BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Umum 2.1.1. Data Umum 2.1.1.1 Istilah Body Image Body Image atau citra raga adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu (Stuart dan Sundeen , 1991). Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, kemudian mulai memanipulasi lingkungan dan mulai sadar dirinya terpisah dari lingkungan (Keliat ,1992). Body
Image
berhubungan
dengan
kepribadian.
Cara
individu
memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih merasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri atau self-esteem (Keliat, 1992). Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Terdapat 4 aspek pada body image (Jarry et al. ca. 2013): 1. Body image satisfation, yang berarti puas atau tidaknya seseorang terhadap body image dan penampilan fisiknya. 2. Body
image
investment,
seberapa
besar
seseorang
mementingkan penampilan fisiknya untuk menjadi tolak ukur seberapa berharga dirinya (self-worth). 3. Body image behavior, yaitu tindakan yang berhubungan langsung dengan penampilan fisik seperti berdandan atau menyembunyikan bagian tubuhnya dari orang lain. 4. Body image perception, yaitu seberapa akurat seseorang mengestimasi tentang tubuhnya.
3
4
Menurut Jarry et al., bila terdapat gangguan pada sebagian atau keempat aspek body image, maka gangguan tersebut akan dianggap sebagai gangguan body image. Gangguan tersebut bisa berupa ketidakpuasan dengan penampilan, ketergantungan yang berlebihan pada penampilan untuk menentukan diri dan perilaku, pengelolaan penampilan yang berlebihan seperti over-grooming atau berdandan secara berlebihan dan sering melihat cermin, atau over-estimasi perkiraan ukuran tubuh. Gangguan-gangguan lain bisa berupa: - Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah. - Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh. - Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri. - Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh. - Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang. - Mengungkapkan keputusasaan. - Mengungkapkan ketakutan ditolak. - Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh. Menurut National Eating Disorders Collaboration, orang-orang yang mempunyai body image yang positif biasanya mempunyai tingkat kesehatan fisik dan mental yang lebih tinggi, dan lebih mudah dalam perkembangan diri. Body image yang positif akan mempengaruhi: - Tingkat self-esteem Self esteem dapat mempengaruhi setiap aspek dalam kehidupan seseorang. Semakin tingginya self-esteem seseorang, maka akan lebih mudah melakukan kegiatan sehari-hari, dan lebih mudah bersosialisasi,
yang
mengakibatkan
pada
meningkatnya
kebahagiaan pada hidup.
- Self-acceptance (penerimaan diri) Semakin positif body image seseorang, maka semakin besar kemungkinan seseorang akan merasa senang dan nyaman dengan penampilan mereka. Seseorang dengan body image yang positif lebih cenderung tidak terpengaruhi oleh gambar dalam mediamedia atau tekanan social untuk berpenampilan dengan cara tertentu.
5
- Outlook dan tingkah laku Saat seseorang mengetahui kebutuhan tubuhnya, maka kesehatan fisik dan mental akan meningkat. Body image yang sehat akan mengarah pada gaya hidup yang seimbang dan sikap yang lebih sehat terhadap makanan dan olahraga.
2.1.1.2. Istilah Eating Disorder Menurut South Carolina Department of Mental Health, eating disorders atau penyimpangan pola makan adalah suatu gangguan mental yang dapat membinasakan dan mempengaruhi lebih dari tujuh juta wanita setiap tahunnya, terutama di negara-negara barat seperti di Amerika Serikat dan Eropa. Di Indonesia sendiri pada tahun ini, tercatat bahwa 38% penduduk Indonesia mengalami eating disorders dan mayoritas penderita adalah perempuan (Kawanku 2013). Menurut lembaga National Association of Nervosa and Associated Disorders, 90% penderita eating disorders adalah wanita. Gangguan tersebut biasanya diderita oleh remaja-remaja putri yang kembar atau memiliki adik kakak perempuan dan berumur antara 12 sampai 25 tahun. Umur 17 adalah umur rata-rata dimana eating disorder mulai berkembang. Menurut survey, antara 5% sampai 10% dari remaja-remaja menderita eating disorders. Gangguan tersebut juga diderita oleh wanita-wanita berumur dan pria tetapi dalam jumlah yang sedikit. Pada umumnya, penderita eating disorders adalah