian (psyche) manusia terdiri dari dua alam, yaitu : 1. alam sadar (kesadaran), 2. alam tak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam itu tidak hanya saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsinya kedua-duanya adalah penyesuaian, yaitu : 1. alam sadar : penyesuaian terhadap dunia luar, 2. alam tak sadar : penyesuaian terhadap dunia dalam.
2.3.1 Struktur Kesadaran Kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya.
a. Fungsi Jiwa Fungsi jiwa oleh Jung ialah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yag secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat fungsi pokok, yang dua rasional, yaitu pikiran dan perasaan, sedangkan yang dua lagi irrasional, yaitu : pendriaan dan intuisi. Fungsi keempat dari struktur kesadaran ini menentukan tipe orangnya seperti : tipe pemikir, tipe perasa, tipe pendriaan, tipe intuisi. Berfungsinya fungsi-fungsi rasional bekerja dengan penilaian, yaitu pikiran (tipe pemikir) menilai atas dasar benar atau salah, menggunakan segala energi psikisnya dengan menggunakan daya pikir, sedangkan perasaan (tipe perasaan) menilai atas dasar menyenangkan dan tidak menyenangkan, menggunakan segala energi psikisnya pada saluran perasaan. Kedua fungsi yang irrasional dalam fungsinya tidak memberikan penilaian, melainkan hanya mendapatkan pengamatan, yaitu pendriaan (tipe pendriaan) mendapatkan pengamatan dengan sadar naluriah, sedangkan intuisi (tipe intuisi) mendapatkan pengamatan tidak sadar naluriah (Jung, 2002 : 158-159). b.Sikap Jiwa Sikap jiwa ialah arah daripada energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas energi psikis itu dapat ke luar ataupun ke dalam, dan demikian pula arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar ataupun ke dalam. Jadi berdasarkan atas sikap jiwanya manusia dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu :
1. manusia yang bertipe ekstravers, 2. manusia yang bertipe introvers. Orang yang bertipe ekstravers terutama dipengaruhi oleh dunia objektif di luar dunianya. Orientasinya terutama tertuju keluar, pikiran, perasaan, serta tindakannya ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Tipe ekstravers ini bersikap positif terhadap masyarakatnya, hatinya terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar. Bahaya tipe ini apabila ikatan kepada dunia luar itu terlampau kuat, sehingga ia tenggelam di dalam dunia objektif serta kehilangan dirinya atau asing terhadap dunia subjektifnya sendiri. Orang yang bertipe introvers terutama dipengaruhi oleh dunia subjektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju ke dalam, yaitu pikiran, perasaan, tindakan-tindakannya ditentukan oleh faktor-faktor subjektif. Penyesuaiannya dengan dunia luar kurang baik, jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain. Penyesuaian dengan batinnya sendiri baik, sedangkan tipe introvers ini apabila jarak dengan dunia objektif terlalu jauh, sehingga orang lepas dari dunia objektifnya (Jung, 2002 : 161-162). ). Dunia subjektif yang dimiliki oleh seorang introvers membuat seorang introvers tersebut memiliki beberapa ciri, sebagai berikut : 1. Pendiam (tidak banyak bicara, tidak suka berinteraksi dengan orang lain atau dunia luar). 2. Tertutup (tidak suka berekspresi dalam hal psikis ataupun fisik). 3. Tidak suka keramaian (introvers lebih menyukai hal privasi, sendiri). 4. Hubungan dalam lingkungan sosial tidak begitu baik, sehingga cenderung tidak banyak memiliki teman, tidak peka dengan lingkungan luar).
5. Pemalu (punya rasa takut untuk melakukan energi psikis, cenderung bergerak lambat).
2.3.2 Struktur Ketidaksadaran Ketidaksadaran mempunyai dua bagian yaitu : ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif.