orang-orang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, perasaan tidak berdaya, dan perasaan tidak sebanding dengan orang lain. Mereka menggunakan ma-kanan dan diet sebagai cara untuk mengatasi masalah-masalah dalam hi-dup mereka. Banyak dari mereka berpikir bahwa makanan adalah sumber kenyamanan atau penghilang stress sementara penurunan berat badan dianggap sebagai cara agar diterima oleh teman-teanan dan keluarga (Schulherr, 2008). Menurut Schulherr, kejadian-kejadian maupun keadaan tertentu dalam kehidupan seseorang dapat juga menjadi faktor pendukung timbulnya gangguan tersebut. Kejadian-kejadian ini dapat berupa penghinaan terhadap bentuk tubuh, pemerkosaan, perceraian, pernikahan dan transisi yang dialami dalam kehidupan. Orang tua yang terlalu mengkhawatirkan berat tubuh
6
anaknya, pelatih olah raga yang secara terus menerus mendesak agar para atletnya mencapai berat tubuh "ideal," ataupun hidup dalam masyarakat dan budaya dimana penghargaan diri diasosiasikan dengan kelangsingan dan kecantikan dapat juga menjadi salah satu penyebab eating disorder (Schulherr, 2008). Banyak remaja, terutama remaja-remaja perempuan, merasa tertekan dengan pemikiran masyarakat yang salah tentang ukuran dan berat badan ideal seorang wanita. Mereka merasa sangat tertekan dengan "kewajiban" untuk tampil langsing seperti yang dimunculkan oleh televisi dan majalah. Media massa secara tidak langsung menyebabkan perbedaan antara ukuran rata-rata tubuh seorang wanita dan ukuran yang dipikirkan wanita sebagai ukuran "ideal" sangat jauh berbeda. Sebagai contoh, 20 tahun yang lalu, peragawati rata-rata memiliki berat badan 8% lebih kecil dibandingkan dengan wanita-wanita pada umumnya, tetapi sekarang peragawati memiliki berat badan 25% lebih kecil (Schulherr, 2008). Menurut Schulherr, eating disorders digolongkan menjadi tiga yaitu: bulimia nervosa, anorexia nervosa, dan eating disorders lainnya yang tidak terspesifikasi (EDNOS - Eating Disorders Not Specified). Semuanya tergolong gangguan mental. Menurut riset, rata-rata penderita bulimia nervosa mengkonsumsi 3.400 kalori setiap satu seperempat jam padahal kebutuhan konsumsi orang normal hanya 2.000-3.000 kalori per hari. Mereka berusaha keras mengeluarkan kembali apa yang telah dimakannya dengan cara memun-tahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Di antara kegiatan makan yang berlebihan itu biasanya mereka juga berolahraga secara berlebihan. Menurut Smith, banyak penderita bulimia memiliki berat badan yang normal dan kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orang-orang yang kelihatannya sehat, sukses di bidangnya, dan cenderung perfeksionis. Namun, di balik itu, mereka rnemiliki rasa percaya diri yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku yang kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alkohol atau lainnya. Berbeda dengan penderita bulimia yang makan dalam jumlah berlebihan kemudian berusaha membuangnya, penderita anoreksia nervosa makan dalam jumlah sangat sedikit dan berolahraga berlebihan untuk menjadi
7
kurus, hingga mencapai 15% sampai 60% dibawah berat badan normal (Smith, 2010). Namun demikian, mereka tetap "merasa gemuk" walaupun sebenarnya sudah sangat kurus, bahkan mereka takut akan lemak dan takut akan kegemukan (Schulherr, 2008). Menurut Schulherr, penderita anoreksia biasanya memiliki kebiasaan makan yang aneh, seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotongmotongnya menjadi bagian-bagian kecil, mengunyah lambat-lambat, serta menghindari makan bersama keluarga. Mereka sangat suka mengumpulkan resep-resep dan masak untuk keluarga dan teman-temannya, tetapi tidak makan sedikitpun makanan yang mereka masak. Dengan berlanjutnya gangguan ini, penderita mulai suka menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga. Jenis ketiga dari eating disorder adalah "eating disorder lainnya yang tidak terspesifikasi" (EDNOS) dan tidak termasuk dalam kategori kedua eating disorders di atas. Penderita EDNOS adalah seorang yang makan dengan tidak terkontrol dan seringkali secara sembunyi-sembunyi. Eating disorders bukanlah suatu msalah yang dapat hilang dengan sendirinya tanpa perawatan, tetapi karena perasaan malu yang diasosiasikan dengan gangguan yang kompleks ini, banyak penderita tidak mencari pertolongan sampai bertahun-tahun kemudian (Setiawan, 2004).
2.1.1.3. Self-Esteem (Harga Diri) Stuart dan Sundeen (1991), mengatakan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Sedangkan
menurut
Gilmore
(dalam
Akhmad
Sudrajad)
mengemukakan bahwa: “….self esteem is a personal judgement of worthiness that is a personal that is expressed in attitude the individual holds toward himself”. Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya. Sementara itu, Buss (1992) memberikan pengertian harga
8
diri (self esteem) sebagai penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan. Menurut pendapat beberapa ahli
tersebut, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan dan menggambarkan sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kekompetenan. Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri (self esteem) adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain (Josephs et al. 1992). Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial (Josephs et al. 1992). Orang tua dan guru memiliki tanggung jawab besar untuk dapat memenuhi kebutuhan harga diri anak (siswanya), melalui pemberian kasih sayang yang tulus sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan sehat, yang didalamnya terkandung perasaan harga diri yang stabil dan mantap. Disinilah, tampak arti penting peran orang tua dan guru sebagai fasiltator (de Groot, 1992). Akhmad
Sudrajad
mengatakan
bahwa
pentingnya
pemenuhan
kebutuhan harga diri individu, khususnya pada kalangan remaja, terkait erat dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri yang mantap. Mereka akan mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa inferior dan canggung. Namun apabila kebutuhan harga diri mereka
9
dapat terpenuhi secara memadai, kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam menampilkan perilaku sosialnya, tampil dengan kayakinan diri (self-confidence) dan merasa memiliki nilai dalam lingkungan sosialnya.
2.1.1.4. Teori Semiotika Teori Semiotika ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (18571913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nilai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia
10
2.1.2. Data Khusus 2.1.2.1. Istilah Anoreksia Nervosa Anoreksia nervosa adalah eating disorder yang berdampak pada psikis dan merusak tubuh seseorang melalui kelaparan yang akut (Schulherr, 2008). Menurut Schulherr, penderita anoreksia mempunyai rasa ketakutan akan kegemukan, dan mengatasi ketakutan tersebut dengan tidak makan, walaupun berat badan mereka sudah ringan sekali. Dengan menolak makan, penderita anoreksia bisa merasakan sense of control, di situlah satu-satunya tempat yang mereka bisa merasa bahwa mereka yang benar-benar memegang kendali. Anoreksia pada umumnya mulai diderita seseorang pada usia remaja, walaupun bisa juga mulai muncul ketika anak-anak berusia lima tahun atau pada orang tua berusia 60-an tahun. Gejala anoreksia bisa bermacam-macam tergantung individu yang menderitanya (Kompas 2001). Selain berolah raga secara berlebihan penderita anorexia biasanya punya kebiasaan makan yang aneh, seperti menyisihkan makanan di piringya dan memotong-motongnya menjadi bagian-bagian kecil, mengunyah lambatlambat, serta menghindari makan bersama keluarga. Mereka menganggap kulit dan daging pada tubuh mereka sebagai lemak yang harus dimusnahkan. Tidak adanya lemak di tubuh membuat penderita anorexia merasa tidak nyaman ketika duduk ataupun berbangun (saking kurusnya). Selain itu mereka juga sulit tidur. Dengan berlanjutnya penyakit ini, penderita mulai suka menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga (Kompas 2001). Tubuh penderita bereaksi terhadap kondisi ini dengan cara menghentikan beberapa proses. Tekanan darah manurun drastis, napas melemah, pada wanita menstruasi terhenti (atau pada anak yang menginjak dewasa, mungkin menstruasi tidak dimulai sama sekali), dan kelenjar tiroid yang mengatur pertumbuhan menghilang. Kulit mengering, rambut, dan kuku menjadi rapuh (Schulherr, 2008). Gejala lain yang timbul adalah pusing, kedinginan, sembelit, serta pembengkakan sendi. Kekurangan lemak menyebabkan tempemtur tubuh menurun. Sebagai mekanisme alam, tumbuh lanugo atau rambut di seluruh tubuh termasuk wajah. Selain itu, ketidakseimbangain zat kimia dalam'tubuh juga dapat menyebabkan serangan jantung (Kompas 2001).
11
Menurut Schulherr, psikografi pada penderita anoreksia nervosa diantaranya: 1. Gangguan pada body image Penderita anoreksia kehilangan kemampuan untuk melihat dirinya secara akurat dalam hal berat badan dan lemak sehingga mengalami gangguan pada body image. 2. Fat phobia Penderita anoreksia memiliki rasa ketakutan yang tidak rasional terhadap lemak dan takut menambah berat badannya. 3. Citra diri yang didasari oleh berat badan Penderita anoreksia mengkaitkan seberapa besar dirinya berharga dengan berat badan mereka. 4. Personal control Penderita anoreksia cenderung menganggap bahwa tubuh mereka adalah
“kekuasaan
mereka”
dan
mereka
mempraktekkan
“kekuasaan” tersebut dengan menolak untuk makan.