Masing-masing ketidaksadaran tersebut memiliki bentuk-
bentuk lainnya yang kadar ketidaksadaran yang tertentu pada masing-masing individunya juga. Dalam Struktur ketidaksadaran ini terdiri dari ketidaksadaran pribadi, kolektif dan ketidaksadaran khusus. a. Ketidaksadaran Pribadi Ketidaksadaran pribadi berisikan hal-hal yang diperoleh oleh individu selama hidupnya. Ini meliputi hal-hal yang terdesak atau tertekan (kompleks terdesak) dan halhal yang terlupakan (bahan-bahan ingatan) serta hal-hal yang teramati, terpikir dan terasa di bawah alam kesadaran. Menurut Sigmud Freud, istilah prasadar (das Verbewusste) merupakan daerah perbatasan antara ketidaksadaran pribadi dan kesadaran, dan berisikan hal-hal yang siap masuk ke dalam kesadaran. Istilah alam bawah sadar (das Unvewusste), yang berisikan kejadian-kejadian psikis yang terletak pada daerah perbatasan anatara ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif, seperti misalanya hal-hal yang tidak dapat diingat lagi, hal-hal yang tidak diolah, keadaan transe, dan sejenis dengan itu. Kesadaran terletak di atas dan ketidaksadaran di bawah, maka dapat dikatakan alam prasadar pribadi yang paling atas dan paling dekat dengan kesadaran sedangkan alam bawah sadar merupakan batas ketidaksadaran pribadi yang paling bawah dan paling dekat dengan ketidaksadaran kolektif (Jung, 2002 : 166).
b. Ketidaksadaran Kolektif Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia. Ini merupakan cara-cara reaksi kemanusiaan yang khas dalam mengahadapi situasi-situasi ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian dan sebagainya. Daerah yang paling atas atau langsung di bawah ketidaksadaran pribadi berisikan emosi-emosi dan efek-efek serta dorongan-dorongan primitif, apabila isi-isi manifestasi ketidaksadaran ini orang masih dapat mengontrolnya, sedangkan daerah di bawahnya lagi berisikan invasi, yaitu erupsi dari bagian terdalam daripada ketidaksadaran serta halhal yang sama sekali tidak dapat dibuat sadar, manifestasi dari hal-hal ini dialami oleh individu sebagai sesuatu yang asing. Ketidaksadaran itu dapat diketahui secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi daripada isi-isi ketidaksadaran itu, seperti bentuk symptom dan kompleks, mimpi, dan archhetypus (Jung, 2002 : 166-169). (1). Symptom dan Kompleks Symptom dan Kompleks merupakan gejala-gejala yang masih dapat disadari. Symptom adalah gejala dorongan daripada jalannya energi yang normal, yang dapat berbentuk symptom kejasmanian atau kejiwaan. Symptom adalah tanda bahaya, yang memberitahukan bahwa ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang, dan karenanya perlu perluasan ke alam tak sadar. Kompleks adalah bagian kejiwaan kepribadian yang telah terpecah dan lepas dari pengontrolan kesadaran dan kemudian mempunyai kehidupan sendiri dalam alam ketidaksadaran, yang selalu dapat menghambat atau memajukan prestasi-prestasi kesadaran. Kompleks itu terdiri dari unsur inti, yang umumnya tak disadari dan bersifat
otonom, serta jumlahnya asosiasi-asosiasi yang terbentuk atas dasar inti tersebut tergantung pada disposisi individu beserta pengalaman-pengalamannya. Banyak sekali kompleks ini mengagangu keseimbangan jiwa, namun kompleks tidak harus menjadi kekurangan atau kelemahan daripada individu tetapi hanya merupakan sesuatu dalam kepribadian yang tidak dapat dipersatukan, tidak dapat diasimilasikan, menjadi pokok konflik yang juga tidak selalu menjadi rintangan, sedangkan menjadi suatu rangsangan untuk usaha yang lebih giat untuk kemungkinan menjadi sukses. Sebagai contoh dari kompleks yaitu banyak terjadi pada pengalaman traumatis, misalnya ketidakmungkinan yang semu untuk menerima keadaan diri sendiri dalam keseluruannya, yang sebenarnya adalah ketidakmungkinan yang semu untuk menerima keadaan diri sendiri dalam keseluruhannya. (2). Mimpi, Fantasi ,Khayalan Mimpi sering timbul dari kompleks dan mempunyai hukum sendiri serta bahasa sendiri ; dalam mimpi soal-soal sebab akibat, ruang dan waktu tidak berlaku ; bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahaminya perlu ditafsirkan. Bagi Freud dan Alder mimpi itu dianggap sebagai hasil yang patologis, yaitu penjelmaan-penjelmaan angan-angan atau keinginan-keinginan yang tidak dapat direalisasikan, maka bagi Carl Gustav
Jung
dalam
teorinya,
mimpi
mempunyai
fungsi
konstruktif
yaitu
mengkompensasikan keberat-sebelahan dari konflik. Mimpi tidak hanya manifestasi hal patologis, tetapi sering merupakan manifestasi daripada ketidaksadarn kolektif, dan juga mempunyai arti profetis. Fantasi (phantasie) dan khayalan (vision) sebagai bentuk manifestasi ketidaksadaran. Kedua hal ini bersangkutan dengan mimpi, dan timbul pada waktu taraf kesadaran merendah ; variasinya tidak terhingga dari mimpi siang hari serta impian tentang
keinginan-keinginan sampai pada khayalan khusus orang-orang yang dalam keadaan ektase. (3). Archetypus Istilah archeypus ini diambil oleh Jung dari Augutinus yang merupakan bentuk pendapat instinktif dan reaksi instinktif terhadap situasi tertentu, yang terjadi di luar kesadaran. Archetypus itu dibawa sejak lahir dan tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia (sebagai jenis), jadi tidak tergantung kepada manusia perseorangan. Archetypus merupakan pusat serta medan tenaga daripada ketidaksadaran yang dapat mengubah sikap kehidupan sadar manusia.