2.1.2.2. Istilah Bulimia Nervosa Penderita bulimia nervosa makan dalam jumlah sangat berlebihan (menurut riset rata-rata perderita bulimia nervosa mengonsumsi 3.400 kalori setiap satu seperempat jam padahal kebutuhan konsumsi orang normal hanya 2.000-3.000 kalori per hari), kemudian berusaha keras mengeluarkan kembali apa yang telah dimakannya, dengan cara memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Di antara kegiatan makan yang berlebihan biasanya mereka berolahraga secara berlebihan juga (Kompas 2001). Membersihkan atau memuntahkan makanan ini sebagai aksi untuk mengurangi rasa benci atau rasa bersalah karena sudah binge, atau memakan dengan jumlah yang sangat berlebihan dan berulang-ulang (Schulherr, 2008). Penderita bulimia terobsesi untuk membersihkan diri mereka dari makanan itu, sehingga makanan yang masuk tidak sempat terserap sepenuhnya oleh tubuh (Smith, 2010). Biasanya penderita tidak langsung ketahuan oleh orang lain bahwa ia menderita penyakit ini, karena berat badannya normal dan tidak terlalu kurus.
12
Seringkali mereka juga menutupi tubuhnya dengan pakaian yang berlapislapis agar tidak kelihatan bentuk tubuhnya (Smith, 2010). Karena tidak ketahuan sehingga tidak ditangani dokter, penyakit yang sering berawal ketika seseorang masih berusia remaja ini dapat berlangsung terus sampai ia berusia empat puluhan sebelum ia mencari bantuan (Kompas 2001). Banyak penderita bulimia nervosa berat badan yang normal dan kelihatan tak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orang-orang yang kelihatanya sehat, sukses dibidangnya, dan cenderung perfeksionis (Schulherr, 2008). Namun, di balik itu, mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukan tingkah laku yang kompulsif, misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alcohol atau lainya (Kompas, 2010). Makan dalam jumlah berlebihan secara sekaligus dapat merusak keseimbangan mineral tubuh seperti sodium dan potasium. Hal ini menyebabkan rasa lelah, berdebar-debar, detak jantung yang tidak teratur, dan tulang keropos. Muntah berulang-ulang dapat merusak lambung dan saluran esophagus (saluran yang membawa makanan ke lambung) karena memaksa lambung berkontraksi secara tidak wajar. Selain itu, asam lambung yang keluar bersama muntah membuat gusi menyusut dan mengikis email gigi. Dampak yang lain adalah timbulnya ruam kulit, pecahnya pembuluh darah di muka dari menstruasi yang tidak teratur (Kompas 2001).
2.1.2.3. Istilah Eating Disorders Not Specified (EDNOS) Eating Disorders Not Specified (EDNOS) adalah kategori dalam eating disorders yang tidak termasuk dalam kategori anoreksia maupun bulimia karena mereka tidak mengeluarkan kembali apa yang telah mereka makan ataupun menahan diri mereka untuk sama sekali tidak makan (Smith, 2010). Penderita EDNOS akan melakukan bingeing secara sendiri dan diam-diam. Mereka merasa tidak terkontrol ketika memakan makanan dalam kuantitas banyak (Schulherr, 2008). Tidak seperti penderita anoreksia yang merasa perbuatannya adalah perbuatan yang benar, penderita EDNOS merasa bahwa perbuatan mereka salah (Schulherr, 2008).
13
2.1.2.3. Cara Memperbaiki Body Image dan Self-Esteem Menurut Schulherr, ada beberapa cara untuk memperbaiki body image dan self-esteem, diantaranya: 1. Hargai dan syukuri semua yang tubuh kamu dapat lakukan. Setiap hari tubuh kamu membawa kamu lebih dekat dengan impianmu kan? Rayakan semua hal menakjubkan yang tubuh kamu bisa lakukan seperti berjalan, berlari, menari, bernapas, dan tertawa! 2. Buat dan simpanlah daftar sepuluh hal yang kamu sukai tentang diri kamu, tentunya hal yang tidak berkaitan dengan berat badan kamu atau fisik kamu. Bacalah daftar itu seringsering dan tambahkanlah saat kamu menyadari hal-hal lain yang kamu sukai tentang dirimu. 3. Ingatkan diri kamu bahwa "keindahan sejati" bukan hanya kulit luarnya saja. Ketika kamu merasa nyaman dengan dirimu sendiri dan puas dengan siapa dirimu, maka kamu akan membawa diri dengan penuh percaya diri dan keterbukaan, tentunya kamu juga akan menerima dirimu apa adanya, itulah yang membuat kamu beautiful, bukan apakah tubuhmu terlihat seperti supermodel atau bukan. Beauty is a state of mind, not a state of your body, kecantikan adalah keadaan pikiran, bukan keadaan tubuh Anda. 4. Lihatlah dirimu sebagai pribadi yang utuh. Ketika kamu melihat dirimu di cermin atau di pikiran, pilihlah untuk tidak fokus pada bagian tubuh tertentu. Lihat diri kamu sebagaimana kamu menginginkan orang lain melihat kamu, tidak terpatok pada fisik, namun secara menyeluruh, berarti tindakanmu, kepribadian kamu, dan semua sifat-sifat kamu. 5. Kelilingi dirimu dengan orang-orang positif. Hal ini mempermudah untuk membuatmu merasa baik tentang dirimu dan tubuhmu karena kamu dikeliling dengan orangorang yang suportif dan menerima kamu apa adanya, tanpa kamu harus berpura-pura menjadi orang lain.
14
6. Abaikan dan “matikan” suara-suara di dalam benak kamu yang mengatakan bahwa tubuh kamu tidak indah dan kamu adalah orang yang buruk. Kamu dapat mengalahkan pikiran-pikiran negatif itu dengan pikiran yang positif. Saat kamu mulai merendahkan dirimu, balaslah dengan kata-kata yang membuatmu lebih percaya diri. 7. Pakailah baju yang membuat kamu merasa nyaman dan membuatmu percaya diri dengan tubuhmu. Jadikanlah tubuhmu sebagai sahabatmu, jangan melawannya! 8. Bila
kamu
melihat
gambar
di
membuatmu
merasa
rendah
diri
media-media dengan
yang
tubuhmu,
berpikirlah secara kritis dan objektif, jangan malah merasa iri! 9. Manjakanlah dirimu sekali-sekali, lakukanlah sesuatu yang membuat tubuhmu tau bahwa kamu mengapresiasikannya! Bisa ke salon, spa, atau hanya sekedar relax di pemandangan yang indah! 10. Gunakan waktu dan energi yang mungkin telah kamu habiskan untuk mengkhawatirkan tentang makanan, kalori, dan berat badan kamu, untuk melakukan sesuatu untuk membantu orang lain. Kadang-kadang membantu orang lain dapat membantu kamu merasa lebih baik tentang diri kamu dan dapat membuat perubahan positif di dunia kita.
2.1.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Body Image 2.1.2.4.1. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan faktor yang paling penting yang dapat mempengaruhi perkembangan body image seseorang (Chase, 2001). Karena kita terus dibombardir dengan media-media dan iklan-iklan, wanita cenderung lebih terpengaruh dan ingin terlihat seperti idola-idola yang telah mereka lihat setiap hari di TV, sehingga menurunkan berat badan, bahkan dengan cara yang berbahaya (Schulherr, 2008).
15
2.1.2.4.2. Usia Usia 13-20 tahun adalah usia dia mana identitas diri, gambaran diri, dan peran para remaja mulai berkembang pesat. Di usia inilah body image menjadi penting sehingga remaja berlomba-lomba menurunkan berat badan mengikuti idola-idola mereka (Papalia dan Olds, 2001).
2.1.2.4.3. Media Massa Dengan berkembangnya teknologi, semua menjadi serba cepat sehingga media bisa diakses dan dilihat di manamana. Media memberikan gambaran ideal seorang laki-laki dan perempuan, sehingga seseorang akan merasa tertekan untuk terlihat sedemikian rupa (Cash dan Purzinsky, 1990).
2.1.2.4.4. Keluarga Harapan, pandangan dan pesan secara verbal atau nonverbal dalam keluarga juga mempengaruhi body image seseorang (Rieves dan Kas, 1996). Contohnya, seorang ibu yang mempunyai lifestyle berdiet akan mempengaruhi anakanaknya. Kompetisi dalam keluarga untuk terlihat dengan cara tertentu juga berkontribusi atas pandangan body image seseorang.
2.1.2.4.5. Hubungan Interpersonal Manusia adalah makhluk sosial sehingga selalu berinteraksi dengan yang lain. Rasa ingin diterima oleh orang-orang di sekitar mempengaruhi body image seseorang (Schulherr, 2008).
2.1.2.5. Gangguan Body Image Gangguan body image terjadi ketika seseorang mengalami perubahan persepsi tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan objek (Sunaryo, 2002).
16
2.1.2.6. Istilah “Girly” Girly adalah istilah slang untuk seorang gadis atau wanita yang memilih untuk berpakaian dan berperilaku dalam gaya terutama feminin, seperti memakai pink, menggunakan make-up, menggunakan parfum, berpakaian rok, gaun dan blus, dan berbicara tentang hubungan dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan peran gender tradisional dari seorang perempuan (Duits, 2008). Meskipun istilah ini terkadang digunakan sebagai istilah menghina, itu juga dapat digunakan dengan cara yang lebih positif, khususnya dalam hal mengeksplorasi salah satu dari berbagai posisi gender.
2.1.3. Studi Existing Selain mengumpulkan data-data untuk mendukung penulisan proyek Tugas Akhir ini, penulis juga melakukan riset grafis yang berhubungan dengan pembuatan animasi itu sendiri dengan mengumpulkan berbagai referensi berbentuk film, video, buku ataupun gambar.