3. Bentuk Khusus Isi Ketidaksadaran Bentuk khusus ketidaksadaran ini berada di luar dari ruang lingkup ketidaksadaran pribadi dan kolektif. Ketidaksadaran khusus ini mempunyai kadar yang berbeda dari ketidaksadaran
kolektif
maupun
pribadi,
seperti
contoh
dalam
satu
bentuk
ketidaksadaran khusus ini ada yang melibatkan dua ketidaksadaran tersebut, gabungan atau kadar yang superior dan inferior dalam masing-masng jenis ketidaksadaran tersebut. a. Bayang-bayang Bayang-bayang adalah segi lain atau bagian gelap daripada kepribadian, kekurangan yang tidak disadari. Bayang-bayang ini terbentuk dari fungsi inferior serta sikap jiwa yang inferior, yang karena pertimbangan-pertimbangan moral atau pertimbanganpertimbangan lain dimasukkan ke dalam ketidaksadaran, karena tidak serasi dengan kehidupan alam sadarnya. Apabila aku adalah pusat kesadaran, maka bayang-bayang merupakan pusat ketidaksadaran, baik ketidaksadaran pribadi (hal-hal yang didesak ke
dalam ketidaksadaran hidup individu), maupun ketidaksadaran kolektif (kecenderungan ke arah kegelapan pada tiap manusia). b. Proyeksi : Imago Proyeksi diartikan bahwa secara tidak sadar menempatkan isi-isi batin sendiri dengan objek-objek di luar dirinya. Peristiwa ini terjadi secara mekanis, tidak disadari. Jung menamakan isi kejiwaan yang diproyeksikan orang lain itu adalah imago.
c. Animus dan Anima Imago yang terpenting pada orang dewasa adalah animus bagi perempuan dan anima bagi laki-laki, yaitu sifat-sifat atau kualitas-kualitas jenis kelamin lain yang ada dalam ketidaksadaran manusia. Pada dasarnya manusia bersifat be-sexual pada jenis kelamin lainnya. Orang laki-laki ketidaksadarannya adalah betina (anima) dan orang perempuan ketidaksadarannya adalah jantan (animus). Anima atau animus itu ada dalam hubungan yang langsung dengan persona. Persona menyesuaikan diri ke luar sedangkan anima dan animus menyesuaikan diri ke dalam ; jadi persona adalah fungsi perantara aku dengan dunia luar sedangkan anima dan animus merupakan perantara aku dengan dunia dalam (Jung, 2002 : 169-170). Dalam penelitian kepribadan ganda ini, saya menggunakan teori kesadaran dan ketidaksadaran Jung. Teori struktur kesadaran Jung yang digunakan pada penelitian ini adalah teori kesadaran menurut fungsi jiwa dan sikap jiwa sedangkan, ketidaksadaran yang akan saya gunakan yaitu, teori ketidaksadaran pribadi, kolektif (fantasi, symptom dan kompleks) dan dalam bentuk ketidaksadaran khusus saya akan mengambil bentuk ketidaksadaran bayang-bayang saja.