2.1.3.1. Studi Bentuk Bentuk-bentuk yang akan digunakan dalam animasi ini adalah penggabungan antara bentuk geometris dan organis. Menurut Mary Stewart, bentuk geomtris adalah bentuk-bentuk yang mempunyai garis yang terukur atau kurva yang terukur secara matematis. Bentuk oganis adalah bentuk bebas (free-form), tidak terduga dan tidak terukur secara matematis. Contoh penggabungan bentuk organis dan geometris bisa dilihat pada gambar-gambar berikut:
Creativity Motion Graphics, karya Rachel Wan Gambar 2.1.3.1.1
17
How to Feed the World?, karya Denis van Waerebeke Gambar 2.3.1.1.2.
2.1.3.2. Studi Warna Karena target primer adalah perempuan, maka warna akan didominasi oleh warna pink. Warna pink sering diasosiasikan dengan kefeminiman dan kesensitifan (Eva Heller, 2009). Contoh komposisi warna tersebut dapat dilihat pada contoh-contoh gambar berikut:
Music Video Candy Candy, Kyary Pamyu Pamyu Gambar 2.3.2.1
5 Desert Inspired Outfits, Chriselle Lim Gambar 2.3.2.2
18
2.1.3.3. Studi Art Direction Karena sebagian besar elemen grafis berbentuk 2D, pergerakan kamera dan morphing daripada bentuk itu sendiri sangat penting agar animasi terlihat lebih dinamis dan tidak membosankan. Morphing di “The Alphabet” karya N9ve Studio menjadi salah satu referensi karena sangat unik. Video ini menampilkan morphing yang continuous, yang berarti terus menerus berubah bentuk mulai dari huruf A sampai Z.
The Alphabet, N9ve Studio Gambar 2.3.3.1
Penggabungan antara pergerakan kamera dan morphing bisa dilihat pada video “Be Water” karya Markus Gustafsson yang menggabungkan elemen visual dengan tipografi.
Be Water, Markus Gustafsson Gambar 2.3.3.2
19
“Be Water” menggabungkan kinetic typography dengan elemen-elemen visual agar pesan yang disampaikan lebih jelas.
2.1.3.4. Studi Karakter Karena target primer adalah perempuan, karakter yang digunakan harus bisa membuat target audience terpikat. Style dari karakter yang digunakan adalah chibi. Chibi adalah kata Bahasa Jepang yang berarti "orang pendek" atau "anak kecil". Kata ini populer di kalangan penggemar manga dan anime. Dalam dunia penggemar anime dan manga (otaku), kata chibi sering digunakan untuk mendeskripsikan style gambar "super deformed" atau gaya menggambar karakter dengan kepala besar dan proporsi tubuh anak kecil atau dapat digunakan untuk menggambarkan versi anak si karakter. Gaya chibi biasanya digunakan dalam adegan imut atau humoris, namun sangat jarang seluruh adegan anime memakai style chibi. Namun, hal ini cukup populer di manga.
Karakter chibi Gambar 2.3.3.3
2.1.4. Pembanding 2.1.4.1. Dalam Negeri Dibandingkan dengan perjalanan sejarah animasi di luar negeri, di Indonesia sendiri belum terlalu berkembang, bahkan sangatlah sering jika animasi itu diremehkan atau dipandang rendah oleh masyarakat umum karena tidak terlalu familiar dengan animasi itu sendiri. Namun, tidaklah menutup kemungkinan bahwa banyak sekali animasi dengan kualitas yang siap tayang yang sudah dibuat oleh pihak independen untuk kemudian dimasukkan ke dalam festival animasi seperti Hellofest.
20
2.1.4.2. Luar Negeri Karena di luar negeri animasi sudah jauh lebih berkembang, banyak sekali contoh animasi yang sangatlah bagus dari segi alur, graphics, dan tingkat kualitas animasi itu sendiri. Contohnya, dari Jepang, animasi dari Studio Ghibli bahkan dijadikan sebagai referensi dari Pixar, perusahaan yang sudah tidak asing lagi memproduksi box office berbentuk animasi.
2.1.5. Target Pasar 2.1.5.1. Target Primer • Demografi: Perempuan usia remaja ke atas (15 tahun ke atas), status ekonomi B ke A. • Psikografi: memiliki mindset yang ingin meningkatkan self-esteem, mempunyai lifestyle yang rentan terhadap gangguan body image (contohnya, selalu dikelilingi oleh media, tinggal di kota-kota besar, terdapat tekanan dari lingkungan untuk terlihat dengan cara tertentu). • Geografi: berada di kota-kota besar, khususnya Jakarta.
2.1.5.1. Target Sekunder • Demografi: Umum, semua umur dan semua golongan masyarakat. • Psikografi: Memiliki ketertarikan terhadap topik body image. • Geografi: berada di dalam maupun luar Indonesia.
2.1.6. Analisa Kasus 2.1.6.1. Faktor Pendukung Tingginya angka wanita yang tidak puas dengan tubuhnya menjadi faktor pendukung. Selain itu, style dari animasi akan disesuaikan dengan target primer agar lebih menarik dan sesuai dengan minat audience.
2.1.6.2. Faktor Penghambat Data-data penelitian sulit didapatkan di perpustakaan maupun di internet. Karena topik ini sangat rumit, terkadang penulis susah membedakan antara penulisan yang subjektif dan objektif serta source yang valid.
21
2.1.7. Survei Penulis melakukan riset terhadap 85 perempuan dan menyebarkan kuesioner melalui internet. 2.1.7.1. Hasil Survei
22
23
2.1.7.2. Analisa Survei Hasil survei mengatakan bahwa 50% wanita dari berbagai umur dan background tidak puas terhadap tubuhnya. Dari wanita yang disurvei, 70% mengaku bahwa mereka sering merasa iri terhadap tubuh orang lain dan sering membandingkan penampilan mereka dengan orang lain. 70% wanita mengklaim mengetahui cara mempunyai body image dan self-esteem yang baik dan 75% sudah mengetahui eating disorders seperti anoreksia dan bulimia. 70% wanita mengklaim bahwa mereka mengetahui cara mempunyai self esteem dan body image yang baik, namun 70% wanita mengklaim bahwa mereka sering iri dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Padahal, membandingkan diri sendiri dan sering merasa iri adalah tindakan yang mencerminkan body image yang negatif. Hasil survei mendukung pembuatannya animasi edukasi tentang body image karena tingginya wanita yang tidak puas dengan tubuhnya dan lebih tingginya wanita yang sering merasa iri dan membandingkan tubuhnya dengan orang lain.
24
2.2. Tinjauan Khusus 2.2.1. Teori E-Learning E-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan computer, maupun komputer standalone. Sistem pembelajaran elektronik atau epembelajaran (Inggris: Electronic learning disingkat E-learning) adalah cara baru dalam proses belajar mengajar. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan e-learning, peserta ajar (learner atau murid) tidak perlu duduk dengan manis di ruang kelas untuk menyimak setiap ucapan dari seorang guru secara langsung.
E-learning juga dapat mempersingkat jadwal target waktu
pembelajaran, dan tentu saja menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh sebuah program studi atau program pendidikan. Penulis menggunakan metode ini dalam menyusun sebuah animasi edukasi. Dengan menggunakan metode ini, target primer akan lebih mudah belajar dan dapat mengakses konten kapan saja dan di mana saja mereka berada. Pendistribusian akan animasi edukasi tersebut juga lebih mudah dan cepat.
2.2.2. Teori Komunikasi Komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipasi komunikasi yang terlibat di dalamnya guna mencapai kesamaan (Djuarsa, 2002:41). Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communis yang berarti sama, dalam konteks ini maksudnya sama maknanya. Antara orang – orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan makna, jika tidak terjadi kesamaan makna nakal komunikasi tidak berlangsung. Tanpa adanya komunikasi maka tidak ada proses interaksi dan tidak ada terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman. Berdasarkan pedoman yang dikemukakan Lasswell, dapat diturunkan 5 usur komunikasi yang saling bergantungan satu sama lain, yaitu : a. Sumber (source) Adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. b. Pesan (massage)
25
Yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud dari sumber tersebut. c. Saluran atau media Yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannnya kepada penerima. d. Penerima (receiver) Yakni orang yang menerima pesan dari sumber. e. Efek (effect) Yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut,
misalnya
menambahkan
pengetahuan,
terhibur,
perubahan sikap, perubahan keyakinan, perubahan perilaku dan lain sebagainya (Mulyana, 2005:69).
Adapun fungsi dari komunikasi yaitu : a. Menyampaikan informasi b. Mendidik c. Menghibur d. Mempengaruhi
Penulis menggunakan teori komunikasi dalam menyusun sebuah narasi untuk animasi edukasi ini. 5 unsur komunikasi yang saling berkaitan akan diperhatikan agar informasi yang disampaikan diterima dan dipraktekkan seharihari dalam kehidupan audience. Teori komunikasi akan digunakan untuk animasi edukasi ini untuk mendidik dan menyampaikan informasi kepada audience.
2.2.3. Teori Komposisi Penulis menggunakan 5 prinsip desain untuk mengkomposisikan keseluruhan animasi edukasi (Krasner, 2013) yaitu: 1. Keselarasan (Harmoni) Keselarasan merupakan prinsip desain yang diartikan sebagai keteraturan tatanan diantara bagian-bagian suatu karya. Keselarasan
26
dalam desain merupakan pembentukan unsur-unsur keseimbangan, keteraturan, kesatuan, dan perpaduan yang masing-masing saling mengisi dan menimbang. Keselarasan (harmoni) bertindak sebagai faktor pengaman untuk mencapai keserasian seluruh rancangan penyajian. 2. Kesebandingan (Proporsi) Kesebandingan (proporsi) merupakan hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian lain atau bagian dengan elemen keseluruhan. Kesebandingan dapat dijangkau dengan menunjukkan hubungan antara: a. Suatu elemen dengan elemen yang lain, b. Elemen bidang/ ruang dengan dimensi bidang/ruangnya, c. Dimensi bidang/ruang itu sendiri. Dalam
grafis
komunikasi,
semua
unsur
berperan
menentukan proporsi, seperti hadirnya warna cerah yang diletakkan pada bidang/ruang sempit atau kecil. 3. Irama (Ritme) Irama (ritme) dapat kita rasakan. Ritme terjadi karena adanya pengulangan pada bidang/ruang yang menyebabkan kita dapat merasakan adanya perakan, getaran, atau perpindahan dari unsur satu ke unsur lain. Gerak dan pengulangan tersebut mengajak mata mengikuti arah gerakan yang terjadi pada sebuah karya. 4. Keseimbangan (Balance) Keseimbangan dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor tempat posisi suatu elemen, perpaduan antar elemen, besar kecilnya elemen, dan kehadiran lemen pada luasnya bidang. Keseimbangan akan terjadi bila elemen-elemen ditempatkan dan disusun dengan rasa serasi atau sepadan. Dengan kata lain bila bobot elemen-elemen itu setelah disusun memberi kesan mantap dan tepat pada tempatnya. 5. Penekanan (Emphasis) Dalam setiap bentuk komunikasi ada beberapa bahan atau gagasan yang lebih perlu ditampilkan dari pada yang lain. Tujuan utama dalam pemberian
penekanan
(emphasis)
adalah
untuk
mengarahkan
pandangan pembaca pada suatu yang ditonjolkan. Emphasis dapat
27
dicapai misalnya mengganti ukuran, bentuk, irama dan arah dari unsur-unsur karya desain.
2.2.4. Teori Warna Menurut Henry Dreyfuss, warna digunakan dalam simbol-simbol grafis untuk mempertegas maksud dari simbol-simbol tersebut . Secara psikologis diuraikan warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda (J. Linschoten). Dari pemahaman diatas dapat dijelaskan bahwa warna, selain hanya dapat dilihat dengan mata ternyata mampu mempengaruhi perilaku seseorang, mempengaruhi penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya seseorang pada suatu benda. Warna juga mendefinisikan karakter seseorang secara umum, seperti warna-warna berikut : • Pink, warna yang identik dengan wanita, menarik/cantik, gulali • Orange, warna yang identik dengan musim gugur, penuh kehangatan, • Coklat, warna yang mengesankan hangat, identik dengan musim gugur, kotor, bumi • Ungu, warna yang identik dengan kesetiaan, kepuasan Penulis akan menggunakan warna pink sebagai warna dasar animasi edukasi ini karena target primer adalah wanita. Untuk warna-warna lainnya, penulis akan menggunakan teori Brewster untuk menentukan warna-warna lainnya.
2.2.5. Teori Brewster Untuk menentukan warna lainnya, penulis menggunakan teori Brewster. Teori Brewster adalah teori yang menyederhanakan warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna. Keempat kelompok warna tersebut, yaitu: warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Teori ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1831.
28
Kelompok warna ini sering disusun dalam lingkaran warna Brewster. Lingkaran
warna
Brewster
mampu
menjelaskan
teori
kontras
warna
(komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad. Animasi edukasi ini akan mengkombinasikan warna-warna komplementer dan split komplementer dalam teori warna kontras Brewster.
2.2.6. Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunitiy, Threat) 2.2.6.1. Strength Keunggulan akan animasi edukasi ini meliputi: -
Style animasi akan disesuaikan dengan target primer
-
Narasi akan menggunakan bahasa yang informal sehingga tidak membosankan dan audience akan lebih mudah mengerti
-
Keseluruhan informasi akan dikemas dalam bentuk animasi agar informasi lebih mudah dimengerti sekaligus menarik perhatian audience agar belajar.
2.2.6.2. Weakness Kelemahan animasi edukasi ini meliputi: -
Waktu pengerjaan yang singkat
2.2.6.3. Opportunity Opportunity atau kesempatan yang dimiliki animasi edukasi ini adalah: -
Tingginya angka wanita yang tidak puas dengan tubuhnya
2.2.6.4. Threat Threat animasi edukasi ini meliputi: -
Informasi yang disajikan di dalam animasi tidak tersampaikan
-
Target primer yang sempit